21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Komposisi Fase Gerak Pada awal penelitian ini dilakukan optimasi fase gerak yang digunakan
untuk mendapatkan kondisi kromatografi yang optimal. Adapun fase gerak yang dioptimasi yaitu, asam ortho fosfat 0,16 pada pH 3 dengan penambahan natrium
hidroksida 0,2 N: asetonitril dengan perbandingan 70:30, 80:20, 85:15, 90:10 pada laju alir 1 mlmenit, pada panjang gelombang 360 nm.
Pada tabel 1 dapat dilihat perbandingannya fase gerak yang terbaik yaitu 80:20. Pada perbandingan fase gerak 70:30 diperoleh tailing factor lebih kecil
tetapi theoretical plate kurang dari 2000 dan kromatogram yang diperoleh bentuknya fronting, pada perbandingan fase gerak 85:15 tailing factor tidak
memenuhi persyaratan, sedangkan pada perbandingan fase gerak 90:10 diperoleh tailing factor lebih besar dan theoretical plate lebih besar, akan tetapi
theoretical plate lebih kecil yang diperoleh dari perbandingan fase gerak 80:20. Hubungan antara pengaruh komposisi fase gerak terhadap parameter
kromatogram dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Kromatogram dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.2 Kendala Validasi
Menurut Harmita, 2004 Metode validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk
membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk
Universitas Sumatera Utara
22 penggunaanya, namun peneliti tidak melakukan metode validasi, dikarenakan
peneliti kekurangan bahan baku levofloksasin, dan bahan baku levofloksasin sulit didapatkan lagi.
Tabel 1 Pengaruh komposisi fase gerak terhadap parameter kromatogram
4.3 Analisis Kualitatif
Hasil optimasi pada penentuan kondisi kromatografi yang terbaik untuk levofloksasin diperoleh komposisi fase gerak asam ortho fosfat 0,16 dibuat pada
pH 3 dengan penambahan natrium hidroksida 0,2 N : asetonitril 80:20, laju alir 1 mlmenit pada panjang gelombang 360 nm. Untuk mengetahui bahwa sampel
yang dianalisis mengandung levofloksasin maka dilakukan spiking yaitu menambahkan bahan baku ke dalam sampel pada kondisi kromatografi yang
sama. Hal ini dilakukan dengan cara: Pertama, dilakukan proses kromatografi sampel tanpa penambahan baku. Kedua, sampel dengan penambahan bahan baku
dilakukan proses kromatografi. Hasil kromatogram dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Perbandingan Fase Gerak Asam ortho posfat 0,16
pada pH 3 Dengan penambahan Natrium
Hidroksida 0,2N : asetonitril Waktu Retensi
menit Area
Theoretical plate
Tailing factor
70:30 6,867
153052 1861,032
0,719 80:20
6,298 16013
10992,765 1,201
85:15 4,339
117774 2889,457
2,259 90:10
5,946 90767
5818,231 1,927
Universitas Sumatera Utara
23
Gambar 4 Kromatogram tablet levofloksasin secara KCKT, kolom Shimadzu
VP-ODS 250 x 4,6 mm, fase gerak asam ortho fosfat 0,16 pada pH 3 dengan penambahan natrium hidroksida 0,2 N: asetonitril
80:20, laju alir 1 mlmenit, volume penyuntikan 20 µl, pada panjang gelombang 360 nm.
Gambar 5 Kromatogram hasil spike secara KCKT, kolom Shimadzu VP-ODS
250 x 4,6 mm, fase gerak asam ortho fosfat 0,16 pada pH 3 dengan penambahan natrium hidroksida 0,2 N: asetonitril 80:20,
laju alir 1 mlmenit, volume penyuntikan 20 µl, panjang gelombang 360 nm.
Dari kromatogram diatas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan luas area dan tinggi puncak pada kromatogram setelah penambahan baku dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
24 dengan sebelum penambahan bahan baku maka dapat diidentifikasi bahwa sampel
mengandung levofloksasin Johnson dan Stevenson, 1978.
4.4 Analisis Kuantitatif 4.4.1 Penentuan kurva kalibrasi