Dari Tabel 7 juga diperoleh bahwa nilai porositas termasuk tinggi untuk tanah lempung karena tanah yang memiliki tekstur halus. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Islami dan Utomo 1995 yang menyatakan bahwa tanah berpasir memiliki porositas rendah 40, tanah liat memiliki porositas yang relatif
tinggi 60. Kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi. Tanah berlempung merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu dan liat sedemikian
rupa sehingga sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berliat.
5. Debit Air
Debit saluran menunjukkan jumlah air yang akan dialirkan ke areal tanaman sawah. Nilai debit pada masing-masing saluran sepanjang 50 m
disajikan pada Tabel 8, Tabel 9 dan Tabel 10. Tabel 8. Debit Saluran Tersier Tanah I
Saluran Tanah I Debit
Tinggi muka air Koefisien
debit m
3
det ldet
m cm
Hulu 4,32 x 10
-4
- 0,03
- 2,77
- 0,43
- 3
0,0277 Hilir
1,51 x 10
-4
- 0,02
- 2,67
- 0,15
- 2
0,0267
Tabel 9. Debit Saluran Tersier Tanah II
Saluran Tanah II Debit
Tinggi muka air Koefisien
debit m
3
det ldet
m cm
Hulu 7,41 x 10
-4
- 0,042
- 2,05
- 0,74
- 4,2
0,0205 Hilir
1,10 x 10
-4
- 0,021
- 1,72
- 0,10
- 2,1
0,0172
Tabel 10. Debit Saluran Tersier Beton
Saluran Beton Debit ldet
Hulu 8,60
Hilir 6,90
Dari Tabel 8, Tabel 9 dan Tabel 10 menunjukkan bahwa debit pada kedua saluran tanah relatif kecil dibandingkan pada saluran beton. Dalam pengukuran
Universitas Sumatera Utara
debit pada saluran tanah digunakan metode segitiga Thomson. Metode ini menggunakan sekat ukur berbentuk segitiga sama kaki dengan sudut 90
, dapat dipindah-pindahkan karena bentuknya sangat sederhana dan lazim digunakan
untuk mengukur debit air yang relatif kecil. Menurut Aji dan Maraden 2008 alat ukur Thomson sering digunakan untuk mengukur debit-debit yang kecil.
Pada saluran beton digunakan metode apung untuk mengukur debit air, dikarenakan sekat ukur tidak bisa dipasangkan dengan saluran beton. Metode
apung ini menggunakan bola pingpong sebagai objek yang diamati. Menurut Asdak 1995 pengukuran debit aliran yang paling sederhana dapat dilakukan
dengan metode apung. Caranya dengan menempatkan benda yang tidak dapat tenggelam di permukaan aliran untuk jarak tertentu dan mencatat waktu yang
diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari suatu titik pengamatan ke titik pengamatan lain yang telah ditentukan.
Nilai debit dengan pengukuran apung perlu dikoreksi dengan satu koefisien yang besarnya 0,8. Hal ini sesuai dengan yang digunakan Bazin dalam
Kartasapoetra dan Sutedjo 1994 yaitu koefisiennya sebesar 0,86. Kecepatan rata- rata aliran pada penampang bagian saluran yang diukur adalah kecepatan
pelampung permukaan dikalikan dengan koefisien 0,70 atau 0,90 tergantung dari keadaan saluran dan arah angin, koefisien yang sering digunakan 0,8.
Dari Tabel 8, Tabel 9 dan Tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai debit pada bagian hulu dengan bagian hilir berbeda karena terjadi kehilangan air pada
sepanjang saluran sehingga debit di hilir akan selalu lebih kecil daripada debit di hulu. Kehilangan air pada saluran-saluran irigasi conveyance loss menurut
Universitas Sumatera Utara
Wigati dan Zahab 2005 meliputi komponen kehilangan air melalui evapotranspirasi, perkolasi, perembesan seepage dan bocoran.
6. Kehilangan Air