Prinsip-Prinsip Asuransi ASURANSI SEBAGAI LEMBAGA PENGALIHAN RESIKO

30 relatif lama dan terus menerus akan melahirkan suatu lembaga. Lembaga demikian dapat disebut lembaga asuransi atau pertanggungan. b. Sebagai lembagai penyerap dana dari masyarakat. Pada hakikatnya, lembaga asuransi atau pertanggungan selain sebagai lembaga peralihan risiko, ia juga sebagai lembaga penyerap dana dari masyarakat melalui pembayaran premi yang diberikan oleh masyarakat tertanggung kepada para penanggung penanggung adalah perusahaan-perusahan asuransi sebagai lembaga. 42

C. Prinsip-Prinsip Asuransi

Prinsip-prinsip dasar asuransi sering kali juga disebut sebagai doktrin asuransi. Dalam hal ini, prinsip-prinsip asuransi mencakup insurable interest, utmost good faith, indemnity, proximate cause, serta subrogation and contribution. 43 1. Insurable interest Berikut ini penjelasan lebih jelas dari kelima prinsip tersebut. Insurable interest kepentingan yang dapat diasuransikan, yaitu setiap pihak yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi harus mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan, artinya tertanggung harus mempunyai keterlibatan sedemikian rupa, dengan akibat dari suatu peristiwa yang belum pasti terjadi dan yang bersangkutan menderita kerugian akibat dari peristiwa itu. 44 Insurable interest merupakan hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan 42 Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta : Sinar Grafika, 2001. hlm.14. 43 Zian Farodis, Op.Cit, hlm 28. 44 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Op.Cit, hlm 90. Universitas Sumatera Utara 31 diakui secara hukum. 45 Berdasarkan prinsip ini, pihak yang bermaksud akan mengasuransikan sesuatu harus mempunyai kepentingan dengan barang yang akan diasuransikan. Dan agar kepentingan itu dapat diasuransikan, maka kepentingan itu harus dapat dinilai dengan uang. 46 Prinsip insurable interest, sesuatu yang dipertanggungkan semata-mata hanya menyangkut kepentingan yang bisa mengakibatkan kerugian dalam konteks finansial atas sesuatu yang dipertanggungkan. Inilah hal penting yang perlu diketahui oleh tertanggung atau nasabah. Insurable interest pada prinsipnya adalah hak berdasarkan hukum guna mempertanggungkan suatu risiko yang berkaitan dengan keuangan, yang diakui sah secara hukum, antara tertanggung dan sesuatu yang dipertanggungkan. Insurable interest merupakan prinsip paling fundamental dalam kontrak asuransi. Sebab, hal itu bertalian langsung dengan bentuk maupun rupa pertanggungan yang dijamin dalam suatu kontrak asuransi. Sesuatu yang dipertanggungkan dalam konteks ini bisa berupa benda, harta, atau peristiwa yang bisa menimbulkan hak serta kewajiban keuangan secara hukum. 47 2. Utmost good faith Utmost good faith yaitu adanya itikad baik dari kedua belah pihak. Tertanggung dan penanggung tidak boleh mengembangkan fakta yang dapat menyebabkan kerugian bagi pihak lain. 48 45 Rianto Astono, Salah Kaprah Memilih Asuransi, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2013, hlm 12. 46 Agus Prawoto, Op.Cit, hlm 43. 47 Zian Farodis, Op.Cit, hlm 29. 48 Deddy Supriyadi, Manajemen Risiko Buku Ajar, Bandung: Institut Manajemen Koperasi Indonesia IKOPIN, 2011, hlm 61. Prinsip keterbukaan utmost good faith ini terkandung dalam ketentuan Pasal 251 KUH Dagang yang pada intinya Universitas Sumatera Utara 32 menyatakan bahwa penutupan asuransi baru sah apabila penutupannya didasari iktikad baik. 49 Utmost good faith atau ulberrina fides diterjemahkan sebagai “iktikad baik yang terbaik”. Dalam kontrak asuransi, iktikad baik saja belum cukup tapi dituntut yang terbaik dari iktikad baik dari calon tertanggung atau tertanggung. 50 Kewajiban dalam memberikan informasi serta fakta yang benar oleh kedua belah pihak tertanggung dan penanggung disebut sebagai duty of disclosure. Utmost good faith secara sederhana bisa diterjemahkan sebagai “niatan baik”. Dalam hal ini, hal yang dimaksud adalah dalam menetapkan kontrak atau persetujuan, sudah seharusnya dilakukan semata-mata berlandaskan dengan niatan baik. Dengan demikian, tidak dibenarkan jika kemudahan baik dari pihak tertanggung maupun penanggung menyembunyikan suatu fakta yang bisa mengakibatkan timbulnya kerugian bagi salah satu pihak diantara keduanya. Prinsip semacam ini sebenarnya berlaku dalam segala bentuk perjanjian mapun persetujuan. 51 Dengan demikian pelanggaran atas prinsip itikad baik ini dapat mengakibatkan pertanggungan menjadi batal, atau batal sejak awal danatau dilakukan perbaikan dengan kondisi yang berbeda. 52 3. Indemnity Indemnity yaitu berarti mengembalikan posisi finansial tertanggung pada saat setelah mengalami kerugian sebagaimana pada posisi sebelum menuai 49 Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis: Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Edisi Keempat, Cetakan ketujuh, Jakarta: Kencana, 2014, hlm 183. 50 Kun Wahyu Wardana, Hukum Asuransi: Proteksi Kecelakaan Transportasi, Bandung: Mandar Maju, 2009, hlm 34. 51 Zian Farodis, Op.Cit, hlm 29-30. 52 H.K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, Op.Cit, hlm 32. Universitas Sumatera Utara 33 kerugian yang disebabkan peristiwa yang tidak diinginkan seiring dengan ketidakpastian itu sendiri. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa indemnity merupakan prinsip ganti rugi oleh pihak penanggung kepada pihak tertanggung. Patut diketahui oleh nasabah bahwa prinsip semacam ini tidak berlaku bagi produk asuransi jiwa atau asuransi kecelakaan. Karena, pada dasarnya, prinsip indemnity sama sekali tidak bertalian dengan penggantian kerugian finansial yang dialami tertanggung. Selain itu, dalam prinsip indemnity, tertanggung sama sekali tidak dibenarkan untuk memperoleh pembayaran ganti rugi melebihi kepentingan tertanggung terhadap objek yang dipertanggungkan. 53 Indemnity atau ganti rugi artinya mengendalikan posisi keuangan tertanggung setelah terjadinya kerugian seperti pada posisi sebelum terjadinya kerugian tersebut. 54 Prinsip tersebut mengatakan bahwa pihak yang mengasuransikan insured tidak bisa memperoleh uang pertanggungan lebih dari kerugian yang sebenarnya pada saat terjadi kejadian yang merugikan, berapapun asuransi yang dibeli. 55 Prinsip ini menjelaskan bahwa dalam suatu perjanjian asuransi, apabila seorang tertanggung menderita kerugian finansial yang diakibatkan oleh risiko tertentu yang dijamin perusahaan asuransi benar-benar terjadi, maka tertanggung akan mendapat ganti rugi sebesar kerugian yang dideritanya. 56 53 Zian Farodis, Op.Cit, hlm 31. 54 Kasmir, Op.Cit, hlm 266. 55 Mamduh M. Hanafih, Manajemen Risiko, Cetakan Pertama, Yogyakarta: Unit Penerbitan dan Percetakan, 2006, hlm 292. 56 Mulyadi Nitisusastro, Asuransi dan Usaha Perasuransian di Indonesia, Bandung: Alfabeta, 2013, hlm 69. Dengan dipergunakan prinsip indemnitas, di dalam asuransi didasarkan pada asas hukum perdata yaitu larangan memperkaya diri selama melawan hukum atau Universitas Sumatera Utara 34 memperkaya diri tanpa hak onrechtmatige verrijking. Prinsip indemnitas berkaitan dengan pengukuran besarnya nilai kerugian. 57 4. Proximate cause Proximate cause merupakan salah satu prinsip penting dalam penyelesaian santunan. Dengan menggunakan prinsip ini, maka suatu peristiwa dapat ditentukan penyebabnya. Penggantian kerugian oleh perusahaan asuransi hanya akan dibayarkan apabila peristiwa yang dominan menimbulkan kerugian itu termasuk dalam jaminan polis asuransi yang bersangkutan. 58 Proximate cause merupakan suatu sebab aktif, efisien, yang memicu terjadinya suatu peristiwa secara berantai tanpa adanya intervensi oleh suatu kekuatan lain, yang diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru serta independen. Dalam konteks ini, nasabah atau tertanggung penting untuk memahami betul terkait dengan hubungan antara risiko yang merupakan bagian yang termuat atau dijamin oleh polis dengan prinsip proximate cause. Berpijak pada prinsip semacam ini, dalam suatu peristiwa yang tidak diinginkan apabila benar-benar terjadi maka yang akan ditelisik secara lebih mendalam dahulu adalah pemantik dari rentetan peristiwa tersebut hingga pada akhir peristiwa itu. 59 Cara menentukan proximate cause atas suatu rentetan peristiwa yang terjadi adalah dengan memperhatikan peristiwa pertama yang menjadi pemantik terjadinya peristiwa berikutnya. Setelah itu, baru menganalisis kemungkinan kejadian pada peristiwa yang selanjutnya, hingga pada akhir peristiwa. 60 57 Elsi Kartika Sari, Advendi Simangunsong, Op.Cit, hlm 91. 58 Kun Wahyu Wardana, Op.Cit, hlm 39. 59 Zian Farodis, Op.Cit, hlm 33. 60 Ibid. 5. Subrogation and contribution Universitas Sumatera Utara 35 Prinsip indemnity atau ganti rugi merupakan suatu konsekuensi logis atas suatu klaim. Konsekuensi logis tersebut merupakan prinsip ganti rugi yang terdiri dari subrogation subrogasi dan contribution kontribusi. Berikut ini penjelasan kedua hal tersebut. a. Surogation Subrogasi Subrogasi merupakan pendukung konsep indemnity karena subrogasi mencegah tertanggung untuk mendapatkan recovery lebih dari kerugian yang dideritanya, sehingga subrogasi disebut juga corollary of indemnity. Subrogasi merupakan peralihan hak dari tertanggung kepada penanggung untuk menuntut ganti rugi kepada pihak lain yang mengakibatkan timbulnya kerugian terhadap obyek pertanggungan dari tertanggung sesaat setelah penanggung membayar ganti rugi kepada tertanggung sesuai jaminan polis. 61 Subrogation adalah pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar. 62 61 Kun Wahyu Wardana, Op.Cit, hlm 42. 62 Rianto Astono, Op.Cit, hlm 13. Subrogation atau subrogasi, pada prinsipnya, merupakan hak penanggung selaku pihak yang telah memberikan ganti rugi kepada pihak tertanggung, dimana dalam hal ini penanggung memiliki hak untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa yang tidak diinginkan sehingga mengakibatkan kerugian. Dengan adanya prinsip semacam ini, maka pada saat bersamaan, pihak tertanggung tidak memungkinkan untuk memperoleh biaya ganti rugi melebihi kerugian yang dialami atau dideritanya. Universitas Sumatera Utara 36 Prinsip subrogation atau subrogasi ini misalnya dalam asuransi kendaraan bermotor. Apabila kendaraan bermotor pihak tertanggung sewaktu-waktu ditabrak oleh pengendara lain, maka proses pembayaran ganti rugi dari peristiwa yang tidak diinginkan tersebut bisa dilakukan dengan penanggung menggantikan segala bentuk kerugian atau kerusakan yang dialami oleh pihak tertanggung. Akan tetapi, dalam hal ini, pihak tertanggung sudah tidak memiliki hak untuk meminta ganti rugi kepada pihak lain penabrak. Sebaliknya, hak melakukan tuntutan ganti rugi kepada pihak penabrak oleh pihak penangung asuransi disebut sebagai hak subrogasi. 63 Hak subrogasi timbul dengan sendirinya ipso facto untuk pengganti kerugian yang dibayarkan oleh penanggung kepada tertanggung dan tidak perlu ditentukan atau diatur dalam polis. Terkadang di dalam polis juga dimuat klausul subrogasi. 64 Dengan kata lain subrogasi dapat dikatakan sebagai “penyerahan hak dari tertanggung kepada penanggung untuk menggantikannya memperoleh atau menuntut pembayaran ganti kerugian yang dideritanya dari pihak ketiga yang menimbulkan kerugian tersebut”. Dengan demikian, seakan-akan penanggung ditempatkan pada posisi tertanggung. 65 b. Contribution Kontribusi Contribution adalah hak penanggung untuk mengajak penanggung lain- lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan indemnity. 66 63 Zian Farodis, Op.Cit, hlm 35. 64 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, Cetakan Pertama, Yogyakarta: FH UII Press, 2006, hlm 206. 65 H.K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, Op.Cit, hlm 35. 66 Rianto Astono, Op.Cit, hlm 13. Contribution suatu prinsip di mana penanggung berhak mengajak penanggung-penanggung lain yang Universitas Sumatera Utara 37 memiliki kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar ganti rugi kepada seseorang tertanggung, meskipun jumlah tanggungan masing-masing penanggung belum tentu besarnya. 67 Contribution kontribusi adalah hak penanggung untuk “menagih” bagian yang menjadi tanggung jawab penanggung lain atas ganti rugi yang telah dibayarkan kepada tertanggung. Dalam praktik perasuransian, bahwa kontribusi tidaklah selamanya dilakukan sesuai dengan cara “bayar dahulu” kepada tertanggung “baru tagih” kepada penanggung lainnya. 68 Situasi semacam itu, apabila sewaktu-waktu terjadi klaim maka masing- masing pihak perusahaan asuransi yang berperan sebagai penanggung memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi secara proposional dengan jumlah nominal sesuai dengan yang ditanggungnya. Melangkah lebih lanjut, dalam konteks ini, tanpa terlepas dari pemahaman pengertian prinsip kontribusi itu sendiri sebenarnya terdapat beberapa sebab timbulnya kontribusi, yaitu adanya dua atau lebih polis indemnity, polis menutup kepentingan yang serupa common interest, Prinsip kontribusi merupakan bagian dari konsekuensi logis prinsip indemnity. Dalam prinsip semacam ini, penanggung memiliki hak otoritas guna mengajak penanggung-penanggung lain yang memiliki kepentingan serupa untuk turut andil dalam membayar ganti rugi kepada pihak tertanggung, meskipun secara jumlah nominal masing-masing penanggung tidak lantas harus sama. Hal tersebut bisa saja terjadi apabila pihak tertanggung, pada saat bersamaan, mempertanggungkan suatu objek benda atas suatu risiko yang sama kepada beberapa penanggung atau pihak perusahaan asuransi. 67 Kasmir, Op.Cit, hlm 266. 68 H.K. Martono dan Eka Budi Tjahjono, Op.Cit, hlm 34. Universitas Sumatera Utara 38 polis menutup risiko yang serupa common peril, polis menutup asuransi yang serupa, dan masing-masing polis memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab atas kerugian. 69

D. Pengaturan Asuransi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992