Sejarah Latar Belakang Munculnya Ikhwanul Muslimin di Mesir

36

BAB II DESKRIPSI SEJARAH DAN PEMIKIRAN POLITIK IKHWANUL MUSLIMIN

SERTA ORGANISASI KAMMI

A. Sejarah Latar Belakang Munculnya Ikhwanul Muslimin di Mesir

Ikhwanul Muslimin persaudaraan Muslim, atau yang selanjutnya disingkat dengan IM merupakan suatu organisasi berbasis keislaman yang lahir di Ismailia pada tahun 1928. Pendiri organisasi ini adalah Hasan Al Banna beserta keenam murid sekaligus sahabatnya, yaitu Hafidh Abdul Hamid tukang kayu, Ahmad Al-Khausari tukang cukur, Zaki Al- Maghribi tukang gerobak, Fuad Ibrahim penarik pajak, Abdurrahman Hasbullah seorang supir, dan Ismail Izz tukang kebun. 55 Ikhwanul Muslimin memiliki lambang organisasi berupa dua pedang melintang yang menyangga Al- Qur‟an. Adapun arti dari kedua pedang tersebut adalah melambangkan bahwa gerakan ini siap mengangkat senjata untuk berjihad kapan saja dan dimana saja demi berdirinya Negara Islam. 56 Latar belakang pendirian IM tidak terlepas dari kondisi sosial dan politik di Mesir saat itu, juga tidak terlepas dari pemikiran Hasan Al Banna sebagai pendiri IM. Terdapat tiga alasan yang melatarbelakangi lahirnya IM, pertama, berdasarkan kesejarahan Kerajaan Turki Utsmani. Saat itu Islam tengah mengalami stagnasi kekhilafahan dan Kerajaan Turki Utsmani tidak lagi mampu menjalankan roda pemerintahan yang stabil. Situasi ini memuncak dengan runtuhnya khilafah Turki Utsmani dan diproklamasikannya Republik Turki Modern sekuler oleh Musthafa Kemal Ataturk pada tanggal 2 Maret 1924. Keruntuhan kekhalifahan Turki Utsmani menyebabkan disintegrasi pemahaman dan pengalaman di dunia Islam 57 serta menandai awal politik Islam modern. Dibawah pimpinan 55 Lihat Miftahuddin, Op.cit., Hal. 24. 56 Ibid., Hal. 25 57 Lihat Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Op.cit., Hal. 187-188. Universitas Sumatera Utara 37 Kemal Ataturk 1881-1938 orang- orang Turki melangkah dengan pasti menuju pendirian sebuah negara-bangsa barat yang modern. 58 Banyak kalangan masyarakat Muslim terpesona dengan bentukan budaya barat. Terjadi upaya untuk menggeser hukum Allah dan menggantikannya dengan hukum wad‟h buatan manusia. Hal ini tentu tidak dapat diterima oleh golongan Muslim tradisional, baik itu yang ada di Turki sendiri maupun Muslim tradisional yang ada di berbagai negara lain, salah satunya adalah Mesir. Kasus keruntuhan kekhilafahan Turki Utsmani tersebut ternyata membawa perasaan trauma tersendiri dikalangan umat Islam tradisional yang melihat keadaan Mesir pada saat itu hampir sama dengan kondisi Turki paska keruntuhan kekhilafahan Turki Utsmani. Hasan Al-Banna, sekaligus salah satu tokoh Muslim tradisional Mesir sangat mengkhawatirkan keadaan Mesir ketika itu, dimana saat itu budaya barat berkembang di Mesir dikarenakan jajahan bangsa asing, yaitu Inggris. Menyikapi hal ini, Hasan Al Banna mengatakan: “pada dekade yang saya lalui di Kairo kala itu, semakin merajalela arus kerusakan. Kebejatan berpendapat dan berfikir dianggap sebagai kebenaran rasio. Kerusakan moral dan akhlak dianggap sebagai kebebasan individu. Gelombang kemurtadan dan gaya hidup bebas melanda sangat deras tanpa ada penghalangnya, didukung oleh berbagai kasus dan situasi yang mengarah kesan a.” Berdasarkan perkataan Hasan al Banna tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Hasan Al Banna sendiri pada dasarnya menolak hukum bentukan manusia. 59 Kedua, berdasarkan kondisi politik Mesir. Hasan Al Banna percaya bahwa pada saat itu dunia Islam berada dalam kungkungan kolonialisme. Mesir sendiri ketika itu berada dalam kungkungan kolonialisme Inggris. Hal ini berdampak pada kondisi sosial budaya Mesir dan banyak mengikis budaya masyarakat Mesir yang islami. Dalam pandangan Hasan Al Banna sendiri, para ulama Mesir tidak mampu membendung arus pasang peradaban barat 58 Ian adams, Loc.cit., Hal. 430. 59 Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Loc.cit. Universitas Sumatera Utara 38 yang melanda Islam. Hal itu menurutnya menyebabkan gerakan putus asa yang mendirikan”Partai Politik Munafik”, karena mereka bukannya dimotivasi oleh semangat memerdekakan diri dari Inggris melainkan sebaliknya memberikan loyalitas pada Inggris. Partai- partai yang dimaksudnya adalah Partai Al-Wafd yang menolak dakwah Al- Jama‟ah Al-Islamiyah, Partai Al-Ahrar Al-Dusturiyah, serta Partai Al- Sa‟diyyah. 60 Ketiga, hal yang juga mempengaruhi berdirinya IM adalah realitas situasi ekonomi dan sosial di Mesir pada saat itu. Akibat penjajahan Inggris, kondisi rakyat Mesir mengalami kesemrawutan. Muncul kesenjangan antara golongan kaya dan miskin. Hasan Al Banna melihat adanya dominasi asing, yaitu para manajer dari Eropa hidup mewah, sementara penduduk pribumi hidup dalam keprihatinan digubuk-gubuk yang menyedihkan. Sementara itu, dibidang sosial muncul degradasi sosial dan moral. Pemuda dan rakyat Mesir pada umumnya sudah meninggalkan ajaran agama Islamnya dan silau terhadap capaian peradaban barat yang dibawa oleh Inggris. 61 Kondisi diatas menyebabkan hilangnya wibawa politik umat Islam. Hasan Al-Banna memikirkan perlunya gerakan penyadaran umat. Untuk itulah kemudian Hasan Al Banna mendirikan sebuah gerakan yang dibangun dengan orang-orang yang sepaham dengannya. Adapun nama organisasi gerakan tersebut adalah Ikhwanul Muslimin atau disingkat dengan IM. Tentang pendirian ini Hasan Al-Banna mengatakan: “ Di Ismailia saya meletakkan dasar- dasar takwin yang pertama bagi fikrah ini. Pada mulanya ia muncul hanya sebagai lembaga kecil. Kamipun bekerja dan memikul panji-panjinya. Kami berjanji kepada Allah untuk menjadikan kami sebagai tentara-Nya, demi mencapai tujuan ini. Seluruh kegiatan kami lakukan atas nama Al-Ikhwan Al- Muslimun.” 62 60 Ian Adams, Op.cit., Hal. 433. 61 Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Op.cit., Hal. 189. 62 Hasan Al-Banna, Op.cit., Hal. 15. Universitas Sumatera Utara 39

B. Pemikiran Politik Ikhwanul Muslimin IM