Syarat-Syarat Perjanjian Pemborongan Outsourcing

syarat tersebut mengakibatkan batalnya syarat-syarat perjanjian pemborongan pekerjaan.

B. Syarat-Syarat Perjanjian Pemborongan Outsourcing

Apabila perusahaan ingin menyerahkan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain, untuk melaksanakannya harus dipenuhi syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain berdasarkan Pasal 65 ayat 2 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi: “Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan d. tidak menghambat proses produksi secara langsung”. Sehat Damanik menjelaskan syarat-syarat tersebut sebagai berikut: 89 1. Dilakukan terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan Bagian pekerjaan yang dioutsource oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain harus dilakukan terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan. UU Ketenagakerjaan maupun dalam penjelasannya tidak menjelaskan pengertian terpisah dari kegiatan utama. Menurut Sehat Damanik, secara hurufiah terpisah dari kegiatan dapat diartikan sebagai pekerjaan yang pengerjaannyaproses produksinya tidak dilakukan secara bersama-sama dengan bisnis utama perusahaan. Misalnya, suatu perusahaan yang memproduksi sepatu olahraga kegiatan utamanya di perusahaanpabik adalah merangkai bahan sepatu satu demi satu sehingga menjadi satu unit sepatu yang bisa dipakai, sedangkan pekerjaan yang terpisah dari kegiatan utama, seperti kegiatan penyediaan makanan karyawan catering. 2. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi kerja, hal ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan Pelaksanaan suatu pekerjaan yang dioutsource dapat dikerjakan di tempat penerima pekerjaan atau di tempat pemberi pekerjaan sesuai dengan sifat 89 Ibid., hal. 26-27 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA pekerjaan tersebut, untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya membuat suatu produk tertentu, misalnya baut kecil untuk pabrik perakitan mobil, kancing baju untuk pabrik garmen dan lain-lain, umumnya pengerjaannya dilakukan di perusahaan outsourcing, sedangkan untuk pekerjaan- pekerjaan yang sifatnya melakukan suatu jasa tertentu, misalnya tugas- tugas penjagaan keamanan perusahaan dan jasa akuntan untuk menyusun laporan pembukuan, biasanya dikerjakan di tempat pemberi pekerjaan. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang tempat pengerjaannya dilakukan di tempat pemberi pekerjaan, maka perintah dapat diberikan oleh pemberi pekerjaan secara langsung kepada pekerjaburuh yang ditempatkan oleh penerima pekerjaan di perusahaan pemberi pekerjaan, sedangkan untuk pekerjaan yang pengerjaannya dilakukan di perusahaan penerima pekerjaan, maka perintah bisa diberikan secara tidak langsung oleh pemberi pekerjaan kepada pekerjaburuh melalui penerima pekerjaan. 3. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan kegiatan utama sesuai dengan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan oleh asosiasi sektor usaha yang dibentuk sesuai peraturan perundang-undangan Kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi, menurut penjelasan pasal 66 ayat 1 UU Ketenagakerjaan adalah kegiatan di luar usaha pokok core business. Usaha-usaha tersebut antara lain pelayanan kebersihan cleaning service, usaha penyediaan makanan bagi pekerjaburuh catering, usaha tenaga pengaman securitysatuan pengamanan, jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta penyediaan angkutan pekerjaburuh. 4. Tidak menghambat proses produksi langsung, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, maka proses produksi tetap berjalan sebagaimana mestinya. Sifat pekerjaan yang dioutsource bukanlah pekerjaan utama, jadi seandainya terjadi kendala pada pelaksanaan pekerjaan tersebut, proses produksi tidak terhalang secara langsung. Penentuan syarat bukan bisnis utama core business sangat bermanfaat untuk melindungi perusahaan dari permainankecurangan perusahaan penerima pekerjaan. Syarat ini berkaitan erat dengan pembatasan pekerjaan yang dapat dioutsource, yakni hanya pekerjaan di luar kegiatan utama perusahaan karena seandainya yang dioutsource adalah pekerjaan utama maka akan membahayakan kelangsungan hidup suatu perusahaan karena apabila pada saat produksi sedang berjalan, ternyata karena satu dan lain hal, penerima pekerjaan lalai memenuhi kewajibannya. Kondisi demikian akan langsung mematikan aktivitas perusahaan. Persyaratan di atas merupakan persyaratan yang bersifat kumulatif, yakni semua syarat harus terpenuhi secara bersama-sama pada saat pelaksanaan kegiatan UNIVERSITAS SUMATRA UTARA outsourcing, tidak terpenuhinya satu syarat mengakibatkan pekerjaan yang dioutsource tidak dapat diserahkan kepada perusahaan lain atau seandainya sudah sempat dilaksanakan akan menimbulkan dampak hukum yang merugikan pemberi pekerjaan, khususnya berkaitan dengan tanggung jawab terhadap pekerjaburuh. 90 Dalam hal pekerjaan yang diserahkan tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka hubungan kerja antara pekerjaburuh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerjaburuh tersebut dengan perusahaan pemberi pekerjaan. 91 Menurut Adran Sutedi, praktik outsourcing dalam UU Ketenagakerjaan dapat dilaksanakan dengan persyaratan sebagai berikut: 92 a. perjanjian pemborongan pekerjaan dibuat secara tertulis; b. bagian pekerjaan yang diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan diharuskan memenuhi syarat-syarat: 1 apabila bagian pekerjaan tersebut dapat dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; 2 bagian pekerjaan itu merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan sehingga kalau dikerjakan pihak lain tidak akan menghambat proses produksi secara langsung; dan 3 dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan. Dalam Pasal 9 ayat 2 Permenaker No. 19 Thn 2012 juga ditentukan bahwa perjanjian pemborongan pekerjaan sekurang-kurangnya harus memuat: 93 1. hak dan kewajiban masing-masing pihak; 2. menjamin terpenuhinya perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerjaburuh sesuai peraturan perundang-undangan; dan 3. memiliki tenaga kerja yang mempunyai kompetensi di bidangnya. 90 Ibid., hal. 29 91 Hardijan Rusli 2, Hukum ketenagakerjaan 2003, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 96 92 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 220-221 93 Pasal 9 ayat 2 Permenaker No. 19 Thn 2012 UNIVERSITAS SUMATRA UTARA Dalam Pasal 7 dan 8 Permenaker No. 19 Thn 2012 disebutkan juga syarat pelaporan jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan perjanjian pemborongan. Pasal 7 Permenaker No. 19 Thn 2012 menegaskan: “Perusahaan pemberi pekerjaan dilarang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan apabila belum memiliki bukti pelaporan jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan. Apabila perusahaan pemberi pekerjaan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan sebelum memiliki bukti pelaporan jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan, maka hubungan kerja antara pekerjaburuh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan” . Pasal 8 Permenaker No.19 Thn 2012 menyebutkan: “Perusahaan pemberi pekerjaan harus melaporkan secara tertulis setiap perubahan jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan melalui pemborongan pekerjaan, kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupatenkota tempat pemborongan pekerjaan dilaksanakan dengan tetap memperhatikan proses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5”. 94

C. Pihak-Pihak dalam Perjanjian Pemborongan Outsourcing