Pengaruh Gaya Kepemimpinaan Situasional Terhadap Kinerja Pegawai Di Rutan Kelas I Medan

(1)

1

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu (S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh :

Andri Putra Perdana Harahap

NIP: 130921040

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

DEPARTEMEN ADMINISTRASI NEGARA HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh: Nama : ANDRI PUTRA PERDANA HARAHAP

NIM : 130921040

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Ekstensi

Judul : Pengaruh Gaya Kepemimpinaan Situasional Terhadap Kinerja Pegawai Di Rutan Kelas I Medan

Medan, Juli 2015

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Muhammad Arifin Nasution, S.Sos,M.SP

NIP. 197910052005011002 NIP. 195908141986011002 Drs. Rasudyn Ginting, M.Si

DEKAN FISIP USU

NIP. 196805251992031002 Prof.Dr. Badaruddin,M.Si


(3)

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia penguji skripai Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara oleh:

Nama : ANDRI PUTRA PERDANA HARAHAP NIM : 130921040

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Ekstensi

Judul : Pengaruh Gaya Kepemimpinaan Situasional Terhadap Kinerja Pegawai Di Rutan Kelas I Medan

Yang dilaksanakan pada: Hari/Tanggal : 04 Juli 2015 Pukul : 10.00 Wib

Tempat : Ruang Sidang FISIP-USU TIM PENGUJI

Ketua :

NIP. 195908141986011002 ( ) Drs. Rasudyn Ginting, M.Si

Anggota I :

NIP. 197910052005011002 ( ) Muhammad Arifin Nasution, S.Sos,M.SP

Anggota II :

NIP. 195405021982032003 ( ) Dra. Nurlela Ketaren, M.SP


(4)

Penelitian ini berjudul ‘Pengaruh Gaya Kepemimpinaan Situasiol Terhadap Kinerja Pegawai Di Rutan Kelas I Medan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di Rutan Kelas I Medan

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian analisis Product Moment .Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai pada Di Rutan Kelas I Medan dan yang dijadikan sebagai sampel adalah seluruh pegawai yang berjumlah 90 orang.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan pengaruh gaya kepemimpinan situasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Rutan Kelas I Medan adalah sebesar 3,89% sementara sisanya 96,11% dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian ini.

Rekomendasi dari penelitian ini adalah Gaya Kepemimpinan Situasiomal sangat baik diterapkan di Rutan Kelas I Medan dikarenakan pengaruh baik nya akan mampu meningkatkan kinerja pegawai di Rutan.


(5)

Puji dan syukur penulis ucapkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan rahmat-nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Sumatera Utara.Adapun judul skripsi ini adalah “Pengaruh Gaya Kepemimpinaan Situasional Terhadap KinerjaPegawai di Rutan Kelas I Medan Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki.Akan tetapi berkat bimbingan dan petunjuk serta dukungan dari beberapa pihak semua kesulitan dapat diatasi dan skripsi ini dapat diselesaikan.

Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr.Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Rasudyn Ginting, M.Si, selaku Ketua Jurusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Dr. Elita Dewi, M.SP, selaku sekertaris Jurusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Muhammad Arifin Nasution, S.SOS, M.SP selaku Dosen Pembimbing yang dengan iklas meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(6)

kepada penulis.

6. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

7. Seluruh Staf Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

8. Bapak/Ibu Pegawai Rutan Kelas I Medan yang telah banyak memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Keluargaku yang tersayang khususnya buat kedua orang tuaku, dan uwak Amru dan Semua Bujing terima kasih atas cinta dan kasih dan doa yang tulus buatku.

10. Serta buat Kakak ku Irma Syahfitri Hrp Amd, IP, SH dan Dian Siregar, SE adikku Indriani Adisti Hrp dan Arini Ramadani Hrp atas semua dukungan dan motivasinya.

11. Serta Syahri Nur riza atas semua dukungan, motivasinya dan kasih dan doa yang tulus untuk menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman-teman Ekstensi Administrasi Negara 2013, Terkhusus buat Sai, Atun, Tole, Bang Igbal, Bang Doli, Rezil yang selalu mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kita semua.Akhirnya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2015


(7)

7

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Kerangka Teori ... 5

1.5.1 Kepemimpinaan ... 5

1.5.1.1 Defenisi Kepemimpinaan ... 5

1.5.1.2 Gaya Kepemimpinaan ... 8

1.5.1.2.1 Gaya Kepemimpinaan Klasik ... 9

1.5.1.2.2 Gaya Kepemimpinaan Situsional ... 15

1.5.1.3 Fungsi Kepemimpinaan ... 23

1.5.2 Kinerja ... 25

1.5.2.1 Pengertian Kinerja ... 25

1.5.2.2 Faktor-faktor Mempengaruhi Pencapaiaan Kinerja 26 1.5.2.3Pengukuraan Kinerja ... 27

1.5.3 Pengaruh Gaya KepemimpinaanTerhadap Kinerja Pegawai 28 1.6 Hipotesis ... 33

1.7 Definisi Konsep ... 33

1.8 Defenisi Operasional ... 34

BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian ... 36


(8)

2.2 Lokasi Penelitian ... 36

2.3 Populasi dan Sampel ... 36

2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 37

2.5 Teknik Pengukuran Skor ... 38

2.6 Teknik Analisis Data ... 38

BAB III DESKRIPSI RUTAN KELAS I MEDAN 3.1 Gambaraan Singkat Rutan Kelas I Medan ... 42

3.2 Letak Geografis Rutan Kelas I Medan ... 44

3.3 Tugas Dan Fungsi Rutan Kelas I Medan ... 44

3.4 Sturktur Organisasi Rutan Kelas I Medan ... 46

3.5 Pencapaiaan Kinerja Rutan Kelas I Medan... ... 47

BAB IV PENYAJIAN DATA 4.1 Kriteria Responden ... 48

4.2 Distribusi jawabaan Responden ... 54

4.3 Pengukuraan Skor ... 73

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Analisis Korelasi Product Moment ... 77

5.2 Koefisien Determinant ... 79

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulaan ... 81


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Distribusi Data Responden menurut Usia …………..……... 49 Tabel 2 Distribusi Data Responden menurut jenis kelamin …………...….. 50 Tabel 3 Distribusi Data Responden menurut tingkat pendidikaan ….……... 51 Tabel 4. Distribusi Data Responden berdasarkan Pangkat Golongan Kerja . 52 Tabel 5 Distribusi Data Responden Masa Kerja …... 53 Tabel 6 Distribusi Data Responden menurut bidang atau divisi... 53 Tabel 7 Distribusi jawaban tentang pemimpin yang selalu mengontrol

Kinerja pegawai...……… 54 Tabel 8 Distribusi jawaban Responden Tentang pemimpin yang selalu

Menjelaskan tugas secara rinci dan prosedur yang baku………….…………. 55 Tabel 9 Distribusi jawaban responden tentang pemimpin yang

sering mengadakan rapat evaluasi kerja...……… 56 Tabel 10 Distribusi jawaban responden Tentang pemimpin yang

menerima saran dan kritik dengan baik………...……… 57 Tabel 11 Distribusi jawaban responden tentang pemimpin yang bersahabat dengan seluruh pegawai...………… 58 Tabel 12 Distribusi jawaban responden tentang pemimpin yang

menciptakaan kondisi yang nyaman untuk berpendapat pada rapat ………... 59 Tabel 13 Distribusi jawaban pemimpinaan yang tegas dan objektif dalam menilai pegawai...……….. 60


(10)

Tabel 14 Distribusi jawaban responden tentang pemimpin yang

membangun kerja yang Profesional...…. 61 Tabel 15 Distribusi jawaban responden tentang pemimpin yang ikut

Berpartisipasi Dalam kegiataan pegawai ……….…...…….. 62 Tabel 16 Distribusi jawaban responden tetang pemimpin

yang selalu mengambil Keputusaan sesuai dengan kondisi... 63 Tabel 17 Distribusi jawaban responden tentang penyelesaian

Pekerjaan tanpa bantuan orang lain ...………… 64 Tabel 18 Distribusi jawaban responden tentang penangganaan pekerjaan Sebagaimana yang ditugaskan oleh atasan...… 65 Tabel 19 Distribusi jawaban tentang menanggani volume yang luar biasa Banyak...……….. 66 Tabel 20 Distribusi jawaban responden penyelesaiaan

pekerjaan yang tepat waktu...…. 67 Tabel 21 Distribusi jawaban responden pemahamaan pegawai dalam

Menghadapi pekerjaan...… 68 Tabel 22 Distribusi jawaban responden disipin waktu yang tinggi...…. 69 Tabel 23 Distribusi jawaban responden tidak menunda pekerjaan....…… 70 Tabel 24 Distribusi jawaban responden tentang dapat menggembang kan Kualitas diri anda dalam mengikuti perkembanggan dalam lingkungan…… 71 Tabel 25 Distribusi jawaban responden tentang memperoleh informasi


(11)

Tabel 26 Tabulasi Jawaban tentang Gaya kepemimpin variabel X

(Gaya kepemimpinaan Situasional) …………...……… 73 Tabel 27 Tabulasi Jawaban tentang kinerja pegawai variabel Y………….. 75


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Struktur Organisasi Rutan Kelas I Medan……….…...46


(13)

Penelitian ini berjudul ‘Pengaruh Gaya Kepemimpinaan Situasiol Terhadap Kinerja Pegawai Di Rutan Kelas I Medan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di Rutan Kelas I Medan

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian analisis Product Moment .Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai pada Di Rutan Kelas I Medan dan yang dijadikan sebagai sampel adalah seluruh pegawai yang berjumlah 90 orang.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan pengaruh gaya kepemimpinan situasional berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Rutan Kelas I Medan adalah sebesar 3,89% sementara sisanya 96,11% dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian ini.

Rekomendasi dari penelitian ini adalah Gaya Kepemimpinan Situasiomal sangat baik diterapkan di Rutan Kelas I Medan dikarenakan pengaruh baik nya akan mampu meningkatkan kinerja pegawai di Rutan.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam suatu organisasi kinerja perorangan (individual perfomance) sangat mempengaruhi kinerja organisasi (organization perfomance), baik itu organisasi pemerintahan maupun swasta dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan harus melalui kegiatan-kegiatan yang digerakkan oleh orang atau sekelompok orang yang bekerja sama yang aktif berperan sebagai pelaku dalam menghasilkan kinerja organisasi yang baik. Dengan kata lain, tercapainya tujuan organisasi dikarenakan adanya upaya yang dilakukan oleh orang-orang dalam organisasi tersebut.

Kinerja organisasi sangat ditentukan oleh unsur pegawainya, karena itu dalam mengukur kinerja organisasi biasanya diukur dari tampilan kerja pegawainya. Kinerja pegawai yang baik akan berdampak pada kinerja organisasi secara keseluruhan, yang pada akhirnya dapat terlihat dari pencapaian organisasi. Seperti pengertian kinerja dalam buku Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan yang dikemukakan oleh Suntoro "Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi alam rangka mencapai tujuan organisasi dalam priode waktu tertentu". (Tika, 2006:121) Kinerja pegawai erat kaitannya dengan hasil pekerjaan seseorang dalam organisasi. Hasil pekerjaan tersebut dapat menyangkut kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktu. Sedangkan kinerja pegawai dipengaruhi oleh


(15)

kemampuan/pendidikan, motivasi, lingkungan, disiplin, peraturan, dan yang terpenting adalah dipengaruhi oleh kepemimpinan dalam organisasi tersebut.

Kepemimpinan merupakan gejala universal yang terdapat dalam kehidupan kolektif. Kepemimpinan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan organisasi maupun berkelompok. Untuk mencapai tujuan bersama, manusia di dalam organisasi perlu membina kebersamaan dengan mengikuti pengendalian dari pemimpinnya. Dengan pengendalian tersebut, perbedaan keinginan, kehendak, kemauan, perasaan, kebutuhan dan lain-lain dipertemukan untuk digerakkan kearah yang sama oleh seorang pemimpin untuk mencapai tujuan bersama.

Sebagai seorang pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi bukanlah sesuatu hal yang mudah. Seorang pemimpin harus mampu menjadi motor penggerak bagi orang lain atau bawahan untuk dapat menjalankan setiap aktivitas organisasi dalam mencapai tujuan yang diinginkan oleh organisasi. Pemimpin organisasi dapat melakukan berbagai cara dalam kegiatan mempengaruhi orang lain atau bawahan agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu terarah dalam pencapaian tujuan organisasi. Cara ini dapat dikatakan sebagai gambaran gaya kepemimpinan yang terdapat dalam diri seorang pemimpin.

Gaya kepemimpinan merupakan hal yang identik dengan sikap seorang pemimpin dalam memimpin suatu organisasi. Pada umumnya banyak pemimpin pemimpin yang menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan kondisi organiasasi yang dipimpin. Bahkan ada seorang pemimpin ada yang memiliki lebih dari satu gaya kepemimpinan dalam upaya mencapai tujuan organisasi.


(16)

Rutan Kelas I Medan adalah instansi pemerintahan di bidang di pimpin oleh seorang Kepala Rutan dan dibantu oleh tiga belas orang Kepala Seksi, Setiap Rutan di Indonesia telah diberikan atau dibebankan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Dan setiap Kepala Rutan dapat melakukan kebijakan-kebijakan yang berbeda-beda dalam usaha untuk melayani yang diberikan. Kebijakan ini sendiri pasti akan membentuk tipe kepemimpinan yang selanjutnya dapat disebut gaya kepemimpinan dari seorang kepala Rutan.

Dari pengamatan penulis ketika penulis sebelum melakukan penelitian diketahui bahwa kepala Rutan Kelas I Medan memiliki gaya kepemimpinan tersendiri yang unik dalam memimpin para pegawainya.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang "Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kinerja Pegawai Pada Rutan Kelas I Medan Sumatra Utara.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang menjadi fokus perhatian peneliti adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana gaya kepemimpinan Kepala Rutan Kelas I Medan Sumatera

Utara.

2. Bagaimanakah kinerja pegawai pada Kepala Rutan Kelas I Medan Sumatera Utara


(17)

3. Seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kinerja pegawai di Rutan Kelas I Medan Sumatera Utara

1.3. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui gaya kepemimpinan di Kepala Rutan Kelas I Medan Sumatera Utara

2. Mengetahui bagaimana kinerja pegawai di Kepala Rutan Kelas I Medan Sumatera Utara.

3. Mengetahui apakah ada pengaruh gaya kepemimpinan situasonal terhadap kinerja pegawai pada Rutan Kelas I Medan Sumatera Utara

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, bagi penulis penelitian ini merupakan wahana untuk melatih dan mengembangkan pengetahuan melalui karya ilmiah.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan penelitian dan menjadikan sumber bacaan tentang pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai.


(18)

3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber masukan bagi Kepala Rutan Kelas I Medan Sumatera Utara

1.5. Kerangka Teori 1.5.1. Kepemimpinan

1.5.1.1. Definisi Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan faktor kunci dalam suksesnya suatu organisasi serta manajemen yang mengarahkan kerja para anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang baik diyakini mampu mengikat, mengharmonisasi, serta mendorong potensi sumber daya organisasi agar dapat bersaing secara baik. Hal ini merupakan faktor manusiawi yang mengikat sebagai suatu kelompok bersama dan memotivasi mereka dalam pencapaian tujuan. Kegiatan-kegiatan manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, dan pengambilan keputusan merupakan sebuah kepompong yang tidur (tidak aktif) sampai pimpinan bertindak untuk menghidupkan motivasi dalam setiap orang dan mengarahkan mereka mencapai tujuan.

Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua orang yang dipimpin dalam pencapaian tujuan organisasi. Pemimpin yang efektif akan selalu berusaha agar kehendaknya diterima dan dirasakan oleh seluruh anggota kelompok sebagai kehendaknya juga. Tanpa bimbingan dari pemimpin, maka hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi menjadi renggang (lemah). Keadaan ini menimbulkan situasi dimana


(19)

perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya, sementara itu keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam pencapaian sasaran-sasarannya.

Menurut Kerlinger (2002:25) kepemimpinan adalah kemampuan tiap pimpinan di dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya sedemikian rupa sehingga para bawahannya bekerja dengan gairah, bersedia bekerjasama dan mempunyai disiplin tinggi, dimana para bawahan diikat dalam kelompok secara bersama-sama dan mendorong mereka ke suatu tujuan tertentu.

Selanjutnya Susilo (1998:64) kepemimpinan merupakan keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang memang diinginkan bersama.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya agar bawahannya secara sukarela mau mengejar tujuan organisasi.

Davis (1995:54) mengikhtisarkan ada empat ciri utama yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi :

1. Kecerdasan (intelligence). Penelitian-penelitian pada umumnya menunjukkan bahwa seorang pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi daripada pengikutnya, tetapi tidak sangat berbeda.

2. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas (SocialMaturity and breadth). Pemimpin cenderung mempunyai emosi yang stabil dan dewasa atau matang, serta mempunyai kegiatan-kegiatan dan perhatian yang luas.


(20)

3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Pemimpin secara pikir mampunyai motivasi dan dorongan berprestasi yang tinggi. Mereka bekerja keras lebih untuk nilai intrinsik daripada ekstrinsik.

4. Sifat-sifat hubungan manusiawi. Seorang pemimpin yang sukses akan mempengaruhi harga diri dan martabat pengikut-pengikutnya, mempunyai perhatian yang tinggi dan berorientasi pada pegawai.

Keterampilan dalam kepemimpinan terdiri dari lima macam yang terdiri dari:

1. Pemberian kuasa yaitu pembagian kuasa oleh pimpinan kepada bawahannya.

2. Intuisi adalah keterlibatan manajer dalam menatap situasi, mengantisipasi perubahan, mengambil resiko serta membangun kejujuran.

3. Pemahaman diri yaiitu kemampuan untuk mengenali kemampuan serta kelemahan diri serta berupaya mengatasi kelemahan tersebut.

4. Pandangan ialah keterlibatan diri dalam mengimajinasikan kondisi lingkungan yang berbeda-beda.

5. Nilai keselarasan yaitu kemampuan dalam mengetahui serta memahami nilai-nilai yang berkembang dalam organisasinya menuju organisasi yang efektif.

Kepemimpinan merupakan bagian penting dalam organisasi maupun perusahaan dimana organisasi tersebut tersusun atas dasar pembagian fungsi-fungsi yang berbeda yang harus dilaksanakan. Adanya perbedaan peranan atau tugas bagi tiap individu dalam organisasi merupakan penentu adanya


(21)

kepemimpinan. Adanya berbagai peranan dan tugas mengakibatkan perlunya pengaturan dan koordinasi yang dilakukan oleh pemimpin. Perkataan pemimpin atau leader memiliki berbagai pengertian. Oleh karena itu, pemimpin merupakan dampak interaktif dari faktor individu atau pribadi dengan faktor situasi. Diantara berbagai definisi tentang pengertian pemimpin adalah sebagai berikut :

1. Pemimpin adalah orang-orang yang menggerakkan orang-orang lain agar orang-orang dalam suatu organisasi yang telah direncanakan dan disusun terlebih dahulu dalam suasana moralitas yang tinggi, dengan penuh semangat dan kegairahan dapat menyelesaikan pekerjaannya masing-masing dengan hasil yang diharapkan (Kartono, 2002:33).

2. Pemimpin adalah proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin, bawahan dan situasi (Wahjosumidjo, 2005:24). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khusus dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tujuan.

1.5.1.2. Gaya Kepemimpinan

Seorang pemimpin organisasi dapat melakukan berbagai cara dalam kegiatan mempengaruhi atau memberi motivasi orang lain atau bawahan agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu terarah terhadap pencapaian tujuan organisasi. Cara ini mencerminkan sikap dan pandangan pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya, dan merupakan gambaran gaya kepemimpinannya.


(22)

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat (Thoha, 2002:43). Kebanyakan orang menganggap gaya kepemimpinan merupakan tipe kepemimpinan. Hal ini antara lain dinyatakan oleh Siagian (2010:30) bahwa gaya kepemimpinan seseorang adalah identik dengan tipe kepemimpinan orang yang bersangkutan, yaitu cara-cara yang disenangi dan digunakan oleh seseorang sebagai wahana untuk menjalankan kepemimpinannya.

1.5.1.2.1. Gaya Kepemimpinan Klasik

Mengutip pendapat dari Sugiono (2010:31), lima gaya kepemimpinan yang diakui keberadaannya sejak dahulu adalah :

1. Tipe yang Otokratik

Pemahaman tentang literatur yang membahas tipologi kepemimpinan menunjukkan bahwa semua ilmuwan yang berusaha mendalami berbagai segi kepemimpinan mengatakan bahwa seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang otokratik memiliki serangkaian karateristik yang dapat dipandang sebagai karateristik yang negatif.

Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang yang sangat egois. Egoisnya yang sangat besar akan mendorongnya memutarbalikkan kenyataan yang dibenarkannya sehingga sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikan sebagai kenyataan.


(23)

Berdasarkan nilai yang demikian, seorang pemimpin yang otoriter akan menunjukkan berbagai sikap yang menunjukkan 'ke-akuannya" antara lain sebagai berikut :

a. Cenderung mengganggap organisasi sebagai milik pribadi yang dapat diperlakukannya dengan sekehendak hati, karena bagi nya tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadi.

b. Kecenderungan memperlakukan para bawahan sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka.

c. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahan.

d. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan dengan cara memberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu diharapkan bahkan dituntut untuk melaksanakan nya saja.

Dari pembahasan singkat di atas kiranya jelas bahwa dalam kehidupan organisasional yang menjujung tinggi harat dan martabat manusia dengan berbagai bentuk kebutuhan, keinginan, dan harapan yang kesemuanya bermuara pada peningkatan mutu hidup seseorang. Tipe pemimpin yang otokratik bukanlah tipe yang ideal akan hal tersebut. Bahkan juga bukan tipe yang diinginkan.


(24)

Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan masyarakat yang masih besifat tradisional. Popularitas pemimpin yang paternalistik ditandai oleh beberap faktor yaitu:

a. Kuatnya ikatan primordial,

b. Kehidupan masyarakat yang komunalistik,

c. Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat,

d. Masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara seorang anggota masyrakat dengan anggota masyarakat lainnya. Ditinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang pemimpin yang paternatistik mengutamakan kebersamaan. Berdasarkan nilai kebersamaan itu seorang pemimpin yang paternalistik berusaha memperlakukan semua orang dan semua satuan kerja yang terdapat dalam organisasi seadil dan serata mungkin. Dalam organisasi demikian tidak terdapat penonjolan orang atau kelompok tertentu.

Berikut beberapa ciri-ciri pemimpin yang memiliki tipe kepemimpinan paternalistik yaitu:

a. Sikap kebapakan dalam diri pemimpin paternalistik terhadap bawahannya lebih bersifat informal dan hubungan yang lebih bersifat informal tersebut dilandasi oleh pandangan bahwa para bawahan belum mencapai tingkat kedewasaan, sehingga mereka tidak dibiarkan untuk berindak dan berfikir sendiri.


(25)

b. Over protective atau terlalu melindungi terhadap para bawahan akibat pandangan bahwa para bawahan itu belum dewasa.

c. Terjadi pemusatan pengambilan keputusan dalam diri pemimpin yang bersangkutan, sedangkan para bawahan hanya tinggal melakukan saja. Hal ini disebabkan karena pemimpin paternalistik bersikap maha tahu akan segala sesuatu mengenai seluk beluk organisasional. Dan akibatnya tidak ada pemanfaatan sumber informasi, ide dan saran dari para bawahan.

3. Tipe yang Kharismatik

Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang pemimpin yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi. Dengan kata lain, seorang pemimpin yang kharismatik memiliki daya tarik tersendiri yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang kadang-kadang jumlahnya sangat besar.

Mungkin karena kurangnya pengetahuan untuk menjelaskan kriteria ilmiah mengenai kepemimpinn yang kharismatik, banyak orang lalu cenderung mengatakan bahwa ada orang orang tertentu yang memiliki "kekuatan ajaib" yang tidak mungkin dijelaskan secara ilmiah yang menjadikan orang-orang tertentu itu dipandang sebagai pemimpin yang kharismatik.


(26)

Sesungguhnya sangat menarik untuk memperhatika bahwa para pengikut seorang pemimpin yang kharismatik tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dianut, sikap dan perilaku serta gaya yang digunakan oleh pemimpin yang diikutinya itu. Bisa saja pemimpin yang kharismatik menggunakan gaya otokratik, para pengikutnya tetap setia kepadanya.

Hanya saja jumlah pemimpin yang kharismatik ini tidak besar dan mungkin julahnya hanya sedikit. Ini pula lah yang menyebabkan sehingga tidak cukup data empiris yang dapat digunakan untuk menganalisis secara ilmiah karateristik pemimpin yang kharismatik.

4. Tipe yang laissez faire

Gaya laissez-faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.

Nilai-nilai yang dianut oleh seorang pemimpin tipe laissez faire dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannnya biasanya bertolak dari filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam kehidupan bersama, mempunyai kesetiaan kepada sesama dan organisasi, taat kepada norma-norma dan peraturan yang telah disepakati bersama, mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas-tugas yang harus diembannya. Dengan sikap organisasional demikian, tidak alasan kuat untuk memperlakukan


(27)

para bawahan sebagai orang-orang yang tidak dewasa, tidak bertanggung jawab dan tidak setia, dan sebagaianya. Karena itu, demikian pandangan pemimpin yang laissez faire, nilai yang tepat dalam hubungan atasan dengan bawahan adalah nilai yang disarakan kepada saling mempercayai yang besar. Kepemimpinan gaya laissez-faire antara lain berciri:

1. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan partisipasi dari pemimpin.

2. Pendelegasian wewenang terjadi secara ektensif

3. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata nya menuntut keterlibatannya secara langsung. 4. Status quo organisasional tidak terganggu.

5. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan nertindak yang inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota yang bersangkutan sendiri.

6. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat yang minimum. Penerapan gaya kepemimpinan laissez-faire dapat mendatangkan.

Keuntungan antara lain para anggota atau bawahan akan dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Tetapi kepemimpinan jenis ini membawa kerugian bagi organisasi antara lain berupa kekacuan karena setiap pegawai bekerja menurut selera masing-masing.


(28)

5. Tipe yang Demokratik

Gaya demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Kepemimpinan gaya demokratis memiliki karateristik antara lain:

1. Gaya kepemimpinan yang demokratis memandang manusia sebagai mahluk yang mulia dan derajatnya sama.

2. Pemimpin yang demokratis cenderung mementingkan kepentingan organisasi atau kepentingan golongan dibandingkan kepentingan pribadinya.

3. Sangat mengutamakan kerjasama dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama.

4. Menerima saran, pendapat, dan kritik bawahannya untuk pengembangan dan kemajuan organisasi.

5. Berusaha mengembangan bawahan menjadi pegawai yang lebih berhasil dari sebelumnya.

6. Pemimpin yang demokratik selalu berusaha untuk mengembangan kapasitanya menjadpemimpin yang lebih baik untuk kemajuan organisasi. Penerapan gaya kepemimpinan demokratis dapat mendatangkan keuntungan antara lain berupa keputusan serta tindakan yang lebih obyektif, tumbuhnya rasa ikut memiliki serta terbinanya moral yang tinggi. Sedang kelemahan gaya kepemimpinan ini adalah keputusan serta tindakan


(29)

kadang-kadang lamban, rasa tanggung jawab kurang, keputusan yang dibuat bukan merupakan keputusan terbaik.

1.5.1.2.2. Gaya Kepemimpinan Situasional (Situasional Leadership)

Pendekatan situasional atau kontingensi didasarkan bahwa keberhasilan seorang pemimpin selain ditentukan oleh sifat- sifat dan perilaku pemimpin juga dipengaruhi oleh situasi yang ada dalam organisasi. Model kepemimpinan dari pendekatan ini antara lain gaya kepemimpinan kontingensi Flidler, dan gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard.

Situasi adalah gelanggang yang perlu bagi pemimpin untuk beroperasi. Bagi sebagian besar pemimpin, situasi bisa menentukan keberhasilan atau kegagalan, tetapi keliru jika menyalahkan situasi. Dalam menerapkan kepemimpinan situasional, seorang pemimpin harus didasarkan pada analisis terhadap situasi yang dihadapi pada suatu saat tertentu dan mengidentifikasikan kondisi anggota atau anak buah yang dipimpinnya. Kondisi bawahan merupakan faktor yang penting, karena selain sebagai individu bawahan juga sebagai kekuatan kelompok yang kenyataannya dapat menentukan kekuatan pribadi yang dimiliki pemimpin ( Veitzal Rivai, 2003:72).

1. Gaya Kepemimpinan Kontingensi Fiedler.

Teori ini tidak membahas gaya kepemimpinan apa yang paling baik dan gaya kepemimpinan apa yang tidak baik, tetapi teori ini mengemukakan bagaimana tindakan seorang pemimpin dalam situasi tertentu kepemimpinannya yang efektif. Teori ini juga tidak membahas gaya dan perilaku yang berpola tetapi


(30)

berdasarkan situasi kemudian melakukan pendekatan yang tepat. Dengan situasi yeng berbeda maka pendekatan yang dilakukanpun akan berbeda.

Gaya kepemimpinan ini mengemukakan tiga variable utama yang menentukan suatu situasi yang menguntungkan dan tidak menguntungkan bagi pemimpin:

a. Kepemimpinan berorientasi pada struktur tugas (the task structure)

Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.

b. Kepemimpinan berorientasi pada hubungan.

Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.

c. Kekuatan posisi (Position Power)

Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).


(31)

Ketiga variable situasi ini dikatkan dengan pendekatan yang berorientasi pada tugas, hal ini tergantung pada situasi yang ada pada saat tertentu. Kombinasi antara situasi yang dihadapi oleh pemimpin dengan perilaku kepemimpinan yang tepat akan menentukan efektifitas

kepemimpinan. Yang dimakud perilaku yang tepat adalah dalam situasi apa perilaku pemimpin berorientasi pada tugas dan dalam situasi apa perilaku pemimpin berorientasi pada hubungan.

Perilaku pemimpin yang berorientasi pada hubungan akan efektif dalam situasi yang moderat misalnya pemimpin yang menghadapi situasi ketika derajat variabel situasi hubungan pemimpin dan bawahan rendah, tetapi kedua variabel yang lain derajatnya tinggi. Atau dalam situasi lain yaitu variable posisi kewenangan pemimpin derajatnya rendah tetapi variabel yang lain derajatnya tinggi.

Dapat disimpulkan dari model kepemimpinan kontingensi, perilaku pemimpin yang efektif tidak berpola dari satu gaya tertentu, melainkan dimulai dengan mempelajari situasi tertentu pada satu saat tertentu. Yang dimaksud dengan situasi tertentu adalah adanya tiga variabel yang dijadikan dasar sebagai perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan hubungan, tetapi tidak berarti bahwa tugas tidak pernah berorientasi pada hubungan.

2. Gaya Kepemimpinan Hersey dan Blanchard

Teori kepemimpinan situasional, teori ini dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kenneth Blanchard. Kepemimpinan situasional menurut Harsey dan Blanchard adalah didasarkan pada saling berhubungannya diantara hal-hal


(32)

berikut: Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan dan tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukan dalam melaksankan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu (Thoha, 1983:65).

Manajer harus mempu mengidentifikasi isyarat- isyarat yang terjadi di lingkungannya tetapi kemampuan mendiaknosis belum cukup untuk berperilaku yang efektif. Pemimpin harus mampu untuk malakukan adaptasi kepemimpinan terhadap tuntutan lingkungan dimana dia memperagakan kepemimpinannya. Dimana seorang pemimpin harus mempunyai fleksibelitas yang bervariasi. Kebutuhan yang berbeda pada anak buah membuat dia harus diberlakukan berbeda pula, walaupun banyak praktisi yang mengganggap tidak praktis dalam setiap kali mengambil keputusan harus terlebih dahulu mempertimbangkan setiap variable situasi. Dasar gaya kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard yaitu :

a. Kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin (perilaku tugas).

b. Kadar dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin (perilaku hubungan).

c. Tingkat kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan oleh anggota dalam melaksanakan tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan tertentu.

Konsep ini menjelaskan hubungan antara perilaku kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan anggota kelompok atau pengikutnya. Teori ini


(33)

menekankan hubungan pemimpin dengan anggota sehingga tercipta kepemimpinan yang efektif, karena anggota dapat menentukan keanggotaan pribadi yang dimiliki pemimpin.

Kematangan atau maturity adalah bukan kematangan secara psikologis melainkan menggambarkan kemauan dan kemampuan anggota dalam melaksanakan tugas masing-masing termasuk tanggung jawan dalam melaksanakan tugas tersebut juga kemauan dan kemampuan mengarahkan diri sendiri. Jadi, variable kematangan yang dimaksud adalah kematangan dalam melaksanakan tugas masing- masing tidak berarti kematangan dalam segala hal.

Kematangan anak buah adalah kemampuan yang dimiliki oleh anak buah dalam menyelesaikan tugas dari pimpinan, termasuk didalamnya adalah keinginan atau motivasi mereka dalam menyelesaiakan suatu tugas. Kematangan individu dalam teori kepemimpinan situasional Hersey-Blanchard dibedakan dalam 4 kategori kematangan yang masing- masing punya perbedaan tingkat kematangan sebagai berikut:

1.Tingkat kematangan anggota rendah

Ciri-cirinya adalah anggota tidak mampu dan tidak mau melaksanakan tugas, maksudnya Kemampuan anggota dalam melaksanakan tugas rendah dan anggota tersebut juga tidak mau bertanggung jawab. Penyebabnya: tugas dan jabatan yang dijabat memang jauh dari kemampuan , kurang mengerti apa kaitan antara tugas dan tujuan organisasi, mempunyai sesuatu yang diharapkan tetapi tidak sesuai dengan ketersediaan dalam organisasi.


(34)

Ciri- cirinya: anggota tidak mampu melaksanakan tapi mau bertanggung jawab, yaitu walaupun kemampuan dalam melaksanakan tugasnya rendah tetapi memiliki rasa tanggung jawab sehingga ada upaya untuk berprestasi. Mereka yakin akan pentingnya tugas dan tahu pasti tujuan yang ingin dicapai.

Penyebabnya : anggota belum berpengalaman atau belum mengikuti pelatihan dan pendidikan tetapi memiliki motivasi tinggi, menduduki jabatan baru dimana semangat tinggi tetapi bidangnya baru dan selalu berupaya mencapai prestasi, punya harapan yang sesuai dengan ketersediaan yang ada dalam organisasi.

3. Tingkat kematangan anggota sedang ke tinggi atau moderat tinggi.

Ciri- cirinya: anggota mampu melaksanakan tetapi tidak mau. Yaitu m,ereka yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas tetapi karena suatu hal tidak yakin akan keberhasilan sehingga tugas tersebut tidak dilaksanakan.

Penyebabnya : anggota merasa kecewa atau prustasi misalnya: baru saja mengalami alih tugas dan tidak puas dengan penempatan yang baru.

4. Tingkat Kematangan Anggota Tinggi

Ciri- ciri anggota mau dan mampu, yaitu mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas ataupun memecahkan masalah dan punya motivasi


(35)

tinggi serta besar tanggungjawabnya. Mereka adalah yang berpengalaman dan punya kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas. Merteka mendapat kepuasan atas prestasinya dan yakin akan selalu berhasil.

Merujuk pada tingkat kematangan masing- masing kelompok atau anggota kelompok, maka perilaku kepemimpinan harus disesuaikan demi tercapainya efektifitas kepemimpinan berdasarkan analisis pemimpin terhadap tingkat kematangan anggota, digunakan kombinasi perilaku tugas dan perilaku hubungan.

Perilaku kepemimpinan seseorang menghadapi kelompok secara keseluruhan harus berbeda- beda dengan menghadapi individu anggota kelompok, demikian pula perilaku kepemimpinan manajer dalam menghadapi tiap- tiap individu harus berbeda- beda tergantung kematangannya. Masing- masing punya perbedaan tingkat kematangan.

Menurut teori ini pemimpin haruslah situasional, setiap keputusan yang dibuat didasarkan pada tingkat kematangan anak buah, ini berarti keberhasilan seorang pemimpin adalah apabila mereka menyesuaiakan gaykepemimpinanya dengan tingkat kedewasaan atau kematangan anak buah, tingkat kedewasaan atau kematangan anak buah dapat dibagi menjadi empat tingkat yaitu:

a. Intruksi adalah untuk pengikut yang rendah kematangannya, orang yang tidak mampu dan mau memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan sesuatu adalah tidak kompeten atau tidak memiliki keyakinan. bawahan seperti ini masih sangat memerlukan pengarahan dan dukungan, masih perlu bimbingan dari atasan


(36)

tentang bagaimana, kapan dan dimana mereka dapat melaksakanya tanggung jawab/tugasnya.

b. Konsultasi adalah untuk tingkat kematangan rendah ke sedang, orang yang tidak mampu tetapi berkeinginan untuk memikul tanggung jawab memiliki keyakinan tetapi kurang memiliki keterampilan. pimpinan/pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah (two way communications), yaitu untuk membantu bawahan dalam meningkatkan motivasi kerjanya.

c. Partisipasi adalah bagi tingkat kematangan dari sedang kerendah, orang-orang pada tingkat perkembangan ini memiliki kemampuan tetapi tidak berkeinginan untuk melakukan sesuatu tugas yang diberikan. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam hal ini pemimpin harus aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan apa yang diinginkan oleh bawahan.

d. Delegasi adalah bagi tingkat kematangan yang tinggi, orang-orang pada tingkat kematangan seperti ini adalah mampu dan mau, atau mempunyai keyakinan untuk memikul tanggung jawab. Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak memberikan dukungan maupun pengarahan, karena dianggap bawahan sudah mengetahui bagaimana, kapan dan dimana mereka barus melaksanakan tugas/tangung jawabnya (Thoha, 1983:74-76).


(37)

1.5.1.3. Fungsi-Fungsi Kepemimpinan

Peranan para pemimpin dalam suatu organisasi sangat sentral dalam usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditetapkan. Hal itu berarti efektivitas kepemimpinan dari para pimpinan yang bersangkutan merupakan hal yang paling didambakan oleh semua pihak yang berkepentingan dalam keberhasilan organisasi tersebut.

Kemampuan mengambil keputusan merupakan kriteria utama dalam menilai efektivitas seseorang, berarti ada kriteria lain yang dapat dan biasanya digunakan. Berbagai kriteria itu berkisar pada kemampuan seorang pemimpin menjalankan berbagai fungsi-fungsi kepemimpinan. Ada lima fungsi kepemimpinan (Siagian, 2010:46) yaitu :

1. Pimpinan sebagai penentu arah

Seorang pemimpin harus lah dapat menentukan arah yang akan ditempuh sutu organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi. Pemimpin harus dapat mengambil keputusan yang tetap untuk organisasinya. Strategik, tehnik, taktik, dan pengambilan keputusan serta kemampuan pimpinan dalam menentukan arah organisasi di masa yang akan datang (masa depan) merupakan saham yang teramat penting dalam kehidupan organisasional untuk pencapaian tujuan organisasi.

2. Pimpinan sebagai wakil dan juru bicara organisasi

Tidak ada organisasi yang akan mampu mencapai tujuannnya tanpa memelihara hubungan yang baik dengan berbagai pihak di luar organisasi yang


(38)

bersangkutan sendiri. Oleh sebab itu seorang pemimpin harus mampu menjadi wakil dan juru bicara organisasi dalam menjalin hubungan baik dengan berbagai pihak baik dari dalam organisasi maupun luar organisasi.

3. Pimpinan sebagai komunikator yang efektif

Pemeliharaan hubungan baik ke luar maupun ke dalam organisasi dilakukan melalui proses komunikasi, baik seara lisan maupun tertulis. Bahkan interaksi antara atasan dan bawahan , antara sesama pejabat pimpinan, dan antara sesama petugas pelaksana kegiatan operasional dimungkinkan terjadi dengan baik berkar komunikasi yang efektif. Demikian pentingnya komunikasi yang efektif itu dalam usaha peningkatan kemampuan memimpin seseorang sehingga dapat dikatakan bahwa penguasaan teknik-teknik komunikasi dengan baik merupakan kewajiaban bagi setiap pemimpin.

4. Pimpinan sebagai mediator

Pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator yang handal, khususnya dalam hubungan ke dalam organisasi, terutama dalam menangani situasi terjadinya konflik.

5. Pimpinan sebagai integrator

Di dalam suatu organisasi, tidak jarang terjadi adanya kotak-kotak atau kumpulan golongan tertentu, baik itu yang bersifat negatif maupun positif. Seorang pemimpin memiliki fungsi sebagai integrator maksudnya seorang


(39)

pemimpin harus mampu bersikap efektif, rasional, objektif, dan netral dalam menghaokfdapi keadaan tersebut di atas.

1.5.2. Kinerja

1.5.2.1. Pengertian Kinerja

Kinerja berasal dari kata performa, yang diartikan sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja merupakan implementasi dari perencanaan yang telah disusun tersebut. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan (Wibowo, 2007:34).

Menurut Widodo (2005:78) kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan, atau suatu hasil karya yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika.

Selanjutnya Suntoro (dalam Tika, 2006:121) kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi alam rangka mencapai tujuan organisasi dalam priode waktu tertentu.

Dalam Mahsun (2006:25) kinerja adalah gambaan mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perencananaan strategis (strategic planning) suau organisasi.


(40)

Menurut Mangkunegara (2009:67) dalam bukunya Managemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, mengemukakan pengertian kinerja yaitu sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditamplkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.

Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan hasil yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam priode waktu tertentu.

1.5.2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja

Menurut Mangkunegara (2009:16-17), faktor-faktor penentu pencapaian prestasi kerja atau kinerja individu dalam organisasi adalah sebagai berikut:

1. Faktor Individu

Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisik (jasmani). Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik.

Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal


(41)

dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.

2. Faktor Lingkungan Organisasi

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluar berkarier, dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

1.5.2.3. Pengukuran Kinerja

Dharma dalam bukunya Managemen Supervisi (2003:355) mengatakan bahwa hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. 2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya).

3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan.

Adapun aspek-aspek standar kinerja menurut Mangkunegara (2009:18) terdiri aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kuantitatif meliputi:

a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan

b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan. c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan.


(42)

d. Jumlah dan jenis pelayan dalam pemberian pekerjaan. Sedangkan aspek kualitatif meliputi:

a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan b. Tingkat kemampuan dalam bekerja

c. Kemampuan mengaalisis data/ informasi dan kemampuan menggunakan mesin/ peralatan

d. Kemampuan mengevaluasi

1.5.3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai

Gaya Kepemimpinan merupakan suatu cara yang dimiliki oleh seseorang dalam mempengaruhi sekelompok orang atau bawahan untuk bekerja sama dan berdaya upaya dengan penuh semangat dan keyakinan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Artinya, gaya kepemimpinan dapat menuntun pegawai untuk bekerja lebih giat, lebih baik, lebih jujur dan bertanggungjawab penuh atas tugas yang diembannya sehingga meraih pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik. Dalam suatu organisasi yang besar, efektivitas seorang pemimpin tergantung pada kekuatan pengaruh gaya kepemimpinannya terhadap atasan, rekan sejawat, dan pengaruhnya terhadap bawahan (Yukl, 2005:174).

Keberhasilan suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai kelompok dalam suatu organisasi tertentu, sangat tergantung pada efektivitas kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Dapat dikatakan bahwa mutu kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut


(43)

dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat dalam kinerja para pegawainya (Siagian, 2010:84).

Pemimpin yang terdapat pada organisasi harus memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan bawahannya, yaitu pegawai yang terdapat di organisasi yang bersangkutan, sehingga dapat menunjukkan kepada bawahannya untuk bergerak, bergiat, berdaya upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Akan tetapi hanya mengerahkan seluruh pegawai saja tidak cukup, sehingga perlu adanya suatu dorongan agar para pegawainya mempunyai minat yang besar terhadap pekerjaanya. Atas dasar inilah selama perhatian pemimpin diarahkan kepada bawahannya, maka kinerja pegawainya akan tinggi. Sebagaimana yang dikemukakan Kartono (2002:76), pemimpin adalah menggerakkan orang-orang lain agar orang-orang dalam suatu organisasi yang telah direncanakan dan disusun terlebih dahulu dalam suasana moralitas yang tinggi, dengan penuh semangat dan kegairahan dapat menyelesaikan pekerjaannya masing-masing dengan hasil yang diharapkan.

Adapun penelitiaan penelitiaan sebelum ini dapat membantu penulisaan adalah sebagai berikut :

1. Haryani tri putri 2010, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kepemimpinan Situasional (X) terhadap Kinerja Karyawan (Y) pada PT. Bank BRI cabang jakarta pusat. Dengan hipotesis kepemimpinan situasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawaan pada PT. Bank BRI cabang jakarta pusat dan yang menjadi sampel penelitian ini adalah 69


(44)

karyawan tetap pada PT. Bank Sumut Kantor Jakarta Pusat, dengan menggunakaan metode penelitiaan Koefisien korelasi produk moment ,dengan hasil penelitiaan sedang (0,401) , Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan situasional (X) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan (Y) karyawan pada PT. BRI cabang jakarta pusat Medan artinya semakin baik kepemimpinan situasional, maka kinerja karyawan juga semakin tinggi. Koefisien determinan dari hasil analisis sebesar 47,2% sedangkan sisanya sebesar 52,8% dipengaruhi oleh faktor lain di luar kontribusi penelitian ini. Cabang BRI cabang jakarta pusat. Nilai R Square menunjukkan sebesar 50,9% gaya kepemimpinan situasional berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dengan mengetahui hubungan antara vaiablel-variabel ini, gaya kepemimpinan situasional konsultasi dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)

2. Mesda W 2009,. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kepemimpinan Situasional (X) terhadap Kinerja Karyawan (Y) pada PT. Bank negara Indonesia,. Dengan hipotesis kepemimpinan situasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawaan pada PT. Bank Negara Indonesia Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksplanasi dan yang menjadi sampel penelitian ini adalah 68 karyawan tetap pada PT. Bank negara Indonesia menggunakaan metode penelitiaan Koefisien korelasi produk moment ,dengan hasil penelitiaan sedang (0,457) , Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan situasional (X) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan (Y) karyawan pada PT. BRI cabang jakarta pusat


(45)

Medan artinya semakin baik kepemimpinan situasional, maka kinerja karyawan juga semakin tinggi. Koefisien determinan dari hasil analisis sebesar 49,2% sedangkan sisanya sebesar 5218% dipengaruhi oleh faktor lain di luar kontribusi penelitian ini. Cabang BRI cabang jakarta pusat. Nilai R Square menunjukkan sebesar 51,9% gaya kepemimpinan situasional berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dengan mengetahui hubungan antara vaiablel-variabel ini, gaya kepemimpinan situasional konsultasi dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja karyawan pada PT Bank negara Indonesia

3. Singgih Astuti 2011,. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kepemimpinan Situasional (X) terhadap Kinerja Karyawan (Y) pada kantor pelyanaan pajak pratama Medan petisahgt,. Dengan hipotesis kepemimpinan situasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawaan pada kantor pelyanaan pajak pratama Medan petisah Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksplanasi dan yang menjadi sampel penelitian ini adalah 80 karyawan menggunakaan metode penelitiaan analisis regerasi linier ,sederhana 17,7% sedangkan sisanya sebesar 82,3% dipengaruhi oleh faktor lain di luar kontribusi penelitian ini. gaya kepemimpinan situasional berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Dengan mengetahui hubungan antara vaiablel-variabel ini, gaya kepemimpinan situasional konsultasi dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)

4. Nur Maulida 2008,. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kepemimpinan Situasional (X) terhadap Kinerja Karyawan (Y) pada . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku kepemimpinan situasional,


(46)

mengetahui kinerja karyawan, dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perilaku kepemimpinan situasional terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank Syariah Bukopin Cabang Medan. Penelitian ini menggunakan metode analisa kuantitatif. Sedangkan teknik analisa yang digunakan adalah teknik korelasi antar variabel untuk membuktikan adanya pengaruh dari perilaku kepemimpinan situasional terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank Syariah Bukopin Cabang Medan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dan dilanjutkan dengan menganalisa data yang diperoleh, maka hasilnya adalah bahwa terdapat hubungan sebesar 0,830 atau sangat kuat antara perilaku kepemimpinan situasional terhadap kinerja. Dari hasil uji determinan maka pengaruh perilaku kepemimpinan situasional terhadap kinerja karyawan sebesar 68,89%, sehingga ada pengaruh antara perilaku kepemimpinan situasional terhadap kinerja karyawan dengan hipotesis (Ha) positif dapat diterima

5. Agung 2010 : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kepemimpinan Situasional (X) terhadap Kinerja Karyawan (Y untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Medan Iskandar Muda. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif, uji asumsi klasik dengan uji normalitas dengan pendekatan grafik dan Kolmogorov-Smirnov, uji heteroskedastisitas dengan pendekatan grafik dan statistik, uji multikolinieritas, metode analisis regresi berganda dengan uji F, uji t, dan koefisien determinasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan situasional konsultasi secara positif dan signifikan berpengaruh


(47)

terhadap kinerja karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Medan Iskandar Muda. Hasil ini dapat dilihat pada analisis regresi berganda serta pada koefisien determinasi, nilai R sebesar 0,509 berarti hubungan antara gaya kepemimpinan situasional (instruksi, konsultasi, partisipasi dan delegasi) terhadap kinerja karyawan sebesar 50,9 %, artinya hubungan antar variabel cukup erat. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,213 berarti 21,3 % faktor-faktor kinerja karyawan dapat dijelaskan oleh gaya kepemimpinan situasional (instruksi, konsultasi, partisipasi dan delegasi). Sedangkan sisanya 78,7 % dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

1.6. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara suatu penelitian yang mana kebenarannya perlu diuji serta dibuktikan melalui penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiring yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiono, 2010:70). Adapun hipotesis yang dikemukakan penulis adalah "ada pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kinerja pegawai di Rutan Kelas 1 Medan".


(48)

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1997:33).

Untuk mendapatkan batasan-batasan yang jelas mengenai variabel-variabel yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan definisi dari beberapa konsep yang digunakan, yaitu :

a. Kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya agar bawahannya secara sukarela mau mengejar tujuan organisasi. b. Gaya kepemimpinan seseorang adalah norma perilaku yang

digunakan oleh sesorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia inginkan

c. Gaya Kepemimpinan Situasional dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat dan perilaku pemimpin juga dipengaruhi oleh situasi yang ada dalam suatu organisasi.

d. Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan hasil yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam priode waktu tertentu.

1.8. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur-unsur yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran tersebut dapat diketahui


(49)

indikator-indikator apa saja untuk mendukung analisa dari variabel tersebut (Singarimbun, 1997:46).

Berikut ini akan diuraikan variabel yang diteliti beserta indikator-indikator yang dipakai sebagai alat pengukurnya. Variabel X yaitu gaya kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard di pilih oleh penulis karena dianggap paling efektif dan sesuai untuk diterapkan pada instansi pemerintahan.

1. Gaya Kepemimpinan Situasional sebagai variabel X indikatornya sebagai berikut:

a. Bimbingan dan pengarahan dari pimpinan (Perilaku Tugas) 1. Pemimpin mengarahkan pegawai

2. Pemimpin mengawasi kinerja pegawai 3. Pemimpin mengevaluasi kinerja pegawai

b. Dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin (Perilaku Hubungan

1. Pemimpin mendekatkan hubungaan emosional antara atasaan dan bawahaan

2. Pemimpin menciptakaan lingkungan kerja yang lebih santai dan nyaman 3. Kepemimpinaan berazaskan kekeluargaan yang tetap proposional 2. Kinerja sebagai variabel Y, indikatornya sebagai berikut:

a. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai 1. Proses kerja dan kondisi pekerjaan


(50)

3. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan 4. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja b. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya)

1. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan 2. Tingkat kemampuan dalam bekerja

3. Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan menggunakan mesin/ peralatan

4. Kemampuan mengevaluasi

5. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan.


(51)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1. Bentuk Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, maka dalam hal ini penulis menggunakan metode kuantitatif. Menurut Whitney (1960), metode deskriptif kuantitatif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian kuantitatif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan, sikap, pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena.

Agar dapat menganalisa data dan fakta yang diperoleh selama penelitian, maka untuk mencari pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat dengan mengunakan rumus statistik yaitu koefisien korelasi product moment. Dengan metode ini diharapkan dapat menjelaskan fenomena yang ada didasarkan data dan fakta yang diperoleh.

2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Rutan Kelas I Tanjung Gusta, Medan.

2.3. Populasi dan Sampel


(52)

populasi yang akan diteliti. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiono,2006:90). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai yang ada di Rutan Kelas I Medan, yaitu sebanyak 90 orang.

Menurut Sugiono (2010:91) sampel adalah kelompok kecil yang kita amati dan merupakan bagian dari populasi sehingga karakteristik populasi juga oleh sampel. Apabila populasi kurang dari 100 orang, maka sampel di ambil secara keseluruhan, sedangkan populasi di atas 100, maka sampel di ambil 10% - 15% atau 20% - 25% dari populasi.

Dalam penelitian ini mempergunakan pengambilan sampel dengan teknik Sampling jenuh, karena populasinya kurang dari 100 orang maka teknik sampling hfyang diambil adalah semua anggota populasi sebanyak 90 orang pegawai kantor pelayanan pajak pratama Medan kota. Teknik ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Riduwan (2007:248). Sampling Jenuh adalah teknik pengambilan sampel apabila semua populasi digunakan sebagai sampel dan dikenal juga dengan istilah sensus, maka jenis penelitian ini disebut sensus.

2.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dibagi menjadi dua cara, yaitu :

1. Pengumpulan data primer, yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti dan dilakukan melalui :


(53)

a.Penyebaran kuesioner, yaitu pemberian daftar pertanyaan yang dilengkapi dengan beberapa alternaif jawaban yang sudah tersedia.

b.Observasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung dan selanjutnya mengadakan pencatatan yang ditemukan terhadap gejala-gejala yang ditemukan di lapangan.

2. Pengumpulan data sekunder, data ini diperoleh dari :

a.Penelitian kepustakaan, cara ini ditempuh dengan mempelajari sejumlah buku, tulisan, dan karya ilmiah yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

b.Studi dokumentasi, cara ini dilakukan dengan jalan melakukan penelaahan terhadap catatan-catatan tertulis yang ada di lokasi penelitian.

2.5. Teknik Pengumpulan Skor

Melalui penyebaran angket yang berisikaan beberapa pertanyaan yang akan diajukan kepada responden, maka ditentukan skor pada setiap pertanyaan. Teknik pengukuran skor yang dilakukan dalam penelitian ini memakai skala likert untuk menilai jawab kuesioner (Sugiono, 2010:107). Penetuan ini dihitung berdasarkan alternatif jawabn (SS,S,N,KS, dan TS) akan diberi skor sebagai berikut :

1. Untuk pilihan jawaban “SS” diberi nilai/skor 5 2. Untuk pilihan jawaban “S” diberi nilai/skor 4 3. Untuk pilihan jawaban “N” diberi nilai/skor 3 4. Untuk pilihan jawaban “KS” diberi nilai/skor 2


(54)

5. Untuk pilihan jawaban “TS” diberi nilai/skor 1

Untuk mengetahui atau menentukan kategori jawaban responden dari masing-masing variabel tergolong tinggi, sedang atau rendah maka ditentukan skala intevalnya dengan cara sebagai berikut :

Skor tertinggi – Skor terendah Banyaknya bilangan Maka diperoleh : = 0,8

Sehingga dengan demikian dapat diketahui kategori jawaban responden masing-masing variabel yaitu :

1. Skor untuk kategori sangat tinggi = 4,2-5,0 2. Skor untuk kategori tinggi = 3,3-4,1

3. Skor untuk kategori sedang = 2,4-3,2 4. Skor untuk kategori rendah = 1,5-2,3

5. Skor untuk kategori sangat rendah = 0,8-1,4

Untuk menetukan jawaban responden tergolong sangat tinggi, tinggi, sedang,rendah, sangat rendah maka jumlah jawaban responden akan ditentukan rata-ratanya dengan membagi jumlah pertanyaan. Dari hasil pembagian tersebut akan diketahui jawaban responden termasuk kategori yang mana.

2.6. Teknik Analisis Data

Teknik analisa yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik kuantitatif dengan uji statistik yaitu dengan menggunakan rumus korelasi product moment, yang digunakan untuk mengkaji hubungan atau pengaruh variabel bebas


(55)

(X) dengan variable terikat (Y) .

Penggunaan teknik korelasi seperti ini didasarkan atas sumber data yang diperoleh penulis serta adanya interval data yang berguna melihat apakah jawaban responden teergolong sangat tinggi,tinggi,sedang,rendah,dan sangat rendah. Adapun metode statistik yang digunakan adalah :

1.

Koefisien

Korelasi Pearson Product Moment

Adapun rumus koefisien Korelasi Pearson Product Moment (Sugiyono, 2004:212) adalah sebagai berikut :

rxy =

Keterangan :

Rxy = Angka indeks Korelasi “r” Pearson Product Moment N = Populasi

∑xy = Jumlah Perkalian antra skor x dan Skor y ∑x = Jumlah skor x

∑y = Jumlah skor y

Untuk menentukan hubungan kedua variabel tersebut maka dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Nilai r yang positif menunjukkan pengaruh kedua variabel positif, artinya kenaikan nilai variabel yang satu diakui oleh nilai variabel yang lain.


(56)

b. Nilai r negatif menunjukkan pengaruh kedua variabel negatif,artinya menurunnya nilai variabel yang satu dngan diikuti meningkatnya nilai variabel yang lain.

c. Nilai r yang sama dengan nol menunjukkan kedua variabel tidak menunjukkan pengaruh, artinya variabel yang satu tetap meskipun yang lainnya berubah.

Untuk mengetahui adanya pengaruh yang tinggi atau rendah antara kedua variabel berdasarkan nilai r (Koefisien Korelasi), digunakan penafsiran interpretasi angka yang dikemukakan oleh (Sugiyono, 2004:214), yaitu:

-Antara 0,00 s/d 0,199 : hubungan sangat rendah -Antara 0,20 s/d 0,399 : hubungan rendah

-Antara 0,40 s/d 0,599 : hubungan sedang -Antara 0,60 s/d 0,799 : hubungan tinggi

-Antara 0,80 s/d 1,000 : hubungan sangat tinggi.

Dengan nilai Rxy yang diperoleh, kita dapat melihat secara langsung melalui tabel korelasi yang menguji apakah nilai r yang kita peroleh tersebut berarti atau tidak, tabel korelasi ini mencatumkan batas-batas r yang signifikan tertentu, dalam hal ini signifikan,5,00(%) bila nilai r yang signifikan artinya hipotesis alternatif dapat diterima.

2.Koefisien Determinant

Teknik ini digunakanberapa persen besarnya pengaruh variabel bebas/ independen (X) terhadap variabel terikat/ dependen (Y).


(57)

moment (rxy)2 D = (rx 100 (%)xy)2 x 100 (%) Keterangan :

D = koefisien Determinant


(58)

Bab III

Deskripsi Rutan Kelas I Medan 3.1 Gambaran Singkat Rutan kelas I Medan

Dahulu Indonesia memakai istilah penjara untuk menamai tempat yang digunakan untuk mengurung atau memenjarakan orang yang melakukan

kejahatan. Tempat ini terdiri dari jalur - jalur bangunan dan setiap jalur terdiri dari kamar - kamar kecil yang satu sama lainnya tidak dapat berhubungan. Dengan demikian diharapkan setelah menjalani hukumannya ia akan menjadi insaf dan tidak lagi melakukan tindak kejahatan. Akan tetapi tindakan seperti itu tidak bertujuan mendidik secara positif. Hal itu secara psikologis dapat menimbulkan kemungkinan - kemungkinan psikis yang berakibat sakit mental, kejahatan besar atau kejahatan besar kambuhan.

Dari beberapa kemungkinan yang terjadi tersebut maka pemerintah mengubah peran Penjara menjadi Lembaga Pemasyarakatan. Artinya para terhukum ditempatkan bersama dan proses penempatan serta kegiatan sesuai jadwal sejak terhukum masuk lembaga, disamping lamanya menjalani hukuman itu. Kegiatan sehari - hari dilakukan secara terstruktur seperti kewajiban mengikuti bimbingan mental rohaniah dan keterampilan. Menurut pasal 12 KUHP terhukum selama menjalankan hukuman ada yang seumur hidup dan ada yang sementara.

Lembaga Pemasyarakatan bukan hanya sekedar tempat untuk memenjarakan orang yang melakukan tindak pidana kejahatan saja, namun


(59)

didalamnya terdapat pembinaan agar orang tersebut tidak melakukan tindak pidana lagi. Sementara itu terdapat akibat negatif yang ditimbulkan dan sering dilontarkan bahwa pidana penjara tidak hanya mengakibatkan perampasan kemerdekaan seseorang saja, tetapi ada stigma atau cap jahat yang melekat pada diri terpidana sekalipun dia tidak melakukan tindak pidana lagi. tujuan dari pidana penjara yaitu menimbulkan rasa derita pada terpidana karena hilangnya kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi anggota masyarakat yang sosialis Indonesia yang berguna, atau dengan perkataan lain tujuan dari pidana penjara itu adalah agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat,dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai wargayang baik dan bertanggung jawab.

RUTAN adalah unit pelaksana teknis dibidang penahanan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman, dan dipimpin oleh seorang Kepala

Sejarah Rutan Medan Terletak ±8 Km dari pusat kota Medan, Rumah Tahanan Negara kelas I Medan merupakan salah satu Unit Teknis

Pemasyarakatan (UPT) yang menjadi tolak ukur terhadap kinerja UPT-UPT Pemasyarakatan lainnya. Pada awalnya UPT ini beralamat di jalan Mangkubumi Medan, dikenal dengan nama Rutan Sukamulia, kemudian pindah ke fasilitas yang sekarang beralamat di jl. Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta, Kelurahan Medan Helvetia Kotamadya Medan Kodepos 20352. Pembangunan


(60)

fasilitas ini selesai pada akhir tahun 1994 dan mulai efektif beroperasi sejak tanggal 24 Juni 1995 yang ditandai dengan peresmian oleh Menteri Kehakiman saat itu Oetojo Oesman, SH., dimana Bapak Imam Turmudi, SH menjadi pejabat Kepala UPT ini yang pertama.

3.2 Letak Geografis Rutan

Dengan luas lahan 31.404 m2 dan luas bangunan awal sekitar 20.300 m2, Kapasitas UPT ini pada awalnya diperuntukkan bagi 500 penghuni. Bangunan Rutan sekarang sudah terdiri dari 7 blok, yang mana 6 blok diantaranya

merupakan bangunan lama yang masing-masing terdiri atas 8 kamar ukuran 6x6 meter, 2 kamar ukuran 3x6 meter dan aula blok. Sementara pada bagian belakang Rutan telah dibangun blok baru menggantikan blok lama yang selesai dibangun pada akhir tahun 2011, terdiri atas tiga lantai dengan 14 kamar hunian berukuran 32.4 m2. Idealnya kapasitas Rutan saat ini diperuntukkan menampung 850 WBP. Saat ini jumlah penghuni Rutan Klas I Medan telah mencapai rata-rata 3300 orang dengan tingkat pertukaran penghuni mencapai ± 500 orang per minggunya. 3.3 Tugas Dan Fungsi Rutan

Tugas Rutan adalah melaksanakan perawatan terhadap tersangka atau terdakwa sesuai dnengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan juga memiliki kewenangan hukum untuk melindungi harkat dan martabat tahanan.

Dasar Pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan struktur organisasi tertera dalam surat keputusaan Mentri Kehakimaan RI NOMOR : M.01.PR.07.03 tahun 1983 tentang struktur organisasi dan tata kerja Rumah tahanaan


(61)

Fungsi Rutan adalah :

1. Melakukan pengelolaan RUTAN 2. Melakukan urusan tata usaha 3. Memberikan pelayanan tahanan


(62)

3.4 Struktur Organisasi

Staf Kpr dan Regu

Pengamanaan

Kaur Umum dan

Kepegawaiaan

kapaan

Kasubsi

Pelayanaan dan

Perawataan

Kasubsi Keuangan

dan Perlengkapaan

Kasubsi Bantuaan

hukum Dan

Penjamin

Kasubsi

Administrasi Dan

perawataan

KA Kesatuaan

Penjaga Rutan

Kepala Rutan


(63)

3.5 Pencapaiaan Kinerja Sampai dengan Desember tahun2014

Dari Sub Bidang administrasi

No Program Diususlkan SK turun

1 Pembebasaan Bersyarat 524 506

2 Cuti Bersayarat 314 306

3 Cuti menjelang Bebas 14 10

Total 852 822

Dari Sub bidang pelayanaan kesehataan

NO Layanaan Laporaan hingga desember

2014

1 Rawat inap di Rutan 280 orang 2 Rawat jalan 1500 orang 3 Rujukan 150 orang


(64)

Bab IV

PENYAJIAAN DATA

Penulis akan menyajikaan hasil penelitiaan yang telah dilakukan selama penulisaan skripsi ini dengan menyebarkan kuisoner . Adapun kuisioner yang disebarkan terdiri :

1. Kriteria Responden atas 6 pertanyaan 2. Variabel Penelitiaan :

a. Variabel Bebas / Gaya kepemimpinaan Situasional (X) Terdiri dari 10 pertanyaan

b.Variabel Terikant /Kinerja Pegawai (Y) Terdiri dari 9 Pertanyaan

Dalam bab ini di gambarkan data data yang di peroleh di lapangaan . Penguraiaan berupa data data Krakteristik responden dan data variabel penelitiaan yang menggunakan data tabel tunggal. Data yang diperoleh tergolong dalam skala ordinar, yang di dapat kan dari sampel yang sebanyak 90 orang

4.1. Kriteria Responden

Penyajian krakteristik responden bertujuaan untuk mengenal ciri ciri khusus yang di miliki responden sehingga memudahkan untuk mengadakaan analisis.


(65)

1. Identitas Responden Berdasarkan Usia

Salah satu faktor penentu produktifitas atau tidaknya seseorang didalam mengerjakan pekerjaannya dapat dilihat dari batas usia yang dimilikinya.seperti yang kita ketahui tingkat produktifitas seseorang berkisaran diantara 20-50 tahun.sedangkan diusia 50 tahun keatas dapat dikatakan dalam usia non produktif.dari hasil kusioner yang telah peneliti lakukan usia pegawai Rutan Kelas I Medan dapat dijabarkan pada table berikut ini :

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia No Usia Frekuensi Persentase

1 20-30 Tahun 35 38,9

2 30-40 Tahun 35 38,9

3 40-50 Tahun 12 13,3

4 >50 Tahun 8 8,9

Jumlah 90 100

Sumber data : Kuesioner penelitian tahun 2015

Berdasarkan tabel 1 diatas, dapat kita ketahui bahwa jumlah pegawai yang lebih mendominasi adalah pegawai yang memiliki usia 20-30 tahun yaitu berjumlah 35 orang (38,9%),sedangkan yang memliki usia 30-40 tahun berjumlah


(66)

35 orang (38,9%). Kemudian yang berusia 40-50 tahun berjumlah 12 orang (9,8,9%) dan yang berusia >50 tahun berjumlah 8 orang (8,9%).

2. Identitas responden berdasarkan jenis kelamin

Hasil kusioner penelitian peroleh adalah bahwa pegawai pada Rutan Kelas I Medan adalah di dominasi oleh pegawai laki-laki dari pada pegawai perempuan.Hasil distribusi kusioner yang dilakukan adalah sebagai berikut : Tabel II : Distribusi Responden menurut Jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase Laki laki 70 77.8 Perempuaan 20 22.2 Jumlah 90 100

Sumber data : kuesioner Penelitian Tahun 2015

Berdasarkan table II di atas, dapat dilihat bahwa dari seluruh responden yang berjumlah 86 orang,di temukan bahwa pegawa laki-laki terdiri dari 70orang (77,8%),sedangkan pegawai perempuan terdiri dari 20 orang(22,2%). Jadi dapat disimpulkan bahwa pegawai yang ada di Rutan Kelas I medan lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki dari pada yang


(67)

berjenis kelamin perempuan

3. Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Tingkat pendidikan pegawai Rutan Kelas I Medan terdiri dari 4 jenis

pendidikan terakhir yaitu: SMA,Diploma III,sarjana (S1),dan pasca sarjana.dari data yang diperoleh pegawai yang tingkat pendidikan terakhirnya lebih banyak adalah Sarjana

Tabel III : Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan

Sumber data : kuesioner Penelitian Tahun 2015

Dari tabel 5 diatas, dapat dilihat bahwa pegawai yang ada pada Rutan Kelas 1 medan Pansca Sarjana seabnyak 7 orang lebih banyak yang berasal dari tamatan Dokter 5 Orang Sarjana sebanyak 39 orang. Kemudian untuk latar

NO

Tingkat Pendidikan

Jumlah

1 Pasca Sarjana 7 Orang

2 Sarjana 39 Orang

3 Dokter 5 Orang

4 Diploma 6 Orang

5 Sma 32 Orang

6 Smp 1 Orang


(68)

belakang berpendidikan Diploma III sebanyak 6 orang . Sementara untuk pegawai dengan latar belakang SMA 32orang. Dan untuk yang pendidikan dengan latar belakang SMP 1 Orang

4. Identitas Responden Berdasarkan Pangkat/Golongan

Dari hasil kuesioner yang peneliti temukan adalah golongan jabatan yang paling medominasi adalah golongan II

Tabel 4: Distribusi Responden Berdasarkan Pangkat/Golongan

Golongan

A

B

C

D

Jumlah

I

-

-

-

-

-

II

10

23

15

2

50

III

9

12

4

8

35

IV

5

5

Jumlah

90

Sumber data : kuesioner Penelitian Tahun 2015

Dilihat dari tabel IV diatas dapat diketahui bahwa pegawai yang mendominasi adalah pegawai yang memiliki pangkat/golongan II adalah sebanyak 50 orang Golongan III 35 Orang sedangkan golongan IV terdiri dari 5 orang , Namun yang memiliki golongan I tidak ada.


(69)

Hasil kuesioneer yang peneliti dapatkan adalah , bahwa dari 86 orang responden dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa frekuensi yang lebih dominan berada pada kategori lama bekerja 11-15 tahun yaitu berkisar 35 orang.hasil tersebut dapat disajikan pada tabel berikut:

Tabel 5 : Distribusi Responden Menurut Masa Kerja

No Masa kerja Frekuensi Persentase

1 1-5 Tahun 10 9

2 6-10 Tahun 25 27,8

3 11-15 Tahun 35 38,9

4 16-20 Tahun 20 22,2

Jumlah 90 100

Sumber Data : Kuesioner Penelitian Tahun 2015

Masa kerja pegawai pada Rutan Kelas I medan mayoritas memiliki masa kerja antara 11-15 tahun yang berjumlah 35 orang

6. Identitas responden berdasarkan Bidang atau divisi

Hasil kuesioneer yang peneliti dapatkan adalah , bahwa dari 90 orang responden dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa frekuensi


(70)

yang lebih dominan berada pada kategori Bidang Atau Divisi Pengamanaan .hasil tersebut dapat disajikan pada tabel berikut:

Tabel 6 : Distribusi Responden Bidang atau divisi

No Bidang / Divisi Frekuensi Persentase

1 Pengamanaan 49 54,4

2 Staff Umum 16 17,8

3 Staff Perawat 13 14,4

4 Staff Perlengkapaan 12 13,3

Jumlah 90 100

Sumber Data : Kuesioner Penelitian Tahun 2015

4.2 .Distribusi jawaban Responden Tentang Kepemimpinaan

Penelitian ini mengunakan 2 variabel yang terdiri dari variable bebas yaitu pengaruh kepemimpinan situasional(X) dan variabel terikat yaitu kinerja pegawai (Y).variabel (X) terdiri dari 10 pertanyaan dan Variabel terikat (Y) terdiri dari 9 pertanyaan.

Tabel 7 : Distribusi Jawaban responden tentang pemimpin yang selalu mengontrol/ mengawasi kinerja pegawai

No Uraian Frekuensi Persentase


(71)

2 Setuju 49 54,4

3 Netral 5 5,5

4 Kurang Setuju 0 0

5 Tidak Setuju 0 0

Jumlah 90 100

Sumber data: kuesioner penelitian tahun 2015

Dari tabel 7 diatas,dapat dilihat bahwa responden yang menyatakan setuju pimpinan selalu mengontrol dan mengawasi kinerja pegawai adalah berjumlah 49 orang(54,4%).dan yang menyatakan seangat setuju ada 36 orang(40%).kemudian yang menyatakan Netral berjumlah 5 orang (5,5%).sedangkan untuk kategori kurang setuju berjumlah tidak ada orang tidak setuju jjuga tidak ada .dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pimpinan mengontrol dan mengawasi kinerja pegawai .hal ini tentu sangat baik dalam meningkat kan kinerja pegawai, karna dengan mengawasi dan mengontrol kinerja berarti melatih pegawai untuk lebih disisplin dalam bekerja

Tabel 8 : Distribusi Jawaban responden tentang pemimpin yang selalu msenjelaskam tugas secara rinci dan prosedur yang baku


(72)

1 Seangat Setuju 39 43,3

2 Setuju 47 52,2

3 Netral 4 4,4

4 Kurang Setuju 0 0

5 Tidak Setuju 0 0

Jumlah 90 100

Sumber data: kuesioner penelitian tahun 2015

Dari tabel 8 diatas,dapat dilihat bahwa responden yang menyatakan setuju pimpinan selalu selalu msenjelaskam tugas secara rinci dan prosedur yang baku adalah berjumlah 39 orang(43,3%).dan yang menyatakan seangat setuju ada 47 orang(52,2%).kemudian yang menyatakan Netral berjumlah 4 orang (4,4%).sedangkan untuk kategori kurang setuju berjumlah tidak ada orang tidak setuju jjuga tidak ada .dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pimpinan harus menjelaskan tugas tugas yang baku guna memberikaan motivasi terhadap pegawai.

Tabel 9 : Distribusi Jawaban responden tentang pemimpin yang sering mengadakan rapat evaluasi kerja

No Uraian Frekuensi Persentase


(73)

2 Setuju 56 62,2

3 Netral 8 8,8

4 Kurang Setuju 0 0

5 Tidak Setuju 0 0

Jumlah 90 100

Sumber data: kuesioner penelitian tahun 2015

Dari tabel 9 diatas,dapat dilihat bahwa responden yang menyatakan setuju pimpinan selaluyang sering mengadakan rapat evaluasi kerjaadalah berjumlah 56 orang(62,2%).dan yang menyatakan seangat setuju ada 26 orang(28,8%).kemudian yang menyatakan Netral berjumlah 8 orang (8,8%).sedangkan untuk kategori kurang setuju berjumlah tidak ada orang tidak setuju jjuga tidak ada .dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pimpinan harus hal ini untuk megevaluasikan kinerja yang nantinya dapat diperbaiki kesalahaan kesalahaan ataupun untuk mempertahankan kinerja yang sudah baik dengan tujuaan untuk meningkatkan kinerja yang lebih baik.

Tabel 10 : Distribusi Jawaban responden tentang pemimpin yang menerima saran dan kritik yang baik


(74)

1 Seangat Setuju 34 37,8

2 Setuju 49 54,4

3 Netral 7 7,8

4 Kurang Setuju 0 0

5 Tidak Setuju 0 0

Jumlah 90 100

Sumber data: kuesioner penelitian tahun 2015

Dari table 10 diatas,dapat dilihat bahwa responden yang menyatakan setuju pimpinan yang menerima saran dan kritik yang baik adalah berjumlah 49 orang(54,4,%).dan yang menyatakan seangat setuju ada 34 orang(37,8,%).kemudian yang menyatakan Netral berjumlah 7 orang (7,8%).sedangkan untuk kategori kurang setuju berjumlah tidak ada orang tidak setuju jjuga tidak ada .dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pimpinan harus menerima kritik dan saran pegawainya untuk lebih mengembangkan dan membangun struktur organisasi yang lebih baik.

Tabel 11 : Distribusi Jawaban responden tentang pemimpin yang bersahabat dengan seluruh pegawai


(75)

1 Seangat Setuju 41 45,6

2 Setuju 43 47,8

3 Netral 6 6,7

4 Kurang Setuju 0 0

5 Tidak Setuju 0 0

Jumlah 90 100

Sumber data: kuesioner penelitian tahun 2015

Dari tabel 11 diatas,dapat dilihat bahwa responden yang menyatakan setuju pimpinan pemimpin yang bersahabat dengan seluruh pegawai adalah berjumlah 43 orang(47,8,%).dan yang menyatakan seangat setuju ada 41 orang(45,6%).kemudian yang menyatakan Netral berjumlah 6 orang (6,7%).sedangkan untuk kategori kurang setuju berjumlah tidak ada orang tidak setuju jjuga tidak ada .dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pimpinan harus mampu menciptakan suasana yang bersahabat, aman dan nyaman bagi para pegawainya agar pegawai dapat bekerja dengan baik tanpa ada paksaan

Tabel 12 : Distribusi Jawaban responden tentang pemimpin yang meciptakaan kondisi yang nyaman untuk berpendapat pada rapat


(76)

1 Seangat Setuju 36 40

2 Setuju 41 45,6

3 Netral 13 14,4

4 Kurang Setuju 0 0

5 Tidak Setuju 0 0

Jumlah 90 100

Sumber data: kuesioner penelitian tahun 2015

Dari tabel 12 diatas,dapat dilihat bahwa responden yang menyatakan setuju pimpinan selalu meciptakaan kondisi yang nyaman untuk berpendapat pada rapat adalah berjumlah 43 orang(47,8,%).dan yang menyatakan seangat setuju ada 41 orang(45,6%).kemudian yang menyatakan Netral berjumlah 6 orang (6,7%).sedangkan untuk kategori kurang setuju berjumlah tidak ada orang tidak setuju jjuga tidak ada .dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pimpinan membebaskan pegawainya untuk lebih terhadap linkungan mereka kerja dengan tujuaan dapat meningkatkan kinerja pegawai

Tabel 13 : Distribusi Jawaban responden tentang pemimpin yang tegas dan objektif dalam menilai pegawai


(77)

1 Seangat Setuju 35 38,9

2 Setuju 45 50

3 Netral 11 12,2

4 Kurang Setuju 0 0

5 Tidak Setuju 0 0

Jumlah 90 100

Sumber data: kuesioner penelitian tahun 2015

Dari tabel 13 diatas,dapat dilihat bahwa responden yang menyatakan setuju pimpinan tegas dan objektif dalam menilai pegawai adalah berjumlah 50 orang(45%).dan yang menyatakan seangat setuju ada 35 orang(38,o%).kemudian yang menyatakan Netral berjumlah 11 orang (12,2%).sedangkan untuk kategori kurang setuju berjumlah tidak ada orang tidak setuju jjuga tidak ada .dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pimpinan dalam menilai pegawai harus objectif yaitu meliputi pemberiaan penghargaan atau sanksi terhadat pegawainya.

Tabel 14 : Distribusi Jawaban responden tentang pemimpin yang membangun hubungan kerja yaang profesional

No Uraian Frekuensi Persentase


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)