“suatu model dikatakan terdapat gejala multikolinearitas, jika korelasi di antara variabel independen lebih besar dari 0,9” Ghozali, 2005 : 91.
Menurut Ghozali 2005, “cara yang dapat dilakukan jika terjadi multikolinearitas yaitu:
1. mengeluarkan salah satu atau lebih variabel independen yang mempunyai korelasi tinggi dari model regresi dan indentifikasi variabel independen
lainnya untuk membantu prediksi 2. menggabungkan data cross section dan time series pooling data
3. menambah data penelitian”.
3. Uji heteroskedastisitas
Menurut Situmorang et al. 2009 : 63, “Heteroskedastisitas dapat dikatakan sebagai suatu situasi dimana dalam sebuah grup terdapat varians
yang tidak sama diantara sesama anggota grup tersebut”. Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam suatu model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual diantara pengamatan
tersebut tetap, maka disebut homokedastisitas. Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat
dari pola gambar Scatterplot model tersebut. Analisis pada gambar Scatterplot
yang menyatakan model regresi linier berganda tidak terdapat heteroskedastisitas jika:
1. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0 2. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja
Universitas Sumatera Utara
3. Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali
4. Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola. Menurut Situmorang, et.al. 2009 : 76, ada dua cara perbaikan
heteroskedastisitas, yaitu : 1. Bila varians
�2� diketahui, maka metode yang digunakan adalah dengan cara kuadrat terkecil tertimbang yang meminimumkan
pentingnya observasi yang penting dengan memberikan bobot pada observasi tadi secara proporsional dengan kebalikan dari
variansnya.
2. Bila varians �2� tidak diketahui, dimana pengetahuan mengenai
�2� biasanya merupakan hal yang jarang dimiliki. Sebagai akibatnya, orang biasanya membuat suatu asumsi yang masuk
akal mentransformasikan data atau membuat gangguan disturbance data yang telah ditransformasikan bersifat
homokesdastisitas. Misal model persamaannya:
Y = b0 + b1x1 + b2x2, ditransformasikan menjadi:
LogY = b0 + b1logx1 + b2logx2.
4. Uji autokorelasi
“Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pada periode t-1 sebelumnya” Ghozali, 2006 : 95. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang
berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan dalam time series.
Ada beberapa cara untuk menguji adanya autokorelasi seperti metode grafik, uji LM, Uji Runs dan lain-lain. Uji Durbin-Watson hanya digunakan
untuk autokorelasi tingkat satu first autocorelation dan mensyaratkan
Universitas Sumatera Utara
adanya intercept konstanta dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel dependen. Kriteria untuk penilaian terjadinya autokorelasi
yaitu: 1 angka D-Wdi bawah -2 berarti ada autokorelasi positif
2 angka D-Wdi antara-2 sampai+2 berarti tidak ada autokorelasi 3 angka D-Wdi atas +2 berarti ada autokorelasi negatif
Menurut Situmorang et al.2009 : 78, Autokorelasi dapat di definisikan sebagai suatu keadaan dimana adanya korelasi diantara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu time series atau ruang cross section. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul dikarenakan residual atau kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke
observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
Pada penelitian ini, uji autokorelasi dideteksi dengan uji Durbin- Watson, karena uji ini yang umum digunakan. Uji ini hanya digunakan
untuk autokorelasi tingkat pertama first order autokorelasi dan mensyaratkan adanya intercept konstanta dalam model regresi.
3.7 Pengujian Hipotesis Penelitian