Pihak-Pihak dalam Perjanjian Pemborongan Outsourcing

Dalam Pasal 7 dan 8 Permenaker No. 19 Thn 2012 disebutkan juga syarat pelaporan jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan perjanjian pemborongan. Pasal 7 Permenaker No. 19 Thn 2012 menegaskan: “Perusahaan pemberi pekerjaan dilarang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan apabila belum memiliki bukti pelaporan jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan. Apabila perusahaan pemberi pekerjaan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan sebelum memiliki bukti pelaporan jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan, maka hubungan kerja antara pekerjaburuh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan” . Pasal 8 Permenaker No.19 Thn 2012 menyebutkan: “Perusahaan pemberi pekerjaan harus melaporkan secara tertulis setiap perubahan jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan melalui pemborongan pekerjaan, kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupatenkota tempat pemborongan pekerjaan dilaksanakan dengan tetap memperhatikan proses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5”. 94

C. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Pemborongan Outsourcing

Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian pemborongan, ada yang secara langsung dan secara tidak langsung terikat dengan adanya perjanjian pemborongan, bagi pihak-pihak yang terikat maupun yang secara tidak langsung terikat dengan adanya perjanjian pemborongan disebut peserta dalam perjanjian pemborongan. 95 1. Perusahaan Pemberi Pekerjaan Adapun peserta dalam perjanjian pemborongan yaitu: 94 Pasal 7 dan 8 Permenaker No. 19 Tahun 2012 95 Djumialdji 2, Op.cit., hal. 7 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Menurut Djumaldi, perusahaan pengguna jasa disebut juga sebagai pemberi tugas, pimpro, aanbesteder, bouwheer atau principal, atau pemberi pekerjaan, 96 yang selanjutnya disebut perusahaan pemberi pekerjaan. Perusahaan pemberi pekerjaan adalah perusahaan yang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan penerima pemborongan atau perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh Pasal 1 angka 1 Permenaker No. 19 Thn 2012. 97 Menurut Djumialdji, pemerintah Indonesia melalui peraturan tersebut menghendaki adanya tanggung jawab penuh berupa perlindungan pengusaha terhadap buruhkaryawan, hai ini dilakukan dengan memberi tanggung jawab berbadan hukum pada perusahaan pemberi pekerjaan. 98 Pasal 4 dan 5 Permenaker No. 19 Thn 2012 menjelaskan proses penentuan jenis pekerjaan penunjang dan kewajibanperusahaan pemberi pekerjaan untuk melaporkannya kepada instansi yang berwenang. Pasal 4 Permenaker No. 19 Thn 2012 berbunyi: “Asosiasi sektor usaha yang harus membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan sesuai sektor usaha masing-masing. Alur tersebut harus menggambarkan proses pelaksanaan pekerjaan dari awal sampai akhir serta memuat kegiatan utama dan kegiatan penunjang dengan memperhatikan persyaratan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain. Alur tersebut dipergunakan sebagai dasar bagi perusahaan pemberi pekerjaan dalam penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan melalui pemborongan pekerjaan”. Pasal 5 Permenaker No. 19 Thn 2012 menyatakan, jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan harus dilaporkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan kepada instansi yang bertanggung 96 Djumialdji 3, Perjanjian Kerja, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 20 97 Pasal 1 angka 1 Permenaker No. 19 Thn 2012 98 Sehat Damanik, Op.cit., hal. 37 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA jawab di bidang ketenagakerjaan kabupatenkota tempat pemborongan pekerjaan dilaksanakan. 99 2. Perusahaan Penerima Pekerjaan Perusahaan penerima pekerjaan disebut juga pemborong ataupun perusahaan penerima pemborongan pekerjaan dalam outsourcing. Pasal 1 angka 2 Permenaker No. 19 Thn 2012 menyatakan bahwa perusahaan penerima pemborongan adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yang memenuhi syarat untuk menerima pelaksanaan sebagian pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan. 100 Pasal 12 Permenaker No. 19 Thn 2012, perusahaan penerima pemborongan harus memenuhi persyaratan: 101 a. berbentuk badan hukum; b. memiliki tanda daftar perusahaan; c. memiliki izin usaha; dan d. memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan. Perusahaan penerima pekerjaan yang menandatangani perjanjian pemborongan tersebut harus merupakan perusahaan yang berbadan hukum dan mempunyai izin usaha dari ketenagakerjaan. 102 Menurut Pasal 1 ayat 5 UU Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan perusahaan adalah: 103 a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak yang mempekerjakan pekerja dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak, milik perseorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara 99 Pasal 4 dan 5 Permenaker No. 19 Tahun 2012 100 Pasal 1 angka 2 Permenaker No. 19 Tahun 2012 101 Pasal 12 Permenaker No. 19 Tahun 2012 102 Sehat Damanik, Op.cit., hal. 18 103 Lalu Husni, Op.cit., hal. 37 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA yang mempekerjakan buruhpekerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Berdasarkan pengertian di atas, maka tidak semua perusahaan dapat disebut sebagai badan hukum karena perusahaan bisa berupa perorangan, sedangkan dalam badan hukum tidak bisa, itu berarti bahwa perusahaan perorangan tidak diperkenankan ikut serta dalam bisnis outsourcing. Ketentuan mengenai keharusan bahwa hanya perusahaan yang berbadan hukum yang bisa melakukan bisnis outsourcing telah ditetapkan dengan tegas oleh pembuat UU Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 65 ayat 3 disebutkan “perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus berbentuk badan hukum”. Penjelasan mengenai batasan perusahaan berbadan hukum tersebut tidak ada dalam UU Ketenagakerjaan maupun penjelasannya sehingga untuk mengetahui pengertian, jenis, dan bentuk badan hukum dimaksud harus melihat pada ketentuan perundang-undangan yang mengatur jenis-jenis badan hukum yang ada di Indonesia. Tidak ada batasan yang tegas berarti UU Ketenagakerjaan juga tidak memaksakan atau menetapkan bahwa hanya badan hukum tertentu yang dapat menjalankan bisnis outsourcing. 104 Perusahaan penerima pekerjaan harus berbadan hukum, ketentuan ini diperlukan karena banyak perusahaan penerima pekerjaan yang tidak bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban terhadap hak-hak pekerjaburuh sebagaimana 104 Sehat Damanik, Op.cit., hal. 31-32 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA mestinya sehingga pekerjaburuh menjadi terlantar. Oleh karena itu, berbadan hukum menjadi sangat penting agar tidak bisa menghindar dari tanggung jawab. 105 Kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan penerima pekerjaan terhadap pekerjaburuh, menurut Lalu Husni adalah sebagai berikut: 106 a. perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja harus sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. hubungan kerja dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan perjanjian kerja waktu tertentu sesuai dengan ketentuan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan; c. pasal 59 menyebutkan perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu: 1 pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; 2 pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama tiga tahun; 3 pekerjaan yang bersifat musiman; 4 pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Selain itu, Pasal 10 dan Pasal 11 Permenaker No. 19 Thn 2012 juga memberikan kewajiban bagi perusahaan penerima pemborongan untuk mendaftarkan perjanjian pemborongan dan haknya untuk menerima bukti pendaftaran. Pasal 10 Permenaker No. 19 Thn 2012 menyatakan bahwa: “Perjanjian pemborongan pekerjaan harus didaftarkan oleh perusahaan penerima pemborongan kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan kabupatenkota tempat pemborongan pekerjaan dilaksanakan. Pendaftaran perjanjian pemborongan pekerjaan dilakukan setelah perjanjian tersebut ditandatangani oleh perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penerima pemborongan, paling lama 30 tiga puluh hari kerja sebelum pekerjaan dilaksanakan”. 105 Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 221 106 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hal. 180 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Menurut Pasal 11 Permenaker No. 19 Thn 2012 bahwa: “Dalam hal perjanjian pemborongan pekerjaan telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupatenkota tempat pekerjaan dilaksanakan menerbitkan bukti pendaftaran paling lambat 5 lima hari kerja sejak berkas permohonan pendaftaran perjanjian diterima”. 107 3. Pekerjaburuh Pengertian pekerjaburuh dalam outsourcing sebenarnya tidak berbeda jauh dengan pengertian pekerjaburuh berdasarkan pengertian ketenagakerjaan. Pasal 1 angka 3 UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pekerjaburuh adalah “Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. 108 Pengertian di atas agak umum namun maknanya lebih luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perseorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apa pun. Penegasan imbalan dalam bentuk apa pun ini perlu karena upah selama ini diidentikkan dengan uang, padahal ada pula buruhpekerja yang menerima imbalan dalam bentuk barang. 109 Pekerjaburuh adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan penerima pemborongan atau perusahaan penyedia jasa pekerjaburuh yang menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain Pasal 1 angka 6 Permenaker No. 19 Thn 2012, dari pengertian tersebut, hanya tenaga kerja yang sudah bekerja yang dapat disebut pekerjaburuh. 110 107 Pasal 10 dan11 Permenaker No. 19 Thn 2012 108 Lalu Husni, Op.cit., hal 19 109 Ibid., hal. 35 110 Pasal 1 angka 6 Permenaker No. 19 Tahun 2012 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

E. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Perjanjian Pemborongan Outsourcing