Penguatan kapasitas lembaga simpan pinjam rukun lestari untuk pemberdayaan masyarakat miskin

(1)

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM

RUKUN LESTARI

UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

(

KASUS DI RW 04 DUSUN DAWUKAN DESA SENDANGTIRTO

KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN

YOGYAKARTA)

DJULI SUGIARTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

i

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir kajian pengembangan masyarakat dengan judul “Penguatan Kapasitas Lembaga Simpan Pinjam Rukun Lestari Untuk Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Kasus di RW 04 Dusun Dawukan Desa Sendangtirto Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman Yogyakarta”, adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian tugas akhir ini.

Bogor, Oktober 2006

DJULI SUGIARTO NRP. A154050145


(3)

ii DJULI SUGIARTO, Penguatan Kapasitas Lembaga Simpan Pinjam Rukun Lestari untuk Pemberdayaan Masyarakat Miskin. Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA.

Lembaga Simpan Pinjam Rukun Lestari berdiri atas prakarsa kelompok karyawan karyawati RW 04 Dusun Dawukan Desa Sendangtirto, sebagai bentuk keprihatinan atas tidak adanya perhatian dan bantuan pemerintah dalam hal ini pemerintah Desa Sendangtirto terhadap warga miskin di lingkungan RW 04 Dusun Dawukan Desa Sendangtirto. Selama 6 tahun sejak berdiri oktober 1999 kegiatan berkelanjutan, namun lembaga tersebut belum bisa memenuhi harapan anggota dalam meningkatkan tingkat sosial ekonominya sesuai tujuan lembaga dalam menyediakan pinjaman sesuai dengan modal usaha.

Tujuan kajian ini adalah teridentifikasi masalah secara partisipatif, temuan permasalahan baik itu hambatan dan potensi selanjutnya dipecahkan bersama melalui Focus Group Discussion (FGD) yang difasilitasi oleh pengkaji. Pokok permasalahan adalah lemahnya manajemen lembaga berpengaruh pada tidak optimalnya kinerja pengurus dalam memberikan pelayanan kepada anggota secara maksimal, sehingga kajian pengembangan masyarakat melalui perencanaan program dan strategi di arahkan pada “Penguatan Kapasitas Lembaga Simpan Pinjam Rukun Lestari untuk Pemberdayaan Masyarakat Miskin”.

Kondisi lemahnya manajemen lembaga simpan pinjam tersebut disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan kemampuan lembaga dalam pengelolaan usaha, kurangnya modal dalam memenuhi modal usaha, terbatasnya pengelolaan usaha serta kurang adanya kerjasama antara pengurus, anggota, tokoh masyarakat dan instansi terkait. Permasalahan tersebut memunculkan; 1) terbatasnya sumber lembaga dalam menunjang modal usaha yang diharapkan, 2) kurang mampu dalam pengelolaan usaha, 3) pengembangan jaringan kerjasama dan tidak optimalnya kinerja pengurus.

Potensi sistem sumber dalam penguatan kapasitas lembaga yang berhasil digali selama penyusunan program dan strategi oleh seluruh peserta antara lain : 1) anggota Rukun Lestari memiliki kemauan untuk merubah nasib untuk mengembangkan lembaga, 2) adanya kepercayaan anggota kepada pengurus, 3) dukungan tokoh masyarakat, 4) dukungan dan fasilitasi pengurus BKM, 5) pemerintah Desa dan fasilitasi dan dukungan dari Dinas P2KPM Kabupaten Sleman.

Berdasarkan kegiatan kajian pengembangan masyarakat diketahui partisipasi aktif anggota dalam lembaga sangat diperlukan pada semua level kegiatan dalam perencanaan program, pelaksanaan pengelolaan usaha, monitoring dan evaluasi. Adanya keterlibatan seluruh komponen lembaga simpan pinjam Rukun Lestari baik itu pengurus, anggota, stakeholders dan pihak terkait sesuai kepentingannya, memunculkan sinergi pada pelaksanaan pelayanan pengelolaan usaha simpam pinjam sesuai harapan dan permasalahan yang dirasakan oleh anggota. Selanjutnya keterlibatan/partisipasi anggota akan memunculkan kesadaran dan trust yang dibutuhkan oleh pengurus dalam menjalankan pelayanan, sehingga kegiatan partisipatif pada kegiatan pengembangan masyarakat merupakan kunci keberlanjutan.


(4)

iii Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya


(5)

iv

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN

LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

(Kasus di RW 04 Dusun Dawukan Desa Sendangtirto Kecamatan

Berbah Kabupaten Sleman Yogyakarta)

DJULI SUGIARTO

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(6)

v Lestari untuk Pemberdayaan Masyarakat Miskin

Nama : Djuli Sugiarto

NRP : A154050145

DISETUJUI KOMISI PEMBIMBING

Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi. Ketua

Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja. MSc. Anggota

Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

Dr. Djuara P. Lubis, MS.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Khairil A. Notodipuro, M.S.

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :


(7)

vi Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mahaesa karena atas berkat dan rahmat-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir kajian pengembangan masyarakat sebagai satu persyaratan menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Judul kajian pengembangan masyarakat ini adalah “Penguatan Kapasitas Lembaga Simpan Pinjam Rukun Lestari untuk Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Kasus di RW 04 Dusun Dawukan Desa Sendangtirto Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman Yogyakata”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dr. Marjuki, M.Sc. selaku Kepala Badan Pendidikan dan Penelitian Sosial Departemen Sosial RI.

2. Bapak Dr. Ir. Khairil A. Notodipuro, MS. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

3. Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. selaku Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB).

4. Bapak Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi. selaku Ketua Komisi Pembimbing.

5. Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, M.Sc. selaku Anggota Komisi Pembimbing.

6. Ibu Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MS. selaku Penguji Luar Komisi Pembimbing.

7. Ibu Dra. Neni Kusumawardhani, MS. selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung.

8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

9. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Angkatan III Tahun 2005-2006.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan kontribusi bagi penyelesaian tugas akhir ini.

Atas segala perhatian, bantuan dan kerjasamanya sekali lagi penulis mengucapkan banyak terima kasih, semoga kebaikan Bapak dan Ibu memperoleh imbalan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Mahaesa.

Penulis dengan senang hati menerima saran dan masukan dari para pembaca, dalam upaya penyempurnaan tugas akhir ini. Akhirnya, semoga kajian ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2006


(8)

vii Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 9 Juli 1967, sebagai anak ketujuh dari sembilan bersaudara dengan orang tua R. Soejitno dan Moeljani.

Pendidikan yang ditempuh oleh penulis adalah SD Negeri Jagalan III Kediri lulus tahun 1980, SMP Negeri III Kediri lulus tahun 1983, SMA Negeri I Kediri lulus tahun 1986, Diploma III Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung lulus tahun 1990 dan FISIPPOL Universitas Pattimura Ambon lulus tahun 1996.

Tahun 1994 penulis menikah dengan Setiawati Sujono dikarunia dua orang anak, yaitu Faris Yusuf Baktiar lahir pada tahun 1994 dan Aura Nisa Alfira lahir pada tahun 2002.

Pada tahun 1991 penulis diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) ditempatkan di Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi Maluku bertugas sampai dengan Mei 1999 dan pindah tugas di Dinas Sosial Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dari Juni 1999 sampai sekarang. Selanjutnya, pada tahun 2005 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).


(9)

viii Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan dan Kegunaan Kajian ... 7

KERANGKA KAJIAN ... 8

Kemiskinan ... 8

Masyarakat ... 12

Kelembagaan Ekonomi Lokal ... 13

Usaha Simpan Pinjam ... ... 15

Kinerja Lembaga Simpan Pinjam ... 17

Pemberdayaan ... ... 19

Penguatan Kapasitas ... 21

Kerangka Pemikiran ... 22

METODE KAJIAN ... 25

Tipe dan Aras Kajian ... 25

Strategi Kajian ... 25

Lokasi dan Waktu Kajian ... 26

Metode Pengumpulan Data ... 27

Analisis dan Pelaporan ... ... 31

PETA SOSIAL MASYARAKAT DESA SENDANGTIRTO... 33


(10)

ix

Pendidikan Penduduk ... 38

Mata Pencaharian Penduduk ... 39

Struktur Komunitas ... 40

Sumberdaya Lokal ... 44

SEJARAH PENGEMBANGAN KOMUNITAS ... 47

Latar Belakang Berdirinya Rukun Lestari ... 47

Pengembangan Ekonomi Masyarakat ... 51

Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial ... 54

Kebijakan dan Perencanaan Sosial ... ... 57

PROFIL LEMBAGA SIMPAN PINJAM DAN ANGGOTA... 58

Kapasitas Lembaga ... 58

Kapasitas Anggota ... 67

Keberfungsiansosial Anggota ... 70

Sistem Sumber Formal dan Non Formal ... 72

Potensi Lokal ... 76

Performa Lembaga Simpan Pinjam ... ... 77

STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGASIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI ... 85

Analisis Masalah dan Tujuan ... 85

Penyusunan Program dan Strategi Penguatan Kapasitas Lembaga ... 95

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 106

Kesimpulan ... 106

Rekomendasi ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 109


(11)

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM

RUKUN LESTARI

UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

(

KASUS DI RW 04 DUSUN DAWUKAN DESA SENDANGTIRTO

KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN

YOGYAKARTA)

DJULI SUGIARTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(12)

i

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir kajian pengembangan masyarakat dengan judul “Penguatan Kapasitas Lembaga Simpan Pinjam Rukun Lestari Untuk Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Kasus di RW 04 Dusun Dawukan Desa Sendangtirto Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman Yogyakarta”, adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian tugas akhir ini.

Bogor, Oktober 2006

DJULI SUGIARTO NRP. A154050145


(13)

ii DJULI SUGIARTO, Penguatan Kapasitas Lembaga Simpan Pinjam Rukun Lestari untuk Pemberdayaan Masyarakat Miskin. Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA.

Lembaga Simpan Pinjam Rukun Lestari berdiri atas prakarsa kelompok karyawan karyawati RW 04 Dusun Dawukan Desa Sendangtirto, sebagai bentuk keprihatinan atas tidak adanya perhatian dan bantuan pemerintah dalam hal ini pemerintah Desa Sendangtirto terhadap warga miskin di lingkungan RW 04 Dusun Dawukan Desa Sendangtirto. Selama 6 tahun sejak berdiri oktober 1999 kegiatan berkelanjutan, namun lembaga tersebut belum bisa memenuhi harapan anggota dalam meningkatkan tingkat sosial ekonominya sesuai tujuan lembaga dalam menyediakan pinjaman sesuai dengan modal usaha.

Tujuan kajian ini adalah teridentifikasi masalah secara partisipatif, temuan permasalahan baik itu hambatan dan potensi selanjutnya dipecahkan bersama melalui Focus Group Discussion (FGD) yang difasilitasi oleh pengkaji. Pokok permasalahan adalah lemahnya manajemen lembaga berpengaruh pada tidak optimalnya kinerja pengurus dalam memberikan pelayanan kepada anggota secara maksimal, sehingga kajian pengembangan masyarakat melalui perencanaan program dan strategi di arahkan pada “Penguatan Kapasitas Lembaga Simpan Pinjam Rukun Lestari untuk Pemberdayaan Masyarakat Miskin”.

Kondisi lemahnya manajemen lembaga simpan pinjam tersebut disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan kemampuan lembaga dalam pengelolaan usaha, kurangnya modal dalam memenuhi modal usaha, terbatasnya pengelolaan usaha serta kurang adanya kerjasama antara pengurus, anggota, tokoh masyarakat dan instansi terkait. Permasalahan tersebut memunculkan; 1) terbatasnya sumber lembaga dalam menunjang modal usaha yang diharapkan, 2) kurang mampu dalam pengelolaan usaha, 3) pengembangan jaringan kerjasama dan tidak optimalnya kinerja pengurus.

Potensi sistem sumber dalam penguatan kapasitas lembaga yang berhasil digali selama penyusunan program dan strategi oleh seluruh peserta antara lain : 1) anggota Rukun Lestari memiliki kemauan untuk merubah nasib untuk mengembangkan lembaga, 2) adanya kepercayaan anggota kepada pengurus, 3) dukungan tokoh masyarakat, 4) dukungan dan fasilitasi pengurus BKM, 5) pemerintah Desa dan fasilitasi dan dukungan dari Dinas P2KPM Kabupaten Sleman.

Berdasarkan kegiatan kajian pengembangan masyarakat diketahui partisipasi aktif anggota dalam lembaga sangat diperlukan pada semua level kegiatan dalam perencanaan program, pelaksanaan pengelolaan usaha, monitoring dan evaluasi. Adanya keterlibatan seluruh komponen lembaga simpan pinjam Rukun Lestari baik itu pengurus, anggota, stakeholders dan pihak terkait sesuai kepentingannya, memunculkan sinergi pada pelaksanaan pelayanan pengelolaan usaha simpam pinjam sesuai harapan dan permasalahan yang dirasakan oleh anggota. Selanjutnya keterlibatan/partisipasi anggota akan memunculkan kesadaran dan trust yang dibutuhkan oleh pengurus dalam menjalankan pelayanan, sehingga kegiatan partisipatif pada kegiatan pengembangan masyarakat merupakan kunci keberlanjutan.


(14)

iii Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya


(15)

iv

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN

LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

(Kasus di RW 04 Dusun Dawukan Desa Sendangtirto Kecamatan

Berbah Kabupaten Sleman Yogyakarta)

DJULI SUGIARTO

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(16)

v Lestari untuk Pemberdayaan Masyarakat Miskin

Nama : Djuli Sugiarto

NRP : A154050145

DISETUJUI KOMISI PEMBIMBING

Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi. Ketua

Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja. MSc. Anggota

Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

Dr. Djuara P. Lubis, MS.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Khairil A. Notodipuro, M.S.

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :


(17)

vi Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mahaesa karena atas berkat dan rahmat-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir kajian pengembangan masyarakat sebagai satu persyaratan menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Judul kajian pengembangan masyarakat ini adalah “Penguatan Kapasitas Lembaga Simpan Pinjam Rukun Lestari untuk Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Kasus di RW 04 Dusun Dawukan Desa Sendangtirto Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman Yogyakata”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Dr. Marjuki, M.Sc. selaku Kepala Badan Pendidikan dan Penelitian Sosial Departemen Sosial RI.

2. Bapak Dr. Ir. Khairil A. Notodipuro, MS. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

3. Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. selaku Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB).

4. Bapak Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi. selaku Ketua Komisi Pembimbing.

5. Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, M.Sc. selaku Anggota Komisi Pembimbing.

6. Ibu Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MS. selaku Penguji Luar Komisi Pembimbing.

7. Ibu Dra. Neni Kusumawardhani, MS. selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung.

8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

9. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Angkatan III Tahun 2005-2006.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan kontribusi bagi penyelesaian tugas akhir ini.

Atas segala perhatian, bantuan dan kerjasamanya sekali lagi penulis mengucapkan banyak terima kasih, semoga kebaikan Bapak dan Ibu memperoleh imbalan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Mahaesa.

Penulis dengan senang hati menerima saran dan masukan dari para pembaca, dalam upaya penyempurnaan tugas akhir ini. Akhirnya, semoga kajian ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2006


(18)

vii Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 9 Juli 1967, sebagai anak ketujuh dari sembilan bersaudara dengan orang tua R. Soejitno dan Moeljani.

Pendidikan yang ditempuh oleh penulis adalah SD Negeri Jagalan III Kediri lulus tahun 1980, SMP Negeri III Kediri lulus tahun 1983, SMA Negeri I Kediri lulus tahun 1986, Diploma III Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung lulus tahun 1990 dan FISIPPOL Universitas Pattimura Ambon lulus tahun 1996.

Tahun 1994 penulis menikah dengan Setiawati Sujono dikarunia dua orang anak, yaitu Faris Yusuf Baktiar lahir pada tahun 1994 dan Aura Nisa Alfira lahir pada tahun 2002.

Pada tahun 1991 penulis diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) ditempatkan di Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi Maluku bertugas sampai dengan Mei 1999 dan pindah tugas di Dinas Sosial Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dari Juni 1999 sampai sekarang. Selanjutnya, pada tahun 2005 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).


(19)

viii Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan dan Kegunaan Kajian ... 7

KERANGKA KAJIAN ... 8

Kemiskinan ... 8

Masyarakat ... 12

Kelembagaan Ekonomi Lokal ... 13

Usaha Simpan Pinjam ... ... 15

Kinerja Lembaga Simpan Pinjam ... 17

Pemberdayaan ... ... 19

Penguatan Kapasitas ... 21

Kerangka Pemikiran ... 22

METODE KAJIAN ... 25

Tipe dan Aras Kajian ... 25

Strategi Kajian ... 25

Lokasi dan Waktu Kajian ... 26

Metode Pengumpulan Data ... 27

Analisis dan Pelaporan ... ... 31

PETA SOSIAL MASYARAKAT DESA SENDANGTIRTO... 33


(20)

ix

Pendidikan Penduduk ... 38

Mata Pencaharian Penduduk ... 39

Struktur Komunitas ... 40

Sumberdaya Lokal ... 44

SEJARAH PENGEMBANGAN KOMUNITAS ... 47

Latar Belakang Berdirinya Rukun Lestari ... 47

Pengembangan Ekonomi Masyarakat ... 51

Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial ... 54

Kebijakan dan Perencanaan Sosial ... ... 57

PROFIL LEMBAGA SIMPAN PINJAM DAN ANGGOTA... 58

Kapasitas Lembaga ... 58

Kapasitas Anggota ... 67

Keberfungsiansosial Anggota ... 70

Sistem Sumber Formal dan Non Formal ... 72

Potensi Lokal ... 76

Performa Lembaga Simpan Pinjam ... ... 77

STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGASIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI ... 85

Analisis Masalah dan Tujuan ... 85

Penyusunan Program dan Strategi Penguatan Kapasitas Lembaga ... 95

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 106

Kesimpulan ... 106

Rekomendasi ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 109


(21)

x Halaman

Tabel 1 : Jadwal Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat... 27

Tabel 2 : Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 29

Tabel 3: : Sumber Data, Tipe dan Jumlah Responden/Informan ... 30

Tabel 4 : Variabel, Indikator dan Parameter Kajian ... 30

Tabel 5 : Luas Lahan Sesuai Peruntukannya ... 34

Tabel 6 : Komposisi Penduduk Desa Sendangtirto Menurut Usia dan Jenis Kelamin ... ... 35

Tabel 7 : Tingkat Perkembangan Pendidikan Penduduk Desa Sendangtirto ... 38

Tabel 8 : Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 39

Tabel 9 : Struktur Kepemilikan Tanah Sawah ... 46

Tabel 10 : Tabungan Anggota Simpan Pinjam, Pekerjaan dan Tanggungan 49 Tabel 11 : Perkembangan Anggota Simpan Pinjam ... 50

Tabel 12 : Perkembangan Keuangan Simpan Pinjam ... 51

Tabel 13 : Pendidikan dan Pendapatan ... 68

Tabel 14 : Jumlah Nasabah, Dana Bergulir ... 80

Tabel 15 : Matriks Alaternatif Kegiatan ... 93

Tabel 16 : Analisis Pihak Terkait ... 94


(22)

xi Halaman Gambar 1 : Skema Kerangka Pemikiran... 24 Gambar 2 : Piramida Penduduk Desa Sendangtirto ... 36 Gambar 3 : Stratifikasi Masyarakat Desa Sendangtirto... 41 Gambar 4 : Analisis Permasalahan Sebab dan Tindakan ... 89 Gambar 5 : Analisis Rancangan Aksi, Tindakan dan Hasil ... 91 Gambar 6 : Strategi Pelaksanaan Program ... 102 Gambar 7 : Strategi Penguatan Kapasitas Lembaga Simpan Pinjam


(23)

xii Halaman 1. Sketsa Wilayah Desa Sendangtirto Kecamatan Berbah Kabupaten

Sleman Yogyakarta ... 112 2. Hasil Diskusi Perumusan Masalah dan Kebutuhan ... 113 3. Hasil Penyusunan Program Kerja ... 116 4. Dokumentasi Kegiatan Pengembangan Masyarakat ... 119 5. Catatan Harian ... 124


(24)

Latar Belakang

Kegagalan pendekatan pembangunan yang berporos pada pertumbuhan ekonomi berbentuk sentralistis dan bersifat top-down pada masa Orde Baru, telah bergeser pada perubahan paradigma baru dalam pembangunan masyarakat. Hal ini sejalan dengan diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Di keluarkannya peraturan tersebut, merupakan pintu masuk partisipasi masyarakat melalui Otonomi Daerah dengan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan menurut prakarsa sendiri. Era otonomi, masyarakat yang tadinya tidak dilibatkan dan bahkan diasingkan dari proses pembangunan, kini dipandang sebagai aktor sentral yang memiliki potensi dan kemampuan dalam mengembangkan kualitas hidupnya. Mereka tidak lagi dianggap hanya sebagai penerima pasif dari berbagai ragam kegiatan pembangunan tetapi mereka telah diberdayakan agar memiliki kapasitas dalam mengorganisir dan mengambil keputusan, merespon berbagai permasalahan, serta mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri dan berkelanjutan.

Program pengembangan ekonomi masyarakat di daerah berintikan pada kebijakan pembangunan yang menggunakan sumberdaya lokal (sumberdaya alam, fisik dan lingkungan), kelembagaan dan sumberdaya sosial ekonomi yang dimiliki daerah. Titik sentral program pengembangan ekonomi masyarakat adalah pada inisiatif daerah (masyarakat dan pemerintah daerah) untuk menggerakkan proses pengembangan ekonomi daerah. Pemikiran dan inisiatif tersebut dituangkan dalam rencana umum yang dapat diterapkan, sesuai dengan permasalahan dan potensi yang ideal dalam artian aspiratif, serta rencana pembangunan multisektoral yang disusun oleh pemerintah baik di tingkat regional maupun nasional.

Pemberdayaan masyarakat melalui ekonomi lokal amat penting sebagai prasyarat dasar pemberdayaan sosial dan politik. Permasalahan pokok dasar pemberdayaan masyarakat melalui ekonomi lokal adalah rendahnya tingkat


(25)

keterampilan dan pengetahuan masyarakat, mengakibatkan rendahnya kemampuan masyarakat untuk memperoleh dan memanfaatkan akses sumberdaya yang tersedia. Hambatan utama bagi masyarkat adalah terbatas sumberdaya ekonomi berupa modal, lokasi usaha, lahan, informasi pasar dan teknologi. Kesulitan ini diperparah dengan terbatas penyediaan prasarana dan sarana produktif berakibat mempersempit peluang masyarakat untuk memperoleh lapangan kerja dengan penghasilan yang layak. Hambatan lain yang sifnifikan berupa, rendah kemampuan lembaga dan organisasi ekonomi masyarakat dalam mengelola sumberdaya untuk meningkatkan kompetensinya.

Konteks masyarakat diletakkan dalam strategi pemberdayaan dengan merujuk pada upaya yang dilakukan harus diarahkan langsung pada akar persoalan, yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat miskin. Bagian yang tertinggal dalam hal ini masyarakat miskin dalam pemenuhan kebutuhan dasar ekonomi keluarga perlu ditingkatkan kemampuan dalam mengembangkan dan mendinamisasi potensi diri masyarakat miskin tersebut (Kartasasmita 1996). Peningkatan kemampuan dan potensi yang ada dalam diri anggota komunitas itulah yang dikenal dengan penguatan kapasitas (capacity building).

Strategi pemberdayaan masyarakat merupakan upaya pengembangan partisipasi aktif dan meningkatkatkan prakarsa masyarakat dalam menentukan arah tujuan yang akan dicapai dalam lembaga yang dibentuk bersama oleh masyarakat, pengembangan masyarakat merupakan suatu gerakan untuk meningkatkan taraf hidup yang meliputi berbagai kegiatan pembangunan tingkat lokal baik yang dilakukan pemerintah dan non- pemerintah (Adi 2001). Menurut (Sumarjo & Saharudin 2004) partisipasi masyarakat memegang peranan penting dalam pembangunan masyarakat, karena melalui partisipasi masyarakat dapat diperoleh, Pertama, informasi tentang kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat.

Kedua, masyarakat lebih percaya dan bertanggung jawab bila dilibatkan dalam kegiatan mulai dari perencanan hingga memanfaatkan hasil program. Ketiga, masyarakat beranggapan bahwa keterlibatan mereka dalam pembangunan merupakan hak demokrasi masyarakat itu sendiri.

Penguatan kapasitas lembaga ekonomi lokal melalui pemberdayaan masyarakat, adalah salah satu model peningkatan peranserta masyarakat dalam


(26)

kegiatan yang dirancang dengan menitikberatkan pada proses pembelajaran dan memberdayakan masyarakat lewat lembaga ekonomi lokal untuk menopang perekonomian masyarakat itu sendiri. Lembaga ekonomi lokal di atas mengandung makna “ikatan sosial” yang dibangun berdasarkan jejaring sosial (social networking) sebagai nilai tambah dari modal sosial (social capital) dengan satu fokus interaksi pada pengembangan masyarakat (Nasdian 2004).

Pembangunan dalam upaya memberdayakan masyarakat dalam arti sosiologis mengarah pada penekanan pembangunan berbasis lokal yang di dalamnya terdapat ikatan sosial yang digunakan untuk berinteraksi antar kelompok, organisasi, instansi, komunitas dan lokalitas dengan melintasi beragam ras.

Masyarakat miskin merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang penting untuk diberdayakan, sebab mereka mempunyai banyak keterbatasan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara maksimal dan perlu diperdayakan dalam upaya memperkuat kapasitas lembaga yang membantu perekonomian Masyarakat. Desa Sendangtirto Kecamatan Berbah Kabubaten Sleman Yogyakarta dengan Penduduk 12.786 jiwa serta penduduk yang digolongkan miskin sejumlah 730 KK atau 2.555 jiwa (19,98 %) (Sumber data : Monografi Desa Sendangtirto 2004 ). Adapun penduduk miskin yang berada di RW 04 Dusun Dawukan Desa Sendangtirto sebanyak 28 KK atau 98 jiwa (59 %) dari jumlah 182 jiwa penduduk yang tinggal di wilayah RW 04.

Pemberdayaan ekonomi masyarakat sebagaimana dikemukakan tersebut telah dilakukan oleh Tokoh masyarkat dusun dawukan RW 04 sebagai bentuk keprihatinan atas kurangnya pemerintah Desa Sendangtirto memberikan akses kepercayaan untuk mendapatkan bantuan pemerintah melalui kegiatan–kegiatan Proyek yang selama ini telah diterima oleh pemerintah Desa Sendangtirto Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman Yogyakarta, yaitu : KUT (kredit usaha tani) KUKESRA (Kredit Usaha Sejahtera) KUBE (Kelompok Usaha Bersama) dan UEP (Usaha ekonomis produktif), P2KPM (Proyek Pemberdayaan Koperasi Penguatan Modal) P2KPM (Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) Raskin (Beras untuk Rakyat Miskin) dan JPS (Jaring Pengaman Sosial).


(27)

Lembaga simpan pinjam Rukun Lestari terbentuk melalui kegiatan Selapanan dengan anggota 19 orang pada Oktober 1999 dan hingga Nopember 2005 berkembang menjadi 26 orang anggota. Terbentuknya lembaga ekonomi lokal simpan pinjam Rukun Lestari adalah sebagai upaya mendukung masing-masing warga masyarakat miskin dalam menopang perekonomian mereka.

Kenyataan yang ada memperlihatkan bahwa, walaupun lembaga simpan-pinjam Rukun Lestari yang dijalankan masyarakat miskin di RW 04 dusun Dawukan telah berjalan selama 6 tahun namun perkembangan lembaga belum mampu membantu anggota dalam memenuhi kebutuhan dasar bila dibutuhkan secara mendadak. Penyebab permasalahan tersebut adalah kapasitas simpanan kurang dapat mendukung pinjaman, serta iuran bulanan sebagai alternatif pendukung modal belum maksimal membantu. Peraturan yang masih diberlakukan hingga segarang adalah iuran sebesar Rp. 2.000,00 dan terkumpul sebesar Rp. 52.000,00 setiap bulannya, sehingga anggota yang membutuhkan secara bersamaan dengan kebutuhan yang cukup besar masih belum bisa direalisasikan. Kemampuan lembaga simpan pinjam tersebut memberikan pinjaman hingga sekarang masih berkisar pada maksimal Rp. 400.000,00 dan besaran pinjaman ini sebenarnya tidak sesuai yang diharapkan anggota sebagai modal usaha, karena untuk mencapai kecukupan modal usaha paling tidak berkisar Rp. 2.000.000,00 seperti untuk usaha warung angkringan dan pengelolaan pertanian yang luas lahan 0,5 ha. Penggunaan pinjaman banyak digunakan untuk biaya sekolah biaya berobat serta modal usaha tambahan bagi yang sudah memulai usaha kecil, disamping banyak juga yang menggunakan pinjaman untuk kebutuhan yang sifatnya konsumtif. Rendahnya sumberdaya manusia, pengetahuan dan kemampuan pengurus dalam mengakses sistem sumber belum bisa dijalankan, sehingga kemanfaatan lembaga dalam mendukung perekonomian masyarakat miskin sebagai anggota belum sepenuhnya bisa memehuhi harapkan anggota sebagai penyedia pinjaman sesuai modal usaha yang diharapkan. Ketertiban dalam hal simpan dan meminjam belum bisa dijalankan oleh anggota, disebabkan pendapatan ekonomi rumah tangga yang rendah dari masyarakat miskin tersebut. Kesimpulan permasalahan yang terjadi pada lembaga simpan pinjam sewaktu kajian PL II dilaksanakan adalah, adanya ketidak sesuaian


(28)

harapan anggota dengan tujuan yang diharapkan dengan pendirian lembaga simpan pinjam dalam membantu perekonomian anggota. Gambaran kondisi permasalahan lembaga tersebut antara lain; dari aspek permodalan, manajemen dan sumberdaya manusia, sedangkan permasalahan anggota terletak pada keberfungsian sosial dan pendapatan yang belum menunjang perekonomian.

Permasalahan yang akan dikaji secara mendalam, diharapkan dapat memberdayaan masyarakat melalui pengembangan masyarakat miskin anggota lembaga simpan pinjam secara partisipatif. Masyarakat miskin sebagai anggota lembaga serta pengurus simpan pinjam perlu dilibatkan secara langsung dalam merancang dan merencanakan pemberdayaan masyarakat, dimulai dari proses pengumpulan data sampai dengan rencana aksi pemberdayaan masyarakat secara aktif. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan menggali kebutuhan yang dirasakan untuk dikumpulkan dan diambil prioritas mana yang akan didahulukan, dengan tetap mengingat prioritas lain yang tidak ditinggalkan.

Kajian pengembangan masyarakat dilaksanakan dengan penguatan kapasitas lembaga sampai penyusunan rencana program dan aksi, diharapkan rancangan program dan aksi pengembangan masyarakat tersebut nantinya dapat digunakan untuk mengatasi masalah kemiskinan di Desa Sendangtirto khususnya dan desa-desa lain di Kecamatan Berbah atau lokasi-lokasi lain yang memiliki karakteristik permasalahan yang sama. Tentunya dengan modifikasi yang disesuaikan dengan daerah masing-masing sesuai permasalahannya.

Perumusan Masalah

Fokus kajian pengembangan masyarakat ditujukan pada penguatan kapasitas lembaga simpan pinjam Rukun Lestari untuk pemberdayaan masyarakat miskin. Masyarakat miskin berdaya berpengaruh pada peningkatan pendapatan secara ekonomi, sehingga terjadi perbaikan berkelanjutan pada kualitas hidup diusahakan sesuai kebutuhan yang dirasakan dengan aspirasi masyarakat miskin itu sendiri.

Lembaga simpan-pinjam dalam fokus kajian ini merupakan upaya penanggulangan kemiskinan, yang berarti upayanya membutuhkan partisipasi aktif masyarakat. Kajian pengembangan masyarakat dalam merancang program


(29)

perlu melibatkan masyarakat miskin sebagai anggota lembaga simpan pinjam rukun lestari dari mulai perumusan masalah, perencanaan, pengelolaan serta pengendalian kegiatan dan peniliaan keberhasilan. Partisipasi ini diharapkan terjadi proses penyadaran, proses belajar, dari kehidupan mereka sendiri dan lingkungan hidup yang mereka hadapi terhadap kemampuan masyarakat dalam membangun dirinya sendiri dan lingkungan secara swadaya yang selama ini dapat berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan (Clarke dikutip dalam Hikmat et al. 2004). bahwa partisipasi masyarakat melalui lembaga swadaya masyarakat saat ini merupakan kunci partisipasi efektif untuk mengatasi masalah kemiskinan.

Permasalahan pokok yang menjadi kendala lembaga dalam kajian ini terletak pada lemahnya manajemen lembaga oleh pengurus dalam mengupayakan pelayanan dalam pemenuhan kebutuhan anggotanya. Sesuai dengan pendapat (Nasdian & Utomo 2003), bahwa salah satu fungsi kelembagaan adalah memberi pedoman berperilaku pada individu atau masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah, bersikap dan menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan. Sejalan dengan hal tersebut lembaga simpan pinjam akan efektif bila dapat memberikan akses kepada masyarakat miskin sebagai anggota terhadap penyediaan modal, teknologi dan pasar, dimana ketiga komponen tersebut merupakan inti dari pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin. Pemberdayaan dalam kajian ini bukan saja dilihat dari aspek ekonomi, tetapi bagaimana aspek sosial yang berpengaruh pada masyarakat miskin juga semakin meningkat.

Penguatan kapasitas Lembaga tidak saja membicarakan perihal yang berkaitan dengan lembaga tetapi juga menyangkut masyarakat miskin sebagai anggota lembaga tersebut, dalam pemberdayaan masyarakat keduanya saling berpengaruh terhadap penguatan kapasitas lembaga simpan pinjam. Lembaga tersebut dibentuk karena diperlukan oleh masyarakat miskin dalam mencapai sutau tujuan bersama, sedangkan aspek memandang permasalahan kinerja pada kajian pengembangan masyarakat tidak hanya melihat unsur-unsur yang ada di dalam lembaga tetapi juga pada individu-individu yang menjadi anggota lembaga simpan pinjam Rukun Lestari.


(30)

Gambaran latar belakang permasalahan di atas, dapat dirumuskan masalah kajian sebagai berikut :

1. Bagaimana performa masyarakat miskin sebagai anggota mendukung penguatan kapasitas lembaga simpan pinjam Rukun Lestari di RW 04 dusun Dawukan desa Sendangtirto Kabupaten Sleman Yogyakarta ?

2. Bagaimana kinerja lembaga simpan pinjam Rukun Lestari dalam memberdayakan anggotanya ?

3. Bagaimana strategi dan program yang tepat dalam pemberdayaan masyarakat miskin lewat penguatan kapasitas lembaga simpan pinjam rukun lestari ?

Tujuan dan Kegunaan Kajian

Tujuan kajian ini adalah mengkaji kapasitas kelompok yang dimiliki masyarakat lokal dengan melalui pemberdayaan masyarakat miskin dengan mengembangkan jejaring di RW 04 dusun Dawukan desa Sendangtirto Kab. Sleman, dalam rangka pemberdayaan masyarakat serta bagaimana menguatkan lembaga ekonomi lokal tersebut.

1. Tujuan yang ingin dicapai dari kajian pengembangan masyarakat ini secara khusus adalah :

a. Menganalisis performa masyarakat miskin sebagai anggota lembaga simpan pinjam Rukun Lestari di RW 04 dusun Dawukan desa Sendangtirto Kab. Sleman Yogyakarta.

b. Mengevaluasi kinerja lembaga simpan pinjam Rukun Lestari dalam memberdayakan anggotanya..

c. Menyusun strategi dan program dalam pemberdayaan masyarakat miskin melalui penguatan kapasitas kelembagaan simpan pinjam Rukun Lestari. 2. Kegunaan Kajian adalah :

a. Menghasilkan strategi dan program pemberdayaan masyarakat miskin melalui penguatan kapasitas lembaga simpan pinjam rukun lestari secara

partisipatif.

b. Hasil kajian akan dikonstribusikan untuk pengembangan dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan tempat kajian dilaksanakan.


(31)

Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah sosial multidimensional, penanganan masalah kemiskinan memerlukan berbagai disiplin ilmu; mulai ekonomi, politik, sosial budaya dan keamanan (Baharsjah 1999). Kemiskinan bukan hanya suatu ketidakmampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasar bagi suatu kehidupan yang layak, tetapi juga berkaitan erat dengan keadaan sistem kelembagaan yang tidak mampu memberikan kesempatan yang adil bagi anggota masyarakat untuk memanfaatkan, memeperoleh manfaat dari sumber yang tersedia (Jamasy 2004). Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan ditandai oleh pengangguran dan keterbelakangan, kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi, sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi (Kartasasmita 1996).

Kemiskinan juga diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelempok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisik yang dimiliki dalam kelompok tersebut ( Soekanto 1990).

Pengertian kemiskinan oleh (Friedman dikutip dalam Suharto et al. 2005) didefinisikan sebagai kemiskinan kaitannya dengan ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasi basis kekuasaan sosial yang meliputi :

1. Modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan) 2. Sumber keuangan (pekerjaan, kredit)

3. Organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial)

4. Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa 5. Pengetahuan dan keterampilan dan

6. Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup

Kemiskinan serta definisinya, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemiskinan mempunyai tiga penyebab antara lain :

1. Insufficentdeman for labor, yakni rendahnya Human capital deficiencies, difiensi modal manusia berarti rendahnya kualitas sumberdaya manusia,


(32)

seperti rendahnya pengetahuan, keterampilan sehingga menyebabkan pekerjaan yang rendah pendapatannya dan rendahnya daya beli;

2. Permintaan akan tenaga kerja sehingga meningkatkan pengangguran, pengangguran menyebabkan orang tidak memiliki pendapatan, daya beli rendah, akhirnya tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar;

3. Discrimination, adanya perlakuan berbeda terhadap golongan tertentu terutama dalam aksesibilitas terhadap sumberdaya-sumberdaya dan adanya dominasi pihak tertentu terhadap sumberdaya tersebut. Menurut (Transey & Ziegley 1991 seperti dikutip dalam Suharto et al. 2005). Penyebab kemiskinan menurut (BKPK & Lembaga Penelitian SMERU 2001) penyebab kemiskinan teridentifikasi sebagai berikut :

1. Keterbatasan pendapatan, modal dan sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar termasuk : (Modal sumberdaya manusia, misalnya pendidikan formal, keterampilan dan kesehatan yang memadai, Modal produksi, misalnya lahan dan akses terhadap kredit, modal sosial, misalnya jaringan sosial dan akses terhadap kebijakan dan keputusan politik, sarana fisik, misalnya akses terhadap prasarana dan dasar jalan, listrik dan air bersih, termasuk hidup di daerah yang terpencil);

2. Kerentanan dan ketidakmampuan menghadapi goncangan-goncangan karena: Krisis ekonomi; Kegagalan panen karena hama, banjir atau kekeringan, kehilangan pekerjaan (PHK), konflik sosial dan politik; Korban kekerasan sosial dan rumah tangga; Bencana alam (longsor, gempa bumi, perubahan iklim global; dan Musibah (Jatuh sakit, Kebakaran, kecurian atau ternak terserang wabah penyakit)

3. Tidak adanya suara yang mewakili dalam institusi negara dan masyarakat karena; (tidak ada kepastian hukum; Tidak ada perlindungan dari kejahatan; Kesewenang-wenangan aparat; Ancaman dan intimidasi; Kebijakan publik yang peka dan tidak mendukung upaya penanggulangan kemiskinan; rendahnya posisi tawar masyarakat miskin). Penyebab kemiskinan dari uraian di atas dapat dikelompokkan menjadi

eksternal factor (atau dalam faktor kemiskinan adalah mengenai pendapatan masyarakat miskin) dan internal factor (atau dalam faktor kemiskinan adalah mengenai keberfungsian dari keluarga ataupun lembaga sosial).

Variabel tentang pendapatan masyarakat miskin, metodanya masih terfokus pada “outcomes” dan kurang memperhatikan aspek aktor, pelaku kemiskinan serta sebab-sebab yang mempengaruhinya. Pengukuran kemiskinan oleh Departemen Sosial masih menggunakan konsep dan definisi fakir miskin sebagai orang yang sama sekali tidak punya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak, bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan.


(33)

Secara umum, kebutuhan pokok manusia untuk hidup secara layak mencakup makanan, pakaian dan tempat tinggal, sehingga konsep fakir miskin dapat dinyatakan sebagai orang yang tidak memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan pokok minimum untuk makan, pakaian dan tempat tinggal (BPS & Depsos 2002).

Pengukuran kemiskinan perlu terlebih dahulu ditinjau dari batas kecukupan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok tersebut, dengan demikian menurut (BPS 2005) mengemukakan bahwa :

Seseorang dikatakan fakir miskin bila Nilai pengeluaran per bulan kurang dari garis yang di tetapkan oleh BPS sebesar Rp. 150.000,00. per orang per bulan dan dianggap sebagai fakir miskin.

Menurut (Sajogyo dikutip dalam Rusli 2005) seseorang dikatakan miskin adalah : Nilai yang diperoleh menggunakan tingkat pengeluaran setara beras (sebagai proxi terhadap tingkat pendapatan) dalam menetapkan garis kemiskinan. Tingkat pengeluaran per kapita per tahun setara kurang dari 240 kg beras bagi penduduk pedesaan digolongkan miskin sekali, sedangkan penduduk pedesaan pengeluaran setara kurang dari 180 kg beras tergolong paling miskin, dan tingkat pengeluaran setara atau kurang dari 320 kg beras tergolong miskin.

Indikator mengenai seseorang dikatakan miskin seperti uraian tersebut di atas, bisa direfleksikan sesuai tingkat kemiskinan sesungguhnya di masyarakat dan disimpulkan sesuai indikator Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan. Menurut (Departemen Sosial RI 2005) yang dimaksud keluarga miskin adalah :

1. Penghasilan rendah, atau berada dibawah garis sangat miskin yang dapat diukur dari tingkat pengeluaran per-orang per-bulan berdasarkan standar BPS per wilayah propinsi dan kabupaten/kota,

2. Ketergantungan pada bantuan pangan untuk penduduk miskin (seperti zakat/ beras untuk orang miskin/ santunan sosial),

3. Keterbatasan kepemilikan pakaian untuk setiap anggota keluarga per tahun (hanya mampu memiliki 1 stel pakaian lengkap per orang per tahun),

4. Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit,

5. Tidak mampu membiayai pendidikan dasar 9 tahun bagi anak-anaknya, 6. Tidak memiliki harta (asset) yang dapat dimanfaatkan hasilnya atau

dijual untuk membiayai kebutuhan hidup selama tiga bulan atau dua kali batas garis sangat miskin,

7. Tinggal di rumah yang tidak layak huni, 8. Sulit memperoleh air bersih.


(34)

Indikator fakir miskin tersebut sifatnya multidimensi, artinya setiap keluarga miskin dapat berbeda tingkat kedalaman kemiskinannya. Secara umum jika tiga kriteria tersebut di atas terpenuhi, sudah dapat dikategorikan keluarga miskin.

Faktor internal yang menjadikan masyarakat miskin adalah masalah keberfungsian sosial, menurut (Du Bois & Milley 1992) keberfungsian sosial berhubungan dengan pemenuhan tanggung jawab seseorang kepada masyarakat secara umum, terhadap mereka yang berada di lingkungan yang terdekat dan terhadap dirinya sendiri. Tanggung jawab tersebut termasuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia seseorang, bagi mereka yang tergantung kepada seseorang, dan memberikan kontribusi kepada masyarakat.

Kebutuhan manusia yang dimaksud terdiri dari aspek-aspek fisik (pangan, tempat tinggal, keamanan, perawatan kesehatan dan perlindungan); pemenuhan kebutuhan personal (pendidikan, rekreasi, nilai-nilai estetika, agama); kebutuhan-kebutuhan emosional (rasa memiliki, saling peduli, dan persahatan); serta konsep diri yang memadai (percaya diri, harga diri dan identitas).

(Garvin & Seabury 1986) menjelaskan bahwa keberfungsian sosial sebagai “ encomposses all the way that we respond to the demands of our social enviroment-an enviroment that includes family, peers, organizations,

communities, as well entire society”. Sedangkan Leonora S. De Guzman mendefinisikan atas keberfungsian social environment; it is the producd of his activity the related to his surrounding (Guzman 1982). Keberfungsian sosial sesuai pengertian di atas berkaitan dengan interaksi antara orang dengan lingkungan sosialnya. Jadi orang yang bermasalah adalah orang yang kurang mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial di mana dia berada. Oleh sebab itu kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin diarahkan untuk membantu orang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya secara memadai.

Keberfungsiansosial berlandaskan uraian di atas, merupakan suatu produk sistemik dari transaksi komplementer dan pertukaran dalam hal kebutuhan-kebutuhan, sumber daya-sumber daya, kesempatan dan kemampuan lingkungan. Keberfungsian yang positif dan adekuat misalnya dalam pelaksanaan tugas-tugas kehidupan seseorang, memiliki indikasi memuaskan dan memberikan reward baik bagi individu-individu maupun kolektif (Suharto 2003), sedangkan menurut


(35)

(Balatbangsos & STKS 2003) keberfungsian sosial dan institusional dapat dipandang dari berbagai segi yaitu :

1. Keberfungsiansosial individual dipandang sebagai kemampuan melaksanakan peranan sosial, yaitu sebagai penampilan pelaksanaan peranan yang diharapkan sebagai anggota suatu kolektifitas.

2. Keberfungsiansosial individual dipandang sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan, yaitu mengacu kepada cara-cara yang digunakan oleh individu maupun kolektivitas dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.

3. Keberfungsiansosial individual dipandang sebagai kemampuan untuk memecahkan permasalahan sosial yang dialaminya.

4. Keberfungsiansosial institusional dipandang sebagai agen-agen pendukung (supporting agents) terhadap efektifitas program anti kemiskinan dan lembaga-lembaga pendukung (supporting institutions/apparatus) keberhasilan program anti kemiskinan.

Kemiskinan, penyebab dan indikator kemiskinan dari uraian tersebut di atas dapat berjalan baik dan efektif apabila program penanggulangan kemiskinan dapat memberikan suasana tenteram dan stabil pada pelaksanaannya, sedangkan kebijaksanaan yang langsung ditujukan kepada masyarakat miskin harus diletakkan pada perbaikan situasionalnya, terutama menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar dan pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat miskin. Program tersebut harus bisa dilaksanakan bila pelakunya dalam hal ini masyarakat miskin diberdayakan dan berlandaskan pada kekuatan komunitas masyarakat miskin itu sendiri.

Masyarakat

Pengertian masyarakat banyak dibahas dan dikemukakan oleh banyak ahli namun demikian bisa diambil beberapa pengertian masyarakat secara teoritis oleh (Shadily 1989) mengemukakan bahwa Masyarakat adalah golongan besar atau kecil teridiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu sama lain. Kemudian (Soemardjan dikutip dalam Soekanto 1990) menyebutkan bahwa masyarakat setempat menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu di mana faktor utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar di antara para anggotanya,


(36)

dibandingkan dengan penduduk di luar batas wilayahnya. Sementara menurut (Kontjaraningrat 1997) masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Identifikasi ciri masyarakat menurut ketiga tokoh tersebut dengan demikian sangat penting dalam program pemberdayaan masyarakat, sebab bisa melihat performa masyarakat dari : 1) Jumlah penduduk, 2) Luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah setempat, 3) Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat, 4) Adanya kesadaran kelompok yang kuat, 5) Bersifat homogen dan hidup mandiri, 6) Mempunyai budaya bersama, 7) Berinteraksi satu sama lain, 8) Memiliki identitas bersama.

Kelembagaan Ekonomi Lokal

Keberadaan lembaga sosial ditentukan oleh sejauhmana lembaga sosial dapat bertahan serta dapat meningkatkan peran dan fungsinya sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan yang ada, oleh karena itu perlu upaya yang sistematis dalam melakukan penguatan (empowering) kelembagaan dengan cara memberdayaan masyarakat sesuai dengan konteks perubahan, tuntutan zaman, tujuan dan kebutuhan masyarakat.

Menurut pandangan (Ritzer 1986 dikutip dalam Syawie 2004), memahami kelembagaan dari dua sudut pandang pendekatan antara lain:

1. Kelembagaan dipahami sebagai non materiel seperti nilai dan norma serta

2. Kelembagaan dipahami sebagai materiel seperti lembaga (institusi), keduanya dapat dipahami sebagai bentuk materiel yang utuh dan komplek (materiel entities)

Pembangunan masyarakat dilihat dari proses dan bentuknya merupakan upaya membangun kembali komunitas manusia dengan cara baru untuk menghubungkan, mengatur kehidupan sosial dan memenuhi kebutuhan manusia menjadi mungkin (Ife 2002). Salah satu sistem masyarakat yang perlu dibangun adalah sistem yang mengatur perilaku warganya.


(37)

Menurut (Koentjaraningrat 1997) kelembagaan digolongkan menjadi delapan, yaitu:

1. Kelembagaan kekerabatan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kekerabatan

2. Kelembagaan ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan pencaharian hidup, mengatur kegiatan produksi, menimbun dan distribusi harta benda

3. Kelembagaan pendidikan, memenuhi kebutuhan akan penerangan, dan pendidikan warga

4. Kelembagaan ilmiah, untuk memenuhi kebutuhan manusia akan ilmu pengetahuan tentang semesta

5. Kelembagaan estitika dan rekreasi, untuk menyatakan rasa keindahan dan rekreasi

6. Kelembagaan keagamaan, berhubungan dengan Tuhan atau alam gaib 7. Kelembagaan politik, untuk mengatur kehidupan bernegara

8. Kelembagaan somatik, untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan jasmaniah manusia

Kelembagaan dari uraian tersebut di atas disimpulkan sebagai sistem tata kelakuan dalam hubungan sosial berpusat pada aktivitas-aktivitas yang berstandar pada nilai dan norma pemenuhan kebutuhan masyarakat dilihat dari : 1) adanya wadah; 2) Penggerak/pengelola; 3) mekanisme atau sistem; 4) tujuan dan manfaat; 5) adanya nilai dan norma; 6) adanya kontrol sosial dari semua masyarakat.

Lembaga keswadayaan masyarakat yang terkait dengan perekonomian lokal dan dibentuk melalui program pengembangan masyarakat di antaranya : kelompok tani, kelompok nelayan, kadinda, dan kelompok arisan. Berbagai studi menunjukkan lembaga-lembaga yang dibentuk masyarakat dari bawah biasanya memiliki tingkat keberlanjutan (sustainability) lebih baik dibandingkan lembaga-lembaga yang dibentuk dari atau berbasiskan suatu pekerjaan proyek tertentu, hal ini erat kaitannya dengan tingkat partisipasi serta keuntungan bisnis yang diterima oleh partisipasi dalam lembaga tersebut ( Haeruman & Eriyatno 2001).

Ekonomi lokal adalah ekonomi kerakyatan yang diartikan sebagai usaha kecil, masih lemah dan kurang tangguh untuk menghadapi dan memperoleh manfaat dari ekonomi yang tebuka, (Kartasasmita 1996). Kompetensi ekonomi lokal secara umum bertujuan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat dengan cara meningkatkan nilai tambah produksi pada usaha-usaha kecil, yang pelaksanaannya didukung oleh kelembagaan dan jaringan kerja pengembangan usaha kecil ( Bappenas dikutip dalam Haeruman & Eriyatno 2001).


(38)

Uraian tersebut di atas sejalan dengan pendapat (LP-IPB yang dikutip dalam Haeruman & Eriyatno 2001) mengemukakan bahwa Kelembagaan Ekonomi Lokal meliputi :

1. Lembaga usaha produktif yang erat kaitannya terhadap teknologi produksi, komoditas unggulan lokal dan sumber daya manusia.

2. Lembaga distribusi/pemasaran yang erat kaitannya terhadap infrastruktur dan sarana distribusi, kemitraan usaha.

3. Lembaga pembiayaan usaha/keuangan yang erat kaitannya terhadap lembaga perbankan, lembaga penjamin kredit.

4. Lembaga keswadayaan masyarakat yang erat kaitannya terhadap tingkat partisipasi serta keuntungan bisnis yang diterima oleh partisipan dalam lembaga keswadayaan masyarakat.

Adapun kaitan dengan kajian pengembangan masyarakat, lembaga simpan pinjam rukun lestari termasuk pada lembaga keswadayaan masyarakat. Permasalahan yang dihadapi adalah adanya ketidak sesuaian harapan anggota dengan tujuan pendirian lembaga simpan pinjam, hal ini terjadi adanya permasalahan aspek permodalan, manajemen dan sumber daya. Penguatan kapasitas kelembagaan diperlukan dengan merujuk pendapat menurut (LP-IPB yang dikutip dalam Haeruman & Eriyatno 2001) mengemukakan perlunya penguatan kapasitas lembaga dilakukan dengan memperhatikan tiga aspek, yaitu :

1. Entry point; artinya proses sosialisasi harus dilaksanakan melalui tempat, lembaga/orang, dan jalur/mekanisme yang tepat. Kesalahan dalam memilih entry point dapat mengakibatkan program yang sebenarnya baik tidak dapat berjalan karena ditolak tanpa pernah dicoba.

2. Diffusion of knowledge; artinya pengenalan pengetahuan dan program dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan atau kematangan (maturity) masyarakat sasaran.

3. Iteration; artinya respon atau umpan balik dari masyarakat sasaran perlu diperhatikan dan dijadikan masukan utnuk penyempurnaan program. Melalui proses ini indigenous knowledge dapat diakomodir.

Usaha Simpan Pinjam

Secara sosiologis, lembaga simpan pinjam (utang piutang), lembaga perdagangan, lembaga pendidikan dan lain-lain yang dibentuk oleh masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh (Gillin & Gillin dikutip dalam Soekanto 1990) termasuk dalam Enacted Institution, yaitu lembaga kemasyarakatan yang sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu.


(39)

Wujud kongkrit lembaga kemasyarakatan disebut asosiasi, yaitu tata cara atau prosedur diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang berkelompok dalam satu kelompok kemasyarakatan ( Page dalam Soekanto 1990). Merujuk pada pengertian tersebut, maka usaha simpan pinjam adalah lembaga yang dibentuk secara sengaja oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Wujud kongkrit dari lembaga ini adalah Lembaga Simpan Pinjam Rukun Lestari dibentuk oleh kelompok masyarakat RW 04 Dusun Dawukan Desa Sendangtirto.

Lapangan usaha utama usaha simpan pinjam ialah menerima simpanan dan memberi pinjaman kepada anggota yang memerlukan dengan syarat-syarat yang mudah. Tujuan simpan pinjam adalah membantu keperluan pinjaman anggota, mendidik supaya giat menyimpan secara teratur sehingga terbentuk modal sendiri, dan mendidik para anggota hidup hemat dengan menyisihkan sebagian dari pendapatan mereka (Chaniago 1982). Usaha simpan pinjam memiliki tujuan strategis, karena bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan simpan dan pinjam anggota, tetapi juga mencakup perubahan sikap dan perilaku anggota, mendidik untuk hidup hemat sehingga akan dapat membentuk modal sendiri.

Manfaat dari usaha simpan pinjam menurut (Sumodiningrat 1986) adalah: 1. Meningkatkan pendapatan masyarakat

2. Memperbaiki gizi keluarga

3. Melepaskan masyarakat miskin dari belenggu pemberi pinjaman gelap 4. Meningkatkan posisi tawar masyarakat dalam produk maupun pasar

input

5. Meningkatkan harapan akan masa depan pendidikan bagi anak dan meningkatkat kesempatan kerja pada anak.

Usaha simpan pinjam dengan demikian akan memberikan manfaat dalam pemberdayaan masyarakat disamping untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, juga bermanfaat sosial untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat (mencakup perbaikan kesehatan, harapan masa depan, pendidikan, kesempatan kerja ).

Agar usaha simpan pinjam di pedesaan dapat berkembang diperlukan syarat-syarat yang menurut (Sumodiningrat 1986) adalah:

1. Mencerminkan kemampuan dan kebutuhan masyarakat; 2. Mudah diawasi , dipantau dan dikelola masyarakat setempat, 3. Menguntungkan bagi masyarakat maupun lembaga,

4. Memberikan pelayanan keuangan yang menjangkau masyarakat sesuai dengan kondisi , kebutuhan, dan kemampuan masyarakat.


(40)

Mengikuti syarat-syarat yang dikemukakan (Sumodiningrat 1986) , dapat ditarik kesimpulan bahwa agar usaha simpan pinjam dapat berkembang, maka harus ada kesesuaian antara kebutuhan simpan pinjam masyarakat dengan kemampuan lembaga untuk memenuhi kebutuhan anggotanya, serta memiliki mekanisme dan prosedur mudah sehingga masyarakat dapat melakukan pengawasan, dan pengelolaan. Pengembangan lembaga diperlukan oleh karena adanya ketidaksesuaian antara kebutuhan simpan pinjam masyarakat dengan kemampuan memenuhinya, serta masih ada hambatan yang mempersulit dalam pengawasan dan pengelolaan lembaga oleh masyarakat. Salah satu cara pengembangan lembaga itu adalah dengan penguatan kapasitas lembaga.

Kinerja Lembaga Simpan Pinjam

Analisis terhadap kinerja akan membantu menggambarkan bagaimana prospek suatu usaha simpan pinjam dapat berkembang. Kinerja mengacu pada tingkat kemampuan pelaksanaan tugas dengan standar perbandingan ideal antara pelaksanaan tugas dan yang diharapkan (perencanaan) dengan pelaksanaan tugas yang telah dilaksanakan (evaluasi). Pengertian kinerja merujuk kamus Bahasa Indonesia, (Purwadarminta 1992) menjelaskan kinerja sebagai keterampilan dan kemampuan yang dimiliki seseorang dimunculkan melalui perbuatan.

Kinerja menurut (Bernadin & Russel dikutip dalam Mulyono 1993) menjelaskan penilaian kinerja merupakan suatu cara untuk mengukur kontribusi individu anggota organisasi terhadap organisasinya. Kinerja juga diartikan perilaku yang diperagakan secara aktual oleh individu sebagai respon terhadap pekerjaan yang diberikan kepadanya, sehingga kinerja dapat dilihat dari hasil kerja, derajat kecepatan kerja dan kualitas kerja.

Kinerja sebagai unsur kegiatan pengendalian program pemberdayaan masyarakat miskin bertumpu pada pemantauan indikator kinerja sesuai tujuan khusus yang akan dicapai, baik yang indikator yang bersifat obyektif maupun subyektif. Hal ini sesuai yang dijelaskan dalam Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan menurut (Departemen Sosial RI 2005) menjabarkan


(41)

indikator kinerja sebagai berikut :

1. Meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga miskin,

2. Mewujudkan kemandirian usaha sosial-ekonomi keluarga miskin,

3. Meningkatkan aksesibilitas keluarga miskin terhadap pelayanan sosial dasar dan sistem jaminan kesejahteraan sosial,

4. Peningkatan jumlah asset individu miskin anggota kelembagaan sosial, 5. Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab sosial masyarakat dan

dunia usaha dalam program pemberdayaan keluarga miskin, 6. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat keluarga miskin,

7. Meningkatkan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan sosial terhadap keluarga miskin.

Pengertian kinerja dari uraian di atas bisa disebut sebagai kualitas penatalaksanaan lembaga meliputi sistem pengorganisasian terdiri atas input, proses dan output pelaksanaan manajemen lembaga simpan pinjam. Pengertian tersebut mencakup; 1) Input meliputi sarana, bahan, pengurus dan organisasi, sedangkan proses meliputi sosialisasi program usaha simpan pinjam, pemberian kredit serta kegiatan pelaporan dan tindak lanjutnya, 2) Output yang dimaksud adalah kegiatan pelaporan perguliran dana serta laporan kegiatan pengorganisasian lembaga simpan pinjam. Penjelasan kinerja tersebut bisa dikatakan bahwa, indikator kinerja lembaga simpan pinjam berarti suatu kegiatan yang dapat memberi petunjuk baik buruknya kegiatan input, proses dan output pelaksanaan kegiatan lembaga simpan pinjam.

Kinerja bisa disimpulkan sebagai aspek yang berpengaruh terhadap maju dan mundurnya lembaga yaitu, kinerja pengurus dan anggota dari lembaga simpan pinjam. Dikatakan berpengaruh sebab masing-masing anggota suatu lembaga secara spesifik bisa muncul kinerja yang berbeda dan akibat dari kinerja anggota tersebut akan berpengaruh terhadap hubungan kerjasama di dalam lembaga.

Kinerja sebagai alat ukur digunakan untuk melihat maju dan mundurnya lembaga dilihat dari pencapaian target, efisiensi dan efektivitas dari pengelolaan usaha simpan pinjam yang sesuai dengan penjelasan oleh (Mulyono 1993), yaitu :

1. Derajat pencapaian tujuan pokok,

2. Seberapa efisien sumberdaya (dapat berupa masukan, antara lain tenaga kerja, material, jasa pelayanan yang dibeli dan modal) digunakan untuk menghasilkan keluaran yang bermanfaat, dalam arti hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan sebelumnya


(42)

3. Perbandingan mengenai performa organisasi dari waktu terdahulu dengan waktu sekarang, menunjukkan penurunan, statis atau berkembang.

Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah sebuah proses dangan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagai pengkontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lesmbaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Person yang dikutip dalam Suharto et al. 2005).

Pemberdayaan adalah upaya membangun daya saing, dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan aksi yang dimiliki masyarakat serta berupaya untuk mengembangkannya (Kartasasmita 1996) dalam pemberdayaan tersebut menurut (Suharto 2005) menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam :

1. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan

(freedom, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan),

2. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan,

3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

Pemberdayaan dengan demikian merupakan sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Pemberdayaan sebagai tujuan, menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu; masyarakat berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.


(43)

Tiga cara pemberdayaan ekonomi menurut (Kartasasmita 1996) antara lain : 1. Menciptakan iklim yang memungkinkan lapisan masyarakat berkembang 2. Memperbaiki potensi atau daya yang dimiliki

3. Memberikan perlindungan bagi si lemah, mencegah persaingan tidak seimbang dan eksploitasi

Pemberdayaan masyarakat bukan menjadikan mereka tergantung pada pemberian, tetapi merupakan hasil usaha sendiri yang dapat dipertukarkan sebagai upaya memenuhi kebutuhan ekonominya. Penguatan kapasitas lembaga simpan pinjam sangat diperlukan, karena dengan penguatan kapasitas masyarakat miskin sebagai anggota bisa mengembangkan modal sosial, seperti yang dikemukakan oleh (Rubin & Rubin 1992) bahwa “pengembangan kapasitas adalah bagaimana menciptakan kemampuan untuk menemukan kekurangan yang ada pada dirinya dan ada upaya untuk meningkatkan kekurangannya tersebut” . Kemampuan atau cara seperti itu disebut sebagai strategi penanganan (coping strategies) (Garvin 1986). Masyarakat miskin adalah kelompok rentan dan lemah serta tidak memiliki kekuatan dan kemampuan untuk berdaya, dalam kaitannya dengan masyarakat miskin, lima aspek pemberdayaan di atas dapat dilakukan melalui lima strategi pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P, yaitu: Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan dan Pemeliharaan (Suharto 2005):

1. Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat miskin berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat miskin dari sekat-sekat kultural dan struktural yang menghambat.

2. Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat miskin dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh-kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat miskin yang menunjang kemandirian mereka.

3. Perlindungan: melindungi masyarakat terutama kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. 4. Penyokongan: dengan bimbingan dan dukungan agar masyarakat miskin

mampu menjalankan peranan dan tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat miskin agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.


(44)

5. Pemeliharaan: memelihara kondisi kondusif atas keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.

Pemberdayaan dari uraian tersebut bisa digunakan dalam menganalisis bagaimana strategi yang tepat untuk mengembangkan masyarakat, melalui penguatan kapasitas lembaga simpan pinjam Rukun Lestari dengan pengembangan jejaring dalam penguatan kapasitas kelembagaan ekonomi lokal.

Penguatan Kapasitas

Penguatan adalah suatu proses upaya yang sistematis menjadikan lembaga suatu masyarakat menjadi lebih baik, dinamis, berdaya dan kuat dalam menghadapi berbagai pemenuhan kebutuhan dan tantangan atau hambatan yang dapat mempengaruhi eksistensinya.

Penguatan kapasitas merupakan suatu proses peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan secara efektif dan efisien. Merujuk pendapat (Sumpeno 2002), penguatan kapasitas berarti terjadi perubahan perilaku untuk :

1. Meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap;

2. Meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen, keuangan dan budaya;

3. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan dan mengantisipasi perubahan.

Hasil yang diharapkan dengan adanya penguatan kapasitas menurut (Sumpeno 2002) adalah :

1. Penguatan individu, organisasi dan masyarakat;

2. Terbentuknya model pengembangan kapasitas dan program; 3. Terbangunnya sinergisitas pelaku dan kelembagaan.

Pengertian pengembangan kelembagaan menurut (Israel 1992) adalah proses untuk memperbaiki kemampuan lembaga guna mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dengan keuangan yang tersedia. Lebih lanjut (Rubin & Rubin 1992) mengemukakan bahwa pengembangan kapasitas masyarakat miskin dapat dilakukan dengan melalui pengembangan kelembagaan


(45)

masyrakat dimana kelembagaan tersebut menciptakan dan membangun perasaan anggota untuk membangkitkan kapasitas lembaga dalam pemecahan masalah.

Penguatan kapasitas lembaga simpan pinjam dapat dicapai melalui komponen kepercayaan, kerjasama dan kemitraan sehingga melalui pemberdayaan anggota dan lembaga akan dapat meningkatkan kemampuan atas pengetahuan, keterampilan dan sikap disamping dapat meningkatkan kemampuan lembaga dan kemampuan masyarakat miskin sebagai anggotanya.

Kerangka Pemikiran

Salah satu pendekatan pengembangan masyarakat dan membangun kemandiriannya adalah dengan pengembangan ekonomi rakyat melalui lembaga simpan-pinjam. Solusi yang ditempuh dengan peningkatan keberdayaan masyarkat miskin melalui lembaga tersebut diharapkan kemandirian dapat dipercepat, karena interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain bisa dibangun prakarsa murni dari masyarakat berdasarkan hubungan sosial yang telah mereka bangun selama ini.

Kegiatan lembaga simpan pinjam Rukun Lestari seharusnya dapat berfungsi sebagai tempat untuk mengembangkan potensi sosial anggota. Baik kegiatan yang sudah tergali seperti gerakan sosial, shodakoh, infak dan zakat dari para muzaki yang dimotori oleh perkumpulan karyawan karyawati pegawai tetap di RW 04 Dusun Dawukan yang penggalangan dananya digunakan untuk menambah asset anggota simpan pinjam Rukun Lestari juga digunakan sebagai pemupukan modal. Di lain pihak bagi lembaga dimaksud dapat untuk mengembangkan potensi diri anggota yang selama ini kurang termunculkan sebagai upaya untuk menanggulangi permasalahan ekonomi keluarga yang berakibat pada permasalahan keberfungsiansosial masyarakat miskin sebagai anggotanya.

Namun demikian lembaga simpan pinjam rukun lestari sebagai tempat untuk pengembangan potensi sosial anggota ternyata belum sesuai yang diharapkan tujuan pendirian lembaga simpan pinjam rukun lestari sebagai lembaga yang dapat membantu perekonomian anggotanya.

Pemberdayaan masyarakat miskin melalui lembaga, diharapkan dapat memberikan kesempatan, pengetahuan dan keterampilan kepada tujuan yang akan


(46)

dicapai dengan partisipasi aktif semua anggota kelembagaan tersebut. Pemberdayaan dalam kajian komunitas disini mempunyai tiga matra kekuatan sosial (social power), politik (political power), dan psikologis (psychological power). Sosial power berati masyarakat memiliki akses terhadap sumber-sumber material dan non material. Matra politik berarti masyarakat miskin sebagai anggota kelembagaan simpan-pinjam semakin memiliki kekuasaan untuk memilih, berbicara dan bertindak kolektif. Matra psikologis berkaitan dengan kesadaran akan potensi masyarakat atas kepentingan bersama, kesadaran berbeda dengan pembuat kebijakan, juga kesadaran bahwa mereka bisa merubah kondisi dan posisi struktural mereka.

Permasalahan yang telah teridentifikasi tersebut solusinya diarahkan pada penguatan kapasitas dengan merencanakan program dan strategi berupa pengembangan pendidikan dan pengetahuan, penyuluhan dan ketrampilan, membangun penguatan kapasitas lembaga simpan-pinjam dalam mengembangkan jejaring untuk mengakses sistem sumber baik dari dalam masyarakat maupun dari luar masyarakat kelembagaan tersebut dibentuk. Dikuatkannya kapasitas lembaga simpan-pinjam dengan membuka jejaring sosial dimaksudkan masyarakat miskin sebagai anggota dapat berdaya, dampaknya masyarakat dapat meningkatkan pendapatan dan kemampuan menjalankan fungsi sosialnya, sehingga berdayanya masyarakat miskin akan berpengaruh pada menguatnya kapasitas lembaga simpan-pinjam tersebut. Hal ini belum terjadi, karena lembaga simpan pinjam yang menjadi kajian dalam mendukung pemberdayaan masyarakat memiliki kelemahan dalam hal kepemimpinan, teknologi, penghimpunan dana, pengetahuan terhadap usaha, pengorganisasian dan pengambilan keputusan bersama. Keterbatasan kapasitas tersebut berpengaruh pada kapasitas lembaga, dengan permasalahan disebabkan lemahnya jaringan kerja dan norma lembaga yang kurang melembaga disamping kinerja lembaga yang kurang maksimal.

Pemberdayaan masyarakat miskin melalui kajian lembaga simpan pinjam rukun lestari diperlukan penguatan kapasitas sesuai dengan permasalahan yang teridentifikasi, dengan tidak meninggalkan faktor sosial-kultural juga struktur yang ada di masyarakat. Mewujudkan program pengembangan masyarakat tersebut diperlukan, dukungan dan partisipasi pengurus serta masyarakat miskin


(47)

sebagai anggotanya. Keberhasilan pengembangan kapasitas kelembagaan simpan-pinjam ini diharapkan dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat miskin secara institusional dan individual, disamping keberlanjutannya sangat ditentukan oleh berakar tidaknya program pengembangan masyarakat pada lembaga simpan pinjam beserta masyarakat miskin sebagai anggotanya. Berdasarkan uraian di atas, maka alur skema kerangka pemikiran yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah berikut :

Gambar 1 : Skema Kerangka Pemikiran Pengembangan Masyarakat Miskin Melalui Penguatan Kapasitas Lembaga Simpan Pinjam Rukun Lestari Kapasitas Lembaga ƒKepemimpi nan ƒNorma ƒManajemen organisasi ƒModal Kapasitas Anggota ƒ Pendidikan ƒ Pendapatan ƒ Keberfungsi an sosial Pemberdayaan Masyarakat Miskin Anggota Simpan Pinjam

• Kemampuan

memenuhi kebutuhan pokok

• Meningkatnya

kepedulian dan tanggung jawab sosial

• Kemampuan

mengatasi masalah Sistem

Sumber Formal • Aparta Desa • Dinas

Koperasi • Perbangkan

• Lembaga

Sejenis Non Formal • Tokoh

masyarakat • Perkumpulan

Karyawan Karyawati Performa Lembaga Simpan Pinjam Penguatan Kapasitas Lembaga 1. Perkembang-an lembaga ƒ Jumlah anggota

ƒ Jumlah dana

bergulir ƒ Jumlah simpanan dan pinjaman ƒJumlah tunggakan 2.Pola Pengelolaan ƒ Perencana-an ƒ Pelaksana-an program ƒ Evaluasi ƒ Kemandiri-an usaha sosial ekonomi ƒ Meningkat nya aksesbilitas anggota terhadap pelayanan sosial ƒ Peningkat-an jumlah asset anggota ƒ Meningkat- nya kualitas manajemen pelayanan


(48)

Tipe dan Aras Kajian

Tipe Kajian

Kajian penulisan ini menggunakan tipe kaji tindak eksplanatif, yaitu suatu tipe kajian yang menggali informasi dengan melihat pola interaksi yang ada di masyarakat. Interaksi yang dikaji adalah hubungan masyarakat miskin dengan lembaga simpan pinjam Rukun Lestari dalam usaha memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sedangkan permasalahan yang akan dipahami dalam kajian ini meliputi hubungan interaksi pengurus lembaga simpan pinjam dengan anggotanya dalam penguatan kapasitas kelembagaan serta memahami komunitas terkait kesatuan lokalitas budaya yang homogen pada komunitas RW 04 dusun Dawukan desa Sendangtirto tersebut. Subyek kajian dimaksud adalah lembaga Simpan Pinjam Rukun Lestari dalam upaya penguatan kapasitas pelayanan dengan membangun jejaring dengan unit analisisnya adalah masyarakat miskin anggota lembaga simpan pinjam dan pengurus lembaga simpan pinjam.

Aras Kajian

Kajian penulisan dirancang dengan pendekatan subyektif mikro dengan memahami realitas sosial yang mencakup hubungan interaksi komunitas dalam upayanya memenuhi kebutuhan dasar ekonomi masyarakat miskin di RW 04 dusun Dawukan desa Sendangtirto Kec. Berbah Kab. Sleman Yogyakarta.

Strategi Kajian

Strategi kajian dalam analisis masalah ini menggunakan Logical Framework Analysis. Alasan penulisan menggunakan metode ini, karena kajian yang akan diambil adalah kajian aksi yang pada akhirnya diharapkan adanya respon guna membuat suatu rancangan kegiatan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Penggunaan alat analisis Logical Framework untuk mempermudah dalam menganalisis masalah, tujuan hingga penyusunan program.


(1)

Wawancara Mendalam 3 I. Karakteristik Pengurus Simpan Pinjam

1. Nama : Bapak Riswan Wandono 2. Umur : 23 Juni 1973 (43 Tahun) 3. Agama : Islam

4. Pendidikan : SMA 5. Jenis Kelamin : Laki-laki 6. Jumlah Tanggungan : 2 orang 7. Status Perkawinan : Kawin 8. Pekerjaan Pokok : Buruh Pabrik 9. Pekerjaan Sampingan : Jualan Angkringan 10.Jabatan Dalam Pengurus : Sekertaris II

11.Pelatihan Usaha Simpan Pinjam yang diikuti : Belum pernah Menjadi Anggota simpan pinjam rukun lestari sejak tahun 1999 Hari / tanggal wawancara : Jumat, 7 Juli 2006

Pukul/tempat : 18.15 -19.00 WIB / Angkringan Bapak Riswan

II. Kapasitas Lembaga

Kesadaran anggota untuk meningkatkan tabungan masih kurang, seperti iurang wajib dari tahun 1999 Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 2.000,00 pada tahun 2004. Anggota keliahtannya banyak berharap pada penjualan kulit kurban pada hari raya haji untuk menamambah tabungan, pada tahun yang sama baru tercetus iuran kesejahteraan yang besarnya Rp. 1.000,00. Hal itu timbul setelah beberapa kali anggota rukun lestari sakit dan baru dibahs pada pertemuan bulanan.

Walaupun besaran pinjaman masih berkisar Rp. 400.000,00 tapi hal ini keliahtan masih bermanfaat bagi anggota, sebab anggota merupakan pekerja tidak tetap dengan penghasilan pas-pasan dan kadang bila tidak ada kerja/kesulitan uang simpan pinjam dapat menjadi alternatif untuk meminjam karena tidakperlu memakai anggunan kata pak Riswan.

Hambatan untuk memenuhi pelayanan anggota adalah bagaimana meningkatkan jumlah pinjaman, hal ini berhubungan juga dengan tunggakan, karena sampai sekarang belum diatur sangsi dan hanya sekedar teguran dan himbauan.

Harapan kedepan ketua seharunya lebih berani memberikan sangsi juga solusi untuk menambah modal untuk pinjaman agar seperti saya (kata pak Riswan) bisa lebih melengkapi jualannya tidak sekedar berjualan angkringan dengan ketersediaan dagangan hanya pas-pasan.

Untuk orang yang meminjam dan nyebarak kebanyakan sesuai kebutuhan, seperti untukmenyekolahkan anak, menambahmodal bagi yang sudah punya usaha, untuk keluarga sakit kalau yang nyebarak biasanya digunakan untuk bayar listri, bayar sekolah anaknya.

Bantuan untuk rukun lestari yang rutin ya dari hasil penjualan kulit kurban pada setiap hari raya haji, tapi kadang dari Muzaki(diambil catatan karena pak Riswan sekertaris II) memang ada dari muzaki tahun 2000 sebesar Rp. 400.000,00 dan tahun 2005 sebesar Rp. 2.500.000,00


(2)

sebab untuk yang nunggak belum ada sangsi tegas dan aturan anggota baru masih dirasa memberatkan.

Pertemuan pengurus belum pernah ada, hanya ada sewaktu membuat laporan akhir tahun dibuat bersama-sama seluruh pengurus. Untuk pertemuan rutin diadakan satu bulan sekali dengan kegiatan diawali pengajian diteruskan kegiatan simpan pinjam yang di dalamnya dilaporkan uang beredar dianggota dan uang yang ada di kas pengurus atau yang dimasukkan di bank, acara terakhir yaitu acara lain-lain untuk membahas keluhan, masukan ataupun saran, informasi. Pada acara ini biasanya masukan atau saran yang sesuai dibahas dan ditanggapi pengurus dan anggota dengan musyawarah.

II. Kapasitas Anggota Simpan Pinjam

Pengetahuan

Pak Riswan mengatakan aturan yang ada untuk mengertikan anggota harus berulang-ulang memberitahukannya, katanya nggeh-nggeh (ya-ya) padahal sebenarnya belum paham. Seperti bila ada yang nyebarak seharunya tidak boleh lewat besaran pinjaman yang ditentukan tapi kadang hal tersebut dilanggar. Atau bila membagi hasil kulit kurban ada saja yang mencurigai pengurus, begitu pula bila teman ada yang pinjam kadang ada beberapa yang curiga dengan teman lainnya yang pinjam (apa bisa mengembalikan).

Keterampilan Mengelola Pinjaman

Anggota rukun lestari tahun ini menjadi kurang tertib dalam mengangsur pinjaman, mungkin aturannya yang longgar/adanya sebrakan. Sebelumnya sekitar 3 atau 4 orang yang biasa nunggak, tetapi sekarang disamping 3 atau 4 orang tersebut ditambah orang yang nyebrak tidak bisa mengembalikan. Untuk pengajuan pinjaman biasanya yang sudah punya pekerjaan/usaha biasanya sesuai, tapi bagi yang tidak punya usaha sering berdasar kebutuhan mendesak.

Persepsi dan Sikap

Persepsinipun anggota kalian sitem simpan pinjam katah dereng memahami betul, meniko kalian sikap engkah digadahi anggota engkang nunggak. Kadang cuek malahkepingine nyebarak lan sakteruse, kedahe sebrakang diwangsulaken ulan ngarep kadang malah mboten. Malah-malah dados tunggakan maleh.


(3)

Wawancara Mendalam 4 I. Karakteristik Anggota Simpan Pinjam

1. Nama : Kantiyo

2. Umur : 18 Agustus 1958 (48 Tahun) 3. Agama : Islam

4. Pendidikan : SD (tidak tamat) 5. Jenis Kelamin : Laki-laki

6. Jumlah Tanggungan : 3 orang 7. Status Perkawinan : Kawin 8. Pekerjaan Pokok : Tukang Batu 9. Pekerjaan Sampingan : Ternak Kambing 10.Menjadi anggota SP sejak : tahun 1999

Hari / tanggal wawancara : Senin, 10 Juli 2006

Pukul/tempat : 19.15 -19.35 WIB / Rumah Bapak Kantiyo

II. Kapasitas Lembaga Kepemimpinan

Pak dusun utawi aparat desa meniko ketingale mboten nate dateng, lek bantuan sak eling kulo mong JPS waktu rukun lestari madek, ketua rukun lestari meniko tanggi kulo nggeh kulo kenal cedhak. Bantuan sangkeng muzaki (dhermawan) nggeh kadang wonten, neg sing mesti niko bantuan sangking pembagian jatah kulit biasane sebagian dibagi, sebgian maleh dilebetke wonten kempalan dados tabungan anggota.

Pengurus niko mboten dipilih kok pak, mung ditunjuk kaleh pak Kadar nopo pak Isman terus di iyani anggota mung ngoten..

Alasan kulo dherek kumpulan nggeh angsal pinjaman hubungane kaleh ketua nggeh sae mawon, mung kaleh anggota sanesa nggeh sering dirasni kaitane kaleh pinjaman tapi kados pundhi mboten gadah dhet (uang) gawe ngansur. Wong ketuane mawon mboten menopo-menopo nunggak khok.Mung nunggak nggeh mboten diwenehi sangsi, jare sing penting tekane neng kumpulan.

Norma

Aturane simpan pinjam niku nggeh enten iurang wajib RP. 2.000,00 iuran kesejahteraan dhamel wong sakit Rp. 1.000,00 pinjaman paling gedhe Rp. 400.000,00 diangsur ping 10 kali. Terus lek nyebrak kudu nglunasi pinjaman utowo nyebrak rumien terus sasi ngarep kedah mangsulke sebrakkanne

III. Kapabilitas Anggota

Pak kantiyo tinggal di rumah semi permanen, dengan 2 anaknya yang masih SD kelas V dan kelas III. Dia mengatakan, kami ini penghasilan pas-pasan pak jadi bila sakit ya kadang-kadang ke Puskesmas.


(4)

Pak kantiyo anggota rukun lestari yang mendapat program penanggulangan kemiskinan lewat SLT (santunan langsung tunai), dia mengatakan dana tersebut untuk sekolah anak-anaknya.

Dari hasil wawancara dengan Pak Kantiyo didapat informasi mengenai pendapatan perbulan dengan pengeluaran kebutuhan rumah tangga dihitung perbulan sebagai berikut :

Pendapatan :

- Sebagai Tukang Batu Rp. 500.000,00 - Dari ternak kambing Rp. 100.000,00 _____________ Jumlah Rp. 600.000,00 Pengeluaran :

- Pendidikan Rp. 36.000,00 - Kesehatan Rp. –

- Pangan Rp. 450.000,00 - Pakaian dibeli setahun sekali sewaktu lebaran Rp. 25.000,00 - Lain-lain

Listrik Rp. 40.000,00 Pinjaman + iuran rukun lestari Rp. 43.000,00 _____________ Jumlah Rp. 594.000,00


(5)

Wawancara Mendalam 5 I. Karakteristik Anggota Simpan Pinjam

1. Nama : Ibu Prawiro 2. Umur : 60 Tahun 3. Agama : Islam

4. Pendidikan : Tidak Sekolah 5. Jenis Kelamin : Perempuan 6. Jumlah Tanggungan : 3 orang 7. Status Perkawinan : Kawin

8. Pekerjaan Pokok : warung kelontong 9. Pekerjaan Sampingan : - / suami tidak bekerja 10.Menjadi anggota SP sejak : tahun 1999

Hari / tanggal wawancara : Minggu, 16 juli 2006

Pukul/tempat : 10.00 -10.15 WIB / Rumah Ibu Prawiro

Ibu Prawiro merupakan ibu kandung ibu Tatik yang juga anggota simpan pinjam rukun lestari. Di rumah Ibu prawiro dihuni 3 kepala keluarga selain ibu Tatik dengan keluarganya juga adik ibu Tatik yang sudah berkeluarga juga berada satu rumah dengan Ibu Prawiro, dalam kesehariannya ibu tersebut berjualan kebutuhan rumah tangga dan jajanan anak-anak. Dalam kesempatan kunjungan peneliti sempat wawancara dengan hasil sebagai berikut.

II. Kapabilitas Lembaga Kepemimpinan

Sewaktu menjawab apa kehadiran Aparat Desa dan mungkin dari Pak Dukuh dia menjawab, kayaknya tidak pernah. Bantuan dari pihak luar untuk rukun lestari yang ia ketahui adalah beberapa kali dari muzaki dan penjualan kulit pada waktu hari raya haji, yang sebagian di bagi langsung ke anggota dan sebagian lagi di masukkan ke tabungan anggota.

Beberapa pertanyaan ia jawab hanya dengan senyum, namum harapan Ibu Prawiro adalah bagaimana ketua atau pengurus mengusahakan modal agar anggota dapat pinjam lebih banyak. Dia mengatakan bila pinjaman bisa lebih Rp. 1.000.000,00 atau mungkin lebih lagi bisa digunakan untuk memperbanyak dagangan dan dapat menambah pendapatan.

Kepercayaan

Alasan mengikuti kegiatan simpan pinjam rukun lestari yang utama ya dapat pinjaman, sebab usahanya kadang-kadang hasilny ikut untuk kebutuhan sehari-hari dan ini kadang kadang untuk kolakan lagi sudah tidak punya uang. Tapi adanya rukun lestarikan bisa pinjam dan nyebarak. Saya ikut kegiatan rukun lestari sebulan sekali dan tempatnya berpindah-pindah, kadang dirumah anggota dan kadang juga di masjid.

Untuk mendapat pinjaman prosesnya yang mengajukan di tulis di buku anggota masing-masing bila setelah disetujui kemudiang anggota yang pinjam menandatangani di buku pinjaman.


(6)

dipotong bunga di depan sebesar Rp. 40.000,00 atau (10% jadi yang pinjam menerima Rp. 360.000,00 di kembalikan 10 kali. Bagi yang menunggak dalam pertemuan biasanya diingatkan, untuk sangsi di bilang tidak ada Cuma bila lama tidak hadir dan tidak membayar cicilan salah seorang pengurus atau anggota lain datang untuk mengetahui keadaan anggota yang pinjam maupun yang beberapa kali tidak hadir ini seperti Ibu Prawiro alami.

Untuk keuangan pada setiap kali pertemuan dibacakan baik jumlah uang yang berada di anggota juga sisa kas setiap bulannya.

III. Kapabilitas Anggota

Ibu prawiro tinggal di rumahnya sendiri di temani anak cucu dan mantunya, dia mengatakan bila sakit biasanya datang ke bidan yang ada di RW 04 Dusun Dawukan kalau tidak kadang ke Puskesmas di antar anaknya.

Kesehariannya dia berjualan dan mengikuti pengajian ranting Muhammadiyah disamping aktif ikut paguyuban rukun lestari.

Dia mengatakan :

Kulo niki usaha sadeyan nggeh pun dangu, tinimbang mung meneng kemawon nggeh sekecane sadeyan kan saget ngiras ngirus ben awet urep. Disamping kaleh mbantoni anak-anak kulo, kalian bek e putu-putu kulo butuh jajanan. Lha entene paguyuban rukun lestari nggeh sae, lha wong saget damel jaganan bileh kulo mboten gadah modal damel kolakan.

Sewaktu pengkaji tanya penghasilan dan pengeluaran sehari-hari dia hanya mengatakan sepeinten tho pak,niki mung gawe nyambung urep. Namun dari beberapa kali pengkaji tanya akhirnya Ibu Prawiro mau menjawab mengenai pendapatan dan pengeluaran perbulan sebagai berikut :

Pendapatan :

- Dari usaha toko kelontong Rp. 450.000,00 Pengeluaran :

- Pendidikan Rp. – - Kesehatan Rp. –

- Pangan Rp. 300.000,00 - Pakaian dibeli setahuan sekali sewaktu lebaran Rp. 30.000,00 - Lain-lain

Listrik (patungan dengan anaknya) Rp. 30.000,00 Simpan pinjam + iuran Rp. 43.000,00 _____________ Jumlah Rp. 403.000,00