Hubungan Hiponatremi dengan MACE

terjadinya hiponatremi pada pasien infark miokard akut, yaitu akibat dari peningkatan sekresi dari vasopressin sebagai respon dari stimulus non-osmotik, yang meliputi diantaranya perkembangan akut dari disfungsi ventrikel kiri, nyeri, mual, dan akibat pemberian analgetik dan diuretik Goldberg et al., 2006. Vasopressin merupakan hormon antidiuretik endogen yang disekresikan oleh kelenjar pituitari posterior, yang dimana berfungsi untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuh. Meningkatnya vasopressin pada pasien infark miokard ini dimediasi melalui baroreseptor arteri dan peningkatan dari angiotensin II Lilly, 2011. Peningkatan konsentrasi vasopressin akan menyebabkan masuknya aquaporin-2 water channels ke dalam membran sel di duktus kolektivus di ginjal. Akibatnya akan terjadi reabsorbsi cairan bebas Goldberg et al., 2006. Selain itu, pada pasien infark miokard akut akan terjadi pengaktifan dari sistem renin angiotensin dan peningkatan dari produksi katekolamin. Hal ini akan mendorong untuk terjadinya vasokonstriksi pada ginjal, sehingga akan mengurangi kecepatan filtrasi glomerulus dan pengiriman cairan tubulus ke bagian pengenceran di nefron. Akibatnya akan mengurangi ekskresi cairan di ginjal Goldberg et al., 2006. Berlebihnya cairan di dalam tubuh dibandingkan dengan total kandungan natrium dalam tubuh akan menimbulkan gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh, yaitu berupa hiponatremi Spasovski et al., 2014. Melalui proses inilah maka pasien infark miokard akut dapat mengalami hiponatremi.

2.3.2. Hubungan Hiponatremi dengan MACE

Gangguan keseimbangan natrium merupakan gangguan elektrolit yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari - hari Reynolds, Padfield, dan Seckl, 2006. Hiponatremi merupakan gejala klinis yang dijumpai di rumah sakit, yaitu sebanyak 15 - 20. Hiponatremi berkaitan dengan peningkatan mortalitas, morbiditas, dan lama perawatan di rumah sakit Spasovski et al., 2014. Universitas Sumatera Utara Pada pasien infark miokard akut, akan terjadi penurunan kadar natrium yang dimana merupakan risiko untuk terjadinya gagal jantung dan kematian Bacharibjatoen, 2012. Hal ini disebabkan karena terjadinya aktivasi neurohormonal yang berhubungan dengan pelepasan dari atrial natriuretic peptide dan katekolamin dan juga aktivasi sistem renin angiotensin Singla et al., 2007. Lepasnya natriuretic peptide disebabkan karena terjadinya peningkatan tekanan intrakardiak. Natriuretic peptide terdiri dari atrial natriuretic peptide ANP dan B-type natriuretic peptide. ANP disimpan di dalam sel atrium dan akan dilepaskan apabila terjadi distensi pada atrium. Pada saat infark miokard, akan dikeluarkan BNP yang menandakan telah terjadinya stres hemodinamik pada miokard ventrikel Lilly, 2011. Selain lepasnya natriuretic peptide, juga akan terjadi pelepasan katekolamin. Katekolamin akan mengakibatkan peningkatan usaha jantung untuk berkontraksi, sehingga akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan dari oksigen. Peningkatan katekolamin juga akan menimbulkan nyeri kepala yang berat, keringat yang banyak, palpitasi dan takikardi Lilly, 2011. Akibatnya, akan semakin memperberat keadaan pada pasien infark miokard akut. Sistem renin angiotensin berperan penting dalam keseimbangan air dan natrium, yang dimediasi oleh renin. Stimulus utama dari pelepasan renin dari sel juxtaglomerulus di ginjal meliputi 1 penurunan perfusi arteri renalis akibat penurunan cardiac output, 2 penurunan pengiriman natrium ke makula densa di ginjal, yang menyebabkan perubahan hemodinamik dalam ginjal, dan 3 stimulasi langsung dari reseptor β₂ juxtaglomerulus oleh aktivasi sistem saraf adrenergik. Renin akan mengubah angiotensin menjadi angiotensin I, yang kemudian oleh angiotensin-converting enzyme ACE akan diubah menjadi angiotensin II, yang merupakan vasokonstriktor poten. Angiotensin II akan merangsang rasa haus di hipothalamus, sehingga terjadi peningkatan penyerapan air dan meningkatkan sekresi aldosteron di korteks adrenal. Kemudian, hormon Universitas Sumatera Utara tersebut akan memicu reabsorbsi natrium dari tubulus distal ginjal ke sirkulasi, sehingga akan meningkatkan volume intravaskular. Peningkatan volume intravaskular akan menyebabkan peningkatan preload Gambar 2.3. Lilly, 2011. Akan tetapi, hiperaktivitas dari sistem renin angiotensin akan menimbulkan vasokonstriksi berlebihan dan peningkatan afterload, yang akan berakibat pada menurunnya cardiac output dan glomerular filtration rate Kusumoto, 2014. Selain itu, peningkatan angiotensin II dan aldosteron yang berlebihan akan mengakibatkan produksi dari sitokin, mengaktifkan makrofag, dan menstimulasi fibroblas, menyebabkan terjadinya fibrosis dan remodeling jantung Lilly, 2011. Akibat dari aktivitas neurohormonal dan sitokin, akan meningkatkan wall stress Singla et al., 2007. Meningkatnya wall stress akan menyebabkan peningkatan dari kebutuhan oksigen. Oleh karena itu, akan terjadi kompensasi untuk menurunkan penggunaan oksigen. Karena wall stress berbanding terbalik dengan ketebalan dari dinding ventrikel, maka dalam usaha untuk menurunkan konsumsi oksigen dan menurunkan wall stress akan terjadi hipertrofi pada miokard. Akan tetapi, akibat meningkatnya kekakuan dinding miokard yang hipertrofi maka akan menyebabkan peningkatan tekanan diastol ventrikel, yang dimana akan ditransmisikan ke dinding atrium kanan dan vaskularisasi paru Lilly, 2011. Melalui mekanisme renin angiotensin inilah akan terjadi vasokonstriksi perifer dan hipertrofi miokard pada pasien infark miokard akut Singla et al., 2007. Selain itu, pada infark miokard akut, akan terjadi pelepasan dari vasopressin nonosmotik, yang merupakan akibat dari adanya disfungsi pada ventrikel kiri, sebagai respon terhadap nyeri, nausea, stres berat atau respon dari pemberian analgetik dan diuretik Bacharibjatoen, 2012. Peningkatan vasopressin yang merupakan hormon antidiuretik ini akan meningkatkan volume intravaskular karena akan memicu terjadinya retensi air pada bagian distal nefron. Meningkatnya volume intravaskular akan berdampak pada peningkatkan preload ventrikel kiri dan peningkatan cardiac output. Selain itu, vasopressin juga dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi sistemik melalui stimulasi langsung pada reseptor V1 di otot polos pembuluh darah karena vasopressin merupakan Universitas Sumatera Utara vasokonstriktor nonadrenergik yang poten. Konstriksi pada vena akan menyebabkan berlebihnya aliran balik vena ke jantung, sehingga meningkatkan tekanan hidrostatik pada kapiler paru yang akan berakibat pada terjadinya kongesti paru. Lalu, konstriksi pada arteri yang berlebih akan meningkatkan resistensi pada ventrikel kiri dalam berkontraksi, sehingga akan menyebabkan terhalangnya forward cardiac output Lilly, 2011. Sumber : Lilly, 2011 Gambar 2.3. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron Peningkatan dari kadar vasopressin ini akan diikuti dengan peningkatan dari aktivasi neurohormonal lain, seperti renin dan norepinefrin Bacharibjatoen, 2012. Peningkatan norepinefrin akan menyebabkan peningkatan kontraksi jantung dan peningkatan detak jantung Kusumoto, 2014. Peningkatan detak jantung tersebut akan menyebabkan peningkatan dari kebutuhan metabolik, yang Universitas Sumatera Utara pada akhirnya akan memperberat kerja dari jantung itu sendiri, sehingga akan menimbulkan dampak buruk pada pasien Lilly, 2011. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang