Diskripsi nyamuk Anopheles spp. berdasarkan karakteristik habitat

Pemangsaan berperan penting dalam komunitas akuatik secara langsung dengan mengurangi kelimpahan mangsanya dan tidak langsung dengan mengubah keragaman mangsa dan ingteraksi antar spesies. Interaksi pemangsa dan mangsa dapat berubah oleh faktor fisik lingkungan Alto, Griswold Lounibos 2005. Beberapa karakter habitat An. kochi memiliki persamaan dengan An. sundaicus yang juga hidup pada habitat dengan air yang tidak mengalir dan memperoleh sinar matahari secara langsung, dalam hal ini termasuk tambak yang dihuni alga dan tanaman air, rawa, mangrove, sumur, dan lagun Troops et al. 2004. Keberadaan tanaman air seperti alga berfilamen diperlukan oleh larva Anopheles karena menyediakan makanan bagi larva berupa mikro alga dan bakteri Troops et al. 2004.

4.5.4 An. punctulatus, An.subpictus, dan An. vagus

An. punctulatus, An.subpictus, dan An. vagus masing-masing memiliki jumlah dan tipe habitat yang terbatas, untuk diskripsinya disajikan secara bersama- sama. Jumlah total ke tiga spesies tersebut adalah 34 individu, atau 6,6 dari total 519 individu yang ditemukan. Oleh sebab itu ke tiga spesies ini dikelompokkan sebagai kelompok minor dengan kerapatan nisbi 2,9, 0,2 dan 3,5 masing- masing untuk An. punctulatus, An. subpictus, dan An. vagus. An. punctulatus memiliki kepadatan larva tertinggi yaitu 8,1 larva3000 ml, dan paling rendah adalah An. vagus di habitat kobakan dengan jumlah 1 larva300ml Tabel 22. Tabel 22 Jumlah larva, jumlah cidukan, densitas larva, dan frekuensi relatif An. punctulatus, An. subpictus, dan An. vagus di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010-Agustus 2011 Spesies Tipe habitat Jlh larva Jlh cidukan D larva nH nL F Jlh nyamuk A. punctulatus Tapak bantpk hwn 161 20 8,1 9 3 33,3 15 An. subpictus kubangan 28 10 2,8 7 1 14,3 1 An. vagus kobakan 30 30 1 8 2 25 17 An. vagus tapak ban 17 10 1,7 9 1 11,1 1 236 70 3,4 34 Ket : D = kepadatancidukan volume cidukan = 300 ml nH = jumlah bulan ditemukannya habitat nL = jumlah bulan habitat mengandung nyamuk An. kochi Semua individu An. punctulatus ditemukan pada tapak ban, An. subpictus hanya ditemukan pada kubangan. Sementara itu An. vagus selain di kobakan juga ditemukan pada tapak ban. Di Indonesia ketiga jenis nyamuk ini memiliki arti yang sangat penting dari sisi kevektoran. An. punctulatus dikonfirmasi sebagai vektor malaria di Papua, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara, An. subpictus dikonfirmasi sebagai vektor malaria NTT dan Jawa Barat, dan vektor filariasis bancrofti di NTB, sedangkan An. vagus dikonfirmasi vektor malaria dan filariasis brugia di Papua Sukowati 2009; Winarno Hutajulu 2009.

4.5.4.1 Karakteristik fisik habitat Anopheles punctulatus, An. subpictus, dan

An. vagus Suhu, pH, salinitas, kekeruhan, aliran air dan substrat Hasil pengamatan terhadap berbagai parameter fisik habitat disajikan pada Tabel 23. Tabel tersebut menunjukkan bahwa An. punctulatus terdapat pada habitat yang memiliki suhu antara 28-32 ˚C pH 6 dengan salinitas 0. Nyamuk ini hidup pada tapak ban yang bersubstrat pasir dengan air yang jernih dan tidak mengalir. An. subpictus dapat hidup pada suhu 39 ˚C, p H 7 d an salinitas 0 , nyamuk ini ditemukan pada pada kubangan dengan substrat berpasir yang airnya jernih dan tidak mengalir. Sementara itu An. vagus ditemukan di kobakan yang jernih dan tapak ban yang keruh pada suhu antara 26-35 ˚C pada pH 7 dan salinitas 0. Habitatnya memiliki substrat berlumpur dengan air yang tidak mengalir. Hasil pengamatan tersebut sesuai yang dilaporkan oleh Yawan 2006 bahwa An. punctulatus tidak ditemukan berkembang biak di air payau maupun air limbah, habitat yang disenangi adalah genangan air sementara seperti bekas galian, parit, tapak ban, tapak hewan, perairan yang dengan substrat lumpur dan tidak mengandung tanaman air serta terkena sinar matahari langsung. Tabel 23 Karakteristik fisik-kimia habitat perkembangbiakan An. kochi di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010-Agustus 2011 Spesies Habitat T air ˚C pH Salinitas Kekeruhan Gerakan air Substrat A. punctulatus Tapak ban 28-32 6 jernih tdk mengalir pasir An. subpictus Kubangan 37 7 jernih tdk mengalir pasir An. vagus Kobakan 26-35 7 jernih tdk mengalir lumpur An. vagus Tapak ban 26 7 keruh tdk mengalir lumpur Substrat menyediakan sumber makanan dan perlindungan terutama bagi fauna invertebrata, degradasi substrat dimanfaatkan oleh makro invertebrata dan menjaga kualitas air. Alga, serasah dan tanaman air menciptakan habitat yang cocok untuk makro invertebrata termasuk menyediakan makanan, tempat dan perlindungan Voshell Reese 2002

4.5.4.2 Karakteristik fisik habitat Anopheles punctulatus, An.subpictus, dan

An. vagus kedalaman, luas, ketinggian dari permukaan laut dpl, jarak dari rumah, dan fungsi lahan. Hasil pengamatan terhadap kedalaman, luas, ketinggian elevasi, jarak dari rumah dan fungsi lahan tempat habitat perkembangbiakan An. punctulatus, An. subpictus, dan An. vagus disajikan pada Tabel 24. Tampak bahwa An. punctulatus hidup pada habitat dengan luas 4,5 m 2 , kedalaman 5 cm pada ketinggian 23 m dpl , berada di area jalanan sejauh 300 meter dari rumah terdekat. Sementara itu An. subpictus ditemukan pada habitat dengan luas 1 m 2 dan kedalaman 5 cm pada ketinggian 18 m dpl, ditemukan di wilayah permukiman 5 meter sejauh dari rumah terdekat. Sedangkan an An. vagus ditemukan pada habitat dengan kedalaman antara 6-7 cm dengan luas antara 0,8-3,5 m 2 Spesies , pada ketinggian 12-15 m dpl. Habitatnya ditemukan pada wilayah perkebunan sejauh 7-110 meter dari rumah terdekat. Tabel 24 Kedalaman, luas habitat, elevasi, jarak habitat dari rumah terdekat dan fungsi lahan di sekitar habitat perkembangbiakan nyamuk An. subpictus, An. puntulatus dan An. vagus di Desa Saketa dari Bulan September 2010-Agustus 2011 Kedalaman cm Luas m 2 Elevasi dpl m Jarak dr rumah m Fungsi lahan An. punctulatus 5 4,5 23 300 jalan An. subpictus 7 1 18 5 permukiman An. vagus 7 0,8 15 7 Perkebunan An. vagus 6 3,5 12 110 Perkebunan

4.5.4.3 Karekateristik biologi habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles

subpictus, An. puntulatus dan An. vagus Hasil pengamatan terhadap faktor biologi habitat perkembangbiakan Anopheles spp. disajikan pada Tabel 25. Tabel tersebut menunjukkan bahwa An. punctulatus hidup pada habitat yang tidak memiliki tanaman penaung, tetapi memiliki tanaman air berupa lumut dengan kerapatan yang jarang, tanaman sekitarnya berupa rerumputan dan semak. An. vagus terdapat pada habitat yang memiliki tanaman penaung yang rapat atau pada habitat yang tanaman airnya berupa lumut dan rerumputan dengan kerapatan yang jarang, dan pada habitat yang di sekitarnya terdapat tanaman rerumputan dan pohon-pohon. Predator pada habitat ke tiga spesies Anopheles ini terdiri dari udang- udangan, larva capung, ikan kecil dan anggang-anggang Gerris sp. Habitat An. subpictus tidak memiliki tanaman penaung, tanaman airnya berupa lumut dan rumput dengan kerapatan yang jarang, tanaman sekitarnya adalah rerumputan, dan predatornya berupa anggang-anggang, nimpha capung dan Ephemeroptera. Beberapa spesies copepoda-cyclopoid merupakan predator larva nyamuk yang saat ini telah digunakan untuk mengurangi larva Aedes dari habitat buatan seperti ban bekas, bak air, dan sumur. Marten et al. 1999 mengamati berkurangnya larva An. albimanus pada kolam dan habitat lainnya oleh keberadaan Mesocyclops longisetus dan M. aspericornis pada penelitian yang dilakukan di wilayah Tomaco, Columbia Marten, Nguyen Ngo 1999. Predator alami telah terbukti mengurangi populasi larva An. gambiae . Predator seperti notonectidae, belostomatidae, kumbang dytiscidae, crustasea, copepoda, Odonata , laba-laba Araneae: Lycosidae dan amfibi telah terbukti berpotensi sebagai agen pengendali biologis terhadap spesies nyamuk di berbagai habitat seperti drainase pertanian, sawah dan badan-badan air kecil. Tabel 25 Karekateristik biologi perkembangbiakan An. subpictus, An. puntulatus dan An. vagus di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010-Agustus 2011 Spesies Habitat Tanaman air Tanaman sekitar Tanaman naungan D tnm air Predator An. p unctulatus Tapak ban tpk.hewan lumut Rerumputan, Semakperdu tdk ada jarang Ikan Kecil, Anggang-anggang An. subpictus Kubangan Lumut, Rumput Rerumputan Tidak ada jarang Anggang-anggang, Nimpha Capung, Ephemeroptera An. vagus Kobakan lumut, rumput Rerumputan rapat jarang udang-udangan, larva capung An. vagus Tapak ban t.hewan rumput Rerumputan, Pohon-pohonan rapat jarang Ikan Kecil, Anggang-anggang Irigasi pertanian, sawah dan badan-badan air yang kecil merupakan habitat larva yang dominan untuk An. gambiae. Predatornya memiliki berbagai mangsa dan cenderung mengatur kelimpahan larva nyamuk yang berbagi habitat yang sama. Interaksi Predator-larva telah ditemukan untuk menjadi salah satu faktor yang paling penting dalam kematian larva nyamuk pada habitat alami Kweka et al. 2010. Heteroptera semi akuatik Veliidae dan Gerridae yang hidup di sawah- sawah merupakan predator larva nyamuk yang penting Ohba et al. 2010, populasi larva sangat sedikit pada habitat yang dihuni oleh gerridae anggang- anggang. Rawlins et al. 1991 melaporkan bahwa di Ashton village, Karibia terjadi penurunan populasi A.aegypti betina hingga 55 pada habitat yang dimasukkan dengan larva instar pertama nyamuk Toxorhynchites moctezuma dan menyarankan untuk mengaplikasikannya untuk jenis nyamuk lainnya. Larva nyamuk hidup dalam kondisi lingkungan yang dinamis seperti curah hujan dan penguapan yang dapat mempengaruhi fluktuasi salinitas secara drastis. Kelangsungan hidup larva tergantung pada kemampuannya mengatur tekanan osmosis hemolimnya dengan cara mengabsorbsi dan mengeluarkan ion-ion dengan cara mengatur ion urinnya dalam rektum sebelum dikeluarkan Smith et al. 2008. Kedalaman habitat mempengaruhi perkembangan larva. Air yang terlalu dalam menyebabkan difusi oksigen tidak homogen sehingga suplai oksigen hanya cukup di dekat lapisan permukaan saja. Berdasarkan kedalaman air, habitat lagun dan kolam diperkirakan memiliki kedalaman yang dapat menjadi faktor pembatas bagi kelangsunghidupa larva Anopheles. Briegel 2003 melaporkan bahwa kemampuan eklosi pupa menjadi dewasa pada beberapa jenis nyamuk berbeda berdasarkan kedalaman air pada habitat perkembangbiakannya. Aedes aegipty optimun pada kedalaman 0,5–2 cm dan menurun menjadi 50 hingga kedalaman 14 cm, sedangkan An. albimus, An. gambie dan An. stephensi optimun pada kedalaman 0,5 – 1,0 cm, tetapi semuanya gagal pada kedalaman 5 cm. Stoops et al . 2007 melaporkan bahwa, di Sukabumi nyamuk Anopheles menunjukkan peningkatan populasi dengan datangnya musim hujan, berkurangnya kanopi pohon, meningkatkanya suhu air dan rendahnya kedalaman air. Kolam dan tapak ban airnya jernih sedangkan kobakan airnya jernih hingga agak keruh sedang. Semua perairan habitat bersifat tidak mengalir, sedangkan substratnya merupakan lumpur pada kolam dan tapak ban, dan berupa pasir dan lumpur pada kobakan. Pada kubangan ditemukan suhu hingga 46 ˚C, suhu tersebut berada di luar kisaran optimun untuk habitat perkembangbiakan nyamuk, suhu optimun untuk perkembangbiakan nyamuk adalah antara 32-33,5 o C Hoedoyo 1993, sumber lainnya menyebutkan suhu optimun antara 25-27 o C Depkes RI 2001. Suhu air mempengaruhi DO yang sangat diperlukan oleh organisme air, semakin tinggi suhu maka kadar DO akan semakin rendah Kordi Tancung 2007. Pola fluktuasi suhu air harian mempengaruhi metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi hewan air. Suhu yang lebih tinggi meningkatkan metabolisme, dan mendorong terjadinya eklosi yang lebih cepat. Sebaliknya suhu yang rendah menurunkan laju metabolisme dan menghambat siklus hidup serangga air Voshell Reese 2002. Perkembangan larva nyamuk Anopheles spp. dipengaruhi oleh faktor fisik, kimia dan biologi lingkungan habitat perkembangbiakannya Buwolaksono 2001. Lingkungan fisik yang mempengaruhi perkembangan larva adalah tempat bertelur, suhu air dan arus air. Faktor kimia adalah salinitas, pH dan endapan lumpur jenis substrat. Sedangkan faktor biologi berupa keberadaan vegetasi air yang dapat berupa tanaman tingkat tinggi atau tingkat rendah, adanya naungan vegetasi, dan keberadaan predator. Nilai pH menujukkan kadar asambasa lingkungan perairan. pH pada habitat An. kochi adalah 6-7, ini sesuai dengan kisaran pH pada habitat larva An. sundaicus pH antara 7-8,5 yang dilaporkan di India, Vietnam termasuk Indonesia Troops et al. 2004. Semua tipe habitat perkembangan biakan menunjukkan pH 7 yang merupakan pH netral dan optimun bagi pertumbuhan larva. Setyningrum et al. 2008, melaporkan bahwa rawa dan selokan air yang merupakan habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Raja Basa memiliki pH 6, sedangkan Mulyadi 2010 melaporkan kisaran pH pada berbagai habitat perkembangbiakan nyamuk di Desa Doro antara 6,9-7. Substrat menyediakan sumber makanan dan perlindungan terutama bagi fauna invertebrata, degradasi substrat dimanfaatkan oleh makro invertebrata dan menjaga kualitas air. Alga, serasah dan tanaman air menciptakan habitat yang cocok untuk makro inevertebrata termasuk menyediakan makanan, tempat dan perlindungan Voshell Reese 2002. Serasah mempengaruhi interaksi dalam komunitas larva, fluktuasi kandungan serasah mempengaruhi struktur fisik habitat dan berpengaruh langsung terhadap ketersediaan sumber makanan dan secara tidak langsung mempengaruhi pemangsaan oleh predator Lounibos 1983. Keberadaan tanaman air seperti alga berfilamen sesungguhnya diperlukan oleh larva Anopheles karena menyediakan makanan bagi larva berupa mikro alga dan bakteri Troops et al. 2004. Pemangsaan berperan penting dalam komunitas akuatik secara langsung dengan mengurangi kelimpahan mangsanya dan tidak langsung dengan mengubah keragaman mangsa dan ingteraksi antar spesies. Interaksi pemangsa dan mangsa dapat berubah oleh faktor fisik lingkungan Alto, Griswold Lounibos 2005. Predator larva pada beberapa tipe habitat hampir menunjukkan jenis yang sama. Predator umumnya berupa udang-udangan dan larva capung, nimpha capung, ikan-ikan kecil, kecebong dan anggang-anggang Gerris sp. Beberapa spesies cyclop copepoda merupakan predator larva nyamuk yang saat ini telah digunakan untuk mengurangi larva Aedes dari habitat buatan seperti ban bekas, bak air, dan sumur. Marten et al. 1999 mengamati berkurangnya larva An. albimanus pada kolam dan habitat lainnya oleh keberadaan Mesocyclops longisetus dan M. aspericornis pada penelitian yang dilakukan di wilayah Tomaco, Columbia Marten, Nguyen Ngo 1999. 4.6 Kesimpulan Habitat perkembangbiakan Anopheles di Saketa terdiri dari 6 tipe yaitu kobakan, kubangan, parit, tapak bantapak hewan, kolam, dan lagun. Habitat- habitat tersebut ditemukan di perkebunan, jalanan dan permukiman. Substrat habitat larva berupa lumpur atau lumpur berpasir dengan air yang tidak mengalir dan jernih. Tipe habitat yang paling banyak ditemukan adalah kubangan tetapi yang paling banyak mengandung nyamuk adalah kobakan. Predator larva Anopheles berupa ikan-ikan kecil dan ikan kepala timah Aplocheilus panchax, nimpha capung Anax sp, nimpha ephemeroptera, cyclopkopepoda air tawar, anggang-anggang Gerrris sp, dan kecebong. Anopheles yang ditemukan dari berbagai tipe habitat terdiri atas enam spesies yaitu An. indefinitus, An. farauti, An. kochi, An. punctulatus, An. subpictus dan An. vagus. An. indefinitus, An. farauti, dan An. kochi memiliki populasi yang tinggi, sedangkan spesies An. punctulatus, An. subpictus dan An. vagus memiliki jumlah yang rendah. Kubangan, kobakan dan tapak ban mengandung jumlah spesies Anopheles yang lebih tinggi dibanding tiga tipe habitat lainnya. Anopheles indefinitus dan An. farauti ditemukan di kobakan, kubangan, kolam, lagun, parit dan tapak ban, An. kochi ditemukan pada kobakan, kubangan, kolam dan tapak ban. An. vagus ditemukan di tapak ban dan kobakan, An. subpictus hanya di kubangan dan An. punctulatus hanya ditemukan di tapak ban. An. farauti An. farauti terdapat pada semua tipe habitat kecuali kolam, substratnya berupa lumpur kobakan, kubangan pasir dan kerikil lagun dan parit. Habitatnya ternaungi oleh vegetasi hingga pada skala sedang, tanaman airnya terdiri atas lumut, ganggang, rumput dan serasah, sedangkan tanaman sekitar berupa rumput, semak, pardu dan pohon. Predator larva terdiri atas kecebong, ikan kecil, nimpha capung, udang-udangan, anggang-anggang dan ephemeroptera. An. indefinitus An. indefinitus terdapat semua tipe habitat yang tersebar di permukiman, perkebunan, jalan dan pantai pada ketinggian 1-80 m dpl, sejauh 3-600 m dari rumah, suhunya antara 28-40 o C, pH 6-7, salinitas 0-10 ppt, Airnya tidak mengalir dan tingkat kekeruhannya bervariasi dari skala jernih, sedang hingga keruh, substrat berupa lumpur atau bercampur pasir. Predatornya berupa ikan-ikan kecil, udang-udangan, nimpha capung, anggang-anggang, kecebong dan ephemeroptera. An. kochi An. kochi terdapat pada semua tipe habitat kecuali parit. Habiatnya menyebar di permukiman dan di jalan pada ketinggian 10-46 m dpl, memiliki suhu antar 28-35 o C, kedalaman antara 4-5 cm ban, 3-50 m kobakan dan 80 m kolam, substratnya berupa lumpur, terdapat juga kobakan yang substratnya pasir. Predatornya berupa ikan-ikan kecil, udang-udangan, nimpha capung, anggang-anggang, kecebong dan Ephemeroptera. An. punctulatus Habitat An. punctulatus terdapat di jalan pada ketinggian 23 m dpl, sejauh 300 m dari rumah, suhunya antara 28-32 o C, pH 6, salinitas 0 ppt, Airnya tidak mengalir dan jernih, substratnya berpasir dengan kedalaman air hingga 5 cm. Tanaman airnya berupa lumut dengan skala jarang, tanaman sekitarnya berupa rumput, semak dan perdu, predatornya adalah ikan-ikan kecil, dan anggang- anggang. An. subpictus Habitat An. subpictus terdapat di permukiman pada ketinggian 18 m dpl, sejauh 5 m dari rumah, suhu 37 o C, pH 7, salinitas 0 ppt, Airnya tidak mengalir dan jernih, substratnya berpasir dengan kedalaman air hingga 7 cm. Tanaman airnya berupa rumput dan lumut dengan skala jarang, tanaman sekitarnya berupa rerumputan, predatornya nimpha capung, anggang-anggang dan ephemeroptera. An. vagus Habitat An. vagus terdapat di perkebunan pada ketinggian 12-15 m dpl, sejauh 7-110 m dari rumah, suhunya antara 26-35 o C, pH 6-7, salinitas 0 ppt, Airnya tidak mengalir, kekeruhannya pada skala jernih dan keruh, substratnya berupa lumpur dengan kedalaman air 6-7 cm. Tanaman airnya berupa rumput dan lumut dengan skala jarang, tanaman sekitarnya berupa rerumputan dan pepohonan, predatornya berupa ikan kecil dan anggang-anggang. DAFTAR PUSTAKA Aditama TjY. 2009. Program pengendalian penyakit yang ditularkan vektor. Simposium dan seminar Nasional Asosiasi pengendali nyamjuk Indonesia APNI. Seminar Nasional hari nyamuk 2009. Bogor Alto, BW, Griswold MW, Lounibos LP. 2005. Habitat complexity and sex- dependent predation of mosquito larvae in containers. J. Oecol. 146: 300–310 Beebe NW, Cooper RD. 2002. Distribution and evolution of the Anopheles punctulatus group Diptera: Culicidae in Australia and Papua New Guinea. Int. J. Parasitol. 325:563-74. Blaustein L, Chase JM. 2007. Interactions between mosquito larvae and species that share the same trophic level. Annu. Rev. Entomol. 52:489-507. Bowolaksono A. 2001. Pengaruh pH terhadap perkembangan nyamuk Anopheles farauti Lav. di dalam kondisi laboratorium. Maj. Parasitol. Ind. 141:6-14 BPS Kab. Halmahera Selatan. 2010. Gane Barat dalam angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten Halmahera Selatan, 2010. Briegel H, 2003. Physiological base of mosquito ecology. J. Vect. Ecol. 281:1- 11 Dale P, Sipe N, Sugianto, Hutajulu B, Ndoen Ermi, Papayungan M, Saikhu A, Prabowo YT. 2005. Malaria in Indonesi: a summary of recent research into its environmental relationship. Southeast Asian J. Trop. Med. Pub. Hlth. 361:1-13 Depkes RI 1999. Modul entomologi malaria 3. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Ditjen P2M dan PLP 1997. Vektor Malaria di Indonesia. Departemen Kesehatan RI. Jakarta [DPDS] 2010. Data potensi Desa Saketa Kecamatan Gane Barat, Kabupaten Halmahera Selatan. Kantor Desa Saketa. Duraiappah AK, Naeem S. 2005. Millenium Ecosystem Assesment; Ecosystem and Human Well-Being, biodiversity sinthesys. World Recouses Institute Washington. Favaro, EA, Mondini A, Dibo, MR, Barbosa AAC, Eiras AE, Neto FC. 2008. Assessment of entomological indicators of Aedes aegypti L. from adult and egg collection in Sao Paulo, Brazil. J. Vect. Ecol. 331:8-16 Fischer S, Scheigmann N. 2008. Association of immature mosquitoes and predatory insects in rain pools. J. Vect. Ecol. 331:46-55. Foley DH, Bryan JH. 2000. Shared salinity tolerance invalidates a test for the malaria vector Anopheles farauti s.s. on Guadalcanal, Solomon Islands [corrected]. J. Med. Vet. Entomol. 144:450-2. Garjito TA, Jastal, Wijaya Y, Lili, Chadijah S, Erlan A, Rosmini, Samarang, Udin Y, Labatjo Y. 2004. Studi bioekologi nyamuk Anopheles di wilayah pantai Timur Kabupaten Parigi-Moutong, Sulawesi Tengah. Bul. Penel. Kes. 32 2:49-61 Grieco JP, Rejmánková E, Achee NL, Klein CN, Andre R, Roberts D. 2007. Habitat suitability for three species of Anopheles mosquitoes: larval growth and survival in reciprocal placement experiments. J.Vect. Ecol. 322:176- 87. Hoedoyo, R. 1998. Morfologi daur hidup dan perilaku nyamuk dalam Parasitologi Kedokteran, Edisi ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta Imvoinpil DE, Keating J, Mbogo CM, Potts MD, Chowdhury RR, Beier JC. 2008. Abundance of immature Anopheles and Culicines Diptera: Culicidae in different water body types in the urban environmen of Malindi, Kenya. J. Vect. Ecol. 331:107-116 Kemenkes RI. 2001. Pedoman ekologi dan aspek perilaku vektor. Ditjen. PPM-L. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Kemenkes RI 2011. Kementerian Kesehatan RI. Propil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta Koenraadt. CJM, Paaijmans. KP, Schneider. P, Githeko. AK, Takken. W. 2006. Low larval vector survival explains unstable malaria in the western Kenya highlands. J. Trop. Med. Int. Hlth. 1180:1195-1205. Kordi KMGH, Tancung AB. 2007. Pengelolaan kualitas air dalam budidaya perairan. Rineke Cipta. Jakarta. Kweka EJ, Zhou G, Gilbreath TM, Afrane Y, Nyindo M, Githeko AK, Yan G. 2010. Predation efficiency of Anopheles gambiae larvae by aquatic predators in Western Kenya Highlands. J. Parasitol. Vect. 4128:1-7 Louca V, Lucas MC, Green C, Majambere M, Fillinger U, Lindsay AW. 2009. Role of Fish as Predators of Mosquito Larvae on the Floodplain of the Gambia River. J. Med. Entomol. 463:546–556. Marten GG, Nguyen M, Ngo G. 1999. Copepod predation on Anopheles quadrimaculatus larvae in rice field. J. Vect. Ecol 251:1-6 O’Connor CT, Soepanto A. 2000. Kunci bergambar untuk Anopheles Maluku dan Papua , Dit-Jen P2M PL Depkes RI. Jakarta. Ohba SY, Huynh TTT, Kawada H, Le LL, Ngoc HT, Hoang SL, Higa Y, Takagi M. 2010. Hateropteran insects as mosquito predators in water jars in southern Vietnam. J. Vect. Ecol. 170-174 Poncon N, Balenghien T, Toty C, Ferre JP, Thomas C, Dervieux A, L’Ambert G, Schaffner F, Bardin O, Fontinelle D, 2007. Biology and dynamics of potential malaria vektors in Southern France. J. Malaria , V. 618:1-9. Rao TR. 1981. The Anophelines of India. Council of Medical Research. New Delhi Rawlins C, Clark G G, Martinez R.1991. Effects of single introduction of Toxorhynchites moctezuma upon Aedes aegypti on Caribbean Island. J. Am. Mosq. Ctrl. Assoc . 71:7-10 Sattler MA, Mtasiwa D, Kiama M, Premji Z, Tanne M, Killeen GF, Lengele C. 2005. Habitat characterization and spatial distribution of Anopheles sp. mosquito larvae in Dar es Salaam Tanzania during an extended dry period. Malaria J. 44:10-25. Setyaningrum E, Murwani S, Rosa E, Andananta K. 2008. Studi ekologi perindukan nyamuk vektor malaria di Desa Way Muli, Kecamatan Rajabasa lampung Selatan. Proseeding Seminar hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Mmasyarakat Unila. Lampung Soekirno M, Santiyo K, Nadjib AA, Suyitno, Mursiyatno, Hasyimi M, 1997. Fauna Anopheles dan status, pola penularan serta endemisitas malaria di Halmahera, Maluku Utara. Cermin Dunia kedokteran. 118:15-24. Stoops CA, Gionar YR, Shinta, Priyanto S, Rahmat A, Elyazar IF, Sukowati S. 2008. Remotely-sensed land used pattern and the presence of Anopheles larva Diptera: Culicidae in Sukabumi, West Java, Indonesia. J. Vect. Ecol. 331:30-39. Suwito, Hadi UK, Singgih SH, Sukowati S. 2010. Distribusi spatial dan bioekologi Anopheles spp. di Lampung Selatan dan Pesawaran, Provinsi Lampung. J. Ekol. Kes. 93:1303-1310. Tuno N, Okeka W, Minakawa N, tagaki M, Yan G. 2005. Keberhasilan of Anopheles gambiae sensu stricto Diptera: Culicidae Larvae in Western Kenya Highland Forest. J. Med. Entomol. 423:270-277. Voshell J, Reese Jr. 2002. A Guide to common freshwater invertebrates of North America. The McDonald and Woodward Publishing Company. Blacksburg, VA. [WHO] World Health Organisation. 1982. Manual on environmental management for mosquito control with special emphasis on malaria vectors , WHO Offset Publication No. 66. Geneva. Winarno, Hutajulu B. 2009. Review of National vector control policy in Indonesia . Directorat of VBDC DG DC EH, MOH Indonesia. Makalah Laporan. Jakarta. Voshell J, Reese J. 2002. A guide to fresh water invertebrates of North America. Mc Donald, Woodward Publishing Co. Blacksburg.VA. Yawan SF, 2006. Analisis faktor risiko kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Bosnik Kecamatan Biak Timur , Kabupaten Biak-Numfor Papua [Tesis]. Pascasarjana Undip. Semarang.

BAB 5 PERILAKU MENGISAP DARAH NYAMUK

Anopheles spp. DI DESA SAKETA KABUPATEN HALMAHERA SELATAN [Biting behavior of Anopheles spp. mosquito in Saketa Village, South of Halmahera District] Abstrak Penelitian tentang perilaku mengisap darah dan perilaku istirahat pagi nyamuk Anopheles spp. dilakukan dari bulan September 2010 hingga Agustus 2011 di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan, bertujuan untuk mempelajari perilaku mengisap darah permalam dan perilaku mengisap darah perjam serta perilaku istirahat pagi nyamuk Anopheles spp. di wilayah Saketa. Penangkapan nyamuk dilakukan dengan metode human landing collection HLC pada empat jenis ekosistem yaitu permukiman, perkebunan, semak dan hutan. Pengumpulan data dilakukan tiap jam muali dari jam 18.00-06.00. Nyamuk yang dikumpulkan diidentifikasi dan dianalisis untuk menentukan laju menggigit permalam MBR dan laju menggigit perjamnya MHD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas mengisap darah Anopheles spp. di Desa Saketa berlangsung sepanjang bulan dalam satu tahun penangkapan. An. kochi adalah spesies dengan nilai MBR tertinggi yang berlangsung pada bulan Juni di ekosistem perkebunan. Secara umum, aktivitas mengisap darah memuncak pada bulan Februari, Maret April, Mei, Juni dan Juli dengan flukstuasi yang berbeda pada setiap spesies dan jenis ekosistem. Spesies dengan nilai MHD tertinggi adalah An. tessellatus yang berlangsung pada pukul 21.00-22.00 pada ekosistem perkebebunan. Secara umum nilai MHD memuncak sebelum tengah malam pada pukul 21.00-22.00 dan setelah tengah malam antara pukul 1.00-4.00. Terdapat lima jenis nyamuk Anopheles yang tertangkap istirahat pagi yaitu, An, indefinitus, An. kochi, An. tessellatus, An. vagus dan An. barbumbrosus. Tempat istirahat Anopheles spp. pada ekosistem semak adalah rumpun bambu, batang rumput, dan daunbatang tanaman perdu dan diperkebunan berupa alang-alang, rumpun sagu dan tanaman pagar rumpun bambu, rumpunbatang sagu, kolong pondokhuma, tumpukan sampah dedaunan dan tumpukan daun kering. Kata kunci : Anopheles spp, perilaku mengisap darah, Halmahera Selatan. Abstract Research on the biting behavior and the resting morning behavior of Anopheles spp. was conducted from September 2010 to August 2011 in Saketa village, South Halmahera Regency, aims to study the man biting behavior per nigt Man biting rateMBR and morning resting behavior of Anopheles in Saketa Village. Mosquitoes collection was conducted by human landing collection HLC on four types of ecosystem that is settlements, plantations, bush and forest. The data was collected every hour started from 18:00 to 6:00 hours. Mosquitoes collected were identified and analyzed to determine the biting rate per night MBR and biting rate per hour MHD. The results showed that the man biting activity of Anopheles spp. in Saketa toke place throughout the month within one year of arrest. An. kochi wasthe species with the higest MBR value which took place in June in plantation ecosystems. In general, MBR activity peaked in February, March April, May, June and July with different fluctuation in each species and ecosystem types. Species with the highest MHD value was An. tessellatus which occurred at 21:00 to 22:00 on the in plantation. Generally MHD values peaked before midnight at 21:00 to 22:00 and after the middle of the night between the hours of 01:00 to 04:00. There were five species of Anopheles mosquitoes caught in the morning resting i.e. An, indefinitus, An. kochi, An. tessellatus, An. vagus and An. barbumbrosus. The resting place of Anopheles in the morning on bushes ecosystem were in a clump of bamboo, grass stems, and leavesstems of shrubs. In plantation area, resting took place in sago groves, bamboo hedges, clumpstrunk sago, under the cottagefield for burning coconut fruits, waste piles and piles of leaves dry. Key words: Anopheles spp, biting behavior, South Halmahera

5.1 Pendahuluan

Pengendalian vektor merupakan unsur utama dalam keberhasilan program penegendalian penularan penyakit tular vektor di Indonesia. Salah satu aspek dalam kajian bionomik yang penting diperhatikan dalam dalam pengendalian vektor malaria adalah perilaku mengisap darah nyamuk Anopheles. Nyamuk merupakan serangga antropofilik dan bersifat antropogenik yang perilakunya cenderung menyesuaikan dengan perilaku manusia. Beberapa jenis kebiasaan masyarakat seperti begadang di malam hari di Bukit Menoreh dan tidur dengan telanjang dada di alam terbuka suku Kubu di Jambi berpengaruh pada tingginya tingkat penularan di daerah tersebut Depkes 2003. Nyamuk Anopheles bersifat krepuskular aktif pada pergantian siang dan malam dan nokturnal aktif malam hari. Aktivitas terbang harian dipengaruhi oleh faktor cuaca suhu dan kelembaban dan kebutuham fisiologis seperti aktivitas kawin, istirahat, mencari makanan dan meletakkan telur WHO 1975. Setiap spesies Anopheles memerlukan faktor-faktor yang spesifik untuk dapat menjadi vektor, seperti kesukaan preferensi dan frekuensi mengisap darahnya. Nyamuk Anopheles tertentu lebih menyukai darah binatang zoofilik atau manusia antropofilik atau keduanya zooantropofilik. Perilaku mengisap darah nyamuk vektor sangat penting untuk menghitung kemampuan penularan malarianya Warrell Gilles Pada siang hari nyamuk istirahat di beberapa tempat, dimana nyamuk yang istirahat dalam rumah lebih mudah ditemukan jika dibanding dengan yang di luar rumah. Perilaku istirahat Anopheles sangat beragam, populasi beberapa jenis nyamuk yang tinggi di Jamaika ditemukan di lubang kepiting Service 1976, gua- 1993. Perilaku mengisap darah menunjukkan pola yang sangat beragam tergantung spesies dan tempatnya. Di Kulonprogo Yogjakarta, Anopheles maculatus dan An. balabacensis menunjukkan aktivitas mengisap darah sepanjang malam dengan puncak antara pukul 21.00-22.00 dan 03.00-04.00 untuk An. maculatus dan antara pukul 19.00-21.00 dan 24.00-02.00 untuk An. balabacensis Barodji et al. 2003. Sementara itu di Padang Cermin dan Rajabasa, An. sundaicus dilaporkan aktif sepanjang malam dengan puncak antara pukul 02.00-03.00 Suwito et al. 2010. gua, cabang-cabang pohon, lumbung, pagar dan gorong-gorong WHO 1975, juga ditemukan istirahat di rerumputan, pinggiran atap, tumpukan kayu dan dinding di luar rumah Suwito et al. 2010. Pemahaman terhadap perilaku mengisap darah dan istirahat nyamuk akan sangat membantu program eleminasi vektor, namun demikian hingga saat ini penelitian mendalam tentang perilaku nyamuk Anopheles di Halmahera Selatan masih sangat terbatas, sehingga penelitian tentang perilaku mengisap darah dan istirahat nyamuk di daerah tersebut sangat diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perilaku nyamuk Anopheles yang berkaitan dengan perilaku mengisap darah per jam dan perilaku mengisap darah per malam pada ekosistem permukiman, perkebunan, semak dan hutan. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis perilaku istirahat pagi nyamuk Anopheles spp. di luar lingkungan permukiman ekosistem perkebunan dan semak.

5.2 Bahan dan Metode

Penelitian dilakukan di Desa Saketa Kecamatan Gane Barat Kabupaten Halmahera Selatan. Desa ini terletak di pantai barat sebelah selatan Pulau Halmahera, berlangsung selama 12 bulan dari bulan September 2010 hingga Agustus 2011. Data tentang perilaku mengisap darah diperoleh dari hasil penangkapan yang dilakukan pada empat jenis ekosistem yang berbeda yaitu hutan, perkebunan, semak, dan permukiman. Penangkapan dilakukan setiap jam pada malam hari mulai terbenam hingga terbitnya matahari 18.00-06.00 sebanyak empat kali dalam sebulan dengan menggunakan metode human landing collection HLC oleh dua orang pada setiap ekosistem. Nyamuk yang tertangkap dimasukkan ke paper cup dan dibawa ke laboratorium untuk identifikasi. Identifikasi dilakukan di bawah mikroskop stereo dengan buku kunci bergambar nyamuk Anopheles dewasa Maluku dan Papua O’Connor Soepanto 2000. Perilaku mengisap darah Anopheles disajikan dari hasil analisis terhadap laju mengisap darah nyamuk per malam atau man biting rate MBR dan laju mengisap darah nyamuk perjam atau man hour density MHD, dihitung menurut metode WHO 1975 dalam Munif 2007 yang kemudian disajikan dalam bentuk grafik. MBR dan MHD dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Man Biting Rate MBR MBR = Jumlah nyamuk tertangkap per spesies Jlh malam x jumlah umpan orang Man Hour Density MHD MHD = Jumlah nyamuk tertangkap perspesies Jlh jam penangkapan x jumlah umpan orang Pengumpulan nyamuk yang istirahat pagi hari morning resting collection bertujuan untuk mengamati nyamuk yang istirahat sebelum melakukan peletakan telur atau oviposisi. Nyamuk yang istirahat pada tumbuhan dikumpulkan dengan menggunakan aspirator yang merupakan metode standar dalam tekhnik entomologi. Pengumpulan nyamuk dilakukan pagi hari selama 1,5 jam dari jam 06.00 sd 07.30 oleh kolektor terlatih di perkebunan dan semak. Jenis dan lokasi tempat istirahat dicatat untuk keperluan karakterisasi tempat istirahat nyamuk. Jumlah nyamuk per spesies dihitung dan dianalisis secara diskriptik lalu disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Letak geografis dan altitude masing-masing tipe habitat diukur dengan menggunakan GPS Garmin etrex 30.

5.3 Hasil Dan Pembahasan

Perilaku mengisap darah yang selama ini dikenal dengan perilaku menggigit merupakan aspek penting dalam bioekologi Anopheles. Aktivitas mengisap darah dibedakan berdasarkan periode waktu mengisap darah yaitu per malam MBR, dan per jam MHD. Angka MBR dan MHD menunjukkan besaran jumlah vektor yang mengisap darah manusia yang mempengaruhi jumlah kasus malaria, sehingga rekaman data dapat dijadikan rujukan untuk peringatan dini dan penyusunan strategi pengendalian vektor dan antisipasi untuk kebijakan klinis. Aktivitas mengisap darah perorang permalam dihitung selama 12 bulan penangkapan menunjukkan pola yang berfluktuasi antar bulan penangkapan. Kecuali An. subpictus, semua spesies menunjukkan aktivitas mengisap darah yang rendah pada bulan pertama penangkapan September 2010. Aktivitas umumnya memuncak pada bulan Maret hingga Juni-Juli 2011. 5.3.1 Aktivitas mengisap darah per malam MBR 5.3.1.1 Grup Anopheles punctulatus 5.3.1.1.1 Anopheles punctulatus An. punctulatus merupakan satu-satunya jenis Anopheles yang nilai MBRnya mencapai puncak pada bulan Februari yang terjadi pada ekosistem perkebunan dan hutan, MBR Anopheles lainnya mencapai puncaknya setelah bulan Februari. Rerata nilai MBRnya adalah 0,05, 0,16, 0,01 dan 0,06 nyamuk orangmalam berturut-turut untuk hutan, perkebunan, permukiman dan semak. Nilai MBR An. punctulatus di desa Saketa lebih rendah jika dibandingkan dengan yang dilaporkan di Desa Doro dengan nilai MBR teringgi 0,25 nyamukorang malam dan terendah 0.0 nyamukorangmalam Mulyadi 2010. Gambar 18 menunjukkan bahwa antara MBR dan intensitas curah hujan tidak paralel yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara curah hujan dengan nilai MBR. Hal ini juga dilaporkan oleh Mulyadi 2010 yang menyatakan bahwa curah hujan tidak berpengaruh terhadap nilai MBR An. punctulatus di Desa Doro. Kehadiran An. puctulatus perlu diwaspadai pada bula Februari, Maret dan April, karena pada bulan tersebut populasinya cukup tinggi. Fluktuasi nilai MBR An. punctulatus dan intensitas curah hujan pada setiap jenis ekosistem disajikan pada Gambar 18. Gambar 18 Kepadatan mengisap darah perorang permalam MBR An. punctulatus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa September 2010-Agustus 2011 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags An. punctulatus CH Hutan Perkebunan Permukiman Semak Cura h hu ja n m m ha ri MB R

5.3.1.1.2 Anopheles farauti

Nilai rata-rata MBR An. farauti selama satu tahun adalah 0,39, 0,24, 0,5 dan 0.06 dan nyamukorangmalam berturut-turut untuk semak, hutan, kebun dan permukiman. Anktivitas mengisap darah An. farauti dari bulan September hingga Maret memiliki puncak dan lembah yang sangat kecil, kemudian meningkat tajam pada bulan April dan Juni. Pada bulan November aktivitas mengisap darah di semak mencapai puncak dengan nilai 0,88 nyamukorangmalam yang merupakan nilai MBR tertinggi yang dicapai An. farauti hingga bulan April. Dari bulan September hingga Maret nilai MBR pada semua jenis ekosistem secara umum rendah. MBR juga mencapai puncak tertinggi di perkebunan pada bulan April dengan nilai 2,0 nyamukorangmalam, ini merupakan nilai MBR tertinggi dari nyamuk An. farauti di antara semua jenis ekosistem. Di semak MBR tertinggi terjadi pada bulan Juni 1,8 nyamukorangmalam, MBR pada semua jenis ekosistem juga memuncak pada bulan Juni dan menurun secara bersamaan pada bulan Juli hingga Agustus. Nilai MBR An. farauti di Desa Saketa lebih tinggi jika dibandingkan dengan di Desa Doro sebagaimana yang dilaporkan oleh Mulyadi 2010. Nilai MBR An. farauti selama 6 bulan penangkapan di Desa Doro adalah 0,75, 0,10, 0,13, 0,24, 0,39, dan 0,29 nyamukorangmalam, berturut-turut dari bulan Maret hingga Agustus 2010. Fluktuasi nilai MBR An. farauti disajikan pada Gambar 19. Gambar 19 Kepadatan mengisap darah perorang permalam MBR An. farauti pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa September 2010- Agustus 2011 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 0,5 1 1,5 2 2,5 Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags An. farauti CH Hutan Perkebunan Permukiman Semak MB R Cura h hu ja n m m ha ri

5.3.1.1.3 An. koliensis

Rerata nilai MBR An.koliensis pada setiap jenis ekosistem adalah 1,52, 1,42, 0,14 dan 0,18 nyamukorangmalam, masing-masing untuk ekosistem hutan, perkebunan, permukiman dan semak. Nilai MBR pada setiap jenis ekosistem mencapai puncaknya pada bulan Maret dengan nilai 16,37, 10,1 0,37, 1,37 dan 1,75 nyamukorangmalam, berturut-turut untuk ekosistem hutan, perkebunan, permukiman dan semak. Dari Gambar 20 nampak bahwa nilai MBR tidak dipengaruhi oleh curah hujan. Dari bulan Mei hingga Agustus, nilai MBR sangat rendah bahkan pada ekosistem perkebunan dan semak nilainya nol tidak ada satu ekosrpun nyamuk yang tertangkap. Gambar 20 Kepadatan mengisap darah perorang permalam MBR An. koliensis pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa September 2010-Agustus 2011

5.3.1.2 Anopheles barbumbrosus

An. barbumbrosus mengisap darah hampir sepanjang bulan penangkapan dengan frekuensi yang berbeda pada setiap ekosistem. Aktivitas mengisap pada tiga jenis ekosistem mulai meningkat pada bulan Februari-Maret dan mencapai puncak tertinggi kecuali di permukiman pada bulan Juni dengan nilai MBR 2,5 dan 2,4 nyamukorangmalam masing-masing pada hutan dan perkebunan. Pada bulan itu, intensitas curah hujan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Pola aktivitas mengisap darah perorang permalam disajikan pada Gambar 21. 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags An. koliensis CH Hutan Perkebunan Permukiman Semak MB R Cura h hu ja n m m ha ri Gambar 21 Kepadatan mengisap darah perorang permalam MBR An. barbumbrosus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa September 2010-Agustus 2011 Nilai rerata MBR An. barbumbrosus adalah 0,48, 0,72, 0,08 dan 0,39 nyamukorangmalam, masing-masing untuk ekosistem hutan, perkebunan, permukiman dan semak. Hal ini menunjukkan bahwa nilai MBR di permukiman lebih tinggi jika dibandingkan dengan di semak yang dapat diartikan bahwa potensi gangguan An. barbumbrosus lebih besar di rumah dari pada di semak. Pada bulan Juli aktivitas mengisap darah permalam menurun, kecuali pada ekosistem permukiman. Dari bulan September 2010 hingga Februari 2011, nilai MBR pada semua jenis ekosistem cukup rendah jika dibandingkan dengan nilai MBR pada bulan penangkapan berikutnya, pada periode tersebut rata-rata curah hujan cukup tinggi, bahkan Pada bulan Desember saat curah hujan memuncak, tidak ditemukan An.barbumbrosus di semua jenis ekosistem.

5.3.1.3 Anopheles indefinitus

Nilai rerata MBR untuk nyamuk An. indefinitus adalah 24,18, 9,03, 2,46 dan 14,81 nyamukorangmalam berturut-turut pada ekosistem hutan, perkebunan, permukiman dan semak. Pola fluktuasi nilai MBR pada nyamuk An. indefinitus di semua jenis ekosistem Gambar 22 menunjukkan pola yang mirip dengan pola MBR pada An. barbumbrosus dan An. farauti. 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags An. barbumbrosus CH Hutan Perkebunan Permukiman Semak MB R C ur ah huj an m m ha ri Gambar 22 Kepadatan mengisap darah perorang permalam MBR An. indefinitus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa September 2010-Agustus 2011 MBR pada bulan September hingga Maret menunjukkan nilai rata-rata yang lebih rendah kemudian meningkat bersamaan pada bulan April dan meningkat tajam bagi ekosistem hutan pada bulan Juni dengan nilai MBR 93,3 nyamukorangmalam. Nilai MBR di semak menunjukkan puncak ganda pada bulan April dan Juni dengan nilai MBR 5,6 dan 59.1 nyamukorang permalam.

5.3.1.4 An. kochi

Nilai MBR An. kochi pada 3 bulan pertama sangat rendah berkisar dari 0,25-3,25 nyamukorangmalam dan mulai meningkat pada bulan Januari hingga mencapai puncaknya pada bulan Juni. Pada bulan ini, nilai MBR tertinggi adalah 107,9 nyamukorangmalam perkebunan, diikuti semak 102,3nyamukorang malam, hutan 81,5 nyamukorangmalam, dan yang terendah di permukiman 5,8 nyamukorang malam. Rerata nilai MBR teringgi terdapat di perkebunan 35,4 nyamukorangmalam diikuti hutan 18,0 nyamukorangmalam, semak 16.7 nyamukorangmalam dan terendah di permukiman 4,1 nyamukorang malam. Fluktuasi nilai MBR An. kochi dan pola curah hujan disajikan pada Gambar 23. -5,0 5,0 15,0 25,0 35,0 45,0 55,0 65,0 75,0 85,0 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags An. indefinitus CH Hutan Perkebunan Permukiman Semak MB R C ur ah huj an m m har i Gambar 23 Kepadatan mengisap darah perorang permalam MBR An. kochi pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa September 2010-Agustus 2011 Jika grafik MBR An. kochi dikaitkan dengan grafik curah hujan, maka nilai MBR pada bulan September hingga Februari tidak dipengaruhi oleh curah hujan, tetap stasioner pada saat curah hujan meningkat, bahkan cenderung naik saat curah hujan turun. Hal ini berbeda dengan yang terjadi dari Februari, Maret hingga April, dimana nilai MBR meningkat terutama di perkebunan. Kenaikan ini seiring dengan kenaikan curah hujan yang meningkatkan kelembaban udara. Pada bulan April hingga Mei nilai MBR tetap meningkat kecuali di permukiman pada saat curah hujan menurun.

5.3.1.5 Anopheles subpictus

An. subpictus ditemukan di daerah pantai, baik di dalam maupun di luar rumah, di Donggala ditemukan pada habitat berupa air payau dan tambak terlantar yang ditumbuhi tanaman air, atau tempat persiapan tambak yang airnya payau dan terkena sinar matahari langsung, nyamuk ini ditemukan paling banyak pada awalo musim kemarau Jasta et al. 2003. Di Saketa, nyamuk ini ditemukan di habitat temporal yang tidak berhubungan dengan air laut seperti kobakan, kubangan dan tapak ban. Aktif mengisap darah pada malam hari, MBRnya sangat fluktuatif dengan nilai yang lebih tinggi pada awal penangkapan September dan berikutnya turun hingga 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 20 40 60 80 100 120 Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags An. kochi CH Hutan Perkebunan Permukiman Semak MB R Cura h hu ja n m m ha ri mencapai titik nol pada bulan Desember hingga Februari, nilai nol berlanjut hingga bulan Maret pada ekosistem semak dan permukiman. Nilai MBR meningkat kembali pada bulan Maret pada ekosistem hutan dan pada bulan April pada ketiga jenis ekosistem lainnya. Di permukiman, nyamuk ini hanya tertangkap pada bulan September dan April dengan jumlah populasi yang rendah. Fluktuasi nilai MBR An. subpictus dan intensitas curah hujan di sajikan pada Gambar 24. Nilai rata-rata MBR An. subpictus adalah 0,78, 0,22, 0, 20 dan 0,04 masing-masing pada ekosistem hutan, perkebunan, semak dan permukiman. Kisaran nilai MBR ini lebih lebar jika dibandingkan dengan kisaran nilai MBR An. subpictus di Siboang, Sulawesi Tengah yang dilaporkan antara 0.08 hingga 0,40 Jasta et al. 2003. Menurut Winarno dan Hutajulu 2008, An. subpictus merupakan vektor malaria di Maluku Utara sehingga kehadirannya perlu diwaspadai. Sukowati 2009 melaporkan An. subpictus sebagai vektor malaria di Sumatera Barat, Jawa Timur, NTB, NTT dan Sulawesi Selatan, dan bukan merupakan vektor malaria di Maluku Utara. Gambar 24 Kepadatan mengisap darah perorang permalam MBR An. subpictus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa September 2010-Agustus 2011 -5,0 5,0 15,0 25,0 35,0 45,0 55,0 65,0 75,0 85,0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags An. subpictus CH Hutan Perkebunan Permukiman Semak Cura h hu ja n m m ha ri MB R

5.3.1.6 Anopheles tessellatus

Aktivitas An tessellatus lebih banyak dilakukan di luar rumah Munif, Sudomo Soekirno 2007. Di Saketa nilai MBR An. tessellatus menunjukkan pola yang hampir sama dengan An. indefinitus dan An. kochi yang mendatar pada beberapa bulan penangkapan dari September 2010 hingga Februari dan Maret 2011. Nilai MBR mulai meningkat pada bulan Maret perkebunan, April semak, Mei hutan dan permukiman dan semuanya mencapai puncaknya pada bulan Juni. Nilai MBR rata-rata adalah 1,54, 2,96, 2,21 dan 0,61 berturut-turut pada ekosistem hutan, perkebunan, semak dan permukiman. Nilai ini jauh lebih tinggi dibanding nilai MBR An. tessellatus di Lengkong, Sukabumi nilai MBR An. tessellatus adalah 0,43 Munif, Sudomo Soekirno 2007. Nyamuk ini tergolong vektor malaria di Sulawesi Utara Sukowati 2009. Fluktuasi nilai MBR An. tessellatus dan intensitas curah hujan perbulan disajikan pada Gambar 25. Gambar 25 Kepadatan mengisap darah perorang permalam MBR An. punctulatus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa September 2010-Agustus 2011 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 2 4 6 8 10 12 14 16 Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags An. tessellatus CH Hutan Perkebunan Permukiman Semak Cura h hu ja n m m ha ri MB R

5.3.1.7 Anopheles vagus

Nilai MBR rata-rata An. vagus adalah 1,15, 0,49, 0,57 dan 0,23 nyamuk orangmalam berturut-turut pada ekosistem hutan, perkebunan, semak dan permukiman. Nyamuk ini ditemukan dalam 5 bulan penangkapan pada ekosistem hutan, semak dan perkebunan, dan 2 bulan pada permukiman. Nilai tertinggi diperoleh pada bulan Juli pada ekosistem hutan 7,75 orangpermalam. Nilai MBR ini lebih rendah jika dibandingkan dengan yang diperoleh di Kecamatan Simpenan, Sukabumi yaitu 177,5 orangpermalam yang diperoleh dari An. vagus yang aktif di luar dan di dalam rumah. An. vagus dikonfiormasi sebagai vektor potensial karena mempunyai indeks sporozoit 0,0012. Selain itu karena populasinya yang paling tinggi dibanding spesies Anopheles lainnya di wilayah Saketa, maka nyamuk ini harus diperhatikan Munif et al. 2008. An. vagus di beberapa tempat kurang diperhatikan dari segi kevektoran. Di India ia dianggap sebagai vektor pendamping di tenggara Pulau Andaman dan Nicobar, India Kaliannagoun et al. 2005. Di Indonesia, An. vagus dikonfirmasi sebagai vektor di Jawa Barat dan Nusa tenggara Timur Sukowati 2009; Winarno Hutajulu 2009. Fluktuasi nilai MBR An. vagus dan intensitas curah hujan disajikan pada Gambar 24. Gambar 26 Kepadatan mengisap darah perorang permalam MBR An. vagus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa September 2010- Agustus 2011 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags An. vagus CH Hutan Perkebunan Permukiman Semak Cur ah huj an m m ha r i M BR 5.3.2 Aktivitas mengisap darah per jam MHD MHD menunjukkan jumlah atau kepadatan nyamuk yang mengisap darah per orang perjam. Nilai MHD setiap spesies pada setiap jenis ekosistem sangat bervariasi, demikian pula halnya dalam setiap jam penangkapan. Nilai MHD setiap spesies Anopheles spp. pada empat jenis ekosistem di desa Saketa disajikan sebagai berikut;

5.3.2.1 Grup Anopheles punctulatus

5.3.2.1.1 Anopheles punctulatus

Hasil analisis terhadap aktivitas mengisap darah An. punctulatus disajikan pada Gambar 27. Dari gambar tersebut tampak bahwa, puncak aktivitas mengisap darah tertinggi terjadi pada ekosistem semak yang terjadi antara pukul 02.00- 03.00. Aktivitas mengisap darah per jam lebih tinggi jika dibandingkan dengan ke tiga jenis ekosistem lainnya. Di ekosistem perkebunan aktivitas mengisap darah mencapai puncaknya antara pukul 01.00-02.00 dan 03.00-05.00. An. punctulatus nampaknya bersifat kreposkuler di permukiman, karena nyamuk ini hanya aktif mengisap darah sebanyak dua kali sepanjang malam, yaitu antara pukul 19.00- 20.00 dan 05.00-06.00. Grup punctulatus An. punctulatus, An. koliensis, dan An. farauti merupakan vektor malaria dan filariasis Bancrofti yang penting. Aktivitas mengisap darah An. punctulatus berlangsung secara nokturnal, biasanya memuncak sekitar pukul 22:00. Samarawickrema et al. 1993 melaporkan bahwa An. punctulatus yang merupakan vektor utama di Solomon lebih senang mengisap darah manusia di dalam rumah dan puncaknya terjadi sekitar tengah malam. Sedangkan di Desa Doro 79 An. punctulatus aktif mengisap darah di luar rumah dan puncaknya terjadi sekitar pukul 19.00-20.00 Mulyadi 2010.