68
BAB IV KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM
SEBAGAI SALAH SATU LANGKAH PENYEHATAN PERBANKAN
A. Kemampuan Bank Menyerap Risiko terkait Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Permodalan menurut Peraturan Bank Indonesia No. 15 12
PBI2013
Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi
intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik. Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap
faktor-faktor yang dapat menyebabkan instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan sistem keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam penyebab dan
gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapat
bersumber dari eksternal internasional dan internal domestik. Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko
likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional.
145
Bank, sebagaimana lembaga keuangan atau perusahaan umumnya dalam menjalankan kegiatan guna mendapatkan hasil usaha return selalu dihadapkan
pada risiko. Risiko yang mungkin terjadi dapat menimbulkan kerugian bagi Bank jika tidak terdeteksi serta dikelola sebagaimana mestinya. Untuk itu, Bank harus
mengerti dan mengenal risiko-risiko yang mungkin timbul dalam pelaksanaan
145
http:www.bi.go.ididperbankansskikhtisardefinisiContentsDefault.aspx diakses
tanggal 18 November 2015.
Universitas Sumatera Utara
69
usahanya.
146
Pengertian Risiko Menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 1125PBI2009 tentang perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 58PBI2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum adalah potensi terjadinya suatu peristiwa events yang dapat menimbulkan
kerugian bank.
147
Risiko dapat dikatakan sebagai peluang terjadinya kerugian atau kehancuran lebih luas risiko dapat diartikan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau
kehancuran. Lebih luas risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hasil yang tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan. Risiko dapat
menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola sebagaimana mestinya. Sebaliknya risiko yang dikelola dengan baik akan memberikan ruang
pada terciptanya peluang untuk memperoleh suatu keuntungan yang lebih besar.
148
Peristiwa yang menyebabkan timbulnya risiko risk event didefiniskan sebagai munculnya kejadian yang dapat menciptakan potensi kerugian atau hasil
yang tidak diinginkan. Risk event secara sederhana dapat didefinisikan sebagai penyebab terjadinya suatu risiko. Peristiwa tersebut berasal dari kejadian internal
ataupun external. Kejadian internal yang dimaksud adalah kejadian yang berasal dari dalam institusi itu sendiri, seperti kesalahan sistem, kesalahan manusia,
kesalahan prosedur, dan lain-lain. Kejadian internal pada dasarnya bisa dicegah agar tidak terjadi.
149
146
Fery N. Indroes dan Sugiarto, Op.Cit., hlm. 6.
147
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 1125PBI2009 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 58PBI2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum, Pasal 1 angka 4.
148
Fery N. Indroes dan Sugiarto, Op.Cit., hlm. 7.
149
Ibid., hlm. 8
Universitas Sumatera Utara
70
Sebaliknya kejadian external adalah kejadian yang bersumber dari luar yang tidak dapat dihindari. Peristiwa yang menyebabkan timbulnya risiko bagi bank
yang bersumber dari external seperti bencana alam, bencana akibat ulah manusia seperti kerusuhan dan perang, krisis ekonomi global, krisis ekonomi regional,
krisis ekonomi lokal, hingga dampak sisitemik yang ditimbulkan oleh masalah pada lembaga keuangan atau bank lain. Semua kejadian tersebut tidak dapat
diprediksi seberapa jauh pengaruhnya terhadap sebuah bank. Terhadap peristiwa tersebut hanya dapat dikelola dan dikurang dampak kerugian yang diderita.
150
Pemberlakuan PBI No. 1512PBI2013 tentang kewajiban penyediaan modal minimum untuk menggantikan atau mencabut peraturan sebelumnya yaitu
Peraturan Bank Indonesia Nomor 1418PBI2012 yang selanjutnya disebut PBI No. 1418PBI2012. Hal ini dilakukan pemerintah dikarenakan PBI No.
1418PBI2012 tidak relevan lagi menjawab persoalan perbankan. Pemerintah membuat, mencabut, mengubah, memperbaharuhi peraturan untuk mampu
mengatasi guncangan dari ketidakpastian risiko di masa yang akan datang. Pemberlakuan Basel III sebagai acuan standar nasional menjadi pertimbangan di
keluarkannya PBI No. 1512PBI2013 tentang kewajiban penyediaan modal minimum.
Peningkatan kualitas dan kuantitas permodalan bank yang sesuai dengan standar internasional diperlukan dalam rangka meningkatkan kemampuan bank
untuk menyerap risiko. Peningkatan kualitas modal dilakukan melalui penyesuaian persyaratan komponen dan instrumen modal bank, serta penyesuaian
rasio-rasio permodalan. Untuk meningkatkan kualitas permodalan bank,
150
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
71
komponen dan persyaratan instrumen modal disesuaikan mengacu pada standar internasional yang berlaku. Standar internasional yang berlaku dan menjadi acuan
adalah “Global Regulaltory Framework for More Resilent Banks and Banking System
” yang lebih dikenal dengan Basel III. Komponen modal inti Tier 1 bank terutama harus didominasi oleh
instrumen modal berkualitas tinggi, yaitu saldo laba yang merupakan bagian dari modal inti utama atau common equity tier 1. Pada Pasal 11 ayat 1 angka a
disebutkan bahwa komponen modal disetor adalah bagian dari modal inti utama atau common equity tier 1. Komponen modal disetor ditingkatkan kualitasnya
melalui penambahan persyaratan instrumen modal disetor yaitu tentang saldo laba dan sumber pendanaan. Penambahan persyaratan instrumen modal disetor yaitu
tentang saldo laba yang diatur di dalam Pasal 12 ayat 1 huruf f PBI No. 1512PBI2013 yang isinya adalah memiliki karakteristik pembayaran dividen
atau imbal hasil yaitu :
151
1. berasal dari saldo laba danatau laba tahun berjalan;
2. tidak memiliki nilai yang pasti dan tidak terkait dengan nilai yang dibayarkan
atas instrumen modal; dan 3.
tidak memiliki fitur preferensi. Penambahan persyaratan instrumen modal disetor yaitu tentang sumber
pendanaan diatur dalam Pasal 12 ayat 1 huruf g yaitu sumber pendanaan tidak berasal dari bank penerbit baik secara langsung atau tidak langsung. Persyaratan
tentang saldo laba dan sumber pendanaan tidak ada diatur dalam Peraturan sebelumnya yang telah dicabut yakni PBI no 1418PBI2012. Komponen modal
151
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 1512PBI2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Bab II, Pasal 12 ayat 1.
Universitas Sumatera Utara
72
inti Tier 1 bank terutama harus didominasi oleh instrumen modal berkualitas tinggi, yaitu saham biasa common stocks. Pasal 9 ayat 1 huruf a menyebutkan
bahwa modal inti tambahan merupakan bagian dari modal inti Tier 1. Saham biasa common stocks merupakan bagian dari persyaratan modal inti
tambahan hal ini terdapat dalam Pasal 1 huruf d PBI No. 1512PBI2013 yaitu memiliki fitur yang dikonversi menjadi saham biasa atau mekanisme write down
apabila bank berpotensi terganggu kelangsungan usahanya point of non viability yang dinyatakan secara jelas dalam dokumentasi penerbitanperjanjian.
Komponen modal inti lainnya yaitu modal inti tambahan Additional Tier1 ditingkatkan kualitasnya menjadi hanya dapat berupa instrumen keuangan yang
bersifat subordinasi dengan pembayaran dividen atau imbal hasil bersifat non kumulatif serta memenuhi kriteria tertentu. Aturan peningkatan kualitas modal inti
tambahan bersifat subordinasi dengan jelas diatur di dalam Pasal 15 ayat 1 huruf e yang isinya persyaratan instrumen modal inti tambahan harus bersifat
subordinasi pada saat likuidasi, yang secara jelas dinyatakan dalam dokumentasi penerbitanperjanjian.
Komponen modal inti tambahan merupakan penyempurnaan dari komponen modal inovatif yang sebelumnya merupakan bagian dari modal inti Bank.
Terdapat perbedaan dalam hal persyaratan setelah komponen modal inovatif disempurnakan menjadi komponen modal inti tambahan. Setelah disempurnakan
instrumen persyaratan modal inti tambahan diatur di dalam Pasal 15 ayat 1 Peraturan Bank Indonesia 1512PBI2013. Perbedaannya dengan komponen
modal inovatif yang diatur dalam Pasal 12 ayat 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 1418PBI2012 yaitu Pasal 12 ayat 2 huruf c yang pertama adalah kata
Universitas Sumatera Utara
73
“tersedia untuk menyerap kerugian yang terjadi sebelum likuidasi maupun pada saat likuidasi” dihapuskan dan menjadi “bersifat subordinasi pada saat di
likuidasi, yang secara jelas dinyatakan dalam dokumentasi penerbitan perjanjian” yang diatur dalam Pasal 15 ayat 1 huruf e, yang kedua persyaratan fitur opsi
beli pada Pasal 12 ayat 2 huruf f angka 1 PBI No. 1418PBI2012 yaitu “hanya
dapat dieksekusi paling cepat 10 sepuluh tahun setelah instrumen modal diterbitkan” diubah menjadi “hanya dapat dieksekusi paling cepat 5 lima tahun
setelah instrumen modal diterbitkan” yang diatur dalam Pasal 15 ayat 1 huruf i angka 1 PBI No. 1512PBI2013, yang ketiga Pasal 12 ayat 2 huruf f angka 3
PBI No. 1418PBI2012 fitur step up dalam instrumen modal inovatif dihapuskan ketika penyempurnaan menjadi komponen modal inti tambahan hal ini dapat
dilihat dalam Pasal 15 ayat 1 huruf c PBI No. 1512PBI2013 yang isinya instrumen modal inti tambahan tidak memiliki fitur step up, dan yang keempat
terdapat beberapa persyaratan yang ditambahkan dalam Pasal 15 ayat 1 PBI No 1512PBI2013 yakni huruf j yang isinya tidak dapat dibeli oleh bank penerbit
danatau perusahaan anak, dan huruf k sumber pendanaan tidak berasal dari bank penerbit baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak memiliki fitur yang
menghambat proses penambahan modal di masa mendatang. Sejalan dengan peningkatan kualitas modal inti, komponen dan persyaratan
instrumen modal pelengkap Tier 2 juga ikut disesuaikan, antara lain dengan menghapuskan kategori modal pelengkap yang diatur dalam Pasal 15 ayat 2 PBI
No. 1418PBI2012 yaitu modal pelengkap level atas Upper Tier 2 dan modal pelengkap level bawah Lower Tier 2. Sehingga dalam PBI No. 1512PBI2013
tidak ada lagi ditemukan modal pelengkap level atas Upper Tier 2 dan modal
Universitas Sumatera Utara
74
pelengkap level bawah Lower Tier 2, dan disebut hanya modal pelengkap saja tidak terbagi lagi. Namun perhitungannya masih sama yaitu diperhitungkan paling
tinggi sebesar 100 seratus persen dari modal inti. Komponen modal pelengkap tambahan Tier 3 yang sebelumnya dapat diterbitkan hanya untuk perhitungan
modal untuk risiko pasar, dengan berlakunya Basel III menjadi dihapuskan. Untuk memastikan kualitas atau tingkat permodalan Bank memadai,
dilakukan penyempurnaan rasio-rasio permodalan yang meliputi rasio modal inti dan rasio modal inti utama. Pasal 11 ayat 2 PBI No. 1512PBI2013
mengutarakan Bank wajib menyediakan modal inti paling rendah sebesar 6 enam persen dari ATMR baik secara individual maupun secara konsolidasi
dengan perusahaan anak.
152
Jumlah rasio modal inti ditingkatakan sebesar 1. Ini dapat diketahui dengan membandingkan penyediaan rasio modal inti dalam PBI
Nomor 1512PBI2013 dengan rasio modal inti PBI No. 1418PBI2012. Pasal 7 ayat 1 PBI No. 1418PBI2012 mengutarakan Bank wajib menyediakan modal
inti paling kurang sebesar 5 lima persen dari ATMR baik secara individual maupun secara konsolidasi dengan perusahaan anak. Dari kedua perbandingan
diatas disimpulkan rasio modal inti mengalami kenaikan 1 satu persen. Bank juga diwajibkan menyediakan rasio modal inti utama paling rendah sebesar 4,5
empat koma lima persen dari ATMR, hal ini diatur dalam Pasal 11 ayat 3 PBI No. 1512PBI2013 yang bunyinya adalah Bank wajib menyediakan modal inti
utama paling rendah sebeasar 4,5 empat koma lima persen dari ATMR baik secara individual maupun secara konsolidasi dengan perusahaan anak.
153
152
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 1512PBI2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Bab II, Pasal 11 ayat 2.
153
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 1512PBI2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Bab II, Pasal 11 ayat 3.
Universitas Sumatera Utara
75
Bank perlu membentuk tambahan modal di atas persyaratan penyediaan modal minimum sesuai profil risiko yang berfungsi sebagai penyangga buffer
apabila terjadi krisis keuangan dan ekonomi yang dapat mengganggu stabilitas keuangan. Pasal 3 ayat 8 PBI No. 1512PBI2013 mengutarakan penetapan
pemenuhan tambahan modal dipenuhi dengan komponen modal inti utama dan ayat 9 dikatakan pemenuhan tambahan modal sebagaimana dimaksud pada ayat
8 diperhitungkan setelah komponen modal inti utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 1 huruf a dialokasikan untuk memenuhi kewajiban
penyediaan:
154
1. Modal inti utama minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 3;
2. Modal inti minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 2; dan
3. modal minimum sesuai profil risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
3. Pasal 3 ayat 2 PBI No. 1512PBI2013 mengutarakan bank diwajibkan
untuk membentuk tambahan modal berupa capital conservation buffer dan countercylical buffer, dan bank yang dianggap berpotensi sistemik wajib
membentuk tambahan modal berupa capital surcharge.
155
Capital conservation buffer adalah salah satu tambahan modal yang diwajibkan harus dipenuhi.
Menurut Pasal 1 angka 9 PBI No. 1512PBI2013 pengertian capital conservation buffer adalah tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga buffer apabila
154
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 1512PBI2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Bab I, Pasal 3 ayat 9.
155
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 1512PBI2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Bab I, Pasal 3 ayat 2.
Universitas Sumatera Utara
76
terjadi kerugian pada periode krisis.
156
Pasal 3 ayat 3 huruf a menetapkan besarnya capital conservation buffer yaitu sebesar 2,5 dua koma lima persen
dari ATMR.
157
Pasal 4 ayat 1 mengutarakan bahwa kewajiban pembentukan capital conservation buffer sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat 3
huruf a berlaku bagi bank yang tergolong sebagai Bank Umum Kegiatan Usaha BUKU 3 dan BUKU 4.
158
Kewajiban bank untuk membentuk tambahan modal berupa capital consevation buffer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 3
huruf a berlaku secara bertahap mulai tanggal 1 Januari 2016, hal ini diutarakan di dalam Pasal 6 ayat 1. Pasal 6 ayat 2 menyebutkan pembentukan capital
consevation buffer wajib dipenuhi secara bertahap sebagai berikut:
159
1. sebesar 0,625 nol koma enam ratus dua puluh lima persen dari ATMR
mulai tanggal 1 Januari 2016; 2.
sebesar 1,25 satu koma dua puluh lima persen dari ATMR mulai tanggal 1 Januari 2017;
3. sebesar 1,875 satu koma delapan ratus tujuh puluh lima persen dari ATMR
mulai tanggal 1 Januari 2018; dan 4.
sebesar 2,5 dua koma lima persen dari ATMR mulai tanggal 1 Januari 2019
. Pengertian countercylical buffer dalam Pasal 1 angka 10 PBI No.
1512PBI2013 adalah tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga buffer untuk mengantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit
156
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 1512PBI2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Bab I, Pasal 1angka 9.
157
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 1512PBI2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Bab I, Pasal 3 ayat 3 huruf a.
158
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 1512PBI2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Bab I, Pasal 4 ayat 1.
159
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 1512PBI2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Bab I, Pasal 6 ayat 2.
Universitas Sumatera Utara
77
perbankan yang berlebihan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.
160
Dalam Pasal 3 ayat 3 huruf a diutarakan countercyclical buffer ditetapkan dalam kisaran sebesar 0 nol persen sampai dengan 2,5 dua koma
lima persen dari ATMR.
161
Penetapan besarnya persentase countercylical buffer dilakukan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia dapat menetapkan besarnya
kisaran persentase countercylical buffer yang berbeda dari kisaran sesuai dengan perkembangan kondisi makroekonomi. Penerapan countercylical buffer tidak
seperti capital conservation buffer yang berlaku bagi bank yang tergolong sebagai Bank Umum Kegiatan Usaha BUKU 3 dan BUKU 4, dikatakan dalam Pasal 4
ayat 2 kewajiban pembentukan countercylical buffer berlaku bagi seluruh bank. Pasal 6 ayat 3 mengatakan Kewajiban bank untuk membentuk tambahan modal
berupa countercylical buffer nulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2016, ditambahkan dalam ayat 4 berdasarkan penilaian Bank Indonesia atas kondisi
makroekonomi Indonesia, Bank Indonesia dapat menetapkan pemberlakuan countercyclical buffer lebih cepat dari waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
3. Penjelasan Pasal 4 ayat 1 PBI No. 1512PBI2013 Pengelompokan BUKU mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kegiatan usaha
dan jaringan kantor berdasarkan modal inti bank.
162
Tambahan modal yang terakhir adalah capital surcharge untuk domestic systemically important bank D-SIB. Pasal 1 ayat 11 PBI No. 1512PBI2013
diutarakan capital surcharge untuk domestic systemically important bank D-SIB
160
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 1512PBI2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Bab I, Pasal 1 angka 10.
161
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 1512PBI2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Bab I, Pasal 3 ayat 3.
162
Republik Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 1512PBI2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Bab I, Penjelasan Pasal 4 ayat 1.
Universitas Sumatera Utara
78
adalah tambahan modal yang berfungsi untuk mengurangi dampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan dan perekonomian apabila terjadi kegagalan
Bank yang berdampak sistemik melalui peningkatan kemampuan Bank dalam menyerap kerugian. Pasal 3 ayat 3 huruf c menyatakan capital surcharge untuk
domestic systemically important bank ditetapkan dalam kisaran sebesar 1 satu persen sampai dengan 2,5 dua koma lima persen dari ATMR. Penetapan
besarnya capital surcharge untuk domestic systemically important bank dilakukan oleh otoritas yang berwenang. Pasal 4 ayat 3 menyatakan Kewajiban
pembentukan besarnya capital surcharge untuk domestic systemically important bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 3 huruf c berlaku bagi Bank
yang ditetapkan berdampak sistemik. Penetapan bank yang berdampak sistemik dilakukan oleh otoritas yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku.
Eksekutif dalam manajemen bank serta seluruh pihak terkait, secara khusus harus mengetahui risiko-risiko yang mungkin timbul dalam kegiatan usaha bank,
serta mengetahui bagaimana dan kapan risiko tersebut muncul untuk dapat mengambil tindakan yang tepat. Pemahaman yang umum mengenai masing-
masing kategori risiko adalah penting sehingga para manager, pelaksana risk taker, dan bagian pengawasan dapat berdiskusi tentang masalah-masalah umumy
yang secara alami terjadi dari berbagai eksposur risiko.
163
Risiko itu sendiri tidak harus selalu dihindari pada semua keadaan namun semestinya dikelola secara baik
tanpa harus mengurangi hasil yang ingin dicapai. Risiko yang dikelola dengan tepat dapat memberikan manfaat kepada Bank dalam menghasilkan laba yang
163
Fery N. Indroes dan Sugiarto, Op.Cit., hlm. 6.
Universitas Sumatera Utara
79
atraktif. Agar manfaat tersebut dapat terwujud, para pengambil keputusan harus mengerti tentang risiko pengelolaanya.
164
Untuk itu bank harus mengerti dan mengenal risiko-risiko yang mungkin timbul dalam melaksankan kegiatan usahanya. Besarnya risiko yang terkandung
dalam suatu bank pada hakikatnya menunjukkan besarnya potencial problem yang dihadapi oleh bank tersebut. Agar risiko tidak menjelma secara nyata menjadi
problem maka dibutuhkan sumber daya di dalam bank untuk menopangnya.
165
Penyebab bank-bank mengalami pemburukan aset kredit atau masalah lainnya, setidaknya dapat diteropong dalam beberapa aspek. Setidaknya, ada dua
aspek sumber masalah yang dihadapi bank sebagai unit usaha bisnis yang tak lepas dari berbagai risiko. Kedua aspek itu bisa karena persoalan di internal bank
atau eksternal. Faktor internal bank bisa menjadi sumber bank mengalami masalah bila bank itu dikelola dengan tidak hati-hati, khususnya dalam manajemen risiko,
lemahnya pengendalian internal, campur tangan pemilik dalam operasional bank atau adanya kesalahan penetapan startegi yang bermuara bank mengalami
kerugian. Sedangkan faktor eksternal bank seperti perubahan lingkungan bisnis.
166
Dengan semakin meningkatnya risiko yang dihadapi oleh bank, maka bank perlu mengendalikan risiko dimaksud sehingga kualitas penerapan manajemen
risiko bank menjadi semakin meningkat. Upaya peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko tidak hanya ditujukan bagi kepentingan bank, tetapi juga bagi
kepentingan nasabah. Salah satu aspek penting dalam melindungi kepentingan
164
Ibid., hlm. 7.
165
Bismar Nasution, “Aspek Hukum Peran Bank Sentral dalam Stabilitas Sistem Keuangan SSK”,Disampaikan pada “Focus Group Discussion FGD tentang Peran Bank Sentral dalam
Stabilitas Sistem Keuangan SSK”, Padanga: Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia ISEI, 28 Mei 2009, hlm.18. dalam Tesis Syuratti Astuti Manalu
166
Bank Indonesia, Krisis Global dan Penyelamatan Sistem Perbankan Indonesia, hlm. 29.
Universitas Sumatera Utara
80
nasabah dan dalam rangka pengendalian risiko adalah transparansi informasi terkait produk atau aktivitas bank. Selain itu, peningkatan kualitas penerapan
manajemen risiko diharapkan akan mendukung efektivitas kerangka pengawasan bank berbasis risiko yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
167
. Sebaliknya, tidak mengambil risiko sama sekali adalah salah karena tidak ada peluang sama sekali untuk memperoleh hasil. Untuk itu risiko harus dihadapi
dalam setiap aktivitas sehingga memberikan peluang untuk memperoleh hasil yang diharapkan, namun demikian risiko harus dikelola dengan hasil yang baik.
168
Peningkatan kualitas dan kuantitas permodalan dilakukan agar bank mampu menyerap risiko yang muncul dikemudian hari. Kuliatas dan kuantitas permodalan
telah disesuaikan dengan standar yang berlaku secara internasional yaitu BASEL III. Dengan terpenuhinya kuantitas dan kualitas permodalan, bank diharapkan
mampu menjalankan kegiatannya dengan baik tanpa harus terganggu dengan risiko-risiko yang muncul.
Risiko itu sendiri tidak harus selalu dihindari pada semua keadaan namun semestinya dikelola secara baik tanpa harus mengurangi hasil yang ingin dicapai.
Risiko yang dikelola dengan tepat dapat memberikan manfaat kepada Bank dalam menghasilkan laba yang atraktif. Agar manfaat tersebut dapat terwujud, para
pengambil keputusan harus mengerti tentang risiko pengelolaanya.
169
Meningkatkan kuantitas dan kulitas permodalan adalah cara mengelola risiko, agar risiko yang timbul dari kegiatan usaha yang dilakukan bank untuk
menghasilkan laba dapat diatasi.
167
Syuratty Astuti Rahayu Manalu, Op.Cit.
168
Fery N. Indroes dan Sugiarto, Op.Cit., hlm. 8
169
Ibid., hlm. 7
Universitas Sumatera Utara
81
B. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum sebagai Salah Satu Langkah Penyehatan Perbankan