BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gejolak krisis moneter pernah melanda Negara Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Kehidupan perekonomian nasional pun menjadi sangat
sulit. Kinerja dunia usaha sebagian besar mengalami stagnasi, malah banyak sekali perusahaan yang mengalami kebangkrutan. Begitu juga lembaga keuangan
bank, banyak bank yang nyaris ditutup atau bubar karena mengalami kebangkrutan pada krisis moneter tersebut.
Gejolak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan Juli 1997 tersebut mengakibatkan dampak yang sangat luas terhadap perkembangan bisnis di
Indonesia. Naiknya nilai tukar dollar terhadap rupiah dengan sangat tinggi menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia tidak mampu membayar utangnya
yang umumnya dilakukan dalam bentuk dollar. Akibatnya banyak perusahaan di Indonesia yang mengalami kebangkrutan karena tidak mampu lagi membayar
utangnya tersebut. Menurut data Jurnal Hukum Bisnis, terdapat sekitar 18.000 perusahaan
mengalami kesulitan pembayaran utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih akibat krisis moneter tahun 1997. Masalahnya karena nilai tukar rupiah terhadap
Dollar Amerika Serikat, utang pemerintah dan swasta yang memakai standar dollar Amerika Serikat menjadi membengkak.
2
2
Bernard Nainggolan, Perlindungan Hukum Seimbang Debitor-Kreditor Dan Pihak Berkepentingan Dalam Kepailitan, Bandung: Alumni, hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
Permasalahan utang piutang perusahaan ini, dapat diatasi dengan berbagai alternatif yang dapat dilakukan antara lain,
3
Selain itu upaya lain yang dapat ditempuh untuk mengatasi utang piutang ini antara lain,
pertama, mencapai kesepakatan bilateral antara debitur dan kreditur untuk menyelesaikan utang piutang di antara
mereka, baik yang dilakukan oleh mereka sendiri maupun dengan pemanfaatan Prakarsa Jakarta Jakarta Inisiative; kedua, memanfaatkan skema Indonesian
Debt Restructuring Agency INDRA; ketiga, menggunakan Undang-Undang Kepailitan.
4
Langkah penyelamatan dunia usaha melalui penjadwalan dan restrukturisasi utang seperti telah diupayakan melalui Indonesia Debt
pertama, mempergunakan sistem penyelesaian sengketa di luar pengadilan Alternative Dispute Resolution;
kedua, mempergunakan penyelesaian melalui Badan Arbitrase Nasional apabila dalam perjanjian ada
klausul tentang hal ini; ketiga, melakukan restrukturisasi utang. Upaya-upaya hukum tersebut telah dilakukan, namun tampaknya dampak
dari terjadinya krisis moneter ini sungguh besar. Dampak dari terjadinya krisis moneter ini telah memicu kebekuan antara dunia usaha dan perbankan, berbuntut
kepada lilitan utang yang terjadi yang membuat dunia usaha praktis menjadi lumpuh. Bila seluruh upaya-upaya untuk menyehatkan perusahaan tidak dapat lagi
menyelamatkan perusahaan, maka perusahaan berada dalam keadaaan pailit. Kegagalan perusahaan dalam mengembalikan pinjaman dapat dikategorikan
bahwa perusahaan tersebut mengalami Corporate Failure.
3
Sunarmi, Hukum Kepailitan, Jakarta: Sofmedia, hlm. 2.
4
Ibid., hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
Restructuring Indra dan Jakarta Initiative Prakarsa Jakarta tampaknya tidak sepenuhnya dapat diterima oleh para kreditur luar negeri. Jadi dibutuhkan jalan
lain untuk menyelesaikan masalah utang-piutang secara efektif yang esensinya untuk mengembalikan jumlah kredit kepada kreditor dengan cara yang cepat,
efisien, dan berimbang serta transparan. Untuk mengatasi dan mengantisipasi keadaan tersebut, salah satu langkah
yang dilakukan oleh pemerintah khususnya yang menyangkut utang-piutang dunia usaha adalah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang No 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan.
Harus diakui bahwa salah satu faktor penekan terhadap keharusan diberlakukannya Peraturan Pengganti Undang-Undang tentang Kepailitan selain
dari adanya ketidakpercayaan para pencari keadilan lokal adalah tumbuhnya ketidakpercayaan pihak asing terhadap praktik peradilan di Indonesia. Fakta
berperkara di pengadilan negeri yang sering tidak dapat dibaca kapan berawal dan kapan berujungnya, begitu juga dengan rumor-rumor miring tentang mafia
peradilan membuat para pencari keadilan khususnya para pelaku bisnis, investor, ataupun kreditur asing memberi signal dan tekanan tersendiri bagi pemerintah
baik melalui kehadiran IMF maupun melalui keengganan sikap melakukan aktivitas bisnis di Indonesia.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan yang ditetapkan atau
diundangkan pada tanggal 22 April 1998 dan berlaku mulai Agustus 1998
Universitas Sumatera Utara
sebenarnya hanya penyempurnaan dan penyesuaian terhadap peraturan kepailitan yang lama. Cara penyempurnaan itu dilakukan dengan mengubah, menghapus,
dan juga menambah ketentuan-ketentuan norma hukum dan peraturan kepailitan yang lama.
Landasan konstitusional lahirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Pasal 22 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sebuah
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Walaupun Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang tersebut sudah terlanjur diberlakukan, tetap harus mendapat persetujuan dari DPR. Jika tidak mendapat persetujuan, Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang itu harus dicabut.Demikian juga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998, telah disetujui oleh
pihak DPR Republik Indonesia pada bulan September tahun 1998. Sebagai tanda persetujuan dari pihak DPR Republik Indonesia, maka keluarlah Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Kepailitan. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Kepailitan tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 selanjutnya akan disebut
sebagai Undang-Undang Kepailitan.
5
Dengan adanya revisi terhadap peraturan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, diharapkan dapat memecahkan sebagian persoalan
penyelesaian utang piutang perusahaan. Selanjutnya selain untuk memenuhi
5
Ibid., hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan dalam rangka penyelesaian utang piutang tersebut di atas, perlu adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang adil, cepat, terbuka dan juga efektif
melalui suatu pengadilan khusus di lingkungan Peradilan Umum yang dibentuk secara khusus dan diberikan tugas khusus pula untuk menangani, memeriksa, dan
memutuskan berbagai sengketa tertentu di bidang perniagaan termasuk di bidang kepailitan dan penundaan pembayaran.
6
Setelah lebih kurang 6 tahun berlakunya Undang-Undang Kepailitan Tahun 1998, kemudian muncullah revisi undang-undang tersebut yakni Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Sistem yang dipergunakan dalam perubahan Undang-Undang Kepailitan
adalah tidak melakukan perubahan secara total, tetapi hanya mengubah pasal- pasal tertentu yang perlu diubah dan menambah berbagai ketentuan baru ke dalam
undang-undang yang sudah ada. Menyangkut substansi Undang-Undang Kepailitan, ada hal-hal yang
kurang jelas pengaturannya sehingga menimbulkan berbagai interpretasi multi interpretation atau malah kekosongan peraturan untuk menyelesaikannya.
Misalnya Undang-Undang Kepailitan tahun 1998 tidak memberi pengertian atau definisi mengenai utang, debitur maupun kreditur. Hal ini bukan saja memicu
perdebatan di kalangan ahli hukum maupun praktisi hukum, tetapi juga memunculkan problematika pada penegakan hukumnya. Karena itu, tidak
mengherankan jika kemudian beberapa putusan Pengadilan Niaga berbau kontroversi dan dinilai tidak memberikan keadilan sebagaimana yang diharapkan.
6
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Jakarta: RajaGrafindo Persada, hlm. 135.
Universitas Sumatera Utara
Pembayaran Utang. Undang-Undang ini diundangkan dan mulai berlaku pada tanggal 18 Oktober 2004. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
disebut dengan Undang-Undang Kepailitan atau disingkat dengan UUK dan PKPU.
7
Penjelasan Umum Undang-Undang Kepailitan khususnya dalam bagian uraian mengenai pokok-pokok penyempurnaan Undang-Undang Kepailitan pada
sub Ketujuh, telah disebutkan tentang penegasan dan pembentukan peradilan khusus yang akan menyelesaikan masalah secara umum.
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 20004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tersebut, terdapat ketentuan mengenai
Pengadilan Niaga. Ketentuan mengenai pengadilan niaga tersebut merupakan suatu ketentuan yang benar-benar merupakan ketentuan baru yang ditambahkan
ke dalam Undang-Undang Kepailitan.
8
Pengadilan Niaga adalah pengadilan yang berada di dalam lingkungan badan Peradilan Umum, bukan lingkungan badan peradilan yang berdiri sendiri.
Pengadilan Niaga berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Namun seiring dengan
Lembaga ini berupa Pengadilan Niaga dengan hakim-hakim yang demikian juga akan bertugas secara khusus. Pembentukan Pengadilan Niaga ini
merupakan langkah deferensial atas Peradilan Umum yang dimungkinkan pembentukannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.
7
Bernard Nainggolan, op.cit., hlm. 5.
8
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
perkembangan kebutuhan di masyarakat, Pengadilan Niaga ini juga diberikan wewenang untuk memeriksa dan memutus sengketa di bidang Hak Kekayaan
Intelektual HAKI sesuai dengan Peraturan Pemerintah. Penetapan Pengadilan Niaga sebagai pengadilan yang berwenang untuk
memeriksa dan memutus permohonan atau perkara kepailitan semata-mata untuk mengefisienkan proses pemeriksaan permohonan kepailitan dan penundaan
pembayaran utang serta perkara perniagaan tertentu lainnya. Sedangkan mengenai pengorganisasian sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi
peradilan umum. Berdasarkan uraian di atas, maka penting sekali untuk menganalisis lebih
mendalam terhadap pelaksanaan dari penyelesaian sengketa kepailitan yang dilakukan oleh Pengadilan Niaga. Untuk itulah dipilih judul “Kewenangan
Pengadilan Niaga Dalam Sengketa Kepailitan”.
B. Perumusan Masalah