Kajian Yuridis Terhadap Keberadaan Asuransi Dalam Pemberian Kredit Perbankan

(1)

KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEBERADAAN ASURANSI

DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Syarat-syarat Guna Memperoleh Sarjana Hukum

OLEH

PUPUT ASTRIA

100200180

Departemen Hukum Ekonomi

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEBERADAAN ASURANSI

DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN


(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Sarjana Hukum

OLEH

PUPUT ASTRIA

100200180

Departemen Hukum Ekonomi Di Setujui,

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP, 197501122005012002 (WINDHA, SH,M.Hum)

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Ramli Siregar, SH.M.Hum)

NIP, 195303121983031002 NIP, 197501122005012002 (Windha, SH, M.Hum)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEBERADAAN ASURANSI DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN

*) Puput Astria **) Ramli Siregar ***) Windha

Perkembangan asuransi di Indonesia berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dari tahun ke tahun, banyak cara yang dilakukan orang untuk mengatasi risiko financialnya dimasa depan, salah satunya dengan menyimpan uang di bank dan berinvestasi namun kedua upaya ini dapat menimbulkan risiko kerugian dimasa yang akan datang. Dan cara lain yang dilakukuan orang untuk melengkapi kekurangan-kekurangan tersebut diatas adalah dengan berasuransi.Asuransi juga merupakan salah satu aspek penting dalam pemberian kredit perbankan yang merupakan kegiatan utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor asuransi tersebut baik dalam bentuk bunga, provisi ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan dan kesinambungan usaha dari sebuah bank. Oleh karena itu, pemberian kredit harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, mulai dari perencanaan besarnya kredit, penentuan suku bunga, prosedur pemberian kredit, analisis pemberian kredit sampai kepada penyelesaian atas kredit yang macet. Hal ini lah yang menjadi latar belakang dalam penulisan skripsi ini untuk mengetahui bagaimana asuransi sebagai lembaga pengalihan resiko, keberadaan asuransi dalam pemberian kredit perbankan, dan penyelesaian klaim asuransi dalam kredit macet.

Metode penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan

(library reaseacrh) dan Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif.

Obyek yang dapat diasuransikan dalam suatu perjanjian kredit antara lain, asuransi jiwa debitur, asuransi terhadap barang jaminan (agunan) atas resiko kehilangan barang, musnah karena terbakar, dan resiko tidak terbayarnya hutang oleh debitur, sehingga untuk itu perlu dilakukan penutupan asuransi yang disyaratkan dalam satu pasal pada perjanjian kredit, sehingga apabila terjadi resiko kepentingan kreditur tetap terlindungi.Asuransi mampu memberikan jaminan keuangan (financial security) kepada pihak tertanggung atas kerugian yang dialami akibat terjadinya risiko sehingga nilai kerugian tersebut dapat diminimalkan yang mengalami kerugian akibat risiko tersebut. Perbankan, menjadi lebih tidak tegas dalam mengambil sikap terkait dengan kedudukan jaminan. Dalam Pasal 6 Undang-Undang Perbankan disebutkan bahwa salah satu kegiatan usaha bank antara lain memberikan kredit .

Kata kunci: Asuransi, kredit, perbankan *) Mahasiswi Fakultas Hukum USU

**) Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim,

Alhamdulillahi Robbil a’lamiin, Segala puji kehadirat Allah SWT atas segala kenikmatan dan berkah yang tak terhingga sehingga skripsi yang berjudul: “KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEBERADAAN ASURANSI DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN”, ini dapat diselesaikan dengan baik . Shalawat dan salam kepada junjungan umat, rahmat bagi sekian alam, suri tauladan yang baik Nabi Muhammad Rasullullah SAW. Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya kepada Mama, Papa, Kakak dan Adikku, atas segala perhatian, kasih sayang serta do’a dan dukungan moril serta materil yang telah diberikan kepada Penulis. Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas dan memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyusunan skripsi ini Penulis juga mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih terhadap semua dukungan dan bantuan yang telah diberikan, Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr .dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr . Runtung Sitepu, S.H,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, karena sudah berusaha untuk memberikan perubahan yang maksimal kepada fakultas dengan


(5)

meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan di lingkungan kampus Fakultas Hukum USU.

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting S.H.,M.Hum selaku Pembantu Dekan I yang telah membantu para mahasiswa memenuhi segala kebutuhan akademik dan administrasi.

4. Bapak Syafruddin Hasibuan S.H.,M.H., DFM selaku Pembantu Dekan II yang telah membantu mahasiswa di pembayaran SPP dan sumbangan-sumbangan kegiatan kampus.

5. Bapak Dr. OK. Saidin, SH.,M.Hum selaku Pembantu Dekan III yang telah banyak membantu mahasiswa dibidang kemahasiswaan.

6. Ibu Windha S.H.,M.Hum. selaku Ketua Departmen Hukum Ekonomi sekaligus Dosen Pembimbing II. Terima kasih atas waktu dan bimbingan, mengkritisi dan memberikan saran-saran yang konstruktif serta mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Ramli Siregar S.H.,M.Hum. selaku Sekretaris Departmen Hukum Ekonomi sekaligus Dosen Pembimbing I;

8. Para staf dosen dan pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis;

9. Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI) Fakultas Hukum USU; 10.Untuk teman-teman yang selalu ada dari semester satu sampai dengan saat

ini terkhusus Syaravina Lubis, Derrie Chandra, Ignasia Tinambunan, Triana Maulia Sari penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya telah membantu secara moril penulis selama beraktifitas di kampus


(6)

maupun diluar kampus yang juga hampir selama empat tahun bersama menuntut ilmu di Fakultas Hukum USU.

11.Seluruh rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Hukum USU angkatan 2010 yang telah banyak membantu penulis selama kuliah.

12.Untuk teman-teman saya dari SMP dan SMA sampai sekarang, buat Nadia Asyifa Sari, Novia Angelina Siregar, Rifiatun Akfini, Rika Monika Sihotang, Putri Indah, Riza Amelia.

Penulis sadar bahwa hasil penulisan skripsi ini tidaklah sempurna. Penulis berharap kepada semua pihak agar sudi kiranya memberikan kritik dan saran yang produktif guna menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik.

Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapat Rahmat dan Ridho Allah SWT. Penulis memohon maaf kepada Bapak / Ibu dosen pembimbing dan dosen penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Akhirnya sembari mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas Rahmad dan Karunia-Nya, penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Medan, Juli 2014

NIM. 100200180

PUPUT ASTRIA


(7)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II : ASURANSI SEBAGAI LEMBAGA PENGALIHAN RESIKO A. Asuransi sebagai suatu bentuk perjanjian ... 19

B. Tujuan dan Fungsi Asuransi ... 23

C. Prinsip-Prinsip Asuransi ... 31

D. Pengaturan Asuransi dalam Undang-Undang Perasuransian ... 40

BAB III : KEBERADAAN ASURANSI DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN A. Pengaturan Pemberian Kredit Perbankan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan ... 45

B. Keberadaan Asuransi dalam Pemberian Kredit Perbankan ... 50

C. Fungsi dan Peran Asuransi dalam Pemberian Kredit Bank... 55


(8)

BAB IV: PENYELESAIAN KLAIM ASURANSI DALAM KREDIT MACET

A. Kredit Macet dalam Pemberian Kredit ... 66 B. Penyelesaian Klaim Asuransi dalam Kredit Macet... 72 C. Upaya Hukum yang dilakukan Tertanggung dalam hal tidak

terpenuhinya klaim asuransi ... 79 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 81 B. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA


(9)

ABSTRAK

KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEBERADAAN ASURANSI DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN

*) Puput Astria **) Ramli Siregar ***) Windha

Perkembangan asuransi di Indonesia berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dari tahun ke tahun, banyak cara yang dilakukan orang untuk mengatasi risiko financialnya dimasa depan, salah satunya dengan menyimpan uang di bank dan berinvestasi namun kedua upaya ini dapat menimbulkan risiko kerugian dimasa yang akan datang. Dan cara lain yang dilakukuan orang untuk melengkapi kekurangan-kekurangan tersebut diatas adalah dengan berasuransi.Asuransi juga merupakan salah satu aspek penting dalam pemberian kredit perbankan yang merupakan kegiatan utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor asuransi tersebut baik dalam bentuk bunga, provisi ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan dan kesinambungan usaha dari sebuah bank. Oleh karena itu, pemberian kredit harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, mulai dari perencanaan besarnya kredit, penentuan suku bunga, prosedur pemberian kredit, analisis pemberian kredit sampai kepada penyelesaian atas kredit yang macet. Hal ini lah yang menjadi latar belakang dalam penulisan skripsi ini untuk mengetahui bagaimana asuransi sebagai lembaga pengalihan resiko, keberadaan asuransi dalam pemberian kredit perbankan, dan penyelesaian klaim asuransi dalam kredit macet.

Metode penelitian menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan

(library reaseacrh) dan Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif.

Obyek yang dapat diasuransikan dalam suatu perjanjian kredit antara lain, asuransi jiwa debitur, asuransi terhadap barang jaminan (agunan) atas resiko kehilangan barang, musnah karena terbakar, dan resiko tidak terbayarnya hutang oleh debitur, sehingga untuk itu perlu dilakukan penutupan asuransi yang disyaratkan dalam satu pasal pada perjanjian kredit, sehingga apabila terjadi resiko kepentingan kreditur tetap terlindungi.Asuransi mampu memberikan jaminan keuangan (financial security) kepada pihak tertanggung atas kerugian yang dialami akibat terjadinya risiko sehingga nilai kerugian tersebut dapat diminimalkan yang mengalami kerugian akibat risiko tersebut. Perbankan, menjadi lebih tidak tegas dalam mengambil sikap terkait dengan kedudukan jaminan. Dalam Pasal 6 Undang-Undang Perbankan disebutkan bahwa salah satu kegiatan usaha bank antara lain memberikan kredit .

Kata kunci: Asuransi, kredit, perbankan *) Mahasiswi Fakultas Hukum USU

**) Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perusahaan asuransi secara langsung atau tidak langsung mempunyai peranan yang cukup besar dalam bidang sosial ekonomi, antara lain adalah keberadaan perusahaan asuransi dapat memberikan lapangan pekerjaan dan sumber penghasilan masyarakat yang bekerja di perusahaan tersebut. Disamping itu perusahaan asuransi sebagai lembaga pengalihan dan pembagian risiko mempunyai kegunaan yang positif baik bagi masyarakat, perusahaan maupun bagi pembangunan negara. Mereka yang menutup perjanjian asuransi akan merasa lebih tenang sebab mendapat perlindungan dari kemungkinan tertimpa suatu kerugian yang tidak diharapkan dikemudian hari. Suatu perusahaan yang mengalihkan risikonya pada lembaga asuransi akan dapat meningkatkan usahanya dan fokus kepada tujuan yang lebih besar. Demikian pula premi-premi yang terkumpul dalam suatu perusahaan asuransi dapat diusahakan dan digunakan sebagai dana untuk usaha pembangunan.

Asuransi merupakan suatu sistem atau tindakan untuk melimpahkan, mengalihkan atau mentransfer risiko yang ditanggungkan kepada pihak lain dengan syarat melakukan pembayaran premi dalam rentang waktu secara teratur sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan terhadap risiko yang dimungkinkan terjadi masa depan seiring dengan ketidakpastian itu sendiri.1

1

Zian Farodis, Buku Pintar Asuransi: Mengenal dan Memilih Asuransi yang

Menguntungkan Nasabah, Cetakan Pertama. (Jakarta: Laksana, 2014), hlm 11.


(11)

dibayarkan kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya transfer of risk, yaitu pengalihan (transfer) risiko dari tertanggung kepada penanggung.2

Keberadaan lembaga asuransi perlu dipertahankan dan dikembangkan. Namun untuk mengembangkan usaha ini banyak faktor yang perlu diperhatikan seperti antara lain : peraturan perundang-undang yang memadai, kesadaran masyarakat, kejujuran para pihak, pelayanan yang baik, tingkat pendapatan masyarakat, pemahaman akan kegunaan asuransi serta pemahaman yang baik terhadap ketentuan undangan yang baik terhadap ketentuan perundang-undangan yang terkait.

Perusahaan asuransi mempunyai peranan yang sangat luas jangkauannya, perusahaan asuransi mempunyai jangkauan yang menyangkut kepentingan-kepentingan sosial maupun kepentingan-kepentingan ekonomi, disamping itu juga menjangkau kepentingan-kepentingan masyarakat luas atau kepentingan-kepentingan individu. Secara terbuka perusahaan asuransi menawarkan suatu proteksi/ perlindungan dan harapan pada masa yang akan datang, baik kepada kelompok maupun perorangan atau perusahaan-perusahaan lain atas kemungkinan menderita kerugian karena terjadinya resiko.

3

Perbankan merupakan salah satu sumber dana diantaranya dalam bentuk perkreditan bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya atau untuk meningkatkan produksinya. Kebutuhan yang

2

Julius R. Latumaerissa, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2012), hlm 448.

3

M. Suparman Sastrawidjaja, Hukum Asuransi, Perlindungan Tertanggung Asuransi


(12)

menyangkut kebutuhan produktif misalnya untuk meningkatkan dan memperluas kegiatan usahanya.4

Perbankan dalam menjalan kegiatan usahanya tentu mempunyai risiko. Risiko-risiko yang akan timbul telah disadari oleh bank, oleh karena itu bank perlu mengamankan jaminan bukan saja secara yuridis tetapi juga secara fisik. Dan perusahaan yang mengkhususkan diri dalam mengambil alih risiko atas fisik barang jaminan atau agunan adalah perusahaan asuransi.5

Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasar dari sektor asuransi tersebut baik dalam bentuk bunga, provisi ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan dan kesinambungan usaha dari sebuah bank. Oleh karena itu, pemberian kredit harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, mulai dari perencanaan besarnya kredit, penentuan suku bunga, prosedur

Timbulnya resiko yang tidak diinginkan dapat saja terjadi dikemudian hari pada setiap sektor usaha apapun, termasuk lembaga keuangan perbankan, khususnya di bidang perkreditan, sekalipun mungkin dalam setiap pemberian kredit oleh bank telah diperhitungkan segala faktor pengembalian kredit agar dapat berjalan lancar, namun pada kenyataannya tidak selalu terjadi demikian. Oleh sebab itu, setiap pelepasan kredit senantiasa akan dilakukan penutupan asuransi terhadap obyek-obyek tertentu yang dinilai asurable, sehingga sekalipun terjadi resiko terhadap obyek-obyek tersebut diharapkan tidak akan menimbulkan kerugian atau setidaknya meminimalkan kerugian bagi bank maupun pihak debitur.

4

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank. (Bandung: CV. Alfabeta, 2003), hlm 1.

5


(13)

pemberian kredit, analisis pemberian kredit sampai kepada pengendalian atas kredit yang macet.6

Asuransi dalam pemberian kredit perbankan merupakan asuransi yang mempunyai sifat memberikan jaminan atas pemberian kredit yang dilakukan oleh perbankan. Asuransi ini bertujuan melindungi pemberi kredit dari risiko gagalnya pengembalian kredit, sehingga pihak bank dapat terlindungi dari berbagai kasus kredit, baik disengaja maupun tidak disengaja. Jenis kredit yang dapat terlindungi dengan asuransi kredit adalah kredit usaha kecil (KUK). Pengelolaan asuransi kredit di Indonesia dilakukan oleh perusahaan asuransi, asuransi dalam pemberian kredit perbankan dan pihak tertanggungnya adalah seluruh perbankan nasional yang menyalurkan kredit usaha kecil.

Meskipun dalam pemberian kredit sudah dimuat ketentuan penutupan asuransi terhadap obyek yang dapat ditutup asuransi namun adakalanya penutupan asuransi tersebut tidak dilakukan oleh pihak bank maupun debitur oleh sebab-sebab tertentu atau dilakukan penutupan namun tidak sepenuhnya sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dalam perjanjian kredit, akibatnya ketika terjadi klaim atas suatu kerugian yang timbul dimasa berlangsungnya perjanjian kredit, tidak jarang terjadi penolakan pembayaran klaim oleh perusahaan asuransi sehingga timbul perselisihan antara kreditur dan debitur perihal siapa yang bertanggung jawab atas beban kerugian yang timbul akibat terjadinya penolakan klaim oleh perusahaan asuransi.

7

6

Jonker Sihombing, Tanggungjawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet Nasabah, (Bandung: PT. Alumni, 2009), hlm 47.

7

Ade Arthesa dan Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT Indeks: 2006), hlm 241.


(14)

Terkait dengan perjanjian pemberian kredit dalam bisnis perbankan, perusahaan asuransi memberikan jaminan atas kelangsungan kehidupan bank dari risiko kerugian ekonomi, yakni risiko tidak dikembalikannya kredit yang telah dikucurkan kepada debiturnya. Implementasi hal tersebut oleh bank dalam memberikan fasilitas kredit kepada nasabah, menyertakan klausula asuransi dalam setiap perjanjian kredit yang dibuatnya. Hal ini bertujuan untuk melindungi bank dari risiko yang mungkin terjadi manakala debitur tidak dapat menunaikan kewajibannya melunasi kredit. Bentuk-bentuk asuransi yang ditawarkan terkait dalam pemberian kredit adalah asuransi barang jaminan kredit dan asuransi jiwa debitur. Dengan diadakannya penutupan asuransi atas barang jaminan kredit maupun asuransi terhadap jiwa debitur, manakala dalam pelaksanaan kredit terjadi bencana yang mengakibatkan debitur tidak mampu untuk melunasi pembayaran kredit, bank terlindungi dari kerugian itu dengan menerima klaim dari perusahaan asuransi. Demikian pula halnya debitur, pembayaran klaim oleh pihak asuransi menghapuskan kewajibannya kepada bank.

Upaya menghindari risiko yang tidak diinginkan menurut ketentuan Pasal 8 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut UU Perbankan) bahwa bank wajib untuk mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kreditnya. Ketentuan ini jelas akan membuat bank untuk hati-hati dalam memberikan kredit sehingga terlindungi dari kerugian yang diakibatkan kegagalan kredit. Oleh karenanya, bank lebih menekankan perlunya ada jaminan tambahan berupa agunan. Dengan ketentuan seperti itu memberikan konsekuensi membawa kesulitan bagi calon debitur terutamanya dari


(15)

golongan ekonomi lemah yang tidak banyak memiliki aset yang dapat dijadikan sebagai agunan kredit. Dalam hal syarat penyediaan jaminan tidak dapat dipenuhi oleh calon peminjam, pihak perbankan untuk memenuhi permintaan pinjaman tersebut mengingat kemungkinan risiko yang dapat timbul berupa kredit macet atau kredit bermasalah lainnya.

Pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan kebijakan kredit, yaitu berupa ketentuan yang secara otomatis terutamanya bagi kredit kecil yang disalurkan akan mendapat perlindungan asuransi. Pendirian perusahaan asuransi kredit tersebut dilandasi pertimbangan perlunya usaha untuk mengarahkan dan mengamankan kebijakan pemerintah dalam bidang perkreditan. Secara bisnis-teknis, hubungan antara bank yang memberi kredit dan perusahaan asuransi kredit Indonesia dituangkan dalam perjanjian yang dibuat antara keduanya, yaitu perusahaan asuransi kredit Indonesia sebagai penanggung, bank sebagai tertanggung, dan kredit bank sebagai objek yang dipertanggungkan (diasuransikan).8

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan pengkajian secara mendalam melalui sebuah penelitian (skripsi) dengan judul “KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEBERADAAN ASURANSI DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN”.

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas di dalam skripsi ini adalah:

8

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012), hlm 480-481.


(16)

1. Bagaimanakah asuransi sebagai lembaga pengalihan resiko?

2. Bagaimanakah keberadaan asuransi dalam pemberian kredit perbankan? 3. Bagaimanakah penyelesaian klaim asuransi dalam kredit macet?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan ini dilakukan dengan tujuan dan manfaat yang hendak dicapai, yaitu:

1. Tujuan penulisan

Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana yang telah diuraikan diatas maka tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui asuransi sebagai lembaga pengalihan resiko.

b. Untuk mengetahui keberadaan asuransi dalam pemberian kredit perbankan.

c. Untuk mengetahui penyelesaian klaim asuransi dalam kredit macet. 2. Manfaat penulisan

Apabila tujuan-tujuan sebagaimana dirumuskan diatas tercapai, maka diharapkan penelitian ini memenuhi dua aspek kegunaan sekaligus, yaitu:

a. Aspek keilmuan, yakni penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi perbendaharaan konsep, metode maupun pengembangan teori dalam konteks studi ilmu hukum pada umumnya, dan di bidang Hukum Asuransi dan Hukum Perbankan pada khususnya.

b. Aspek praktis, yakni hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi awal, baik bagi peneliti yang hendak meneliti bidang kajian yang sama maupun bagi para perencana dan pelaksana hukum sesuai dengan profesi yang diembannya masing-masing.


(17)

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai “Kajian Yuridis Terhadap Keberadaan Asuransi Dalam Pemberian Kredit Perbankan”. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini merupakan ide asli penulis, adapun tambahan ataupun kutipan dalam penulisan ini bersifat menambah penguraian penulis dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini adalah ide penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan akademik.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam bahasa Belanda kata asuransi disebut Assurantie yang terdiri dari kata “assurandeur” yang berarti penanggung dan “geassurende” yang berarti tertanggung. Kemudian dalam bahasa Perancis disebut “Assurance” yang berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi. Sedangkan dalam bahasa latin disebut

“assecurare” yang berarti menyakinkan orang. Selanjutnya bahasa Inggris kata asuransi disebut “Insurance” yang berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi dan “Assurance” yang berarti menaggung sesuatu yang pasti terjadi.9

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (selanjutnya disebut UU Usaha Perasuransian), suatu asuransi adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung (verzekeraar), dengan menerima suatu premi, menyanggupi kepada orang yang ditanggung (verzekerde), untuk

9

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013), hal 261.


(18)

memberikan penggantian suatu kerugian atau kehilangan keuntungan, yang mungkin akan diderita oleh orang ditanggung sebagai akibat suatu kejadian yang tidak tentu.10

Asuransi dapat didefinisikan dari aspek finansial dan aspek legal. Dari aspek finansial, asuransi adalah pengaturan finansial yang meredistribusikan biaya dari kerugian yang tidak diharapkan. Asuransi menyangkut pengalihan (transfer) berbagai eksposur kerugian pada kumpulan (pool) dan membagikan biaya kerugian pada masing-masing eksposur. Sedangkan aspek legal, asuransi adalah pengaturan kontraktual di mana satu pihak untuk mengganti pihak lainnya.

11

Asuransi atau dalam bahasa Belanda “verzekering” berarti pertanggungan. Dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu, yang satu sanggup menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapat penggantian suatu kerugian, yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.12

Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lainnya, mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian tidak terduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan,

10

C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Modul Hukum Dagang, (Jakarta: Djambatan, 2001), hlm 224.

11

Sentanoe Koetonegoro, Manajemen Risiko dan Asuransi, (Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1996), hlm 69.

12

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, (Jakarta : Intermasa, 1996), hlm 1.


(19)

kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.13

Lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, maka secara perlahan dan bertahap masyarakat Indonesia sudah mulai berminat untuk melakukan usaha asuransi baik asuransi terhadap harta kekayaan, benda-benda berharga, maupun jiwanya untuk mengalihkan risiko mereka kepada perusahaan asuransi. Sejalan dengan hal tersebut, saat ini telah tumbuh cukup banyak perusahaan asuransi di Indonesia dengan berbagai jenis usaha asuransi.14

Berdasarkan definisi tersebut di atas maka dalam asuransi terkandung empat unsur yaitu:15

1. Pihak tertanggung (insured) yang berjanji untuk membayar uang premi kepada pihak penanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur

2. Pihak tertanggung (insurer) yang berjanji akan membayar sejumlah uang (santunan) kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsure tidak tentu.

3. Suatu peristiwa (accident) yang tak tertentu (tidak diketahui sebelumnya) dan 4. Kepentingan (interest) yang mungkin akan mengalami kerugian karena

peristiwa yang tak tentu.

Menurut Pasal 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, bentuk badan hukum yang diperbolehkan bagi perusahaan asuransi adalah:

1. Untuk perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan reasuransi, badan hukum yang diperbolehkan perseroan terbatas atau koperasi. Apabila perusahaan itu

13

Rianto Astono, Op.Cit, hlm 11. 14

K. Martono dan Budi Eka Tjahjono, Asuransi Transportasi Darat, Laut dan Udara, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2011), hlm 2.

15

Elsi Kartika Sari, & Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, Edisi Revisi, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), hlm 87.


(20)

milik negara, bentuk hukumnya adalah perseroan terbatas dan sering disebut perusahaan perseroan (persero).

2. Untuk perusahaan asuransi jiwa, bisa berbentuk perseroan terbatas, atau koperasi, atau usaha bersama (mutual).

3. Untuk perusahaan broker dan perusahaan adjuster, badan hukum yang diperbolehkan perseroan terbatas atau koperasi.

4. Bagi perusahaan konsultan aktuaria dan agen asuransi, boleh perseroan terbatas atau koperasi, atau perorangan.

Untuk sebagian atau seluruh kerugian finansial yang terkait dengan peristiwa atau risiko yang tidak terduga. Perlindungan ini dilaksanakan melalui mekanisme penampungan di mana banyak orang-orang yang rentan terhadap risiko tertentu bergabung bersama ke dalam sebuah penampungan resiko (risk pool). Setiap orang membayar sejumlah kecil uang, yang dikenal sebagai premi, kepada suatu penampungan, yang kemudian digunakan untuk member kompensasi kepada individu yang malang yang benar-benar mengalami suatu kerugian. Asuransi mengurangi kerentanan dengan mengganti prospek kerugian yang besar dengan kepastian melakukan pembayaran premi yang kecil dan berkala. Konsep penampungan risiko ini menjadikan asuransi sebuah cara yang efisien untuk berlindung terhadap tipe risiko tertentu; hal ini juga menyebabkan kerumitan dalam merancang dan menyediakan produk asuransi.16

Dalam kehidupan sehari-hari kata kredit, bukan merupakan kata yang asing bagi masyarakat kita. Perkataan kredit tidak saja dikenal oleh masyarakat di kota-kota tersebut sudah sangat populer. Kata kredit berasal dari kata credere

16

Craig F. Churchill, Dominic Liber, Michael J. Mccord & James Roth, Memberdayakan Asuransi bagi Lembaga Keuangan Mikro: Petunjuk Teknis untuk Mengembangkan dan


(21)

yang artinya “kepercayaan”. Sehingga orang yang mendapat kredit adalah orang yang menerima kepercayaan dari pihak creditor, tentunya setelah dilakukan penilaian atas kemampuan dan niat baiknya. Orang yang menerima kepercayaan tersebut biasa disebut sebagai debitur.17 Dengan demikian istilah kredit memiliki arti khusus yaitu meminjamkan uang (atau penundaan pembayaran). Apabila orang mengatakan membeli secara kredit maka hal itu berarti si pembeli tidak harus membayarnya pada saat itu juga.18 Misalkan, seorang nasabah debitur yang memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur adalah kepercayaan.19

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.20

Dengan demikian, kredit itu dapat berarti bahwa pihak kesatu memberikan prestasi baik berupa barang, uang atau jasa kepada pihak lain, sedangkan kontraprestasi akan diterima kemudian (dalam jangka waktu tertentu). Jika kredit yang disalurkan mengalami kemacetan, maka langkah yang dilakukan untuk penyelamatan kredit tersebut beragam. Dikatakan beragam karena dilihat terlebih dahulu penyebabnya. Jika masih bisa dibantu, maka tindakan membantu apakah dengan menambah jumlah kredit atau dengan memperpanjang jangka waktunya.

17

Rimsky K. Judissen, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm 163.

18

Budi Untung, Op.Cit, hlm 1. 19

Hermansyah, Op.Cit, hlm 57. 20

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm 237.


(22)

Tetapi jika sudah tidak dapat diselamatkan kembali maka tindakan terakhir bagi bank adalah menyita jaminan yang telah dijaminkan oleh nasabah.21

Sebenarnya manusia dalam hidupnya selalu berada dalam ketidakpastian dan berusaha unutk mengganti ketidakpastian tersebut menjadi kepastian yang maksimal dengan asuransi. Kenyataan membuktikan bahwa dengan hanya memiliki berbagai sarana alat-alat pencegahan dalam menghadapi suatu ketidakpastian tidaklah cukup mengatasi kemungkinan-kemungkinan buruk yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Ketidakpastian inilah yang disebut sebagai risiko. Manusia ingin mengganti ketidakpastian ekonomi menjadi kepastian ekonomis, ketidakpastian finansial menjadi kepastian finansial. Sebagai realisasi atas usaha ini manusia berasuransi. Perusahaan asuransi menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk melayani kebutuhan masyarakat, agar kebutuhan tidak terputus.22

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten dengan mengadakan analisa dan konstruksi.23

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain:

21

Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, Edisi 1, Cetakan 2, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm 164.

22

Thomas Suyatno, H.A. Chalik, Made Sukada, C. Tonon Yunianti Ananda dan Djuhaepah T. Marala, Dasar-Dasar Perkreditan, Edisi keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm 97.

23

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan


(23)

1. Spesifikasi penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat.24

2. Data Penelitian

Penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

Penelitian ini bersifat deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperolah gambaran yang lengkap dan secara jelas tentang permasalahan yang terdapat pada masyarakat yang digunakan dapat dikaitan dengan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Adapun metode pendekatan penelitian yang dipakai adalah pendekatan yuridis.

Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.25

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang kepailitan, antara lain:

b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

24

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai

Bahan Ajar, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm 54.

25

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,(Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hlm. 30.


(24)

c. Undag-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian

e. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan UsahaPerasuransian.

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat sarjana, yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

Bahan hukum tersier atau bahan penunjang yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library

reaseacrh) yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan

membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.26

26


(25)

4. Analisis data

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.27

G. Sistematika penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II ASURANSI SEBAGAI LEMBAGA PENGALIHAN RESIKO Dalam bab ini berisi tentang asuransi sebagai suatu bentuk perjanjian, tujuan dan fungsi asuransi, prinsip-prinsip hukum

27


(26)

asuransi dan pengaturan asuransi dalam Undang-Undang Perasuransian.

BAB III KEDUDUKAN ASURANSI DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN

Bab ini berisikan tentang pengaturan pemberian kredit perbankan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, keberadaan asuransi dalam pemberian kredit perbankan, fungsi dan peran asuransi dalam pemberian kredit bank dan perjanjian asuransi dalam pemberian kredit.

BAB IV PENYELESAIAN KLAIM ASURANSI DALAM KREDIT

MACET

Bab ini berisi tentang kredit macet dalam pemberian kredit, penyelesaian klaim asuransi dalam kredit macet, dan upaya hukum yang dilakukan tertanggung dalam hal tidak terpenuhinya klaim asuransi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dimana dalam bab V ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari penulis.


(27)

BAB II

ASURANSI SEBAGAI LEMBAGA PENGALIHAN RESIKO

A. Asuransi sebagai Suatu Bentuk Perjanjian

Asuransi adalah kontrak perjanjian antara yang diasuransikan (insured) dan perusahaan asuransi (insurer), dimana insurer bersedia memberikan kompensasi atas kerugian yang alami pihak yang diasuransikan dan pihak pengasuransi (insurer) memperoleh premi asuransi sebagai balasannya.28

Perjanjian diartikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 mendefinisikan asuransi sebagai perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan dirinya kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita pihak tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan, kerusakan atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dideritanya karena kejadian yang tidak pasti.

28


(28)

untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.29 Perjanjian adalah sejumlah kesepakatan antara pihak penanggung dengan pihak tertanggung dengan tujuan memberikan perlindungan atau proteksi.30

Menurut Wirdjono Prodjodikoro, memaknai bahwa dalam asuransi terlibat dua pihak; yang satu sanggup akan menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin ia akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin ia akan menderita sebagai akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.31

1. Adanya kesepakatan di antara kedua pihak

Untuk sahnya perjanjian itu, perjanjian asuransi harus memenuhi syarat-syarat yang disebut untuk suatu perjanjian sebagaimana diatu oleh Pasal 1320 KUHPer. Adapun syarat-syarat itu adalah:

2. Adanya kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian 3. Mengenai sesuatu hal tertentu

4. Sesuatu sebab/causa/isi yang halal/diperbolehkan

Syarat yang pertama menghendaki agar para pihak/subjek yang mengadakan perjanjian telah setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga kehendaki oleh pihak lainnya dalam perjanjian. Adanya paksaan secara fisik (dipukul dan sebagainya), paksaan rokhani (diancam dan sebagainya), penipuan (perbuatan yang menjerumuskan seseorang ke dalam keadaan yang merugikan) dan khilaf baik mengenai obyek

29

Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, (Bandung : CV. Mandar Maju, 2011), hlm 4.

30

Ade Arthesa dan Edia Handiman, Op.Cit, hlm 237. 31


(29)

yang diperjanjikan atau subjek dengan siapa perjanjian itu dibuat, merupakan cacat dari kata sepakat, sehingga mempengaruhi sahnya perjanjian.

Syarat adanya kecakapan untuk membuat perjanjian, mengharuskan bahwa subjek perjanjian itu mempunyai wewenangan bertindak dalam hukum. Mempunyai wewenang untuk bertindak dalam hukum, artinya adalah mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum (hak dan kewajiban) dan berwenang untuk mengadakan suatu proses di muka pengadilan.

Selanjutnya, mengenai syarat ketiga, berupa hal tertentu, mensyaratkan agar prestasi yang diperjanjikan oleh kedua pihak itu disebutkan secara terperinci, sehingga hak dan kewajiban para pihak diketahui secara tegas dan jelas. Dalam hal prestasi itu berupa barang, maka harus disebutkan jenis dan jumlahnya.

Syarat keempat mensyaratkan agar isi perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang maupun kesusilaan umum. Dalam perjanjian asuransi, maka yang menjadi isi perjanjian adalah bahwa pihak tertanggung harus membayar premi kepada penanggung, sedang pihak penanggung harus membayar ganti rugi apabila terjadi kerugian pada benda yang dipertanggungkan.32

Perjanjian asuransi merupakan sebuah kontrak yang bersifat legal. Kontrak tersebut menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi, premi yang harus dibayar oleh pihak tertanggung kepada pihak penanggung sebagai jasa pengalihan risiko, sekaligus besarnya dana yang keberadaannya bisa diklaim di masa depan, termasuk biaya administrasi dan keuntungan.33

32

Agus Prawoto, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi, Edisi 1, (Yogyakarta: BPFE, 1995), hlm 46-47.

33


(30)

Perjanjian asuransi merupakan bagian dari hukum asuransi itu sendiri. Dalam hukum asuransi, ditetapkan bahwa objek pertanggungan dalam asuransi, ditetapkan bahwa objek pertanggungan dalam perjanjian asuransi bisa berupa benda dan jasa, kesehatan, tanggung jawab hukum, serta berbagai kepentingan lainnya yang dimungkinkan bisa hilang, rusak ataupun berkurang nilainya.34

Perjanjian (kontrak) dapat dibedakan lagi dalam kontrak bersyarat (voidable contract) dan kontrak yang cacat hukum (void contract). Kontrak bersyarat memungkinkan satu pihak memilih memutuskan perjanjian karena tindakan atau ketiadaann tindakan (wanprestasi) dari pihak lainnya. Pihak yang memiliki hak untuk memutuskan perjanjian dapat juga memilih agar perjanjian ditegakkan. Sedangkan kontrak cacat hukum, jika dari semula kekurangan satu atau lebih persyaratan untuk menjadi perjanjian yang berlaku.

Semua permbelian asuransi menyangkut perjanjian (kontrak), yaitu perjanjian yang mengikat secara hukum dan menimbulkan hak serta kewajiban bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Jika salah satu pihak gagal melakukan kewajibannya tanpa alasan hukum, perjanjian (kontrak) dianggap dilanggar. Jika Perjanjian (kontrak) atau jika timbul perselisihan di antara pihak-pihak tentang interprestasi dari perjanjian, permasalahannya dapat diselesaikan di pengadilan. Dalam hal ini, pengadilan memiliki kemampuan untuk menegakkan (enforce) pertimbangannya dan menyelesaikan perselisihan perjanjian.

35

Perjanjian asuransi di mana tertanggung dan penanggung mengikat suatu perjanjian tentang hak dan kewajiban masing-masing, perusahaan asuransi membebankan sejumlah premi yang harus dibayar tertanggung. Premi yang harus

34

Ibid, hlm 25. 35


(31)

dibayar sebelumnya sudah ditaksirkan dulu atau diperhitungkan dengan nilai risiko yang akan dihadapi. Semakin besar risiko, semakin besar premi yang harus dibayar dan sebaliknya.

Perjanjian asuransi tertuang dalam polis asuransi, dimana disebutkan syarat-syarat, hak-hak, kewajiban masing-masing pihak, jumlah uang yang dipertanggungkan dan jangka waktu asuransi. Jika dalam masa pertanggungkan terjadi risiko, pihak asuransi akan membayar sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat dan ditandatangani bersama sebelumnya.36

B. Tujuan dan Fungsi Asuransi

Buku II KUHPer, yaitu dalam Pasal 1774 juga mengatur tentang asuransi, namun ketentuan pasal itu dapat tidak diindahkan mengingat bahwa pasal tersebut dengan kurang tepat telah mengklasifikasi perjanjian asuransi sebagai perjanjian untung-untungan, yang merupakan perjanjian yang mengandung unsur spekulasi.

Secara umum asuransi yang dilakukan oleh seseorang adalah bertujuan untuk mengalihkan risiko, untuk mendapatkan pembayaran ganti rugi, pembayaran santunan atau kepentingan kesejahteraan anggota.

1. Pengalihan Risiko

Resiko merupakan kata yang sudah kita dengar hampir setiap hari. Biasanya kata tersebut mempunyai konotasi yang negatif, sesuatu yang tidak kita sukai, sesuatu yag ingin kita hindari. Risiko bisa didefinisikan dengan berbagai cara. Sebagai kejadian yang merugikan. Resiko muncul karena ada kondisi ketidakpastian.37

36

Kasmir, Op.Cit, hlm 261. 37

Mamduh M. Hanafih, Op.Cit, hlm 1.


(32)

Pengalihan risiko artinya, Tertanggung mengetahui bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, mereka akan menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara ekonomi, kerugian materialatau korban jiwa atau cacat raga akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya. Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul beban risiko yang sewaktu-waktu terdapat peristiwa yang tidak dikehendaki terjadi.

Untuk mengurangi atau menghilangkan beban risiko tersebut, pihak tertanggung mencari pihak lain yang bersedia mengambil alih beban risiko ancaman bahaya dan tertanggung akan membayar kontra prestasi yang disebut premi. Dalam dunia bisnis perusahaan asuransi selalu menerima tawaran dari pihak tertanggung untuk mengambil alih risiko dengan imbalan pembayaran premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi sebagai penanggung. Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung.

2. Pembayaran ganti rugi

Pembayaran ganti kerugian artinya, kerugian yang timbul itu bersifat sebagian, tidak semuanya berupa kerugian total. Dengan demikian, tertanggung


(33)

mengadakan asuransi yang bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sunguh-sunguh dideritanya.

Terjadinya peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam praktiknya tidak selalu bahaya yang mengancam itu sungguh-sungguh terjadi. Ini merupakan kesempatan baik bagi penanggung mengumpulkan premi yangdibayar oleh beberapa tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam praktiknya kerugian yang timbul itu bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi yang bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh dideritanya.

Jumlah premi yang diterima dari beberapa tertanggung, maka jumlah ganti kerugian yang dibayarkan kepada tertanggung yang menderita kerugian tidaklah begitu besar jumlahnya. Kerugian yang diganti oleh penanggung itu hanya sebagian kecil dari jumlah premi yang diterima dari seluruh tertanggung. Dari sudut perhitungan ekonomi, keadaan ini merupakan faktor pendorong perkembangan perusahaan asuransi, disamping faktor tingginya pendapatan perkapita warga Negara (warga masyarakat).

3. Pembayaran santunan

Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian sukarela antara penanggung dan tertanggung (voluntary insurance). Akan tetapi,


(34)

terdapat undang-undang yang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsory insurance), artinya tertanggung terikat dengan penanggung karena perintah undang-undang, bukan karena perjanjian. Asuransi jenis ini disebut asuransi sosial (social security insurance). Asuransi sosial bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan yang menimblkan kematian atau cacat tubuh. Dengan membayar sejumlah kontrabusi (semacam premi), tertanggung berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya.

Tertanggung membayar kontribusi tersebut adalah mereka yang terikat pada suatu hubungan hukum tertentu yang ditetapkan undang-undang, misalnya hubungan kerja, penumpang angkutan umum. Apabila mereka mendapat musibah kecelakaan dalam pekerjaannya atau selama angkutan berlangsung, mereka (atau ahli warisnya) akan memperoleh pembayaran santunan dari penanggung, yang jumlahnya telah ditetapkan oleh undang-undang. Dengan demikian tujuan mengadakan asuransi sosial menurut pembentuk undang-undang adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan mereka yang terkena musibah diberi santunan sejumlah uang.

4. Kesejahteraan anggota

Kesejahteraan anggota artinya, merupakan asuransi saling, menanggung atau asuransi usaha bersama yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anggota.

Apabila beberapa orang berhimpun dalam satu perkumpulan dan membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung, sedangkan anggota perkumpulan berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan


(35)

kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota (tertanggung) yang bersangkutan.

Asuransi saling menanggung tidak dapat digolongkan ke dalam asuransi murni, tetapi hanya mempunyai unsur-unsur yang mirip dengan asuransi kerugian atau asuransi jiwa. Penyetoran uang iuran oleh angota perkumpulan (semacam premi oleh tertanggung) merupakan pengumpulan dana untuk kesejahteraan anggotanya atau mengurus kepentingan anggotanya.38

Ditinjau dari perusahaan asuransi, tujuan asuransi adalah :39

1. Memberikan perlindungan terhadap kemungkinan yang diderita oleh tertanggung

2. Memberikan dorongan ke arah perkembangan ekonomi yang lebih maju 3. Menghilangkan keragu-raguan bagi usahawan dalam menjalankan usaha atau

pekerjaannya

4. Menjamin penanaman modal investor

5. Memperoleh hasil berupa premi atas imbalan jasa yang diberikan

Selain itu asuransi juga mempunyai tujuan untuk melengkapi persyaratan kredit. Karena kreditur akan lebih percaya pada perusahaan yang risiko usahanya diasuransikan. Pemberi kredit tidak hanya tertarik dengan keadaan perusahaan serta kekayaan pada saat ini, tetapi sejauh mana perusahaan tersebut telah melindungi diri dari kejadian-kejadian yang tidak terduga dimasa yang akan datang. Cara memperoleh perlindungan tersebut dengan memiliki polis asuransi.40

38

H.K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, Op.Cit, hlm 28-31. 39

Suparjono, Perasuransian di Indonesia, (Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999), hlm 14.

40


(36)

Disamping sebagai bentuk pengendalian risiko (secara finansial), asuransi juga memiliki berbagai manfaat yang diklasifikasikan ke dalam beberapa fungsi sebagai berikut:

1. Fungsi primer

a. Pengalihan resiko

Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan kemungkinan resiko /kerugian (chance of loss) dari tertanggung sebagai ”Original Risk Bearer” kepada penanggung (a risk transfer mechanism). Sehingga ketidakpastian (uncertainty) yang berupa kemungkinan terjadinya kerugian sebagai akibat suatu peristiwa tidak terduga, akan berubah menjadi proteksi asuransi yang pasti merubah kerugian menjadi ganti rugi atau santunan klaim dengan syarat pembayaran premi.

b. Penghimpun dana

Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis) yang akan dibayarkan kepada mereka yang mengalami kerugian (evenemen), dana yang dihimpun tersebut berupa premi atau biaya asuransi yang dibayar oleh tertanggung kepada penanggung, dikelola sedemikian rupa sehingga dana tersebut berkembang, yang kelak akan akan dipergunakan untuk membayar kerugian yang mungkin akan diderita salah seorang tertanggung.


(37)

Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang dilakukan oleh masing-masing tertanggung adalah seimbang dan wajar sebanding dengan risiko yang dialihkannya kepada penanggung (equitable premium). Dan besar kecilnya premi yang harus dibayarkan tertanggung dihitung berdasarkan suatu tarip premi (rate of premium) dikalikan dengan nilai pertanggungan.

2. Fungsi Sekunder

a. Export terselubung (invisible export) sebagai penjualan terselubung komoditas atau barang-barang tak nyata (intangible product) keluar negeri.

b. Perangsang pertumbuhan ekonomi (stimulus ekonomi) Adalah untuk merangsang pertumbuhan usaha, mencegah kerugian, pengendalian kerugian, memiliki manfaat sosial, dan sebagai tabungan.

c. Sarana tabungan investasi dana dan invisible earnings

d. Sarana pencegah dan pengendalian kerugian

Setiap orang yang memiliki suatu benda tentu menghadapi suatu risiko bahwa nilai dari miliknya itu akan berkurang baik karena hilangnya benda itu, maka karena kerusakan atau karena musnah terbakar atau karena sebab lainnya. Disebabkan kebakaran maka benda seseorang barang-barang perhiasan, karena angin topan maka seseorang akan menderita kerugian dari hasil panennya. Semua hal–hal ini yaitu kebakaran, pencurian, angin topan dan lain-lain itu adalah peristiwa-peristiwa yang pada satu pihak walaupun kemungkinan itu akan terjadi itu besar, tidaklah dapat diharapkan terjadinya dengan suatu kepastian, dan pada


(38)

pihak lain bahwa orang yang ditimpanya itu biasanya menderita kerugian yang lebih besar dari faktor-faktor kerugian yang normal, sedangkan peristiwa-peristiwa ini kadang-kadang juga dapat mengakibatkan mungkin jatuhnya keadaan keuangan dari seseorang. Jika hal ini dihubungkan dengan asuransi maka dapatlah dikatakan bahwa kerugian orang-orang itu tadi dapat diperingan atau dikurangi, bahkan ditanggung oleh orang lain asal untuk itu diperjanjikan sebelumnya.

Asuransi mempunyai fungsi yaitu : a. Sebagai lembaga pelimpahan risiko41

Pada hakikatnya, setiap kegiatan manusia didunia ini betapapun sederhananya, selalu mengandung berbagai kemungkinan, baik yang positif maupun negatif. Adakalanya beruntung dan adakalanya mengalami kerugian. Sehingga dapat dikatakan bahwa setiap kegiatan manusia itu selalu mengandung suatu keadaan yang tidak pasti. Keadaan tidak pasti yang menimbulkan rasa tidak aman terhadap setiap kemungkinan menderita itu disebut risiko. Oleh karena itu manusia mencari jalan dan upaya bagaimana caranya agar risiko yang seharusnya ia tanggung sendiri itu dapat dikurangi dan dibagi kepada pihak lain yang bersedia menanggung risiko tersebut. Salah satu upaya manusia untuk mengalihkan risiko ialah dengan jalan mengadakan perjanjian pelimpahan risiko dengan pihak lain. Perjanjian yang dimaksud disini adalah perjanjian asuransi atau perjanjian pertanggungan. Peralihan risiko dari pihak satu kepihak lain apabila dilakukan secara teratur oleh kalangan luas dalam masyarakat dan dalam frekuensi yang

41


(39)

relatif lama dan terus menerus akan melahirkan suatu lembaga. Lembaga demikian dapat disebut lembaga asuransi atau pertanggungan.

b. Sebagai lembagai penyerap dana dari masyarakat.

Pada hakikatnya, lembaga asuransi atau pertanggungan selain sebagai lembaga peralihan risiko, ia juga sebagai lembaga penyerap dana dari masyarakat melalui pembayaran premi yang diberikan oleh masyarakat tertanggung kepada para penanggung (penanggung adalah perusahaan-perusahan asuransi sebagai lembaga).42

C. Prinsip-Prinsip Asuransi

Prinsip-prinsip dasar asuransi sering kali juga disebut sebagai doktrin asuransi. Dalam hal ini, prinsip-prinsip asuransi mencakup insurable interest,

utmost good faith, indemnity, proximate cause, serta subrogation and

contribution.43

1. Insurable interest

Berikut ini penjelasan lebih jelas dari kelima prinsip tersebut.

Insurable interest (kepentingan yang dapat diasuransikan), yaitu setiap pihak yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi harus mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan, artinya tertanggung harus mempunyai keterlibatan sedemikian rupa, dengan akibat dari suatu peristiwa yang belum pasti terjadi dan yang bersangkutan menderita kerugian akibat dari peristiwa itu.44

Insurable interest merupakan hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan

42

Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta : Sinar Grafika, 2001). hlm.14.

43

Zian Farodis, Op.Cit, hlm 28. 44


(40)

diakui secara hukum.45Berdasarkan prinsip ini, pihak yang bermaksud akan mengasuransikan sesuatu harus mempunyai kepentingan dengan barang yang akan diasuransikan. Dan agar kepentingan itu dapat diasuransikan, maka kepentingan itu harus dapat dinilai dengan uang.46

Prinsip insurable interest, sesuatu yang dipertanggungkan semata-mata hanya menyangkut kepentingan yang bisa mengakibatkan kerugian dalam konteks finansial atas sesuatu yang dipertanggungkan. Inilah hal penting yang perlu diketahui oleh tertanggung atau nasabah.

Insurable interest pada prinsipnya adalah hak berdasarkan hukum guna mempertanggungkan suatu risiko yang berkaitan dengan keuangan, yang diakui sah secara hukum, antara tertanggung dan sesuatu yang dipertanggungkan.

Insurable interest merupakan prinsip paling fundamental dalam kontrak asuransi. Sebab, hal itu bertalian langsung dengan bentuk maupun rupa pertanggungan yang dijamin dalam suatu kontrak asuransi. Sesuatu yang dipertanggungkan dalam konteks ini bisa berupa benda, harta, atau peristiwa yang bisa menimbulkan hak serta kewajiban keuangan secara hukum.

47

2. Utmost good faith

Utmost good faith yaitu adanya itikad baik dari kedua belah pihak. Tertanggung dan penanggung tidak boleh mengembangkan fakta yang dapat menyebabkan kerugian bagi pihak lain.48

45

Rianto Astono, Salah Kaprah Memilih Asuransi, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2013), hlm 12.

46

Agus Prawoto, Op.Cit, hlm 43. 47

Zian Farodis, Op.Cit, hlm 29. 48

Deddy Supriyadi, Manajemen Risiko (Buku Ajar), (Bandung: Institut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN), 2011), hlm 61.

Prinsip keterbukaan (utmost good faith) ini terkandung dalam ketentuan Pasal 251 KUH Dagang yang pada intinya


(41)

menyatakan bahwa penutupan asuransi baru sah apabila penutupannya didasari iktikad baik.49

Utmost good faith atau ulberrina fides diterjemahkan sebagai “iktikad baik yang terbaik”. Dalam kontrak asuransi, iktikad baik saja belum cukup tapi dituntut yang terbaik dari iktikad baik dari calon tertanggung atau tertanggung.50

Kewajiban dalam memberikan informasi serta fakta yang benar oleh kedua belah pihak tertanggung dan penanggung disebut sebagai duty of disclosure.

Utmost good faith secara sederhana bisa diterjemahkan sebagai “niatan baik”. Dalam hal ini, hal yang dimaksud adalah dalam menetapkan kontrak atau persetujuan, sudah seharusnya dilakukan semata-mata berlandaskan dengan niatan baik. Dengan demikian, tidak dibenarkan jika kemudahan baik dari pihak tertanggung maupun penanggung menyembunyikan suatu fakta yang bisa mengakibatkan timbulnya kerugian bagi salah satu pihak diantara keduanya. Prinsip semacam ini sebenarnya berlaku dalam segala bentuk perjanjian mapun persetujuan.

51

Dengan demikian pelanggaran atas prinsip itikad baik ini dapat mengakibatkan pertanggungan menjadi batal, atau batal sejak awal dan/atau dilakukan perbaikan dengan kondisi yang berbeda.52

3. Indemnity

Indemnity yaitu berarti mengembalikan posisi finansial tertanggung pada saat setelah mengalami kerugian sebagaimana pada posisi sebelum menuai

49

Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis: Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Edisi Keempat, Cetakan ketujuh, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm 183.

50

Kun Wahyu Wardana, Hukum Asuransi: Proteksi Kecelakaan Transportasi, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hlm 34.

51

Zian Farodis, Op.Cit, hlm 29-30. 52


(42)

kerugian yang disebabkan peristiwa yang tidak diinginkan seiring dengan ketidakpastian itu sendiri. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa indemnity

merupakan prinsip ganti rugi oleh pihak penanggung kepada pihak tertanggung. Patut diketahui oleh nasabah bahwa prinsip semacam ini tidak berlaku bagi produk asuransi jiwa atau asuransi kecelakaan. Karena, pada dasarnya, prinsip

indemnity sama sekali tidak bertalian dengan penggantian kerugian finansial yang dialami tertanggung. Selain itu, dalam prinsip indemnity, tertanggung sama sekali tidak dibenarkan untuk memperoleh pembayaran ganti rugi melebihi kepentingan tertanggung terhadap objek yang dipertanggungkan.53

Indemnity atau ganti rugi artinya mengendalikan posisi keuangan tertanggung setelah terjadinya kerugian seperti pada posisi sebelum terjadinya kerugian tersebut.54 Prinsip tersebut mengatakan bahwa pihak yang mengasuransikan (insured) tidak bisa memperoleh uang pertanggungan lebih dari kerugian yang sebenarnya pada saat terjadi kejadian yang merugikan, berapapun asuransi yang dibeli.55

Prinsip ini menjelaskan bahwa dalam suatu perjanjian asuransi, apabila seorang tertanggung menderita kerugian finansial yang diakibatkan oleh risiko tertentu yang dijamin perusahaan asuransi benar-benar terjadi, maka tertanggung akan mendapat ganti rugi sebesar kerugian yang dideritanya.56

53

Zian Farodis, Op.Cit, hlm 31. 54

Kasmir, Op.Cit, hlm 266. 55

Mamduh M. Hanafih, Manajemen Risiko, Cetakan Pertama, (Yogyakarta: Unit Penerbitan dan Percetakan, 2006), hlm 292.

56

Mulyadi Nitisusastro, Asuransi dan Usaha Perasuransian di Indonesia, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm 69.

Dengan dipergunakan prinsip indemnitas, di dalam asuransi didasarkan pada asas hukum perdata yaitu larangan memperkaya diri selama melawan hukum atau


(43)

memperkaya diri tanpa hak (onrechtmatige verrijking). Prinsip indemnitas berkaitan dengan pengukuran besarnya nilai kerugian.57

4. Proximate cause

Proximate cause merupakan salah satu prinsip penting dalam penyelesaian santunan. Dengan menggunakan prinsip ini, maka suatu peristiwa dapat ditentukan penyebabnya. Penggantian kerugian oleh perusahaan asuransi hanya akan dibayarkan apabila peristiwa yang dominan menimbulkan kerugian itu termasuk dalam jaminan polis asuransi yang bersangkutan.58

Proximate cause merupakan suatu sebab aktif, efisien, yang memicu terjadinya suatu peristiwa secara berantai tanpa adanya intervensi oleh suatu kekuatan lain, yang diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru serta independen. Dalam konteks ini, nasabah atau tertanggung penting untuk memahami betul terkait dengan hubungan antara risiko yang merupakan bagian yang termuat atau dijamin oleh polis dengan prinsip proximate cause. Berpijak pada prinsip semacam ini, dalam suatu peristiwa yang tidak diinginkan apabila benar-benar terjadi maka yang akan ditelisik secara lebih mendalam dahulu adalah pemantik dari rentetan peristiwa tersebut hingga pada akhir peristiwa itu.59

Cara menentukan proximate cause atas suatu rentetan peristiwa yang terjadi adalah dengan memperhatikan peristiwa pertama yang menjadi pemantik terjadinya peristiwa berikutnya. Setelah itu, baru menganalisis kemungkinan kejadian pada peristiwa yang selanjutnya, hingga pada akhir peristiwa. 60

57

Elsi Kartika Sari, & Advendi Simangunsong, Op.Cit, hlm 91. 58

Kun Wahyu Wardana, Op.Cit, hlm 39. 59

Zian Farodis, Op.Cit, hlm 33. 60

Ibid.


(44)

Prinsip indemnity atau ganti rugi merupakan suatu konsekuensi logis atas suatu klaim. Konsekuensi logis tersebut merupakan prinsip ganti rugi yang terdiri dari subrogation (subrogasi) dan contribution (kontribusi). Berikut ini penjelasan kedua hal tersebut.

a. Surogation (Subrogasi)

Subrogasi merupakan pendukung konsep indemnity karena subrogasi mencegah tertanggung untuk mendapatkan recovery lebih dari kerugian yang dideritanya, sehingga subrogasi disebut juga corollary of indemnity. Subrogasi merupakan peralihan hak dari tertanggung kepada penanggung untuk menuntut ganti rugi kepada pihak lain yang mengakibatkan timbulnya kerugian terhadap obyek pertanggungan dari tertanggung sesaat setelah penanggung membayar ganti rugi kepada tertanggung sesuai jaminan polis.61

Subrogation adalah pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar.62

61

Kun Wahyu Wardana, Op.Cit, hlm 42. 62

Rianto Astono, Op.Cit, hlm 13.

Subrogation atau subrogasi, pada prinsipnya, merupakan hak penanggung selaku pihak yang telah memberikan ganti rugi kepada pihak tertanggung, dimana dalam hal ini penanggung memiliki hak untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa yang tidak diinginkan sehingga mengakibatkan kerugian. Dengan adanya prinsip semacam ini, maka pada saat bersamaan, pihak tertanggung tidak memungkinkan untuk memperoleh biaya ganti rugi melebihi kerugian yang dialami atau dideritanya.


(45)

Prinsip subrogation atau subrogasi ini misalnya dalam asuransi kendaraan bermotor. Apabila kendaraan bermotor pihak tertanggung sewaktu-waktu ditabrak oleh pengendara lain, maka proses pembayaran ganti rugi dari peristiwa yang tidak diinginkan tersebut bisa dilakukan dengan penanggung menggantikan segala bentuk kerugian atau kerusakan yang dialami oleh pihak tertanggung. Akan tetapi, dalam hal ini, pihak tertanggung sudah tidak memiliki hak untuk meminta ganti rugi kepada pihak lain (penabrak). Sebaliknya, hak melakukan tuntutan ganti rugi kepada pihak penabrak oleh pihak penangung asuransi disebut sebagai hak subrogasi.63

Hak subrogasi timbul dengan sendirinya (ipso facto) untuk pengganti kerugian yang dibayarkan oleh penanggung kepada tertanggung dan tidak perlu ditentukan atau diatur dalam polis. Terkadang di dalam polis juga dimuat klausul subrogasi.64 Dengan kata lain subrogasi dapat dikatakan sebagai “penyerahan hak dari tertanggung kepada penanggung untuk menggantikannya memperoleh atau menuntut pembayaran ganti kerugian yang dideritanya dari pihak ketiga yang menimbulkan kerugian tersebut”. Dengan demikian, seakan-akan penanggung ditempatkan pada posisi tertanggung.65

b. Contribution (Kontribusi)

Contribution adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lain-lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity.66

63

Zian Farodis, Op.Cit, hlm 35. 64

Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, Cetakan Pertama, (Yogyakarta: FH UII Press, 2006), hlm 206.

65

H.K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, Op.Cit, hlm 35. 66

Rianto Astono, Op.Cit, hlm 13.

Contribution suatu prinsip di mana penanggung berhak mengajak penanggung-penanggung lain yang


(46)

memiliki kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar ganti rugi kepada seseorang tertanggung, meskipun jumlah tanggungan masing-masing penanggung belum tentu besarnya.67

Contribution (kontribusi) adalah hak penanggung untuk “menagih” bagian yang menjadi tanggung jawab penanggung lain atas ganti rugi yang telah dibayarkan kepada tertanggung. Dalam praktik perasuransian, bahwa kontribusi tidaklah selamanya dilakukan sesuai dengan cara “bayar dahulu” kepada tertanggung “baru tagih” kepada penanggung lainnya.68

Situasi semacam itu, apabila sewaktu-waktu terjadi klaim maka masing-masing pihak perusahaan asuransi yang berperan sebagai penanggung memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi secara proposional dengan jumlah nominal sesuai dengan yang ditanggungnya. Melangkah lebih lanjut, dalam konteks ini, tanpa terlepas dari pemahaman pengertian prinsip kontribusi itu sendiri sebenarnya terdapat beberapa sebab timbulnya kontribusi, yaitu adanya dua atau lebih polis indemnity, polis menutup kepentingan yang serupa (common interest),

Prinsip kontribusi merupakan bagian dari konsekuensi logis prinsip

indemnity. Dalam prinsip semacam ini, penanggung memiliki hak otoritas guna mengajak penanggung-penanggung lain yang memiliki kepentingan serupa untuk turut andil dalam membayar ganti rugi kepada pihak tertanggung, meskipun secara jumlah nominal masing-masing penanggung tidak lantas harus sama. Hal tersebut bisa saja terjadi apabila pihak tertanggung, pada saat bersamaan, mempertanggungkan suatu objek benda atas suatu risiko yang sama kepada beberapa penanggung atau pihak perusahaan asuransi.

67

Kasmir, Op.Cit, hlm 266. 68


(47)

polis menutup risiko yang serupa (common peril), polis menutup asuransi yang serupa, dan masing-masing polis memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab atas kerugian.69

D. Pengaturan Asuransi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992

Pengaturan usaha perasuransian dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 (selanjutnya disebut UU Usaha Perasuransian) terdiri dari 13 Bab dan 28 Pasal dengan rincian substansi sebagai berikut :

1. Bidang usaha perasuransian 2. Jenis Usaha perasuransian 3. Perusahaan perasuransian

4. Bentuk hukum usaha perasuransian 5. Kepemilikan perusahaan perasuransian 6. Perizinan usaha perasuransian

7. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan

8. Kepailitan dan likuidasi perusahaan perasuransian melalui keputusan Pengadilan Negeri

9. Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif

Ketentuan asuransi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 (selanjutnya disebut UU Usaha Perasuransian) ditekankan pada segi bisnis dan administrasi publik.

Kehadiran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 (selanjutnya disebut UU Usaha Perasuransian) ini sekaligus untuk menata usaha asuransi yang telah ada

69


(48)

agar dapat tumbuh dan berkembang perusahaan atau industri asuransi handal yang perlu terus dibina dan diberdayakan untuk mendukung perkembangan pembangunan.70

70

K. Martono dan Budi Eka Tjahjono, Op.Cit, hlm 14.

Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 (selanjutnya disebut UU Usaha Perasuransian) “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau taggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dan suatu peristiwa tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas rneninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 (selanjutnya disebut UU Usaha Perasuransian) mencakup 2 (dua) jenis asuransi, yaitu:

a. Asuransi kerugian (loss insurance), dapat diketahui bahwa “untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita oleh tertanggung”.

b. Asuransi jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial, dapat diketahui bahwa “untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”


(49)

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 (selanjutnya disebut UU Usaha Perasuransian) tersebut, diatur bahwa bidang usaha perasuransian terdiri dari usaha asuransi dan usaha penunjang. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa usaha asuransi masuk dalam lingkup usaha jasa keuangan, karena usaha tersebut menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi. Jasa penunjang usaha asuransi di sini meliputi jasa perantara (pialang broker), jasa penilaian kerugian asuransi dan jasa aktuaria.

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 (selanjutnya disebut UU Usaha Perasuransian), pada dasarnya usaha asuransi telah dibagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu asuransi kerugian dan asuransi jiwa. Usaha asuransi kerugian adalah asuransi jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, kelambatan dan tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, sedangkan usaha asuransi jiwa adalah asuransi jasa untuk menanggulangi risiko yang dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang, sehat atau sakitnya seseorang atau cacatnya seseorang, yang dipertanggungkan. Selain 2 (dua) kelompok usaha asuransi dalam undang-undang tersebut juga diatur usaha reasuransi yaitu memberi jasa atau pertanggung ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi.71

1. Perusahaan asuransi kerugian hanya dapat menyelenggarakan usaha bidang asuransi kerugian, termasuk reasuransi

Menurur Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 (selanjutnya disebut UU Usaha Perasuransian) diatur ruang lingkup usaha asuransi yang sudah membatasi lingkup usaha dari perusahaan asuransi yaitu:

71


(50)

2. Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi jiwa, kesehatan, dan kecelakaan diri

3. Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha pertanggungan ulang.

Perusahaan asuransi tersebut hanya dapat menjalankan jenis usaha yang ditetapkan perusahaan asuransi tidak dimungkinkan menjalankan sekaligus asuransi kerugian atau jiwa ataua reasuransi.72

1. Perusahaan perseroan (persero)

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 (selanjutnya disebut UU Usaha Perasuransian), perusahaan penunjang usaha asuransi dibedakan menjadi lima yaitu perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi, perusahaan konsultan aktuaria, perusahaan agen asuransi.

Sedangkan Pasal 6 undang-undang tersebut, diatur mengenai penutupan objek asuransi yang harus didasarkan pada kebebasan memilih pertanggungan, kecuali program asuransi sosial. Dalam Pasal 6 meskipun tertanggung bebas memilih penanggung tetapi tersirat bahwa tertanggung harus memilih perusahaan asuransi yang memiliki izin usaha dari Kementerian Keuangan. Hal tersebut terlihat dalam norma Pasal 6 ayat (2) bahwa penutupan asuransi tersebut harus memperhatikan daya tampung perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dalam negeri.

Menurut Pasal 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 (selanjutnya disebut UU Usaha Perasuransian) telah diatur bentuk hukum usaha asuransi yaitu:

72


(51)

2. Koperasi

3. Perseroan terbatas, dan 4. Usaha bersama (mutual).

Kecuali untuk usaha penunjang asuransi berupa usaha konsultan aktuari dan agen asuransi dapat berbentuk perorangan.

Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 (selanjutnya disebut UU Usaha Perasuransian), diatur kepemilikan perusahaan asuransi adalah warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia yang dapat juga berbentuk usaha patungan dengan asing. Pasal 8 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992, perusahaan perasuransian hanya didirikan oleh WNI dan atau badan hukum yang sepenuhnya milik WNI dan atau badan hukum Indonesia; perusahaan perasuransian yang pemiliknya sebagaimana dimaksud dalam huruf (a), dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.

Menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 (selanjutnya disebut UU Usaha Perasuransian), diatur bahwa setiap perusahaan asuransi harus mendapat izin usahaa dari Menteri Keuangan kecuali bagi perusahaan yang menjalankan program asuransi sosial. Untuk mendapatkan izin harus memenuhi persyaratan adanya anggaran dasar, susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian bidang asuransi dan kelayakan rencana kerja.


(52)

BAB III

KEBERADAAN ASURANSI DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN

A. Pengaturan Pemberian Kredit Perbankan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

Penetapan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) di satu sisi dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat khususnya simpanan nasabah, sedangkan di sisi lain dimaksudkan untuk mencegah dilakukan kejahatan di bidang perbankan oleh semua pihak terkait dalam usaha bank. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sangat menekankan bahwa bank harus melaksanakan usahanya dengan menggunakan asas atau prinsip kehati-hatian (prudential principle). Undang-undang ini demikian tegas menghendaki agar supaya bank-bank secara benar menerapkan prinsip kehati-hatian dalam usahanya sampai undang-undang perbankan ini menganggap perlu untuk mengklasifikasikan sebagai tindak pidana.

Disamping perlindungan terhadap nasabah melalui ketentuan-ketentuan di bidang pembinaan dan pengawasan bank, dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 juga terdapat ketentuan-ketentuan lain yang mendukung upaya perlindungan terhadap nasabah dalam pemberian kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan diperjanjikan. Ketentuan ini dimaksudkan agar dalam memberikan kredit, bank selalu memperhatikan azas-azas perkreditan yang sehat, sehingga dapat mengurangi risiko kredit macet. Sebagaimana diketahui apabila bank mengalami kredit macet yang relatif besar, maka akan dapat mempengaruhi kelangsungan


(53)

usahanya, dimana akibatnya lebih lanjut akan menimpa nasabah yang mempercayakan dananya pada bank.73

Pemberian kredit adalah salah satu kegiatan usaha yang sah bagi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Kedua jenis bank tersebut merupakan badan usaha penyalur dana kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit di samping lembaga keuangan lainnya. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan pemberian kredit, diantaranya adalah sebagai berikut:74

1. Kredit berkaitan dengan penyaluran dana ke masyarakat

Dari rumusan pengertian bank sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dapat diketahui bahwa kredit adalah salah satu bentuk kegiatan usaha bank dalam rangka menyalurkan dananya kepada masyarakat. Kredit terkait dengan pelaksanaan fungsi bank sebagai suatu badan usaha. Fungsi utama bank sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 3 Undang-undang Perbankan 1992 adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Pemberian kredit merupakan salah satu bentuk kegiatan usaha bank yang berkaitan dengan penyaluran dana bank ke masyarakat.

2. Pengertian kredit

Pengertian formal mengenai kredit perbankan di Indonesia terdapat dalam ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan Indonesia 1992. Undang-undang tersebut menetapkan : "Kredit adalah penyediaan uang atau

73

Marulak Pardede, Likuidasi Bank dan Perlindungan Nasabah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998), hlm 27-33.

74

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Edisi 1, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm 74-84.


(1)

Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Suparman, M. Sastrawidjaja, Hukum Asuransi, Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian. Bandung : Alumni, 1992. Suparjono, Perasuransian di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1999.

Sutarno. Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada bank. Bandung: CV. Alfabeta, 2003.

Suyatno Thomas, Made Sukada dkk. Dasar-Dasar Perkreditan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Untung, Budi, Kredit Perbankan di Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset, 2005. Usman, Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Wardana, Kun Wahyu, Hukum Asuransi: Proteksi Kecelakaan Transportasi. Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2009.

Website

Julaiha, Putri. “Aspek Hukum dalam Perlindungan Dana Nasabah Perbankan dan asuransi tanggal 16 Juni 2014).

Mulyono, “Perbedaan Usaha Penjamin dan Asuransi”,http://mulyono-

oke.blogspot.com/2011/03/perbedaan-usaha-penjaminan-dan-asuransi.html. (diakses tanggal 17 Juni 2014).

Bandung, “Bankers

Clause”,http://searchglobalonline.blogspot.com/2013/02/bankers-clause-penjelasan.html. (diakses tanggal 17 Juni 2014).

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.


(2)

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel voor Indonesie).


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Thamrin dan Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Buku

Ali A. Hasymi, Pengantar Asuransi. Jakarta: Bumi Aksara, 1993.

Arthesa Ade dan Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank. Jakarta: PT Indeks, 2006.

Astono, Rianto, Salah Kaprah Memilih Asuransi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2013.

Rastuti, Tuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi. Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011.

Bahsan, M., Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Damawi, Herman, Manajemen Asuransi. Jakarta : Bumi Aksara, 2006.

Dewi, Gemala, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan Perasuransian Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2006.

Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012.

Farodis, Zian, Buku Pintar Asuransi: Mengenal dan Memilih Asuransi yang Menguntungkan Nasabah. Jakarta: Laksana, 2014.

Hanafih, Mamduh M., Manajemen Risiko. Yogyakarta: Unit Penerbitan dan Percetakan, 2006.

Hartono, Sri Rejeki, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta: Sinar Grafika, 2001.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana, 2008. Ikhsan Edy dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum

Sebagai Bahan Ajaran. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009.

Irmayanto, Juli, et,all, Bank & Lembaga Keuangan. Jakarta: Universitas Trisakti, 2002.


(4)

Judissen, Rimsky K., Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Kansil C.S.T. dan Christine S.T Kansil, Modul Hukum Dagang. Jakarta: Djambatan, 2001.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013.

Khairandy, Ridwan, Pengantar Hukum Dagang. Yogyakarta:FH UII Press, 2006. Latumaerissa, Julius R., Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba

Empat, 2012.

Koetonegoro, Sentanoe, Manajemen Risiko dan Asuransi. Jakarta: PT Toko Gunung Agung, 1996.

Martono K. dan Budi Eka Tjahjono, Asuransi Transportasi Darat, Laut dan Udara. Bandung: CV. Mandar Maju, 2011.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Asuransi Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2011.

Nitisusastro, Mulyadi, Asuransi dan Usaha Perasuransian di Indonesia. Bandung: Penerbit Alfabeta, 2013.

Pardede, Marulak, Likuidasi Bank dan Perlindungan Nasabah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998.

Prawoto, Agus, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi. Yogyakarta: BPFE, 1995.

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Asuransi di Indonesia. Jakarta : Intermasa, 1996. Prodjodikoro, Wirjono, Azas-azas Hukum Perjanjian. Bandung : CV. Mandar

Maju, 2011.

Saliman, Abdul R. Hukum Bisnis: Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus. Jakarta: Kencana, 2014.

Santoso, Ruddy Tri, Kredit Usaha Perbankan. Yogyakarta: Andi, 1996.

Sari Elsi Kartika dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005.

Sihombing, Jonker, Tanggungjawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet Nasabah. Bandung: PT. Alumni, 2009.


(5)

Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Suparman, M. Sastrawidjaja, Hukum Asuransi, Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian. Bandung : Alumni, 1992. Suparjono, Perasuransian di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1999.

Sutarno. Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada bank. Bandung: CV. Alfabeta, 2003.

Suyatno Thomas, Made Sukada dkk. Dasar-Dasar Perkreditan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Untung, Budi, Kredit Perbankan di Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset, 2005. Usman, Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Wardana, Kun Wahyu, Hukum Asuransi: Proteksi Kecelakaan Transportasi. Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2009.

Website

Julaiha, Putri. “Aspek Hukum dalam Perlindungan Dana Nasabah Perbankan dan asuransi tanggal 16 Juni 2014).

Mulyono, “Perbedaan Usaha Penjamin dan Asuransi”,http://mulyono-

oke.blogspot.com/2011/03/perbedaan-usaha-penjaminan-dan-asuransi.html. (diakses tanggal 17 Juni 2014).

Bandung, “Bankers

Clause”,http://searchglobalonline.blogspot.com/2013/02/bankers-clause-penjelasan.html. (diakses tanggal 17 Juni 2014).

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.


(6)

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel voor Indonesie).