39
B. Pemikiran Politik Ikhwanul Muslimin IM
Dalam menetapkan fikrah pemikiran IM, Hasan Al Banna menjelaskan sebagai berikut:
63
1. Hukum-hukum Islam dan seluruh ajarannya dapat mengatur urusan hidup manusia
didunia dan diakhirat. 2.
Dasar pengajaran Ikhwanul Muslimin dan seluruh pemahamannya adalah Al- Qur‟an
dan Sunnah Nabi SAW. 3.
Sebagai agama yang kaffah menyeluruh, Islam memiliki kemampuan mengatur seluruh persoalan hidup dan semua bangsa dan umat pada segala zaman.
Ikhwanul Muslimin memandang bahwa Islam adalah dien yang universal dan menyeluruh,
bukan hanya
sekedar agama
yang mengurusi
ibadah ritual
salat, puasa, haji, zakat saja. Tujuan Ikhwanul Muslimin adalah mewujudkan terbentuknya sosok individu muslim, rumah tangga Islami, bangsa yang Islami, pemerintahan yang islami,
negara yang dipimpin oleh negara-negara Islam, menyatukan perpecahan kaum muslimin dan negara mereka yang terampas, kemudian membawa bendera jihad dan dakwah kepada Allah
sehingga dunia mendapatkan ketentraman dengan ajaran-ajaran Islam. Namun meskipun demikian, Ikhwanul Muslimin lebih mendukung ide perubahan dan reformasi melalui jalan
damai dan dialog yang konstruktif yang bersandarkan pada al-hujjah alasan, al-mantiq logika, al-bayyinah jelas, dan ad-dalil dalil. Kekerasan atau radikalisme bukan jalan
perjuangan Ikhwanul Muslimin, kecuali jika negara tempat Ikhwanul Muslimin berada, terancam penjajahan dari bangsa lain. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Hasan Al-
Banna yaitu: “adapun pemahaman Ikhwanul Muslimin terhadap nasionalisme, maka
cukuplah anda mengetahuinya dengan membaca kalimat berikut. Mereka yakin dengan
63
Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Op.cit., Hal. 191-192.
Universitas Sumatera Utara
40
seyakin-yakinnya bahwa mengabaikan sejengkal tanah milik seorang Muslim yang terjajah itu adalah tindak kriminal yang tidak akan terampuni, sampai kita mau berbuat dan bisa
mengembalikan kemerdekaannya, atau menghancurkan para perampasnya. Tidak ada keselamatan dari siksa Allah kecuali dengan cara ini”.
64
B.1. Bentuk Negara Menurut Ikhwanul Muslimin
Tujuan final yang digarisbawahi oleh Ikhwanul Muslimin adalah pembentukan khilafah Negara yang terdiri dari kesatuan Negara-negara Muslim yang merdeka dan
berdaulat. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Hasan Al-Banna: “Khilafah
merupakan menara bagi kebudayaan hukum Allah swt. Oleh karena itulah, sahabat mendahulukan pembicaraan tentang khalifah daripada mengurus jenazah Rasulallah saw.
Hadist-hadist yang menyebutkan tentang wajibnya memilih imamah dan membahas hukum- hukum imamah telah membuktikan bahwa tidak diragukan lagi umat Islam wajib
memperhatikan soal khilafah. Memikirkan masalah ini sejak ia disingkirkan dari kedudukannya bahkan dihilangkan sama sekali.
”
65
Sementara itu, langkah-langkah konkret yang harus dilakukan dalam pembentukan Negara, antara lain:
66
1. Perbaikan individu
2. Perbaikan rumah tangga
3. Perbaikan masyarakat
4. Pembebasan tanah air dari penjajahan bangsa asing
64
Hasan Al-Banna, Op.cit., Hal. 165.
65
Ibid., Hal. 311.
66
Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Op.cit., Hal. 201
Universitas Sumatera Utara
41
5. Perbaikan pemerintah
6. Pengembalian peran internasional bagi umat Islam dengan cara memerdekakan,
menyatukan dan mengumumkan khalifah 7.
Menjadi sokoguru bagi dunia. Langkah-langkah konkrit IM seperti yang dituliskan diatas selanjutnya dibebankan
kepada jamaah menjadi sebuah kewajiban. Sementara itu, strategi yang konkret dalam pembentukan Negara adalah sebagai berikut:
67
a. Dakwah umum, yakni bertujuan untuk mendidik umat, membangkitkan rakyat,
mengubah tradisi
umum, menyucikan
jiwa, membersihkan
rohani, mengumandangkan prinsip-prinsip kebenaran, jihad, berkarya, dan memiliki sifat
keutamaan ditengah masyarakat. Adapun upaya yang dilakukan pada tahap ini adalah dengan mengadakan kelas belajar, ceramah, menyebarkan makalah, mengirim
delegasi, rapat akbar, dan kunjungan-kunjungan. Selanjutnya dilakukan pembentukan usrah dan kelompok yang tidak mengikat antara lainnya. Digunakan pula kegiatan
amal sosial. Pada tahap ini jamaah tidak boleh manggabungkan diri kepada partai apapun dan lembaga manapun, namun juga tidak menentangnya dan juga tidak
berhubungan dengan tokoh dan anggotanya. Hal ini dilakukan sampai kebenaran dapat terlihat oleh banyak orang.
b. Dakwah khusus, yakni dilakukan dengan cara menyampaikan pesan kepada para
pejabat, tokoh, penguasa, dan wakil rakyat serta parlemen. Adapun cara pendekatannya, antara lain:
Penyebaran dakwah untuk tabligh diantaranya amal-amal kebajikan dan bakti sosial
Pendidikan jiwa sebagai proses pengalaman takwin penjelasan
67
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
42
Perlengkapan manhaj jalan lurus yang benar dalam urusan kehidupan sebagai penetapan arah
Menemui umat, lembaga-lembaga legislatif, eksekutif, serta dunia internasional dalam rangka tanfidz aksi.
c. Mendirikan Negara, yakni melakukan usaha penerapan hukum Islam disuatu Negara.
d. Mengembalikan khilafah, yakni tujuan akhir dari seluruh tahapan. Jika telah berdiri
negara dengan khilafah, maka selanjutnya yang harus dilakukan adalah koordinasi antar Negara sehingga tercapai kata sepakat untuk memilih imam yang menjadi
mediator.
68
Khilafah yang dimaksudkan harus mampu mengkoordinasikan seluruh Negara Islam yang ada dibawah komandonya. Polanya adalah bahwa Negara-negara Islam yang sepakat
tersebut bermusyawarah untuk memilih mediator yang disepakati sebagai pemimpin seluruh kepentingan umat. Oleh karenanya, bentuk Negara ideal yang dimaksudkan oleh IM adalah
Negara koordinatif yang berbentuk khilafah, namun kekuasaan Negara bagian masih diperhatikan. Pola kerja khilafah yang dimaksud IM adalah sebagaimana yang terjadi pada
masyarakat masa Nabi Muhammad saw. Hal tersebut dikarenakan Hasan Al-Banna, yang menelurkan gagasan tentang Negara ini tidak ingin terjebak kepada romantisme keruntuhan
khilafah Turki Utsmani.
69
Tegaknya kekhalifahan disebuah Negara tentu saja berpengaruh terhadap sistem pemerintah dinegara tersebut. Menurut IM Negara yang telah menegakkan
khilafah dinegaranya haruslah menjalin kerjasama dengan Negara-negara lain, seperti kebudayaan, sosial, ekonomi, dan politik. Selanjutnya dibuat fakta dan perjanjian-perjanjian
serta diselenggarakan muktamar-muktamar antar Negara-negara tersebut. Sehingga pada
68
Ibid., Hal. 201-204.
69
Ibid., Hal. 195.
Universitas Sumatera Utara
43
akhirnya akan dipilih seorang Imam yang menjadi mediator segala bentuk ikatan, menjadi tempat bertanya segala bentuk peliputan dan muara segala hati.
70
Negara Islam harus memperhatikan penyediaan pekerjaan dan sarana penghidupan bagi siapapun yang sanggup bekerja. Negara Islam juga harus meningkatkan produktivitas pekerja
industri dan petani. Hak pekerja antara lain jaminan mendapat pekerjaan dengan upah yang memadai dan asuransi kesehatan. Negara juga harus mendorong bangkit dan berkembangnya
industry rumah tangga, sehingga dengan begitu wanita dan anak-anak dapat berpartisipasi dalam perekonomian dan menambah pendapatan keluarga. Selain itu Negara juga harus
berupaya mengurangi perbedaan antara yang kaya dan yang miskin.
71
Keseluruhan pemikiran IM mengenai bentuk Negara yang ideal diatas bersumber dari Hasan Al-Banna yang banyak
menelurkan pemikirannya yang dilatarbelakangi oleh kondisi sosial dan politik di Mesir.
B.2. Pemerintahan
Pemikiran IM terhadap pemerintahan berkaitan erat dengan pemahaman mereka akan esensi Islam dan aqidahnya. Sejak awal IM menolak ide pemisahan antara agama dengan
Negara, atau dengan politik. Para pemikir IM menyebutnya sebagai konsepsi yang seakan- akan sudah menjadi aksioma, atau urusan besar agama yang harus benar-benar dipahami.
Konsepsi itu tersimpul dalam ungkapan bahwa Islam adalah aqidah dan sistem, agama dan Negara. Sehingga penegakan pemerintahan Islam adalah salah satu prinsip aqidah atau
kewajiban Islam.
72
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hasan Al-Banna dalam Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin mengatakan bahwa:
“Ihwal pemerintahan tertuang dalam kitab-kitab fiqih kita sebagai persoalan aqidah dan ushul dasar, bukan masalah
furu‟ cabang. Islam adalah kedaulatan dan pemerintahan, ia juga peraturan dan pengajaran,
70
Ibid.,
71
Ibid. Hal. 198-199.
72
Utsman Abdul Mu‟iz Ruslan, Op.cit., Hal. 266.
Universitas Sumatera Utara
44
sebagaimana ia adalah undang-undang dan peradilan. Salah satu diantaranya tidak terpisahkan dari yang
lain.”
73
Menurut IM penegakan pemerintahan Islam adalah wajib, sebagaimana pendapat mereka yang mengatakan bahwa Islam adalah agama dan Negara. Artinya, Islam datang
dengan membawa nash-nash ayat- ayat yang mengatur berbagai hubungan individu dengan pemerintah dan sebaliknya, mengatur tindakan, interaksi, manajemen dan ekonomi,
memutuskan perkara internal dan internasional, perang dan damai, perjanjian dan perdamaian, menentukan hukum semua urusan pribadi dan sosial, menegakkan jamaah atas
dasar persamaan, tolong menolong, dan saling menanggung. Semua nash itu merupakan undang-undang dasar pemerintahan dan syariat yang menentukan hukum berbagai tindakan.
Semua itu merupakan urusan-urusan yang tidak mungkin dilakukan kecuali oleh pemerintah dan Negara. Apabila Islam mendatangkan dan mewajibkan tegaknya Negara dengan dasar
itu.
74
Beberapa contoh nash- nash atau ayat- ayat tersebut adalah sebagai berikut: Hukum ketatanegaraan, yaitu ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan
pemerintahan. Hukum- hukum seperti ini dimkasudkan untuk mengatur hubungan penguasa dengan rakyat. Salah satu contoh ayatnya terdapat dalam Surah An-Nahl
Ayat 90: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang melakukan perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran” QS: An-Nahl: 90
75
73
Hasan Al-Banna, Op.cit., Hal. 299.
74
Utsman Abdul Mu‟iz Ruslan, Op.cit., Hal. 288.
75
Al- Qur‟an Terjemahan An- Nur, oleh Prof. T.M Hasbi Ash-Siddieqy.
Universitas Sumatera Utara
45
Hukum antarbangsa internasional, yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan antar Negara Islam dan Non Islam, serta tata cara pergaulan dengan Non Muslim yang
berada di Negara Islam. Salah satu nash tersebut yaitu terdapat dalam Surah Al- Hujarat Ayat 13 sebagai berikut:
“Wahai manusia Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku agar kamu saling mengenal….” QS: Al-Hujarat: 13
76
Ikhwanul Muslimin mendefenisikan pemerintahan Islam sebagai pemerintahan yang para pejabatnya adalah orang-orang Islam, melaksanakan kewajiban-kewajiban Islam dan
tidak melakukan kemaksiatan, serta konstitusinya sebagaimana yang telah disinggung di atas bersumber dari Al-
Qur‟an dan Sunah. Atau dengan kata lain menerapkan syari‟at Islam.
77
IM membagi konstitusi ini menjadi dua bagian, yaitu konstitusi pokok undang-undang dasar
dan konstitusi organik undang-undang organik.
78
Konstitusi pokok undang-undang dasar adalah hak Allah semata. Ia merupakan hal- hal yang dihalalkan dan diharamkan Allah dalam kitab Suci dan Sunah Nabi. IM berpendapat
bahwa hanya Allah sajalah pemegang otoritas memerintah dan melarang, tidak ada pihak lain yang menyertai-Nya. Kekuasaan tertinggi yang menjadi rujukan umat manusia dalam
kehidupan didunia, Dalam perumusan aturan sosial, dan dalam membentuk pemerintahan, mereka adalah milik Allah swt. semata. Sedangkan konstitusi organik adalah konstitusi yang
diserahkan kepada manusia untuk membuatnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Al- Hudaibi, yakni salah seorang jamaah IM bahwa Allah swt. menyerahkan kepada manusia
banyak hal tentang urusan dunia, diperintahkan mengatur dunia ini sesuai dengan hasil
76
Ibid.
,
77
Diakses melalui https:eprints.uns.ac.id8648491800308200902404.pdf pada 13 November 2015, pukul 21.15 WIB.
78
Utsman Abdul Mu‟iz Ruslan, Op.cit., Hal. 290.
Universitas Sumatera Utara
46
penalaran akal manusia dengan syarat tidak menghalalkan yang haram dan tidak mengharamkan yang halal. Termasuk undang-undang ini, yang mengatur mekanisme
musyawarah, lalu lintas, pemeliharaan kesehatan, pemberantasan hama pertanian, pengairan, pengajaran, pengaturan berbagai profesi, undang-undang ketatanegaraan, ruang publik dan
lain sebagainya. Kaum Muslimin berhak membuat perundang-undangan dan aturan-aturan yang menjamin terwujudnya kepentingan bersama.
79
B.2.1. Bentuk Pemerintahan
Pemahaman mengenai bentuk pemerintahan menurut IM dapat dilihat berdasarkan kaidah-kaidah yang berupa karakteristik atau pilar-pilar pemerintahan Islam. Adapun pilar-
pilar tersebut adalah sebagai berikut:
80
1. Tanggung jawab pemerintah dalam arti bahwa ia bertanggung jawab kepada Allah
dan rakyatnya. Pemerintahan tidak lain adalah praktek kontrak kerja antara rakyat dengan pemerintah, untuk memelihara kepentingan bersama. Jika pekerjaan yang
dilakukan pemerintah baik, maka ia berhak mendapatkan upah, sebaliknya apabila dalam melaksanakan tanggung jawab dan pekerjaannya buruk, maka harus
mendapatkan hukuman. 2.
Kesatuan umat. Artinya, ia memiliki sistem yang satu, yaitu Islam yang harus melaksanakan
amar ma‟ruf nahi munkar Melaksanakan kebaikan dan mencegah kemungkaran dan nasihat.
3. Menghormati aspirasi rakyat. Artinya diatara hak rakyat adalah mengawasi para
penguasa dengan pengawasan yang seketat-ketatnya dan juga memberi masukan tentang berbagai hal yang dipandang baik untuk mereka. Pemerintah harus mengajak
79
Ibid., Hal. 291-292.
80
Hasan Al-Banna, Op.cit., Hal. 76-80.
Universitas Sumatera Utara
47
mereka bermusyawarah, menghormati aspirasi mereka, dan memperhatikan hasil musyawarah mereka.
Berdasarkan karakteristik pemerintahan Islam diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bentuk pemerintahan yang dimaksudkan IM adalah bentuk pemerintahan parlementer.
Konsekuensinya rakyat harus memilih kepala Negara dan menurunkannya kembali jika didapati hal-hal yang mengharuskannya untuk diturunkan. Hal ini menunjukkan bahwa
pemerintah tidak mendapatkan kekuasaannya dari Allah, akan tetapi dari masyarakat. Adapun prinsip- prinsip yang harus dipatuhi oleh pemerintah adalah sebagai berikut: pertama,
pemerintah tidak boleh melanggar batas-batas kekuasaannya, dan jika melakukan pelanggaran tersebut maka kerjanya dianggap tidak sah. Kedua, pemerintah harus
bertanggungjawab atas segala pelanggaran dan kelalaiannya. Ketiga, rakyat memiliki otoritas untuk menurunkan pejabat pemerintah. Komitmen rakyat untuk mematuhi pemerintah adalah
kompensasi dari komitmen pemerintah untuk mengurus persoalan rakyat.
81
Adapun sumber kekuasaan menurut IM adalah satu, yaitu kehendak rakyat, kerelaan dan pilihan mereka secara bebas dan sukarela. Artinya IM meyakini bahwa rakyat adalah
sumber kekuasaan.
82
Karena rakyat merupakan sumber kekuasaan dan pemilik kedaulatan, maka hal ini mengharuskan adanya pilar-pilar kedaulatan dalam diri individu-individunya.
Pilar-pilar tersebut terimplementasi dalam bentuk kebebasan dan kedaulatan. Adapun kebebasan meliputi hak berpindah tempat, kebebasan mengemukakan pendapat, dan
kebebasan kepemilikan. Hak-hak tersebut tidak diatasi kecuali oleh sesuatu yang tolak ukurnya adalah membahayakan orang lain. Untuk menjamin kekebasan ini maka harus ada
kedaulatan konstitusi dan supremasi hukum. Adapun kekuatan sebagai salah satu pilar kedaulatan akan terwujud ketika Negara menjamin ilmu pengetahuan, kesehatan, dan
81
Utsman Abdul Mu‟iz Ruslan, Op.cit., Hal. 294-295.
82
Hasan Al-Banna jilid 1, Op.cit., Hal. 377.
Universitas Sumatera Utara
48
kesejahteraan atas individu. Rakyat menunaikan kedaulatannya terhadap kekuasaan dengan penuh kebebasan dan sikap evaluatif. Hak kebebasan adalah hak rakyat untuk memilih
pemimpin dan anggota dewan legislatifnya. Sedangkan hak mengevaluasi terbagi menjadi evaluasi langsung yang dilakukan oleh individu sendiri, dan evaluasi tidak langsung
dilakukan oleh wakil-wakil rakyat dalam dewan legislatifnya.
83
B.3. Konsepsi Pembagian Kekuasaan menurut Ikhwanul Muslimin B.3.1. Kekuasaan Eksekutif
Kekuasaan eksekutif merupakan kekuasaan yang dmiliki oleh presiden, dimana dalam menjalankan tugasnya presiden dibantu oleh para menteri yang menduduki berbagai
departemen. Presiden dapat pula disebut dengan imam dan khalifah. Dalam hal pengangkatan seorang khalifah, maka masyarakat diwajibkan untuk berpartisipasi, yaitu ikut
memilih calon pemimpin mereka. Adapun syarat yang ditetapkan bagi seorang khalifah menurut IM yaitu berusia minimal 40 tahun, memiliki tingkat wawasan yang memadai, dan
memiliki citra yang baik, kemudian ditambah dengan syarat yang telah diwajibkan oleh para ulama, yaitu: Muslim, laki-laki, mukallaf berakal sehat dan telah baligh, dan adil.
84
Pengangkatan seorang khalifah kepala Negara dilakukan melalui pemilihan ahlul ha
lli wal „aqdi anggota dewan umat yang dipilih oleh rakyat dan kesediaan yang bersangkutan untuk menerima jabatan itu. Jabatan kepresidenan merupakan kontrak antara
Dewan Umat dan presiden. karena itu transaksi tidak terjadi secara sah kecuali melalui pemilihan bebas dari ahlu asy-syura wa at-tasyari dalam hal ini anggota Dewan
Permusyawaratan dan Dewan Legislatif dan kesediaan kepala Negara. Transaksi yang diikuti dengan
“bai‟ah secara sukarela”. Hal inilah menurut IM satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk memilih seorang khalifah, sehingga pada kesimpulannya IM menolak sistem
83
Utsman Abdul Mu‟iz Ruslan, Op.cit., Hal. 297.
84
Ibid., Hal. 304.
Universitas Sumatera Utara
49
pemerintahan warisan, atau yang diperoleh melalui kudeta militer. Adapun masa jabatan seorang khalifah, atau imam, atau presiden dapat ditetapkan masa jabatannya, atau dapat pula
dijadikan khalifah seumur hidup. Seorang khalifah, dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Dewan Umat dan akan dimintai pertanggungjawabannya secara
pidana dan perdata dihadapan peradilan biasa jika melakukan kejahatan yang berkaitan dengan tugasnya, yakni diadili oleh Dewan Umat. Kekuasaan seorang presiden atau khalifah
menurut IM adalah membuat konstitusi, mengeluarkan instruksi, mengangkat dan menurunkan pejabat, sebagai panglima tertinggi militer, mengangkat dan menurunkan para
jenderal, mengumumkan perang setelah melalui musyawarah, mengangkat dan menurunkan diplomat, memberikan grasi dan amnesti. Namun kesemua kewenangan itu harus dalam batas
konstitusi.
85
B.3.2. Kekuasaan Legislatif
Kekuasaan legislatif merupakan kekuasaan yang dipegang oleh Dewan Umat dan kepala Negara. Setiap anggota Dewan Umat dan kepala Negara memiliki hak mengusulkan
konstitusi, sepanjang tidak bertentangan dengan Islam. Wewenang Dewan Umat dalam hal legislasi terbatas pada dua hal:
86
1. Konstitusi eksekutif, yakni undang-undang yang menjamin pelaksanaan teks-teks
syariat. 2.
Konstitusi organisasional, yakni peraturan-peraturan dalam rangka memenuhi kebutuhan jamaah atas dasar tujuan-tujuan umum syariat.
Apabila suatu konstitusi tertentu ditetapkan, kepala Negaralah yang mengeluarkannya. Hal itu dikarenakan kepala Negara yang melaksanakan kekuasaan eksekutif. Rancangan
85
Ibid., Hal. 305 306.
86
Ibid., Hal. 307.
Universitas Sumatera Utara
50
konstitusi yang direkomendasikan telah memuat konsep hukum-hukum Islam dan ajaran- ajarannya. Karena itu, peraturan organik harus tunduk kepadanya. Demikian pula halnya
dengan berbagai undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga eksekutif, ia harus tunduk kepada konstitusi pokok atau undang-undang. Adapun gambaran umum
mengenai sifat dari lembaga legislatif Dewan Umat adalah sebagai berikut:
87
Dewan terbentuk dari 200 anggota terpilih untuk masa lima tahun. Anggota Dewan mewakili umat secara keseluruhan
Dewan umat sebagai wakil umat memegang langsung kekuasaan rakyat. Dialah yang memegang wewenang legislatif dalam batas ajaran Islam, lalu memberikan mandat
kepada kepala Negara. Dewan umat merupakan dewan tetap yang menyelenggarakan kegiatan sidang dengan
sendirinya, yakni dengan undangan dari ketua atau wakil ketua. Forum itu berjalan selama sepuluh bulan. Pertemuan-pertemuan dilakukan secara terbuka.
B.3.3. Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan yudikatif merupakan kekauasaan independen diluar kekuasaan eksekutif. Sumber kekuasaan yudikatif adalah rakyat. Meskipun para hakim diangkat oleh kepala
Negara, namun dalam hal ini, para hakim tersebut berstatus mewakili rakyat. Oleh karena itu para hakim tersebut tidak akan diberhentikan dari jabatannya, terkecuali karena kematian atau
turunnya kepala Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh pengadilan dan mereka memutuskan hukum sebagaimana pandangan mereka atas nama Allah swt. semata. Dalam menjalankan
tugasnya para hakim boleh menolak penerapan hukum manapun yang bertentangan dengan syariat baik secara tekstual maupun kontekstual. Setiap warga Negara berhak mengangkat
dakwaan yang isinya meminta dibatalkan peraturan yang bertentangan atau berseberangan
87
Ibid., Hal. 308.
Universitas Sumatera Utara
51
dengan hukum-hukum Islam atau konstitusi kehadapan pengadilan khusus, yang diatur oleh konstitusi.
88
C. Gerakan- Gerakan Ikhwanul Muslimin C.1. Gerakan Ikhwanul Muslimin Tahun 1932