commit to user 35
6 Prinsip Sebab Akibat
Causalitiet Principle
Menurut definisi asuransi yang diatur dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, pihak penanggung hanya akan
wajib membayar ganti rugi, apabila kerugian atau kerusakan itu disebabkan oleh suatu peristiwa yang tidak tertentu, yang dimaksud
dengan suatu peristiwa yang tidak tertentu disini adalah suatu peristiwa yang tak tertentu yang telah diperjanjikan antara pihak
tertanggung dengan pihak tertanggung. Dari aspek hubungan sebab akibat, untuk menentukan apakah
penyebab terjadinya kerugian dijamin atau tidak dijamin oleh polis, terdapat 3 tiga pendapat, yaitu :
a Causa proxima
yaitu sebab dari kerugian itu adalah peristiwa yang mendahului kerugian itu secara urutan kronologis
terletak paling dekat pada kerugian itu;
b Condition Sine Quanon,
yaitu segala kejadian dan kenyataan yang merupakan syarat mutlak untuk terjadinya suatu akibat;
dan
c Causa remota
yaitu peristiwa yang menjadi sebab dari timbulnya kerugian itu ialah peristiwa yang terjauh. M.
Suparman Sastrawijaya, 2003 : 64.
e. Polis Asuransi
Hal-hal yang telah disepakati oleh pihak tertanggung dan pihak penanggung
berkenaan dengan
resiko yang
hendak dipertanggungkan dituangkan dalam suatu dokumen atau akta yang
disebut polis. Hal ini tercantum dalam Pasal 255 Kitab Undang- Undang
Hukum Dagang
yang menyatakan
bahwa suatu
pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis. Polis asuransi merupakan dokumen hukum utama
yang dibuat secara sah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal
251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Polis bukanlah suatu kontrak atau perjanjian asuransi, melainkan sebagai bukti adanya
kontrak atau perjanjian itu.
commit to user 36
Hal ini tercantum dalam Pasal 258 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ayat 1 yang menyatakan :
Untuk membuktikan hal ditutupnya perjanjian tersebut, diperlukan pembuktian tulisan, namun
demikian bolehlah
lain-lain alat
pembuktian dipergunakan juga, manakala sudah ada suatu
permulaan pembuktian dengan tulisan. Sementara itu dalam Pasal 258 ayat 2 disebutkan :
Namun demikian ketetapan-ketetapan dan syarat- syarat khusus, apabila tentang itu timbul suatu perselisihan,
dalam jangka waktu antara penutupan perjanjian dan penyerahan polisnya, dibuktikan dengan segala alat bukti,
tetapi dengan pengertian bahwa segala hal yang dalam beberapa macam pertanggungan oleh ketentuan undang-
undang
atas ancaman-ancaman
batal, diharuskan
penyebutannya dengan tegas dalam polis, harus dibuktikan dengan tulisan.
Kontrak dianggap telah terjadi pada saat pihak tertanggung
dan penanggung mencapai kata sepakat konsensus, sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 257 ayat 1 KUHD
sebagai berikut : Perjanjian
pertanggungan diterbitkan
seketika setelah ia ditutup; hak-hak dan kewajiban-kewajiban
bertimbal balik dari si penanggung dan si tertanggung mulai berlaku semenjak saat itu, bahkan sebelum polisnya
ditandatangani. Sementara itu dalam ketentuan Pasal 257 ayat 2 KUHD,
menyebutkan bahwa ditutupnya perjanjian menerbitkan kewajiban bagi si penanggung untuk menandatangani polis
tersebut dalam waktu yang ditentukan dan menyerahkan kepada si penanggung.
Perjanjian asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, dimana sebelum terjadi kesepakatan, calon tertanggung
mempelajari lebih dulu syarat-syarat yang berlaku pada asuransi. Apabila syarat-syarat yang ditawarkan penanggung
disetujui maka
pihak tertanggung
mengajukan surat
permohonan penutupan asurasi SPPA dan kemudian
commit to user 37
ditandatangani. Atau dibuatkan nota penutupan asuransi
covernote
yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, sebagai bukti telah terjadi kesepakatan mengenai syarat-syarat
asuransi. Pasal 19 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun
1992 menyatakan bahwa : Polis atau bentuk perjanjian asuransi dengan
nama apapun, berikut lampiran yang merupakan satu kesatuan dengannya, tidak boleh mengandung kata-kata
atau kalimat yang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda
mengenai resiko
yang ditutup
asuransinya, kewajiban penanggung dan kewajiban tertanggung atau mempersulit tertanggung mengurus
haknya.
Dalam polis disebutkan semua ketentuan dan persyaratan tentang pertanggungan yang telah dibuat. Polis merupakan alat
bukti yang sempurna dan lengkap tentang apa yang mereka perjanjikan dalam perjanjian asuransi. Jadi bagi tertanggung,
polis itu menentukan nilai yang sangat menentukan bagi pembuktian haknya. Tanpa polis maka pembuktian akan
menjadi sulit dan terbatas. Syarat-syarat formal polis diatur lebih lanjut pada Pasal 256
KUHD yang mengatur mengenai syarat-syarat umum yang harus dipenuhi agar suatu akta dapat disebut sebagai suatu polis
dalam setiap polis, kecuali mengenai pertanggugan jiwa, harus memuat hal – hal sebagai berikut :
a Hari ditutupnya pertanggungan;
b Nama orang yang menutup pertanggungan atas tanggungan
sendiri atau atas tanggungan orang ketiga; c
Suatu uraian yang cukup jelas mengenai barang yang dipertanggungkan;
d Jumlah uang untuk berapa diadakan pertanggungan;
e Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh si penanggung;
commit to user 38
f Saat mana bahaya mulai berlaku untuk tanggungan si
penanggung dan saat berakhirnya itu; g
Premi pertanggungan tersebut; h
Pada umumnya semua keadaan yang kiranya penting; bagi si penanggung untuk diketahuinya; dan
i Segala syarat yang diperjanjikan antara para pihak, polis
tersebut harus ditandatangani oleh tiap-tiap penanggung.
Syarat-syarat yang terdapat pada Pasal 256 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang tersebut pada dasarnya berfungsi
sebagai ketentuan umum, oleh karena itu masih diperlukan lagi syarat-syarat tambahan lain yang khusus berlaku bagi para
pihak pada suatu persetujuan tertentu. Syarat-syarat tambahan yang sifatnya khusus tadi biasanya ditulis atau diketik pada
bagian kertas polis yang khusus disediakan untuk keperluan itu. Tetapi lambat laun syarat-syarat itu dilekatkan dalam polis.
f. Premi Asuransi