Latar Belakang Masalah PRINSIP SUBROGASI DALAM PERJANJIAN (POLIS) ASURANSI KERUGIAN DITINJAU DARI HUKUM PERASURANSIAN DI INDONESIA

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan merupakan suatu anugerah yang paling berharga dan bernilai tinggi bagi setiap umat manusia. Namun tidak semua umat manusia menyadari betapa pentingnya arti kehidupan. Seringkali setiap keputusan yang diambil oleh manusia membahayakan keselamatannya dan juga selalu mengandung sebuah risiko. ”Risiko adalah kemungkinan kerugian yang akan dialami, yang diakibatkan oleh bahaya yang mungkin terjadi, tetapi tidak diketahui lebih dahulu apakah akan terjadi dan kapan akan terjadi” Radiks Purba, 1992 : 29. Risiko-risiko tersebut bersifat tidak pasti, tidak diketahui apakah akan terjadi dalam waktu dekat atau dikemudian hari, apabila risiko tersebut betul-betul terjadi, tidak diketahui berapa kerugiannya secara ekonomis. Timbulnya risiko tersebut membuat manusia dalam menjalani kegiatan dan aktifitasnya diliputi oleh perasaan yang tidak nyaman. Suatu ketika seseorang mendengar kabar bahwa rumahnya habis terbakar, kemudian ada yang mendengar bahwa mobilnya mengalami kecelakaan dan rusak parah, serta ada juga sejumlah orang meninggal dunia atau mengalami luka-luka akibat kecelakaan pada kendaraan bermotor, pesawat udara maupun kapal laut yang mereka gunakan atau tumpangi. Kerugian yang ditimbulkan dari risiko-risiko tersebut di atas mempunyai nilai ekonomis dan financial yang tidak sedikit yang mungkin dapat mengakibatkan kebangkrutan dan merugikan hajat hidup orang banyak. Salah satu cara untuk mengatasi risiko tersebut adalah dengan cara mengalihkan risiko transfer of risk kepada pihak lain di luar diri manusia. Pada saat ini, pihak lain penerima risiko dan mampu mengelola risiko tersebut adalah perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi menyediakan berbagai produk asuransi sesuai dengan kebutuhan manusia karena asuransi merupakan salah satu hasil peradaban manusia dan merupakan hasil evaluasi kebutuhan manusia yang sangat commit to user 2 hakiki akan rasa aman dan terlindungi, terhadap kemungkinan menderita dari segala macam jenis kerugian. Asuransi sebagai lembaga keuangan bukan bank semakin mendapat tempat di tengah-tengah masyarakat kita, baik dilihat dari sisi pengusaha maupun dari sisi kebutuhan masyarakat, bahkan hampir dalam seluruh hal mereka harus berurusan dengan pertanggungan. Namun, pengalihan risiko kepada perusahaan asuransi tidak terjadi begitu saja tanpa kewajiban apa-apa kepada pihak yang mengalihkan risiko. Hal tersebut harus diperjanjikan terlebih dahulu dengan apa yang disebut perjanjian asuransi. Dalam perjanjian asuransi pihak yang mengalihkan risiko disebut sebagai tertanggung dan pihak yang menerima pengalihan risiko disebut sebagai penanggung. Adanya perjanjian pertanggungan ini membawa konsekuensi yaitu adanya hak dan kewajiban bagi para pihak. Perjanjian akan berjalan dengan baik apabila para pihak melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama, dan akan menimbulkan suatu permasalahan apabila terdapat salah satu pihak yang ingkar janji atau tidak memenuhi isi dari perjanjian yang telah disepakati. Perjanjian pertanggungan merupakan suatu perjanjian timbal balik yang senilai, dimana kedua belah pihak masing-masing mempuyai kewajiban untuk membayar premi yang besarnya telah ditentukan oleh penanggung. Penanggung sendiri, mempunyai kewajiban untuk mengganti kerugian yang diderita oleh tertanggung. Seperti tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1774 yang menyatakan bahwa : Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah : 1. Perjanjian pertanggunggan; 2. Bunga cagak hidup; dan 3. Perjudian dan pertaruhan. Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang dimaksud dengan asuransi pertanggungan adalah : Perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan memperoleh premi, untuk commit to user 3 memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Peristiwa yang tidak pasti dalam pengertian asuransi tersebut di atas adalah peristiwa terhadap mana asuransi diadakan, tidak dapat dipastikan terjadi dan tidak diharapkan akan terjadi. Pengertian asuransi dalam Pasal 1 angka 1 Undang–Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yaitu : Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Jenis usaha asuransi berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian terbagi menjadi 3 tiga jenis yaitu : 1. Usaha asuransi kerugian, yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti; 2. Usaha asuransi jiwa, yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan; dan 3. Usaha reasuransi, yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa. Asuransi kerugian menganut beberapa prinsip asuransi yang terkait erat satu dengan yang lainnya, yaitu prinsip indemnitas dan prinsip subrogasi, Dimana prinsip subrogasi merupakan konsekuensi logis dari prinsip idemnitas keseimbangan. Prinsip indemnitas ini merupakan salah satu prinsip utama dalam perjanjian asuransi, karena merupakan prinsip yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah tujuan dari perjanjian asuransi itu sendiri khusus untuk asuransi kerugian. ”Perjanjian asuransi mempunyai tujuan utama dan spesifik commit to user 4 ialah untuk memberi ganti kerugian kepada pihak tertanggung oleh pihak penangung” Sri Rejeki Hartono, 2001 : 98. Obyek yang diasuransikan terkena musibah sehingga menimbulkan kerugian, maka penanggung akan memberi ganti rugi untuk mengembalikan posisi keuangan tertanggung setelah terjadi kerugian menjadi sama dengan sesaat sebelum terjadi kerugian. Dengan demikian tertanggung tidak berhak memperoleh ganti rugi lebih besar daripada kerugian yang diderita. Prinsip ini dapat dijumpai pada awal pengaturan perjanjian asuransi, yaitu Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang : seorang tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu. Prinsip indemnity ini berkaitan prinsip subrogasi, dengan suatu keadaan dimana kerugian yang dialami tertanggung merupakan akibat dari kesalahan pihak ketiga orang lain. Prinsip ini memberikan hak perwalian kepada penanggung oleh tertanggung jika melibatkan pihak ketiga. Seperti diatur dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang menyatakan bahwa : Seseorang penanggung yang telah membayar ganti kerugian atas suatu benda yang dipertanggungkan, menggantikan tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian tersebut, dan tertanggung bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak penanggung terhadap pihak ketiga tersebut. Dapat ditarik sebuah kesimpulan, apabila tertanggung mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga, maka setelah memberikan ganti rugi kepada tertanggung, akan mengganti kedudukan tertanggung dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut. Karena dalam prinsip subrogasi mengedepankan prinsip keseimbangan sehingga pihak tertanggung tidak akan menerima ganti rugi ganda Double Pay dari pihak penanggung dan pihak ketiga serta bertujuan untuk mencegah pihak ketiga melarikan diri dari tanggung jawab dengan sepenuhnya menyerahkan tanggung jawab penggantian kepada pihak penanggung. Dengan demikian, prinsip subrogasi yang telah tercantum dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang merupakan suatu perlindungan yang commit to user 5 diberikan oleh hukum kepada penanggung yaitu perusahaan asuransi dalam hal melaksanakan perjanjian asuransi kerugian yang telah dilakukan dengan tertanggung apabila terjadi evenement yang menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga. Dalam hal kerugian yang diakibatkan oleh pihak ketiga, maka munculah prinsip subrogasi yang memiliki kaitan hubungan yang erat antara tertanggung, penanggung dan pihak ketiga dalam hal penggantian kerugian yang diterima tertanggung. Perusahaan asuransi sebagai sebuah perusahaan yang menerima peralihan risiko transfer of risk akan memberikan ganti rugi untuk mengembalikan posisi keuangan tertanggung setelah terjadi kerugian menjadi sama dengan sesaat sebelum terjadi kerugian. Lain halnya ketika kerugian yang diakibatkan oleh evenement atau peristiwa yang tidak pasti itu disebabkan oleh pihak ketiga, penanggung tidak serta merta langsung memberikan penggantian kerugian. Karena dalam evenement i ni, terjadi campur tangan dari pihak ketiga baik secara sengaja maupun tidak. Maka berlakulah prinsip subrogasi sesuai dengan keadaan di atas, dengan terlebih dahulu menganalisis kemungkinan kerugian antara pihak- pihak. Berdasarkan uraian sebelumnya, Penulis hendak mengkaji prinsip subrogasi dalam asuransi kerugian ditinjau dari hukum perasuransian di Indonesia melalui sebuah penulisan hukum yang berjudul : PRINSIP SUBROGASI DALAM PERJANJIAN POLIS ASURANSI KERUGIAN DITINJAU DARI HUKUM PERASURANSIAN DI INDONESIA.

B. Rumusan Masalah