PENYEDIAAN MODAL BANK UMUM

17

BAB II PENYEDIAAN MODAL BANK UMUM

A. Pengaturan Bank Umum Menurut UU No. 7 Tahun 1992 jo. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Keberadaan bank dalam kehidupan masyarakat menempati peran yang cukup penting, sebab lembaga perbankan khususnya bank umum merupakan inti sari dari sistem keuangan setiap negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan-perusahaan, lembaga pemerintah, swasta maupun perorangan menyimpan dananya dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan melalui perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan. Bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. 28 Bank adalah lembaga keuangan yang tugas pokoknya mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat. Selain itu, bank juga memberikan jasa-jasa keuangan dan pembayaran lainnya. Masyarakat menyimpan dananya di bank pada dasarnya tanpa jaminan yang bersifat kebendaan. Kesediaan masyarakat menyimpan dananya tersebut semata-mata dilandasi kepercayaan, bahwa pada waktunya uangnya akan kembali ditambah dengan sejumlah bunga sebagai imbalannya. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank mempunyai dampak domino yang dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap bank lainnya, sehingga perbankan secara keseluruhan mengalami kesulitan. Oleh karena itu, kebutuhan untuk melaksanakan pembinaan 28 Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan Jakarta : STIE Perbanas-Gramedia, 1988, hlm.11. Universitas Sumatera Utara 18 dan pengawasan terhadap perbankan mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat. 29 Keberadaan Bank-bank umum di Indonesia diatur oleh UU No. 141967 yang kemudian diganti oleh UU No. 71992, kemudian pada tahun 1998 direvisi menjadi UU No. 101998. Perubahan aturan hukum perbankan itu disebabkan oleh aturan lama yang sudah tidak relevan lagi menjawab persoalan perbankan di Indonesia. Perubahan itu otomatis memberikan implikasi terhadap sistem perbankan di Indonesia. 30 Bentuk hukum suatu lembaga yang berusaha di bidang perbankan berdasarkan ketentuan terakhir, yakni Pasal 21 UU Perbankan, hanyalah terdiri dari Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Perusahaan Daerah. 31 Pendirian suatu perusahaan haruslah mendapat izin dari otoritas yang terkait, begitu juga halnya dengan mendirikan usaha perbankan. Sebelum bank memulai kegiatannya Bank Indonesia mengharuskan bank memperoleh izin untuk mendirikannya. Ini dilakukan agar bank tersebut sebagai suatu badan hukum resmi yang telah sah pendiriannya. Karena banyak bank-bank gelap yang tidak jelas berdiri di masyarakat yang merugikan nasabahnya. Perizinan mendirikan bank umum dan bank perkreditan rakyat diatur dalam Pasal 16 UU Perbankan yakni : 32 1. Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, 29 Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan Bandung: Books Terrace Library, 2005, hlm.217-218. 30 Julius R. Latumerissa, Op.Cit., hlm. 146. 31 Gunarto Suhardi, Op.Cit., hlm. 29. 32 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Bab IV, Pasal 16 ayat 3. Universitas Sumatera Utara 19 kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang tersendiri. 2. Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, wajib dipenuhi persyaratan sekurang- kurangnya tentang: a. Susunan organisasi dan kepengurusan; b. Permodalan; c. Kepemilikan; d. Keahlian di bidang Perbankan; e. Kelayakan rencana kerja. 3. Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 ditetapkan oleh Bank Indonesia Kepemilikan bank juga diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Yang pertama-tama menarik perhatian adalah mengenai siapa dan berasal dari mana pemilik tersebut. Pasal 22 ayat 1 UU Perbankan menetapkan dua hal yakni: 33 1. Bank Umum hanya dapat didirikan oleh warga negara Indonesia danatau badan hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia danatau badan hukum Indonesia. 2. Bank Umum yang kepemilikannya terdiri dari yang disebutkan dalam huruf a dengan pemilik berasal dari luar negeri disebut sebagai bank campuran. Ketentuan di atas oleh UU Perbankan secara prinsip masih dipertahankan, hanya dalam ayat keduanya Bank Indonesia diberi keleluasaan untuk menetapkan 33 Gunarto Suhardi, Op.Cit., hlm. 37. Universitas Sumatera Utara 20 kriteria lebih lanjut siapa orang asing dan siapa warga negara Indonesia termasuk beberapa besar share atau bagian saham dari mitra asing tersebut. 34 Kemitraan tersebut juga berlaku dalam hal bank umum menjadi perusahaan publik yang listing pada bursa efek Indonesia, dan kemudian menjual lagi sahamnya di bursa efek. Seberapa besar bagian mitra asing, apakah boleh melebihi 51 sesuai peraturan perundangan, akan diselesaikan oleh Bank Indonesia. Sebenarnya, bila sepenuhnya dikuasai oleh mitra asin pun sebenarnya tidak terlalu berpengaruh karena sudah sejak lama bank asing juga diperkenankan beroperasi sepenuhnya di seluruh atau sekurang-kurangnya di berbagai kota besar di Indonesia. Hanya saja, pada tiap perubahan kepemilikan Bank Umum harus dilaporkan kepada Bank Indonesia. 35 Seperti yang dikatakan dalam Pasal 27 UU Perbankan bahwa perubahan kepemilikan bank wajib memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat 3, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26; dan wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia. 36 Mengenai pemilik, harus diperhatikan juga sejarahnya tidak termasuk orang tercela, reputasi atau riwayat memiliki akhlak dan moral yang baik dari para pemilik terbesar atau pemilik yang menguasai saham besar lebih-lebih yang tidak diperjual belikan di bursa efek. Hal ini berkaitan dengan prinsip “kepercayaan” yang menjadi pilar eksistensi sebuah bank. Bila pemilik inti mempunyai riwayat yang kurang baik atau pernah terkena perkara niaga atau perkara kriminal lainnya, maka Bank Indonesia wajib menolak pemilik tersebut atau bank umum yang bersangkutan dibubarkan. Di sini Bank Indonesia harus 34 Ibid. 35 Ibid. 36 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Bab X, Pasal 60. Universitas Sumatera Utara 21 mempunyai sumber informasi atau dosier yang akurat dan up to date untuk menjaga sistim perbankan secara keseluruhan. Saringan berat ini perlu lebih dimanfaatkan mengingat kenyataan di Indonesia di mana para pemilik inti justru mempunyai kekuasaan nyata yang lebih besar daripada para manajer profesional yang bekerja pada bank tersebut. 37 Pada bank-bank milik Negara Bank BUMN, pemilik adalah pemerintah sendiri sehingga hubungan pemilik dengan pengurus atau manajemen bank berlaku hukum publik meskipun untuk transaksi kepada pihak ketiga berlaku hukum perdata. Ambivalensi ini sering megakibatkan mutu manajemen Bank BUMN menjadi kurang memadai karena tetap saja terdapat unsur politis dan kedekatan oknum pemerintah dalam pengangkatan Direksi atau Komisaris. Disamping itu, juga mengakibatkan banyak kebijaksanaan perusahaan yang dipengaruhi oleh pemerintah atau oknumnya dan sering bertentangan dengan prinsip usaha sebagai profit centre. Sering terdapat guidline yang kabur, misalnya bank ditentukan sebagai agent of development justru membuka peluang campur tangan mendalam bagi pihak pemerintah bandingkan Rudhi Prasetya 1995 : 106. 38 Bank Umum memerlukan kantor dalam menjalankan usahanya. Dalam pelaksanaannya dalam suatu bank terdapat berbagai jenis tingkatan yang ditunjukkan dari volume kegiatan, kelengkapan jasa yang ditawarkan, wewenang mengambil keputusan, serta jangkauan wilayah operasinya. Dalam pendirian 37 Gunarto Suhardi, Op.Cit.,hlm.37. 38 Ibid., hlm. 38. Universitas Sumatera Utara 22 kantor bank umum, harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang terdapat pada Pasal 18 UU Perbankan yakni : 39 1. Pembukaan kantor cabang Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia. 2. Pembukaan kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri dari Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia. 3. Pembukaan kantor di bawah kantor cabang Bank Umum wajib dilaporkan terlebih dahulu kepada Bank Indonesia. Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 ditetapkan oleh Bank Indonesia. Perluasan jaringan kantor bank selain memberikan peluang dalam memperluas pelayanan bank kepada nasabah juga berpotensi menimbulkan risiko yang dapat merugikan bank maupun nasabah. Dalam melakukan perluasan jaringan kantor, bank harus melakukan pengkajian terhadap risiko yang mungkin timbul dari pembukaan jaringan kantor tersebut. Untuk itu bank harus memperhatikan kondisi keuangan bank, tingkat kejenuhan jumlah kantor bank, tingkat persaingan bank yang sehat, tingkat pemerataan pembangunan ekonmi nasional, dan pelayanan terhadap nasabah. 40 Bank merupakan lembaga yang memiliki peran penting dalam perekonomian yang berfungsi sebagai perantara financial intermediary antara pihak kelebihan dana surplus unit dengan pihak yang memerlukan dana deficit unit. Dalam mengembangkan industri perbankan di Indonesia, bank diharapkan 39 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Bab IV, Pasal 18. 40 Republik Indonesia, Surat Edaran Nomor 115DPNP Perihal Bank Umum Universitas Sumatera Utara 23 mampu memobilisasi dana tabungan masyarakat. Bank sebagai sarana yang berperan strategis harus mampu sebagai wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara bertanggung jawab. Pengelolaan dana masyarakat secara efektif dan efisien dapat diukur dari kinerja keuangannya. Kinerja keuangan suatu usaha bank sangat tergantung pada keberhasilan ataupun kegagalan dari kegiatan operasionalnya. Bila kegiatan operasionalnya berhasil maka fungsi dan peran bank dapat dicapai. Sebaliknya bila kegiatan operasionalnya mengalami kegagalan, maka kinerja keuangan bank akan terganggu, bahkan dapat mengarah pada kebangkrutan. 41 Kegiatan operasional bank, baik dalam usaha menghimpun dana dari masyarakat maupun mengelola dana, menanam kembali dana tersebut kepada masyarakat, sampai dana tersebut kembali lagi ke bank, senantiasa terkait dengan ketentuan hukum. Oleh karena itu, dengan semakin meningkat dan berkembangnya kegiatan usaha perbankan, peranan bidang hukum dalam mendukung keberhasilan itupun semakin dirasakan penting. 42 Bank umum dalam aktivitasnya untuk memperoleh laba didapatkan melalui kegiatan usaha. Namun tidak semua kegiatan usaha dapat dilakukan oleh bank umum. Otoritas moneter memberikan batasan kepada bank umum dalam melakoni kegiatan usahanya. Hal ini dikarenakan risiko yang akan dihadapi bank ketika melakukan kegiatan usahanya untuk mendapatkan laba. Otoritas moneter memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu yang menurut pandangan mereka kegiatan usaha itu tidak mempunyai resiko yang 41 Andreani Caroline Barus, “Pengaruh Profitabilitas dan Likuiditas Terhadap Capital Adequacy Ratio CAR pada Institusi Perbankan Terbuka Di Bursa Efek Indonesia,” Tesis, Akuntansi, Pascasarjana, USU, 2011,hlm. 17. 42 Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999, hlm.15. Universitas Sumatera Utara 24 besar. Oleh karena itu bank dituntut untuk seefisien mungkin dalam memilih bidang usaha yang menguntungkan dan memiliki risiko yang kecil. UU Perbankan mengatur usaha dan kegiatan yang diperbolehkan bagi bank umum dan yang tidak diperbolehkan bank umum. Pasal 6 UU Perbankan mengatur jenis-jenis usaha yang diperbolehkan bagi bank umum, yaitu : 43 1. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, danatau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; 2. memberikan kredit; 3. menerbitkan surat pengakuan hutang; 4. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya: a. surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat- surat dimaksud; b. surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; c. kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; d. sertifikat Bank Indonesia SBI ; e. obligasi; f. surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 satu tahun; g. instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 satu tahun; 43 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Bab III, Pasal 6. Universitas Sumatera Utara 25 5. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah; 6. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya; 7. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga; 8. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; 9. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak; 10. melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek; 11. dihapus; 12. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat; 13. menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 14. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya dalam Pasal 7 UU Perbankan selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6, bank umum dapat pula 44 : 44 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Bab III, Pasal 7. Universitas Sumatera Utara 26 1. melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 2. melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 3. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan 4. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 10 UU Perbankan terdapat beberapa larangan terhadap bank umum dalam melakukan kegiatan usahanya, yakni : 45 1. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dan huruf c; 2. melakukan usaha perasuransian; 3. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7. Bank Umum dilarang melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dan huruf c. Tampaknya ketentuan ini melanggar 45 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Bab III, Pasal 10. Universitas Sumatera Utara 27 prinsip bahwa bank dilarang berusaha di bidang lainnya. Akan tetapi, ternyata terdapat ketentuan penting bahwa bidang-bidang yang disebutkan secara limitatif oleh undang-undang ini masih sejenis dengan usaha bidang perbankan, yakni bidang keuangan. Jadi, asalkan berusaha di bidang keuangan, maka bank boleh melakukan kegiatan penyertaan modal. 46 Di samping itu, bank juga boleh melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya. Di sini, undang-undang memberikan kelonggaran terhadap prinsip bank tidak boleh berusaha di bidang nonkeuangan. Kelonggaran tersebut diberikan karena bank berada dalam kedudukan dilematis. Bila nasabah debitur tidak segera diambil alih manajemennya, maka perusahaannya akan segera tutup. Akan tetapi, untuk dapat mengambil alih kemudi perusahaan tersebut, bank hanya dapat melakukannya bila bank merupakan pemegang saham terbesar. Bank juga menghadapi persoalan apabila perusahaan berhenti, maka piutangnya harus dihapusbukukan, sedangkan jaminannya biasanya tidak mencukupi. Menghapus bukukan piutang berarti pula harus menghapuskan sebagian laba yang membawa konsekuensi lebih parah terhadap bank bila modal tidak mencukupi. 47 Undang-Undang Perbankan mengizinkan bank menyelenggarakan kegiatan penitipan. Penitipan menurut Pasal 1 ayat 14 UU Perbankan adalah penyimpanan harta berdasarkan perjanjian atau kontrak antara Bank Umum dan penitip, dengan ketentuan Bank Umum yang bersangkutan tidak mempunyai hak 46 Gunarto Suhardi, Op.Cit, hlm. 153. 47 Ibid. Universitas Sumatera Utara 28 kepemilikan atas harta tersebut. 48 Pengaturannya diatur lebih lanjut dalam Pasal 9 yakni : 49 1. Bank Umum yang menyelenggarakan kegiatan penitipan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf i, bertanggung jawab untuk menyimpan harta milik penitip, dan memenuhi kewajiban lain sesuai dengan kontrak. 2. Harta yang dititipkan wajib dibukukan dan dicatat secara tersendiri. 3. Dalam hal bank mengalami kepailitan, semua harta yang dititipkan pada bank tersebut tidak dimasukkan dalam harta kepailitan dan wajib dikembalikan kepada penitip yang bersangkutan. Seberapa relevan perluasan kegiatan usaha perbankan tersebut tergantung pada pendekatan relativitas keuntungan dan biaya cost and benefit. Di sisi keuntungan, membolehkan bank melakukan kegiatan-kegiatan usaha baru yang memiliki sinergi dengan kegiatan yang telah dilakukan dapat menciptakan efisiensi bagi perekonomian secara keseluruhan. Meskipun kegiatan baru tersebut berisiko, teori portofolio modern mengajarkan bahwa permasalahan bukan terletak pada risiko pada kegiatan usaha tertentu tetapi pada risiko keseluruhan kegiatan usaha. Dengan demikian membolehkan bank melakukan kegiatan usaha baru akan mengurangi risiko secara keseluruhan melalui perluasan diversifikasi. 50 Selain menjalankan fungsi dan perannya sebagai lembaga intermediasi yang menjembatani kepentingan peminjam borrower dan penitip dana saver, bank juga menjalankan pelayanan jasa-jasa bank lainnya. Tujuan dari bentuk pelayanan 48 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Bab I, Pasal 1 ayat 14. 49 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Bab III, Pasal 9. 50 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan Di Indonesia, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 314. Universitas Sumatera Utara 29 jasa bank lainnya ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi. Masyarakat berkedudukan sebagai pelaku-pelaku ekonomi yang secara aktif melakukan transaksi ekonomi dengan sistem pembayaran melalui system banking, untuk itulah bank memberikan berbagi kemudahan untuk transaksi berbagai bentuk produk bank yang didukung dengan teknologi perbankan yang makin mutakhir. 51

B. Permodalan Bank Umum dalam Prakteknya