Habitat perkembangbiakan Anopheles spp.

3. 1. Pendahuluan

Desa Saketa memiliki luas ± 14.000 Ha, 4000 Ha di antaranya dalam bentuk hutan dan semak yang tidak dimanfaatkan, ± 150 Ha merupakan kawasan permukiman, dan selebihnya merupakan lahan perkebunan rakyat GBDA, 2010 Penduduk Desa Saketa berjumlah 1.993 orang yang terdiri dari 402 KK. Saat ini di Desa Saketa terjadi perluasan wilayah perkebunan, penebangan hutan oleh pemegang HPH dan perubahan fungsi hutan secara drastis. Pembukaan lahan untuk perkebunan telah terjadi sejak lama dan semakin cepat seiiring dengan naiknya harga komoditas perkebunan. Sebagian besar warga Desa Saketa merupakan petani kebun 49,3, nelayan 13,2, dan sisanya bekerja sebagai pengolah kayu di hutan, buruh pelabuhan, pedagang dan pegawai yang sebagian besar di antaranya juga bekerja paruh waktu di kebun PPDS, 2010. Aktivitas warga yang tinggi di lingkungan perkebunan, diduga telah memicu laju penyebaran malaria dari vektor ke manusia. Hal ini diindikasikan dengan tingginya kasus malaria yang terjadi selama ini. Desa Saketa merupakan daerah endemis malaria dengan tingkat infeksi tinggi, sehingga untuk daerah ini malaria masih merupakan masalah utama bagi kesehatan masyarakat. Berbagai upaya pemberantasan vektor telah dilakukan, akan tetapi angka penderita malaria masih tetap tinggi. Sejak tahun 2007 hingga 2009 tercatat sebanyak 1.296 orang penderita PSKGB, 2010. Penyebabnya kemungkinan disebabkan terdapatnya berbagai jenis vektor dan habitatnya yang mendukung perkembangan dan pertumbuhannya, sehingga diperlukan pengamatan vektor untuk mengatasi masalah malaria di daerah ini. Perubahan kompleksitas tanaman akan mempengaruhi komposisi, kelimpahan dan sebaran hewan yang berperan dalam siklus transmisi penyakit pada manusia. Perubahan fungsi hutan dan fragmentasi habitat yang diikut i dengan berkurangnya biodiveristas akan meningkatkan laju kontak antara manusia dengan berbagai jenis patogen dan vektor penyakit Pongsiri et al. 2009. Penurunan keanekaragaman hayati di sekitar habitat nyamuk berpengaruh terhadap munculnya kembali suatu penyakit, dimana hal ini masih kurang memperoleh perhatian. Berkurangnya keanekaragaman hayati akibat deforestasi berpengaruh langsung terhadap penyebaran penyakit zoonotik dan perubahan perilaku vektor zoophilik menjadi antropophilik Walsh et al. 1993. Kerusakan lingkungan dan ekspansi populasi vektor berperan penting dalam meningkatnya penyakit zoonotik secara drastis Jones et al. 2008. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman, kelimpahan, dominasi, dan preferensi nyamuk Anopheles spp. terhadap beberapa jenis ekosistem yang berbeda di Desa Saketa, Halmahera Selatan.

3. 2 Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan selama 12 bulan dari bulan September 2010 hingga Agustus 2011, bertempat di Desa Saketa, Kecamatan Gane Barat, Kabupaten Halmahera Selatan yang merupakan kabupaten dengan kategori transmisi malaria tinggi [DKKHS 2008]. Desa ini terletak di pantai barat sebelah selatan Pulau Halmahera yang merupakan desa pantai yang dikelilingi oleh pegunungan dan sebagian besar wilayahnya merupakan lahan perkebunan, semak serta hutan. Penangkapan nyamuk dilakukan pada empat jenis ekosistem yang berbeda yaitu permukiman, perkebunan, semak dan hutan. Penangkapan dilakukan setiap jam mulai terbenam hingga terbitnya matahari pukul 18.00 hingga pukul 06.00 sebanyak empat kali dalam sebulan dengan metode human landing collection HLC yang dilakukan oleh 2 orang penangkap terlatih. Nyamuk yang tertangkap dimasukkan ke paper cup dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi di bawah mikroskop stereo dengan buku kunci bergambar nyamuk Anopheles dewasa Maluku dan Papua O’Connor Soepanto 2000. Data yang terkumpul berupa jumlah nyamuk per spesies dari setiap jenis ekosistem dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel disrtribusi kelimpahan dan grafik. Data jumlah Anopheles dianalisis dengan menggunakan beberapa parameter yaitu: Kelimpahan nisbi dihitung berdasarkan proporsi nyamuk spesies Anopheles tertentu terhadap jumlah total nyamuk Anopheles yang tertangkap dikali 100. Keanekaragaman spesies dihitung menggunakan indeks Shannon-Wienner, sedangkan dominasi dihitung dengan menggunakan rumus: D = Keterangan : D = Indeks dominasi jenis, ni = Jumlah nyamuk jenis ke-i N = Jumlah seluruh nyamuk 1 1 1 − − ∑ = N N ni ni P i Hasil analisis variabel ekologi yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan diagram, kemudian dideskripsikan dan dijadikan acuan inferensial. Preferensi spesies terhadap jenis ekosistem dianalisis dengan correspondence analysisCA Bengen 1999 menggunakan perangkat lunak Excell stat.2011.

3.3 Hasil dan Pembahasan

3.3.1 Komunitas dan Sebaran Nyamuk Anopheles spp.

Jumlah nyamuk Anopheles yang tertangkap pada empat jenis ekosistem yang berbeda yaitu permukiman, perkebunan, semak dan hutan berjumlah 13.642 individu. Nyamuk Anopheles yang tertangkap terdiri dari 10 spesies yaitu, An. barbumbrosis, An. farauti, An. hackeri, An. indefinitus, An. kochi, An. koliensis, An. punctulatus, An. subpictus, An. tessellatus, dan An. vagus. Proporsi populasi tertinggi terdapat pada ekosistem perkebunan 35,82, diikuti oleh ekosistem hutan 33,78, semak 24,98, dan terendah di permukiman 5,42. An. kochi memiliki kelimpahan nisbi tertinggi 52,17 diikuti oleh An. indefinitus dan An. tessellatus 35,52 dan 5,15, serta terendah adalah An. hackeri 0,02. Proporsi spesies lainnya relatif rendah yaitu 7,13, dengan persentase per spesies kurang dari 2,5. An. kochi mendominasi ekosistem perkebunan, semak dan permukiman, sementara An. indefinitus mendominasi hutan. An. indefinitus ditemukan dalam setiap bulan penangkapan pada ekosistem hutan, perkebunan dan semak, sementara An. kochi ditemukan di hutan pada setiap bulan penangkapan. Spesies lainnya memiliki frekuensi kurang dari 1,0 yang menunjukkan keberadaan spesies tersebut kurang dari 100 sepanjang 12 bulan penangkapan. Frekuensi keberadaan An. koliensis, An. punctulatus, An. subpictus, dan An. vagus kurang dari 50, sedangkan An. hackeri hanya tertangkap di hutan dan semak dengan frekuensi 8. Jumlah spesies yang ditemukan lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Syafruddin et al. 2010 bahwa di Halmahera Selatan selama November 2008 hingga Oktober 2009 tertangkap 28 nyamuk Anopheles dan terdiri atas 5 spesies yaitu An. vagus, An. kochi, An. farauti, An. barbumbrosus dan An. punctulatus, dan spesies dominan adalah An. vagus. Tabel 1 Sebaran dan indeks keanekaragaman Anopheles spp. pada tiap jenis ekosistem di Desa Saketa, Kab. Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011 Spesies Jenis ekosistem total Permukiman Perkebunan Semak Hutan An. barbumbrosus 8 70 38 47 163 1,19 An. farauti 6 48 38 24 116 0,85 An. hackeri 1 2 3 0,02 An. indefinitus 236 867 1.422 2.321 4.846 35,52 An. kochi 390 3.398 1.599 1.730 7.117 52,17 An. koliensis 13 137 18 146 314 2,3 An. punctulatus 1 15 6 5 27 0,2 An. subpictus 4 21 19 75 119 0,87 An. tessellatus 59 284 212 148 703 5,15 An. vagus 22 47 55 110 234 1,72 Jumlah nyamuk 739 4.887 3.408 4.608 13.642 100 Jumlah spesies 9 9 10 10 - - Proporsi per ekosistem 5,42 35,82 24,98 33,78 100 Indeks keanekaragaman H 1,1 1,2 1,1 1,2 - - Tabel 1 menujukkan bahwa An. kochi merupakan spesies Anopheles dengan Sebagian besar populasi Anopheles menyebar pada ekosistem perkebunan An. barbumbrosus, An. farauti, An. kochi, An. punctulatus dan An. tessellatus. Spesies An. hackeri, An. indefinitus, An. koliensis dan An. vagus memiliki jumlah yang lebih tinggi pada ekosistem hutan. Pada ekosistem semak dan permukiman tidak ditemukan spesies dominan sebagaimana halnya pada ekosistem hutan dan perkebunan. Sebaran Anopheles per spesies disajikan pada Tabel 1. kelimpahan nisbi tertinggi yaitu 52,17 diikuti oleh An. indefinitus 35,52 dan terendah adalah An. punctulatus 0,2. Meskipun kelimpahan An.kochi dan An. indefinitus cukup tinggi, tetapi spesies ini bukan vektor di Maluku Utara. An. indefinitus sejauh ini bersifat tidak susceptible tidak rentan terhadap parasit, dan belum pernah dilaporkan sebagai vektor malaria, sehingga hanya menyebabkan gangguan terhadap manusia. Kelimpahan An. kochi yang tinggi tetap perlu mendapat perhatian dalam kaitannya dengan penyakit filariasis, spesies ini merupakan vektor filariasis di Papua yang secara geografis berdekatan dengan Halmahera. An. kochi telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria di Sumatera Selatan dan pada tahun 1993 dilaporkan sebagai vektor Japanese encephalitis di Semarang Winarno