Pemanfaatan Serat Waru (Hibiscus Tiliaceus) Sebagai Bahan Pengisi Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Karet Sintesis Etilene Prophilene Diene Monomer (EPDM)-Poliuretan(PU)

(1)

(2)

Lampiran 1. Bahan yang digunakan dalam penelitian

a. Karet Sintetis EPDM b. Serat Waru

c. Poliol d. Toluena


(3)

Lampiran 2. Peralatan Penelitian

a. Internal Mixer b. Cetakan Spesimen Uji

c. Hot Press d. Alat Uji tarik

-


(4)

Lampiran 3. Hasil Penelitian

- Komposit IPN Karet Sintetis EPDM dan Poliuretan

0 :10 90 : 10 80:20 70:30 60:40 50:50


(5)

- Komposit IPN Karet EPDM-Poliuretan dan Serat Waru

90 : 10 80 :20

70 :30 60 : 40


(6)

Lampiran 4. Perhitungan

1. Perhitungan Nilai Kekuatan Tarik

Contoh : Perhitungan untuk sampel sintesis IPN antara Karet Sintesis EPDM dan PU pada perbandingan 100 : 0 phr.

Sampel spesimen uji mempunyai Tebal = 2,65 mm

Lebar = 6 mm

Load Max = 0,01 Kgf

Kekuatan tarik dihitung dengan menggunakan rumus :

Dimana :

σ = kekuatan tarik (MPa) F = beban tarik (N) A = luas penampang (m2) Dan

A= tebal x lebar spesimen = 2,65 mm x 6 mm = 15,9 mm2

Maka,

�=�������

� =

4,028 ���

15,9 ��2 = 0,25 ���/�� 2

Satuan tegangan dari kgf/mm2 diubah menjadi N/m2 dimana, 1 kgf= 9,81 N/m2.

�= 0,25 ���

��2× 9,8 = 2,48 ���

A F =


(7)

Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel dari hasil pengujian tarik yang lain.

2. Perhitungan Nilai Strain (Regangan)

Contoh : Perhitungan untuk sampel sintesis IPN antara Karet Sintesis EPDM : Poliuertan Sampel spesimen uji mempunyai

Δl = 48,12 mm lo = 45 mm

maka niai regangan diperoleh : Regangan (ε) = ∆��ₒ� 100% = 8��

55 �� � 100 % = 106,94 %

Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel dari hasil pengujian tarik yang lain.

3. Perhitungan Nilai Modulus Elastisitas (Modulus Young)

Contoh : Perhitungan untuk sampel sintesis IPN antara Karet Sintetis EPDM : Poliuretan Sampel spesimen uji mempunyai

Tegangan (σ) = 2,48 MPa Regangan (ε) = 106,94%

Maka nilai Modulus Elastisitas diperoleh : Modulus Elastisitas (E) = �ε = 2,45 � 10−3���

1,6069 = 2,32 ���

Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel dari hasil pengujian tarik yang lain.


(8)

4. Perhitungan Persen Ikat Silang

Contoh : Perhitungan untuk sampel sintesis Komposit IPN antara Karet Sintetis EPDM dengan Poliuretan dengan perbandingan komposisi 90 : 10 . Sampel specimen uji mempunyai

Berat sebelum diektraksi (W0) = 0,4431 gram Berat sesudah diektraksi (We) = 0,2472 gram Persen Ikat Silang = ��

�0 � 100 % =

0,4431

0,2472� 100 % = 44,21%

Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel pada variasi lainnya.

5. Perhitungan Daya Redam

Pengukuran koefisien seSerap bunyi dihitung sesuai dengan standar ISO 10543-2:1998 dan ASTM E-1050 untuk tabung impedensi 2 mikropon. Untuk memudahkan perhitungan serap bunyi dignakan sofware MATLAB. Dengan kode MATLAB sebagai berikut.

f. Relection dan Absorption coefficients measurements% - freq=[] adalah Frequency vector (Hz)

- c= 343 adalah speed of sound in air at 23 Celcius m/s

- k=(2*pi*freq)/c adalah wavenumber in air (m˄ - 1) - A=[] adalah Amplitude at mic 1 (Volt) - B=[] adalah Amplitude at mic 2 (Volt)

- x1 = 0.275 adalah distance between the sample and the

farther microphone

- x2 = 0.2 adalah distance between the sample and the

closer microphone

- s = 0.075 adalah microphone spacing (m)

g. Sound Pressure at mic 1 & MIC 2


(9)

p2=(A*exp(-j.*k.*x2))+(B*exp(j.*k.*x2))

h. H21 is Transfer Fuction measured between two mic H21=p1/p2

i. % Reflection coeffisient

r=(H21-exp(-j.*k.*s))./(exp(j.*k.*s)-H21).*exp(2.*j.*k.*x1)

j. % absoprption coefficient alpha=1-abs(r).^2

Berdasarakan uraian diatas maka dapat diketahui nilai % absorption coefficient atau daya serap bunyi. Untuk daya serap bunyi pada campuran komposit IPN Karet EPDM-PU dan Serat waru pada perbandingan campuran 60: 40 untuk frekuensi 250 Hz sebagain berikut k=(2*pi*freq)/c

A = 8,866584 B = 2,801531 x1 = 0.275 x2 = 0.2 s = 0.075

p1=(A*exp(-j.*k.*x1))+(B*exp(j.*k.*x1)) p2=(A*exp(-j.*k.*x2))+(B*exp(j.*k.*x2)) H21=p1/p2

r=(H21-exp(-j.*k.*s))./(exp(j.*k.*s)-H21).*exp(2.*j.*k.*x1) alpha=1-abs(r).^2

freq = 250 c = 343 k = 4.5796 A = 8,866584


(10)

B = 2,801531 x1 = 0.2750 x2 = 0.2000 s = 0.0750

p1 = 3.0640 - 5.7114i p2 = 6.0906 - 4.7587i H21 = 0.7673 - 0.3382i r = -0.0885 - 0.2338i alpha = 0.9375

Hal yang sama juga dilakukan unttuk komposisi IPN Karet Sintetis EPDM –PU dengan penambahan Serat Waru untuk perbandinagn komposisi lainnya.

6. Perhitungan Kerapatan

Untuk sifat fisis papan partikel komposit dilakukan pengujian kerapatan (ρ). Rapat massa suatu bahan yang homogen didefenisikan sebagai massa persatuan volume. Contoh : untuk mengetahui kerapatan dari spesimen Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU : Serat waru padaa variasi % berat 90 : 10.

Massa = 0,6322 gram Volume = 0,8 g/cm3 ρ =

� ρ = 0,6322

0,8

= 0,7902

Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel pada variasi lainnya

7. Perhitungan Daya Serap Air

Pengujian daya serap air dilakukan untuk menentukan besarnya persentase air yang terserap oleh sampel yang direndam dengan


(11)

perendaman selama 2 jam dan selama 24 jam pada campuran komposit IPN Karet sintetis EPDM-Poliuretan dan serat waru

k. Untuk perndaman sampel selama 2 jam Mk = 0,6322

Mb =0,6785

Daya Serap Air = ��−�� �� =

0,6785−0,6322

0,6322 = 7,3%

Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel pada variasi lainnya.

2. Untuk perndaman sampel selama 24 jam Mk = 0,6801

Mb =0,7742

Daya Serap Air =��−�� �� =

0,7742−0,6801

0,6801 = 13,83 %

Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap sampel pada variasi lainnya


(12)

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, N.H. 2008. Pembuatan Komposit Pelat Bipolar Dengan Matriks Polipropilena (PP) Dengan Penguat Karbon dan Aditif Polyvinylidene Flouride (PVDF). Jakarta : Universitas Indonesia.

Arif, D. 2008. Komposit. Jurnal Terknik Kimia UI. Jakarta .

ASTM D638. 1995. Standard Test Method for Tensile Impact. America Society for testing Materials.

ASTM E1050.1998. Standard Test Method for Impedance and Absorption of Acoustical Materials Using A Tube, Two Microphones and A Digital Analysis Symtem. America Society for testing Materials.

Batiuk, 1976. Thermoplastic Polymer Blends of EPDM Polymer, Polyethylene and Ethylene-Vinyl Acetate Copolymer.United States Patent.New York. Bhatnagar, M.S.2004. A Textbook of Polymers. Volume 2. S.Chand & Company

LTD. New Delhi.

Blackley, D.C. 1983. Syntetic Rubber : Their Chemistry and Technology. New York : Applied Science Publishers.

Chernaianu,A.C. 1992. Cardiac Surgery. Springer Science Business Media. New York. First Edition.

Cheremisinoff, P. Nicholas. 1989. Handbook of Polymer Science and Technology. Vol.2

Cowd,M.A.1991. Kimia Polimer. ITB. Bandung.

Dinata, F. 2014. Analisis Sifat Fisis Dan Koefisien Serap Bunyi Material Komposit Polymeric Foam Dengan Variasi Polyurethane Untuk Pembuatan Badan Pesawat UAV. [Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Doelle., Leslie L. 1993. Akustik Lingkungan.Terjemahan Lea Prasetyo. Erlangga : Jakarta

Dwijana, K.I. 2016. Karakterisitik Serapan Suara Komposit Poliester Berpenguat Serat Tapis Kelapa. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran. Bali Indonesia. 6:1.


(13)

Egan, M.D. 1972. Concepts in Architectural Acoustic. Prentice-Hall Inc., New Jersey, hal. 91-93.

Farina., Angelo., Fausti., Patrizio. 2000. Standing wave tube techniques for measuring the normal incidenceabsorption coefficient: Comparison ofdifferent experimental setups. Universitas di Parma, Italy.

Giancoli, D. C. 1999. Fisika. Edisi Kelima. Jilid 1. Erlangga: Jakarta.

Hartomo, A.J.1996. Memahami Polimer dan Perekat. Andi Offset. Yogyakarta. ISO 10534-2.1998. Determination of Sound Absorption Coefficient and

Impedance Tubes. Part 2 : Transfer Funcion Method.

ISO 11654. 1997. Acoustical Sound Absorbers for Use in Buildings-Rating of Sound Absorbtion. Australian Standard.

Istiqomah, L., Herdian, HA., Febrisantosa., D.Putra. 2011. Waru Leaf (Hibiscus Tiliaceus) as Saponi Source On In Vitro Ruminal Charactheristic. Research Unit For Developent of Chemical Engineering Processes, Indonesian Institute of Science (LIPI). Surakarta.

Jamasri, I. 2008. Prospek Pengembangan Komposit Serat Alam Komposit di Indonesia. Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kharisov., Kharissova O.V., Mendez U.O, 2013. Radiation Synthesis of Material

and Compounds. CRC Press. Francis. New York. Hal. 281

Khuriati, A. 2006. Desain Peredam Suara Berbahan Dasar Sabut Kelapa dan Pengukuran Koefisien Penyerapan Bunyinya. Jurnal Fisika. 9: 15-25.

Kricheldrof, H.R.2005. Handbook of Polymer Synthetis.New York : Marcel Dekker. Hal. 37-38.

Kumar, P.L,. Mirzan, T., Rivera A. 2013. Interpenetrating Polymer Network (IPN) Microparticles An Advancement IN Novel Drug Delivery System. A Review. Hal.53-57.

Kusumastuti, A. 2009. Aplikasi Serat Sisal Sebagai Koomposit Polimer Teknologi jasa dan produksi . Jurnal Universitas Negeri Semarang.

Marjuki, I.2013. Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Partikel Peredam Suara Dari Campuran Resin Poliester Dan Jerami Padi. [Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Mediastika, C.E. 2009. Material Akustik Pengendali Kualitas Bunyi Pada Bangunan. ANDI: Jogjakarta.


(14)

Michael., Surya,E., Halimatuddahliana. 2013. Daya Serap Air Dan Kandungan Serat (Fiber Content) Komposit Poliester Tidak Jenuh ( Unsaturated Polyester) Berpengisi Serat Tandan Kosong Sawit Dan Selulosa. Jurnal Teknik Kimia USU. 2: 19- 20.

Milawarni. 2012. Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Komposit Polimer Dari campuran Resin Polipropilen, Aspal, Pasir dan Serat Panjang Sabut Kelapa. [Tesis]. FMIPA. Medan : Universitas Sumatera Utara

Morton, M. 1987. Rubber thecnology .Van Nonstrand Reinhold. New York. Nasution, A. 2014. Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Akustik Dari Campuran

Searat Kulit Rotan dan Perekat Provinil Asetat.[Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Nurudin,A, Achmad A.S., Winarno Y.A. 2011. Karakterisasi Kekuatan Mekanik Komposit Berpenguat Serat Kulit Waru (Hibiscus Tiliaceus) Kontinyu Laminat Dengan Perlakuan Alkali Bermatriks Polyester. Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Cirebon.

Odian, G. 2003. Principles of Polymerization. Wiley Interscience. New York. Rujigrok ,G.J.J. 1993. Elemen of Aviation Acoustics. Delft University Press

Saragih, D.N. 2007. Pembuatan dan Karakterisasi Genteng Beton yang Dibuat dari Pulp Serat Daun Nenas-Semen Portland Pozolan. [Skripsi] FMIPA. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Sembiring, S. 2007. Diktat Sintesa Anorganik Edisi Revisi. Medan. Universitas Sumatera Utara.

Sears, Zemansky. 1982. Fisika Untuk Universitas 1. Cetakan keempat. Binacipta: Bandung.

Sidik, M. 2003. Kimia Polimer. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Sihotang, S.H. 2016. Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer

antara Poliuretan Karet Alam SIR-10 Dengan Penambahan Montmorillonit Sebagai Bahan Pengisi. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Sipayung, S.D. 2016. Pembuatan Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer antara Poliuretan-Karet Alam SIR-10 dengan Penambahan Titanium Dioksida sebagai Bahan Pengisi .[Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara.

SNI, 2006. Mutu Papan Partikel SNI 03-2105-2006. Dewan Standarisasi Nasional (DSN) : Jakarta.


(15)

Sperling, L.H. 1981. Polimer Networks and Related Materials. Plenum Pess. New York. Hlm.5-8.

Sperling, L.H. 2006. Introduction Physical Polymer Science. Fourth Edition. Canada.John Wiley & Sons, Inc.

Sperling, L.H. 1981. Polymer Networks and Related Materials. Plenum Press. New York. Pages 5-8

Stevens, M. P. 2007. Polymer Chemistry An Introduction. Cetakan Kedua. PT. Pradnya Paramita. Jakarta

Stevens, M.P. 2001. Kimia Polmer. Cetakan Pertama. Jakarta : Pradya Paramita. Surbakti, E.J. 2001. Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Serat Kulit Jagung

Dengan Matriks Epoksi. [Skripsi]. Medan : Universitas Sumatera Utara. Thamrin, 2003. Saling Tembus Polimer Antara Karet Alam (SIR–20) dan

Poliuretan Thermoplastik. Medan . USU-Press.

Trisna., Mahyudi, A. 2012. Analisis Sifat Fisis Dan Mekanik Papan Komposit Gipsum Serat Ijuk Dengan Penambahan Boraks ( Dinatrium Tetraborat Decahydrate). Jurnal Fisika Unand . 1: 32.

Wijaya, I.2015. Pengujian Koefisien Absorbsi Dari Material Akustik Serat Alam Limbah Ampas Tempe Untuk Pengendali Kebisingan. Jurnal Fisika Unand. 4: 103-104.

Wirjosentono, B. 1995. Analisis dan Karakteristik Polimer.USU Press. Medan. Wivanius, N.2015. Sintesis dan Karakterisasi Hidrogel Superabsorben Kitosan

Poli(N-Vinilkaprolaktam) (Pnvcl) Dengan Metode Full Ipn (Interpenetrating Polymer Network). UI.Depok.


(16)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Alat

- Seperangkat Alat Uji Redam ISO 10543-2-98 - Cetakan daya Redam ASTM E-1050

- Seperangkat Alat FT-IR Shimadzu

- Seperangkat Alat Uji Tarik Torsee - Internal Mixer

- Ekstruder

- Cetakan Spesimen ASTM D638

- Termometer Fisher

- Neraca Analitik Mettler-Toledo

- Gelas Beaker Pyrex

- Batang pengaduk Pyrex

- Hot Plate Stirer Corning PC

- Corong Pisah Pyrex

- Oven Carbolite

3.2 . Bahan

- Karet Sintetis EPDM

- Serat Waru E.Merck

- Asam Stearat E.Merck

- Sulfur E.Merck

- Zink Oksida E.Merck

- Dibenzothiazyl Disulfida (MBTS) E.Merck

- Toluen Diisosianat E.Merck


(17)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Preparasi Serat Waru

Serat Waru direndam dalam NaOH 5% selama 24 jam, kemudian dikeringkan. Serat selanjutnya dipotong dengan ukuran ±1 cm.

3.3.2. Ekstruksi Karet EPDM

Karet Sintesis EPDM dipotong kecil-kecil kemudian karet EPDM diekstruksi dengan melelehkan dalam alat ekstruder pada suhu 80oC. Lelehan EPDM didinginkan dan ditimbang masing-masing sebanyak 30 gram.

3.3.3. Pembuatan Poliuretan dengan Menggunakan Toluen Diisosianat dan Polipropilen Glikol 1000

Berdasarkan reaksi pembuatan poliuretan dengan perbandingan isosianat dan polipropilen glikol yang digunakan adalah 2 : 1 mol, dan apabila isosianat yang digunakan adalah 0,02 mol dan polipropilen glikol 0,01 mol maka dapat dihitung sebagai berikut :

Mr Isosianat = 174,2 g/mol


(18)

Maka isosianat yang dipakai adalah sebanyak : mol = gram

Mr (3.1)

0,02 mol = gram

174,22 g/mol

Gram = 0,02 mol x 174,2 g/mol = 3,484 gram

Dengan menggunakan persamaan (3.1.) maka, polipropilen glikol (PPG) yang dibutuhkan adalah sebanyak :

Mr PPG : 1000 g/mol Maka,

mol = gram

Mr (3.2)

0,01 mol = gram

1000 g/mol

gram = 0,01 mol x 1000 g/ mol = 10 gram

Sebanyak 10 gram polipropilena glikol 1000 dimasukkan kedalam glass beaker 250 mL lalu ditambahkan toluen diisosianat sebanyak 3,484 gram, campuran diaduk selama 15 menit pada suhu 40 oC. Campuran tersebut kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan Spektrofotometri FT-IR.


(19)

3.3.4. Sintesis IPN antara Poliuretan dan Karet Sintesis EPDM

Karet Sintesis EPDM yang telah diekstruksi dimasukkan sebanyak 90 phr kedalan internal mixer lalu diputar selama 5 menit pada suhu 80 oC kemudian ditambahkan 2 pbr asam stearat lalu diputar selama 1 menit, kemudian ditambahkan 2 phr ZnO dan diputar selama 1 menit, lalu ditambahkan 0,5 phr sulfur dan diputar selama 1 menit, kemudian ditambahkan 10 phr poliuretan lalu diputar selama 15 menit sehingga diperoleh keadaan yang homogen, selanjutnya campuran dikompres dengan menggunakan hot kompresor menggunakan cetakan ASTM D638 tipe IV dengan ketebalan 3,2 mm dengan suhu 140 oC selama 15 menit dan didinginkan pada suhu kamar. Cetakan uji mekanik komposit IPN menurut ASTM D638 tipe IV dapat dilihat pada gambar 3.1. berikut ini :

Gambar 3.1. Spesimen Uji berdasarkan ASTM D638 Tipe IV (Abdillah, 2008) Perlakuan yang sama juga dilakukan pada pencampuran antara Poliuretan dan Karet Sintesis EPDM seperti pada tabel 3.1. berikut ini :

Tabel 3.1. Perbandingan Penambahan Poliuretan dan Karet Sintesis EPDM Karet Sintesis

EPDM (phr) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Poliuretan


(20)

3.3.5. Pembuatan Komposit IPN dengan Penambahan Serat Waru Sebagai Bahan Pengisi

Campuran Karet sintesis EPDM dan Poliuretan (PU) yang optimum ditambahkan dengan Serat Waru, penambahan EPDM-PU dengan waru berdasarkan perndingan % berat. EPDM-PU yang ditambahkan sebanyak 5,5 gram dan Serat Waru ditambahkan sebanyak 5,5 gram kemudian dimasukkan ke dalam internal mixer lalu diputar pada suhu 80oC kemudian dikompress dengan menggunakan hot kompresor menggunakan cetakan daya redam menggunakan cetakan ASTM E1050-98 dengan ukuran diameter spesimen 98 mm dengan ketebalan spesimen 10 mm.

Gambar 3.2. Cetakan uji daya redam berdasarkan ASTM E-1050


(21)

Perlakuan yang sama juga dilakukan pada pencampuran antara EPDM-PU dan Serat Waru seperti pada tabel 3.2. berikut ini :

Tabel 3.2. Perbandingan Penambahan EPDM-PU dan Serat Waru

EPDM-PU (dalam %

berat 100 90 80 70 60 50

Serat Waru (dalam %

berat) 0 10 20 30 40 50

3.4. Karakterisasi Komposit Interpenetrasi Jaringan Polimer (IPN) Hasil yang diperoleh kemudian dikarakterisasi untuk menentukan sifat-sifat mekanik dan analisa morfologi serta gugus fungsi dengan spektroskopi inframerah fourier transform (FT-IR)

3.4.1. Spektroskopi Inframerah Fourier Transform (FT-IR)

Spesimen dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan pada alat ke arah sinar infra merah. Hasilnya akan direkam kedalam kertas berskala aluran kurva bilangan gelombang terhadap intensitas sinar berupa grafik spektrum. Dalam hal ini spesimen yang dianalisa adalah Poliuretan.

3.4.2 . Uji Tarik

Mula-mula dihidupkan alat Torsee Electronic System dan dibiarkan selama 1 jam. Spesimen dijepit menggunakan griff pada alat tersebut, kemudian diatur tegangan, regangan dan satuannya. Tekan tombol start untuk memulai uji pada spesimen sampai putus. Dilakukan perlakuan yang sama untuk tiap sampel. Dari data load (tegangan) dan stroke (regangan) yang diperoleh dapat dihitung kekuatan tarik dengan menggunakan rumus pada persamaan 2.3. dan dihitung kemuluran masing-masing specimen dengan menggunakan rumus pada persamaan 2.4.


(22)

3.4.3. Uji Koefisien Serap Bunyi dengan Metode Tabung Impedansi

Pengukuran koefisien serap bunyi dihitung sesuai standar ISO 10543-2:1998 dan ASTM E-1050 untuk tabung impedansi 2 mikropon. Peralatan yang digunakan dapat digambarkan dalam bentuk diagram alat seperti ditunjukkan pada gambar 3.3. berikut ini :

Gambar 3.3. Diagram alat pengukuran koefisien serap bunyi dengan tabung impedansi (Dinata, 2014)

Set Up alat pengujian koefisien serap bunyi dapat dilihat pada gambar 3.4. berikut ini :


(23)

Prosedur Pengujian adalah sebagai berikut :

1. Siapkan semua peralatan uji dengan diatur sesuai gambar set up peralatan pengujian.

2. Masukkan spesimen uji dalam tabung impedansi, yaitu ditengah ruang uji dengan posisi tegak lurus terhadap arah ruang tabung.

3. Pengukuran dilakukan pada frekuensi 250Hz, 500Hz, 1000Hz, 1500Hz dan 2000Hz.

4. Hubungkan mikropon 1 dan mikropon 2 pada pre-amp mic channel 1 dan 2 Untuk frekuensi dibawah 228Hz yaitu frekuensi 125Hz dipakai mikropon 1 dan 2. Agar lebih jelas dapat dilihat pada gambar 3.5. berikut ini :

Gambar 3.5 Posisi mikropon 2, 1 dan 1' (Dinata, 2014).

5. Hubungkan output channel pre-amp mic ke channel 1 dan channel 2 pada Labjack.

6. Hubungkan Labjack ke port USB pada Laptop lalu buka software DAQFactory untuk menganalisis sinyal.

7. Pada DAQFactory buka program Sound Recorder 4ch.

8. Untuk membangkitkan sinyal bunyi, buka program ToneGen. Bunyi yang dikeluarkan berupa pure tone,

9. Atur frekuensi pada ToneGen lalu buka kembali DAQFactory untuk melihat grafik ketegangan suara pada masing-masing mikropon,


(24)

10. Klik Start/Stop Save untuk Logging data. Data grafik akan otomatis tersimpan dalam drive (D:) pada laptop,

11. Ambil nilai tegangan rata-rata pada masing-masing mikropon (A dan B) untuk dihitung koefisien absorpsinya dengan bantuan MATLAB.

12. Dengan bantuan MATLAB hitung tekanan suara pada masing masing micropone dengan mengunakan rumus pada persamaan (2.8) dan (2.9). Kemudain hitung faktor releksi dan koefisien serap bunyi dengan menggunakan rumus (2.11) dan (2.13). Ulangi prosedur diatas untuk frekuensi dan sampel yang berbeda.

3.4.4. Uji Kerapatan

Penentuan kerapatan dengan menggunakan contoh uji spesimen berukuran 2 cm × 2 cm × 0,2 cm . Contoh uji tersebut ditimbang spesimennya diukur dimensi panjang, lebar, dan tebalnya. Kemudian dihitung kerapatannya (ρ) dengan menggunakan persamaan (2.14.) 3.4.5. Uji Persentasi Ikat Silang

Derajat ikat silang ditentukan dengan cara ekstraksi. Sampel direndam ke dalam Toluene selama 24 jam. Selanjutnya dikeringkan didalam oven pada suhu 110°C Selanjutnya, berat kering sebelum perendaman dan berat kering setelah perendaman ditentukan secara gravimetri. Persen derajat ikat silang (degree of crosslinking) dapat ditentukan dengan rumus (2.15)

3.4.6. Uji Daya Serap Air

Sampel kering terlebih dahulu ditimbang. Kemudian ampel direndam didalm air dengan perendaman selama 2 jam dan 24 jam. Kemudian ditimbang massa basahnya dan dihitung daya serap air berdasarkan rumus (2.16).


(25)

3.5. Bagan Penelitian

3.5.1. Preparasi Serat Waru

Serat Batang Waru

Direndam dalam NaOH 5% Dikeringkan

Serat Waru

Dipotong kecil - kecil dengan ukuran ±1 cm

Hasil

3.5.2. Ekstruksi Karet EPDM

Karet EPDM

Dipotong kecil-kecil

Diekstruksi dengan alat ekstruder pada suhu 80°C Didinginkan

Ditimbang sebanyak 50 gram Hasil


(26)

3.5.3. Pembuatan Poliuretan dengan Menggunakan Toluena Diisosianat dan Polipropilen Gikol 1000

10 gram PPG 1000

Poliuretan

Dimasukkan kedalam beaker glass 250 ml Ditambahkan 3,484 gram Toluena Diisosianat

Diaduk selama 15 menit pada suhu 40 Co

Dikarakterisasi

Uji FT-IR

3.5.4. Sintesis IPN antara Poliuretan dan Karet Sintetis EPDCatatan : Perlakuan yang sama juga dilakukan pada pencampuran karet EPDM dan Poliuretan pada tabel (3.1).


(27)

3.5.5. Pembuatan Komposit IPN EPDM-PU dengan Penambahan Serat Waru sebagai Bahan Pengisi

Dimasukkan kedalam internal mixer Diputar pada suhu 140°C

Diputar selama 15 menit sampai homogen

5,5 gram EPDM-PU

Ditambahkan 5,5 gram serat waru

Dipress dengan menggunakan hot press pada suhu 140°C

Spesimen

Dikarakterisasi

Uji Kerapatan

Uji Koefisien serap bunyi Uji Daya Serap Air

Catatan : Perlakuan yang sama juga dilakukan pada pencampuran antara karet EPDM-PU dan Serat Waru seperti tabel (3.2.).


(28)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa Gugus Fungsi Poliuretan dengan FT-IR

Analisa FT-IR digunakan untuk melihat perubahan gugus fungsi dari poliuretan yang dihasilkan. Terjadinya perubahan gugus fungsi dalam pembentukan poliuretan yang dihasilkan dari reaksi antara Toluen Diisosianat (TDI) dengan Polipropilen glikol (PPG) ditunjukkan pada gambar 4.1. berikut ini:

Gambar 4.1. Hasil Spektrum FT-IR Poliuretan

Hasil identifikasi gugus fungsi poliuretan yang diuji dengan FT-IR dapat ditunjukkan pada tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1. Hasil Identifikasi Serapan FT-IR Poliuretan

Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi

3417,86 Serapan gugus N-H terikat 1604,77 Serapan C=O dari NCO 1705,07 Serapan C=O dari ester 1234,44

1512,19

Serapan C-N amina Serapan Ulur C-O eter alifatik


(29)

Hasil karakterisasi poliuretan dengan teknik spektroskopi FT-IR menunjukkan pita serapan pada daerah yang karakteristik untuk poliuretan. Identifikasi terhadap FT-IR tersebut menunjukkan pita serapan pada 3417,86 cm-1 yang merupakan daerah ulur N-H terikat,terjadi perubahan gugus isosianat (N=C=O) setelah dipolimerisasi pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1 dan pada bilangan gelombang 1705,07 cm-1 adalah puncak C=O uretan yang merupakan ciri khas poliuretan.

Puncak serapan N=C=O yang lemah masih tampak pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1 menunjukkan masih adanya gugus isosianat yang belum habis bereaksi dengan poliol. Hal ini disebabkan karena waktu reaksi yang terlalu cepat dihentikan pada saat pembuatan Poliuretan atau dikarenakan jumlah gugu isosianat yang tersedia jauh lebih banyak gugusnya dibandingkan gugus poliol yang ada.

Pembuatan poliuretan dalam penelitian ini dilakukan dengan mereaksikan polipropilena glikol sebagai sumber poliol dengan Toluena Diisosianat (TDI)

dapat dilihat pada gambar 4.2. Reaksi umum :

R' N C O + R" OH R' N C O R"

H O

Isosianat Hidroksil Uretan

Mekanisme reaksi

H O

N C O N C O

OR" H

N C O

OR" H

C O

OR" N

H R'

R" R"

R' R"

Uretan


(30)

4.2 Hasil Pengujian Sifat Mekanik IPN Karet Sintesis Etilene Propilene Diene Monomer Dengan Poliuretan

Pengujian sifat mekanik dilakukan pada Torses Elektronik Sistem (Universal System Mechine). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik seperti kekuatan tarik dan regangannya.. Kekuatan tarik dapat didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (Ϝ) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan kemudian dibandingkan dengan luas penampang. Selanjutnya perpanjangan tarik (regangan) ɛ, adalah perubahan panjang sampel dibagi dengan panjang awal.

Hasil pengujian sifat mekanik IPN Karet Etilen Propilen Diene Monomer (EPDM) dengan Poliuretan yang dihasilkan ditunjukkan pada Tabel 4.2. berikut ini :

Tabel 4.2. Hasil Pengujian Sifat Mekanik IPN Karet Sintetis EPDM dan Poliuretan

EPDM : PU (phr)

Stress (MPa)

Strain (%)

Modulus Elastisitas (MOE) (MPa)

100 : 0 2,48 106,94 2,32

90:10 1,13 88,5 1,48

80:20 1,201 71,31 2,55

70:30 1,31 67,2 3,74

60:40 1,561 61,11 4,62

50:50 1,921 60,75 7,54

40:60 2,11 47,7 8,12

30:70 2,33 41,3 8,68

20:80 2,41 21,55 10,42

10:90 2,887 20,75 13,91


(31)

Dari Tabel 4.2. dapat dilihat hasil pengujian sifat mekanik dari IPN Karet Sintesis EPDM dan Poliuretan. Pada campuran dengan komposisi 10 phr karet sintetis EPDM dan 90 phr Poliuretan memiliki karakteristik sifat mekanik yang optimum, dimana nilai stress (tegangan) yang dihasilkan sebesar 2,887 MPa, nilai strain (regangan) sebesar 20,75% dan nilai Modulus Elastisitas yang dihasilkan sebesar 13,91 MPa. Sedangkan nilai terendah terdapat pada variasi karet sintetis EPDM:PU 0:100 phr, dimana nilai stress (tegangan) yang dihasilkan sebesar 1,04 MPa, nilai strain (regangan) sebesar 6,76% dan nilai Modulus Elastisitas yang dihasilkan sebesar 1,43 MPa.

Pada variasi 10:90 phr campuran antara Karet Sintetis EPDM dengan PU mencapai keserasian dan terjadi peningkatan sifat sinergik dari IPN dengan kata lain saling menembus diantara komponen – komponen telah mencapai kesimbangan. Thamrin (2003) sifat mekanik optimum dari percampuran Karet Alam (SIR-20) dengan Poliuretan terdapat pada penambahan 24%, hal ini dikarenakan pada penambahan 24% Poliuretan Thermoplastik mencapai keserasian dan terjadi peningkatan sifat sinergik dari IPN dengan kata lain saling menembus diantara komponen –komponen telah mencapai kesimbangan. Sedangkan sifat mekanik yang rendah dihasilkan pada variasi 0:100 phr, hal ini disebabkan Karet Sintetis EPDM tidak digunakan dan hanya menggunakan poliuretan saja, sehingga dihasilkan komponen dengan sifat yang lembut, sehingga kekuatan mekaniknya menjadi berkurang.


(32)

Hasil uji tarik Komposit IPN Karet sintetis EPDM-Poliuretan dapat dilihat pada Gambar 4.3. di bawah ini :

Gambar 4.3. Grafik Uji Kekuatan Tarik (Stress) Komposit IPN Karet Sintetis EPDM dan Poliuretan(PU)

Hasil uji regangan tarik Komposit IPN Karet sintetis EPDM-Poliuretan dapat dilihat pada Grafik 4.4. di bawah ini :

Gambar 4.4. Grafik Uji Regangan Tarik (Strain) Komposit IPN Karet Sintetis EPDM dan Poliuretan (PU)

2,48

1,13 1,201 1,31

1,561 1,921

2,11 2,33 2,41

2,887 1,04 0 1 2 3 4

100:0 90:10 80:20 70:30 60:40 50:50 40:60 30:70 20:80 10:90 0:100

S tr es s ( MP a)

Variasi EPDM : PU

Kekuatan Tarik (MPa)

106,94 88,5 71,31 67,2 61,11 60,75 47,7 41,3 21,55 20,75 6,76 0 20 40 60 80 100 120

100:0 90:10 80:20 70:30 60:40 50:50 40:60 30:70 20:80 10:90 0:100

S tr ai n (% )

Variasi EPDM : PU


(33)

Hasil uji modulus elastisitas Komposit IPN Karet sintetis EPDM-Poliuretan dapat dilihat pada Grafik 4.5. di bawah ini :

Gambar 4.5. Grafik Modulus Elastisitas Komposit IPN Karet Sintetis EPDM dan Poliuretan (PU)

4.3. Hasil Persentase Ikat Silang Komposit IPN antara Karet Sintetis EPDM Dan Poliuretan

Penentuan derajat ikat silang ditentukan dengan cara ekstraksi yaitu dengan perendaman sampel sdengan toluene selama 48 jam. Kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 110°C. Selanjutnya, berat kering sebelum perendaman dan berat kering setelah perendaman ditentukan secara gravimetri. Selanjutnya dapat ditentukan derajat ikat silang sampel menggunakan persamaan (2.14).Untuk perhitungannya dapat dilihat pada lampiran.

2,32

1,48 2,55

3,74 4,62

7,54 8,12 8,68

10,42 13,91

1,43 0

3 6 9 12 15

100:0 90:10 80:20 70:30 60:40 50:50 40:60 30:70 20:80 10:90 0:100

MO

E

(

MP

a)

Variasi EPDM : PU


(34)

Maka diperoleh persen ikat silang komposit IPN EPDM-PU pada tabel 4.3. berikut ini

Tabel 4.3. Persentase ikat silang komposit IPN EPDM-PU Komposisi

EPDM : PU (phr)

Berat Awal (gram)

Berat Akhir (gram)

Persentase Ikat Silang (%)

100 : 0 0,5091 0,4208 17,34

90 : 10 0,4431 0,2472 44,21

80 : 20 0,6334 0,3322 47,54

70 : 30 0,4755 0,2295 51,73

60 : 40 0,431 0,1729 59,88

50: 50 0,4207 0,1458 65,34

40 : 60 0,6534 0,3050 53,31

30: 70 0,5397 0,2539 52,94

20 : 80 0,4432 0,1696 61,72

10 : 90 0,3211 0,0425 86,76

0 : 100 0,4557 0,4555 0,03

Suatu polimer akan mengalami perubahan setelah terikat silang, jika sebelumnya suatu polimer bersifat larut dalam suatu pelarut maka polimer tersebut tidak dapat larut setelah terikat silang. Polimer yang terikat silang akan menggembung ketika direndam dengan pelarut, karena molekul – molekul dalam pelarut akan menembus jaringannya. Tingkat Penggembungan inilah yang bergantung pada pengikat silangnya. Berdasarkan tabel 4.3 ditunjukkan bahwa persentase ikat silang optimum terdapat pada perbandingan 10 : 90 phr yaitu sebesar 86,76% hal ini menujukkan komponen campuran karet sintetis EPDM dengan poliuretan menadakan interaksi yang kuat pada campuran tersebut, dimana komponen pada perbandingan ini sedikit molekul – molekul pelarut yang menembus jaringannya sehingga dapat dijelaskan bahwa hasil analisa sifat mekanik yang paling optimum berbanding lurus dengan analisa persentase ikat silang yang didapat sehingga interaksi yang kuat dari komponen campuran yang terikat silang akan menghasilkan kekuatan mekanik yang sangat baik.


(35)

4.4. Hasil Uji Koefisien Serap Bunyi Kompsoit Karet EPDM-PU Dengan Penambahan Serat Waru Sebagai Filler

Pengujian ini menggunakan metode pengambilan data dengan alat tabung impedansi. Penggunaan metode ini untuk menunjukkan sifat serapan yang dimiliki oleh sebuah material.. Untuk menentukan koefisien absorbsi suatu bahan dirancang alat pengukur berupa tabung impedansi dua mikrofon. Tabung impedansi dua mikrofon dibuat sebagaimana mungkin sehingga dapat sesuai dengan literatur Bruel and Kjaer pada Impedance Tube. Dimana suatu sumber bunyi yang diberikan berupa puretone pada frekuensi 250Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 1500 Hz, dan 2000 Hz yang berada dalam tabung impedansi yang kemudian ditangkap oleh kedua mikrofon dan terekam menggunakan adobe audition dan selanjutnya diolah untuk diketahui berapa besar nilai amplitudo (P

max dan Pmin)

untuk menentukan koefisien absorbsi (nilai α) suatu bahan dengan bahan coba

kayu, ubin dan dinding. Data dari penelitian ini berupa hasil rekaman gelombang bunyi dalam tabung impedansi dan nilai amplitude yang digunakan untuk

menentukan nilai α. Nilai amplitudo yang didapat adalah nilai P

max dan Pmin yang

akan digunakan sebagai perhitungan untuk menentukan nilai α Nilai amplitudo dapat diketahui dengan menggunakan Matlab sehingga dapat ditentukan nilai α

suatu bahan. Hasil data perhitungan koefisien absorbsi yang didapat pada penelitian akan dibandingkan dengan literatur koefisien absorbsi.


(36)

4.4.1. Percampuran Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 100:0

Hasil bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz ditunjukkan pada Gambar 4.6. di bawah ini :

(a) (b)

Gambar 4.6. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 100 : 0 (a) mikropon 1 dan (b) mikropon 2

Gambar 4.6. merupakan gelombang yang ditampilkan pada layar komputer yanng digunakan buntuk mendeteksi koifisien serap bunyi dari spesimen yang digunakan. Dimana gambar (a) menunjukkan mikropon 1 dan (b) mikropon 2. Harga amplitudo dari grafik didapatkan dengan melihat harga maksimum mikropon. Untuk perhitungan dapat dilihat pada lampiran.

Hasil pengukuran koifisein serap bunyi ditunjukkan pada gambar 4.6. Dimana A1 dan A2 merupakan harga amplitudo maksimal dari mikropon pada channel 1 dan channel 2. Kemudian nilai koefisein serap bunyinya dapat dengan bantuan MATLAB berdasarkan persamaan (2.13.) .Untuk perhitungannya dapat dilihat pada lampiran.


(37)

Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 100: 0 dapat dilihat pada tabel 4.4. di bawah ini :

Tabel 4.4. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 100: 0

Frekuensi

(Hz) A1 A2 Koefisien serap (α)

250 10,05023 7,844755 0,51

500 5,678286 4,563513 0,36

1000 6,175666 5,396559 0,3056

1500 11,19791 10,97916 0,1736

2000 12,0849 11,91409 0,1597

Dari Tabel 4.4. di atas dapat juga ditunjukkan dengan gambar 4.7. berikut ini :

Gambar 4.7 . Grafik koefisien Serap Bunyi komposit IPN Karet EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 100 : 0

Dari Gambar 4.7. di atas menunjukkan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan serat waru 0:100 memiliki koefisien serap optimum pada frekuensi 250 Hz yaitu sebsesar 0,51 sedangkan daya serap bunyi terendah pada frekuensi 2000 Hz yaitu sebesar 0,1597.

0,51 0,36 0,3056 0,1736 0,1597 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

250 500 1000 1500 2000

K oe fi si en Se rap B unyi ( α ) Frekuensi (Hz)


(38)

4.4.2. Percampuran Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 90 : 10

Hasil bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz ditunjukkan pada Gambar 4.8. di bawah ini :

(a) (b)

Gambar 4.8. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 90 : 10 (a) mikropon 1 dan (b) mikropon 2

Gambar 4.8. merupakan gelombang yang ditampilkan pada layar komputer yanng digunakan buntuk mendeteksi koifisien serap bunyi dari spesimen yang digunakan. Dimana gambar (a) menunjukkan mikropon 1 dan (b) mikropon 2. Harga amplitudo dari grafik didapatkan dengan melihat harga maksimum mikropon. Untuk perhitungan dapat dilihat pada lampiran.

Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 90 : 10 dapat dilihat pada tabel 4.5. di bawah ini :


(39)

Tabel 4.5. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 90 : 10

Frekuensi

(Hz) A1 A2 Koefisien serap (α)

250 12,27368 5,899982 0,7689

500 3,397848 1,662836 0,4283

1000 3,271 2,696651 0,3208

1500 12,07591 10,79937 0,2002

2000 12,27368 11,24586 0,1605

Dari Tabel 4.5. di atas dapat juga ditunjukkan dengan Gambar 4.9. di bawah ini :

Gambar 4.9. Grafik Koefisien Serap Bunyi komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 90 : 10

Pada Gambar 4.9. di atas menunjukkan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan serat waru 90 : 10 memiliki nilai koefisien serap yang tinggi pada frekuensi 250 Hz yaitu sebesar 0,7689 dan koifisien terendahnya pada frekuensi 2000 Hz yaitu 0,1605.

0,7689 0,4283 0,3208 0,2002 0,1605 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

250 500 1000 1500 2000

K oe fi si en Se rap B unyi ( α ) Frekuensi (Hz)


(40)

4.4.3. Percampuran Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru

(b/b) 80 : 20

Hasil bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz ditunjukkan pada gambar 4.10. dibawah ini:

(a) (b)

Gambar 4.10. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) (b/b) 80 : 20 (a) mikropon 1 dan (b) mikropon 2

Gambar 4.10. merupakan gelombang yang ditampilkan pada layar komputer yanng digunakan buntuk mendeteksi koifisien serap bunyi dari spesimen yang digunakan. Dimana gambar (a) menunjukkan mikropon 1 dan (b) mikropon 2. Harga amplitudo dari grafik didapatkan dengan melihat harga maksimum mikropon. Untuk perhitungan dapat dilihat pada lampiran.

Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 80 : 20 dapat dilihat pada Tabel 4.6. di bawah ini :


(41)

Tabel 4.6. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 80 : 20

Frekuensi

(Hz) A1 A2 Koefisien serap (α)

250 9,933362 3,565656 0,8711

500 2,525847 1,828657 0,4816

1000 6,798953 5,95617 0,3056

1500 6,798953 5,95617 0,2324

2000 11,27368 10,89123 0,1736

Dari Tabel 4.6. di atas dapat juga ditunjukkan dengan Gambar 4.11 di bawah ini :

Gambar 4.11. Grafik Koefisien Serap Bunyi Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 80 : 20

Pada Gambar 4.11 di atas menunjukkkan bahwa komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan serat waru memiliki koefisien serap bunyi yang tinggi pada frekuensi 250 Hz yaitu sebesar 0,8711 dan daya serap bunyi yang terendah pada frekuensi 2000 Hz yaitu sebesar 0,1736.

0,8711 0,4816 0,3056 0,2324 0,1736 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

250 500 1000 1500 2000

K oe fi si en Se rap B unyi ( α ) Frekuensi (Hz)


(42)

4.4.4. Percampuran Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru

(b/b) 70 : 30

Hasil bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz ditunjukkan pada Gambar 4.12 dibawah ini :

(a) (b)

Gambar 4.12. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 70 : 30 (a) mikropon 1 dan (b) mikropon 2

Gambar 4.12. merupakan gelombang yang ditampilkan pada layar komputer yanng digunakan buntuk mendeteksi koefisien serap bunyi dari spesimen yang digunakan. Dimana gambar (a) menunjukkan mikropon 1 dan (b) mikropon 2. Harga amplitudo dari grafik didapatkan dengan melihat harga maksimum mikropon. Untuk perhitungan dapat dilihat pada lampiran

Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 70 : 30 dapat dilihat pada Tabel 4.7. di bawah ini :


(43)

Tabel 4.7. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan (b/b) Serat Waru 70 : 30.

Frekuensi

(Hz) A1 A2 Koefisien serap (α)

250 9,624716 2,561806 0,9202

500 4,44365 3,3049 0,4468

1000 2,59177 1,93852 0,4406

1500 5,738186 4,965053 0,2513

2000 11,27368 10,89123 0,1736

Dari Tabel 4.8. di atas dapat juga ditunjukkan dengan gambar 4.13. di bawah ini : Gambar 4.13. Grafik Koefisien Serap Bunyi komposit IPN EPDM-PU dengan

Serat Waru (b/b) 70 : 30

Pada gambar 4.13. di atas menunjukkan bahwa komposit IPN EPDM-PU dengan serat waru menunjukkan hasil koefisien serap bunyi yang tinggi pada frekuensi 250 Hz yaitu sebesar 0,9202. Sedangkan koefissien serap bunyi terendah terdapat pada perbandingan 2000 Hz yaitu sebesar 0,1736.


(44)

4.4.5. Percampuran Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 60 : 40

Hasil bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz ditunjukkan pada Gambar 4.14. di bawah ini:

(a) (b)

Gambar 4.14. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 60 : 40 (a) mikropon 1 dan (b) mikropon 2

Gambar 4.15 merupakan gelombang yang ditampilkan pada layar komputer yanng digunakan buntuk mendeteksi koifisien serap bunyi dari spesimen yang digunakan. Dimana gambar (a) menunjukkan mikropon 1 dan (b) mikropon 2. Harga amplitudo dari grafik didapatkan dengan melihat harga maksimum mikropon. Untuk perhitungan dapat dilihat pada lampiran.

Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 60 : 40 dapat dilihat pada Tabel 4.8. di bawah ini :


(45)

Tabel 4.8. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 60 : 40

Frekuensi (Hz) A1 A2

Koefisien

serap (α)

250 8,66584 2,801531 0,9375

500 3,376872 2,209211 0,5166

1000 4,44365 3,304955 0,4468

1500 10,11615 8,72546 0,2560

2000 9,328056 7,87124 0,2879

Dari Tabel 4.8. di atas dapat juga ditunjukkan dengan gambar 4.15 di bawah ini :

Gambar 4.15. Grafik Koefisien Serap Bunyi komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 60 : 40

Pada gambar 4.15. diatas menunjukkan bahwa komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan serat waru memiliki koefisien serap bunyi tertinggi berada pada frekuensi 250 Hz yaitu sebesar 0,9375 sedangkan koefisien serap bunyi terendah berada pada frekuensi 2000 Hz yaitu sebesar 0,2879.

0,9375 0,5166 0,4468 0,256 0,2879 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

250 500 1000 1500 2000

K oe fi si en Se rap B unyi ( α ) Frekuensi (Hz)


(46)

4.4.6. Percampuran Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 50 : 50

Hasil bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz ditunjukkan pada Gambar 4.16. di bawah ini:

(a) (b)

Gambar 4.16. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 50 : 50 (a) mikropon 1 dan (b) mikropon2

Gambar 4.16. merupakan gelombang yang ditampilkan pada layar komputer yanng digunakan buntuk mendeteksi koifisien serap bunyi dari spesimen yang digunakan. Dimana gambar (a) menunjukkan mikropon 1 dan (b) mikropon 2. Harga amplitudo dari grafik didapatkan dengan melihat harga maksimum mikropon. Untuk perhitungan dapat dilihat pada lampiran.

Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 50 : 50 dapat dilihat pada Tabel 4.9. di bawah ini :


(47)

Tabel 4.9. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 50 : 50.

Frekuensi (Hz) A1 A2

Koefisien

serap (α)

250 8,378144 1,533983 0,9665

500 3,601615 2,62149 0,6055

1000 3,376872 6,586196 0,5724

1500 9,999287 6,586196 0,5662

2000 4,44365 3,304955 0,4406

Dari Tabel 4.9. di atas dapat juga ditunjukkan dengan gambar 4.18 di bawah ini :

Gambar 4.17. Grafik Koefisien Serap Bunyi Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 50 : 50

Pada Gambar 4.17. di atas menunjukkkan bahwa komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan serat waru memiliki koefisien serap bunyi yang tertinggi pada frekuensi 250 Hz yaitu sebesar 0,9665. Dan koefisien serap yang paling rendah pada frekuensi 2000 Hz yaitu sebesar 0,440.

0,9665

0,6055 0,5724 0,5662

0,4406 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

250 500 1000 1500 2000

K oe fi si en Se rap B unyi ( α ) Frekuensi (Hz)


(48)

Secara keseluruhan nilai koefisien serap bunyi komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan penambahan Serat Waru untuk masing masing variasi dan frekuensi dapat dilihat pada grafik dibawah ini :

Gambar 4.18. Grafik Koefisien Serap Bunyi Komposit IPN Karet Sintetis EPDM– PU dengan penambahan Serat Waru sebagai Filler

Dari Gambar 4.18. hasil yang diperoleh menunjukan Komposit Karet Sintetis EPDM–PU dengan serat waru sebagai filler didapat hasil koefisien serap bunyi optimun pada frekuensi 250 Hz pada percampuran EPDM-PU dengan Serat Waru pada perbandingan 50:50 yaitu sebesar 0,9665 dan terendah pada perbandingan 0:100 yaitu sebesar 0,51. Untuk frekuensi 500 Hz koefisien serap bunyi optimum berada pada perbandingan 50:50 yaitu sebesar 0,6055 dan terendah pada perbandingan 0:100 yaitu sebesar 0,36. Untuk frekuensi 1000 Hz koefisien serap bunyi optimum berada pada perbandingan 50:50 yaitu sebesar 0,5724 dan terendah pada perbandingan 0:100 yaitu sebesar 0,3056. Untuk frekuensi 1500 Hz hasil koifisien serap bunyi optimum pada perbandingan 50:50 yaitu sebesar 0,5662 dan terendah pada perbandingan 0:100 yaitu sebsear 0,1736

0,51 0,7689 0,8711 0,9202 0,9375 0,9665 0,36 0,4283 0,4816 0,4468 0,5166 0,6055

0,3056 0,3208 0,3056

0,4406

0,4468

0,5724

0,1736 0,2002

0,2324 0,2513 0,256

0,5662

0,1597

0,1605 0,1736 0,1736

0,2879 0,4406 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0:100 90 : 10 80 : 20 70 : 30 60 : 40 50 : 50

K oe fi si en Se rap B unyi

Komposisi Karet Sintetis EPDM-PU : Serat Waru Koefisien Serap Bunyi

250 Hz 500 Hz 1000 Hz 1500 Hz

Frekuensi:


(49)

Dan koefisien serap bunyi optimum pada frekuensi 2000 Hz berada pada perbandingan 50:50 yaitu sebesar 0,4406 dan terendah pada perbandingan 0 : 100 yaitu sebesar 0 : 100 yaitu sebesar 0,1597.

Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa nilai optimum koefisien serap bunyi didapatlah hasil koefisien serap bunyi optimum ketika penambahan EPDM-PU dan Waru pada perbandingan komposisi berat 50:50 untuk frekuensi 250 Hz, 500Hz, 1000 Hz, 1500 Hz, 2000 Hz. Dimana perbandingan ini adalah perbandingan serat yang paling banyak digunakan dibandingkan perbandingan komposisi serat lain yang dingunakan.Sehinnga didapatlah hasil, dengan bertambahnya jumlah serat yang digunakan pada pembentukan komposit EPDM-PU dan Serat Waru maka bertambah pula nilai koefisien serap bunyi. Secara keseluruhan hasil serapan bunyi untuk keseluruhan sampel telah memenuhi standard ISO 11654 :1997 memiliki nilai minimum sebesar 0.15

Koefisien serap bunyi akan bertambah jika jumlah serat ditambah. Hal ini disebabkan komposisi sampel mempunyai serat yang lebih banyak sehingga membentuk pori – pori yang lebih banyak pula. Hal ini menyebabkan gelombang lebih mudah diserap oleh bahan yang dapat meningkatkan nilai koefisien absorbsinya (Wijaya, 2005 ).


(50)

4.5. Hasil Uji Kerapatan Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU Dengan Penambahan Serat Waru Sebagai Filler

Salah satu sifat fisis yang menunjukkan perbandingan antara massa benda terhadap volumenya dianamakan dengan kerapatan (density). Hasil penelitian dari uji kerapatan komposit IPN EPDM-PU dengan penambahan serat waru sebagai bahan pengisi disajikan dalam bentuk tabel dibawah ini :

Hasi Uji Kerapatan Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Waru Sebagai Filler dapat dilihat pada tabel 4.10. di bawah ini :

Tabel 4.10. Data Hasil Pengujian Kerapatan Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Waru Sebagai Filler

EPDM-PU : Serat Waru (b/b) p (cm) l (cm) t (cm) V (cm3)

m (g)

ρ

(g/cm3)

100 : 0 2 2 0,2 0,8 0,8033 1,0041

90 : 10 2 2 0,2 0,8 0,6322 0,7902

80 : 20 2 2 0,2 0,8 0,6313 0,7891

70 : 30 2 2 0,2 0,8 0,6018 0,7522

60 : 40 2 2 0,2 0,8 0,5146 0,6432

50 : 50 2 2 0,2 0,8 0,47 0,5875

Berdasarkan Tabel 4.10. diatas dapat dilihat bahwa kerapatan paling tinggi dihasilkan dari komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU tanpa Serat Waru yaitu sebesar 1,0041 g/cm3. Sedangkan kerapatan rendah dihasilkan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU : Waru pada perbandingan % berat 50 : 50 yaitu sebesar 0,5875. Surbakti (2013) mengatakan jika semakin banyak serat yang digunakan maka matriksnya semakin sedikit. Berkurangnya matriks menyebabkan massa komposit yang dihasilkan semakin kecil. Massa komposit semakin kecil sedangkan volume komposit tetap akan menyebabkan densitas kompositnya


(51)

menurun. Dari tabel dapat dilihat bahwa semakin banyak penggunaan serat maka nilai kerapatannya semakin menurun sedangkan semakin sedikit serat yang digunakan maka kerapatannya semakin bertambah.

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-2105-2006 Papan Partikel menetapkan nilai kerapatan papan parktikel sebesar 0,50 g/cm3 - 0,90 g/cm3. Berdasarkan hasil diperoleh kerapatan rata- rata ke enam komposit lebih dari 0,50 g/cm3. Dari hasil rata – rata papan partikel yang telah diteliti menunjukkan bahwa papan partikel yang dihasilkan telah memenuhi standar yang telah di tetapkan.

4.6 Uji Daya Serap Air Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU Dengan Penambahan Serat Waru Sebagai Filler

Pengujian daya serap air dilakukan untuk menentukan besarnya persentase air yang terserap oleh sampel. Pengujian daya serap air dilakukan dengan perendaman selama 2 jam dan 24 jam. Dimana perendaman sampel selama 2 jam dilakukan untuk mengetahui daya serap air secara lansung, sedangkan perendaman sampel selama 24 jam dimasukkan untuk mengetahui daya serap air secara perlahan – lahan pada sampel. Selanjutnya daya serap air dapat dihitung menggunakan rumus pada persamaan (2.15). Untuk perhitungannya dapat dilihat pada lampiran. Berikut ini adalah tabel pengujian daya serap air komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan serat waru sebagai bahan filler.

4.6.1. Uji Daya Serap Air Selama 2 Jam

Hasil uji daya serap air yang dilakukan selama 2 jam dapat dilihat pada Tabel 4.11. berikut ini


(52)

Tabel 4.11 Uji Daya Serap Air komposit IPN Karet EPDM-PU dengan Serat Waru Sebagai filler selama 2 Jam

Komposisi EPDM-PU : Serat

Waru (b/b)

Berat Kering (g)

Berat Basah (g)

Daya Serap Air (%)

100 : 0 0,8033 0,8075 0,42 %

90 : 10 0,6322 0,6785 7,3%

80 : 20 0,6018 0,6644 10,4%

70 : 30 0,47 0,5203 10,70%

60 : 40 0,5104 0,6057 18,67%

50 : 50 0,6313 0,7176 11,76%

Berdasarkan Tabel 4.11. di atas daya serap air yang dilakukan secara lansung dalam waktu 2 jam memiliki daya serap air yang tinggi pada campuran Komposit IPN-PU dan serat waru pada perbandinga 60 : 40 yaitu sebesar 18,67% sedangkan daya serap air yang kecil terdapat pada variasi komponen komposit EPDM-PU dan serat waru pada komposisi 0 : 100 yang tidak ada semakali serat waru yaitu sebesar 0,42%.

Penyerapan air oleh suatu komposit disebabkan karena adanya ikatan hidrogen yang terbentuk antara gugus OH pada serat alam di dalam air. Molekul air pertama kali diserap pada gugus hidrofilik dalam serat dan setalah itu molekul air yang lain juga tertarik ke gugus hidrofilik yang lain sehigga nantinya molekul – molekul ini dapat membentuk lapisan dia atas molekul air yang telah terserap.


(53)

Berikut ini adalah gambar pengikatan molekul air oleh serat alam (Michael dkk, 2013).

O HO

HO

OH OH

O

O HO

OH

OH HO

H O

H

Air

H O

H

Air

Serat Alam Ikatan Hidrogen

Gambar 4.19. Pengikatan molekul air oleh serat alam (Michael dkk, 2013).

Penambahan serat yang melebihi batas maksimum menyebabkan porositas semakin besar, sehingga menyebabkan daya serap air semakin besar (Trisna dkk, 2012 ). Berdasarkan tabel 4.12 diatas semakin banyak serat yang digunakan maka daya serap airnya pun akan bertambah. Namun pada perbandingan % berat 50 : 50 terjadi pengecualian daya serap air sedikit menurun yaitu sebesar 11,76%. Ini disebabkan lemahnya ikatan hidrogen yang dibentuk oleh serat antara gugus OH pada serat alam di dalam air. Akibatnya berkurangnya gugus hidrofilik untuk menyerap air, sehingga terjadi penurunan daya serap air pada komposisi % berat 50 : 50 yang seharusnya semakin besar.

4.6.2. Uji Daya Serap Air Dalam Selama 24 Jam

Hasil uji daya serap air yang dilakukan selama 2 jam dapat dilihat pada tabel 4.12. berikut ini:


(54)

Tabel 4.12. Uji Daya Serap Air komposit IPN Karet EPDM-PU dengan Serat Waru Sebagai Filler selama 24 Jam.

Komposisi EPDM -PU : Serat Waru

(b/b)

Massa Kering (g)

Massa Basah (g)

Daya Serap air (%)

100 : 0 0,8533 0,8988 4,55 %

90 : 10 0,6801 0,7742 13,83%

80 : 20 0,6693 0,7801 16,55%

70 : 30 0,4234 0,5158 21,82%

60 : 40 0,5146 0,6711 30,41%

50 : 50 0,6364 0,7964 25,14%

Berdasarkan tabel 4.12 diatas daya serap air yang dilakukan secara perlahan – lahan dalam waktu 2 4 jam memiliki daya serap air yang tinggi pada campuran Komposit IPN-Poliuretan dan Serat Waru pada perbandinga 60 : 40 yaitu sebesar 30,41%. Sedangkan daya serap air yang kecil terdapat pada variasi komponen komposit EPDM-PU dan Serat Waru pada komposisi 100 : 0 yang tanpa penambahan serat waru yaitu sebesar 4,55 %.

Sesuai dengan keterangan tabel 4.11. uji daya serap air dalam perendaman 2 jam. Penambahan serat akan maka daya serap airnya akan semakin bertambah. Penambahan serat Waru menghasilkann daya serap air juga semakin meningkat, namun pada percampuran Komposit IPN EPDM-PU : Waru pada perbandingan % berat 50 : 50 mengalami penurunan. Ini disebabkan lemahnya ikatan hidrogen yang dibentuk oleh serat antara gugus OH pada serat alam di dalam air. Akibatnya berkurangnya gugus hidrofilik untuk menyerap air, sehingga terjadi penurunan daya serap air pada komposisi % berat 50 : 50 yang seharusnya semakin besar.


(55)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Campuran yang tepat hasil IPN Komposit antara Karet Sintetis EPDM dengan Poliuretan yaitu pada perbandingan 10 : 90 phr dengan nilai stress (Tegangan) sebesar 2,887 MPa, nilai strain (Rengangan) sebesar 20,75% dan Modulus Elastisitas sebesar 13,91 MPa.

2. Persentase ikat silang paling tinggi Komposit IPN EPDM-PU pada perbandingan komposisi 10 : 90 phr yaitu sebesar 86,76%.

3. Daya redam optimum yang dihasilkan dari campuran komposit IPN Karet sintetis EPDM-PU dengan penambahan Serat Waru sebagai filler pada frekuensi 250 Hz pada percampuran EPDM-PU dengan serat waru dengan perbandingan % berat 50 : 50 yaitu sebesar 0,9665. Kerapatan paling optimum komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan penambahan serat waru adalah dalam perbandingan % berat 90 : 10 yaitu sebesar 0,7902. Daya serap air paling optimun perendaman sampel selama 2 dan 24 jam terdapat pada perbandingan % berat 60 : 40 masing – masing sebesar 18,67% dan 30,41%.


(56)

5.2. Saran

1. Diharapkan peneliti selanjutnya yang meneliti tentang komposit sebagai peredam suara agar menambah ketebalan spesimen sehingga diharapkan dapat menghasilkan perendeman suara yang lebih besar.

2. Diharapkan peneliti selanjutnya yang meneliti tentang komposit sebagai peredam suara agar meggunakan filler serat alam yang lebih kuat dan tebal sehingga diharapkan dapat menghasilkan perendeman suara yang lebih besar. 3. Diharapkan peneliti selanjutnya melakukan uji mekanik komposit IPN yang digunakan sebagai peredam suara untuk menghasilkan komposit IPN bermanfaat sebagai peredam suara dan kekuatan mekanik yang baik.


(57)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Polimer

Polimer ialah makromolekul yang terbentuk dari perulangan satuan-satuan sederhana monomernya. Beberapa sistem polimer yang paling penting secara industri adalah karet, plastik, serat, pelapis sampai adhesif (Hartomo, 1996). Istilah polimer dihubungan dengan molekul besar suatu makromolekul yang strukturnya bergantung pada monomer atau monomer-monomer yang dipakai dalam preparasinya. Jika hanya ada beberapa unit monomer yang tergabung bersama, polimer dengan berat molekul rendah yang terjadi, disebut oligomer (bahasa Yunani oligos,”beberapa”). Karena semua polimer sintetis dipreparasi melalui monomer- monomer yang terikat bersama, maka beberapa unit kimia akan berulang sendiri terus-menurus. Unit demikian ditulis dalam tanda kurung dianggap sebagai unit ulang (Stevens, 2001).

2.2. Interpenetrasi Jaringan Polimer

Interpenetrasi jaringan polimer adalah gabungan dari dua polimer jaringan yang berbeda dengan ikatan kovalen antara dua jaringan. Suatu IPN dapat terjadi secara serentak ataupun berurutan melalui dua sistem polimer yang berbeda (Odian, 2003).

Rantai polimer dapat juga bercabang (gambar 2.1.b.). Beberapa rantai lurus atau bercabang dapat bergabung melalui sambungan silang membentuk polimer bersambung silang. Jika sambungan silang terjadi ke berbagai arah maka terbentuk polimer bersambung-silang. Jika sambungan silang terjadi ke berbagai arah maka terbentuk polimer sambung-silang tiga dimensi yang sering disebut polimer jaringan.


(58)

Gambar bagan rantai polimer melingkar, bercabang, dan membentuk jaringan dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini :

(a) (b) (c)

Gambar 2.1. Bagan (a) rantai lurus melingkar secara acak, (b) rantai bercabang dan (c) polimer jaringan (Cowd, 1991).

Banyak sistem polimer sifatnya sangat ditentukan oleh pembentukan jaringan tiga dimensi,seperti misalnya baekelit yang merupakan damar mengeras bahang fenol- metanal. Dalam sistem polimer seperti itu pembentukan sambungan silang tiga dimensi terjadi pada tahap akhir produksi. Proses ini memberikan sifat kaku dan keras kepada polimer (Cowd, 1991) .

2.2.1. Klasifikasi IPN

2.2.1.1. Berdasarkan Ikatan Kimia

Berdasarkan ikatan kimia interpenetrasi jaringan polimer (IPN) terbagi atas dua yaitu ikatan kovalen berupa Semi IPN dan ikatan non kovalen terdiri dari Semi IPN dan Full IPN.

- Kovalen Semi IPN : kovalen Semi IPN mengandung dua sistem polimer terpisah yang terikat silang untuk membentuk jaringan polimer tunggal. - Non-kovalen Semi IPN : non-kovalen Semi IPN hanya mengandung satu

sistem polimer yang terikat silang.

- Non-kovalen Full IPN : non-kovalen full IPN terdiri dari dua polimer yang terpisah dan terikat silang secara mandiri.


(59)

Gambar Klasifikasi IPN berdasarkan ikatan kimia dapat dilihat pada Gambar 2.2. berikut ini :

(a) (b) (c)

Gambar 2.2. (a) non-kovalen semi IPN, (b) kovalen semi IPN, (c) non-kovalen full IPN (Kumar et al. 2013).

2.2.1.2. Berdasarkan Pola

- Novel IPN yaitu polimer yang terdiri dari dua atau lebih jaringan polimer yang sebagian molekulnya bertautan tetapi salah satunya tidak terikat secara kovalen dan tidak dapat dipisahkan kecuali jika ikatan kimianya patah.

- Sequential IPN ( IPN berurutan) pada IPN jenis ini komponen polimer jaringan kedua dipolimerisasi terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan polimerisasi komponen polimer jaringan pertama.

- Simultaneous IPN ( IPN Serentak ) dipreparasi melalui proses dimana kedua komponen polimer jaringan dipolimerisasi secara bersamaan.

- Semi IPN terjadi apabila hanya salah satu komponen saja yang terikat silang dan meninggalkan yang lain dalam bentuk linear (Kumar et al. 2013)


(60)

2.3. Komposit

Komposit adalah material yang dibentuk oleh kombinasi dari dua atau lebih komponen yang berbeda (Bhatnagar, 2004).

Pada umumnya komposit tersusun atas dua komponen material yaitu material matrik dan subastrat (reinforcment) ataupun penguat, kedua bagian material ini saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya berdasarkan atas fungsi masing-masing bagian tersebut. Substrat ataupun bahan pengisi berfungsi memperkuat matrik karena pada umumnya substrat jauh lebih kuat dari pada matrik dan nantinya akan memperkuat pembentukan bahan dengan mempengaruhi sifat fisik dan mekanik bahan yang terbentuk. Sedangkan matrik polimer berfungsi sebagai pelindung substrat dari pada efek lingkungan dan kerusakan akibat adanya benturan (Arif, 2008).

2.4. Karet Sintetis

Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Berdasarkan pemanfaatannya, ada dua macam karet sintetis yaitu karet sintetis yang digunakan secara umum dan karet sintetis yang digunakan secara khusus. Jenis karet sintetis untuk keperluan khusus karena memiliki sifat yang khusus yang tidak dimiliki karet sintetis jenis umum, seperti ketahanan terhadap minyak, oksidasi, panas atau suhu tinggi, serta kedap terhadap gas.

Ada beberapa alasan yang melatar belakangi diproduksinya karet sintetis:

1. Untuk mencapai kemandirian dalam membentuk produk yang sampai sekarang hanya didapat dari produk alam

2. Untuk memenuhi permintaan yang semakin besar

3. Untuk memperoleh sifat karet yang tidak dimiliki oleh produk alam, seperti ketahanan menggembung dalam minyak, ketahanan terhadap temperatur ekstrim dan ketahanan terhadap pengaruh buruk ozon (Blackley, 1983).


(61)

Mengenai alasan yang pertama berkaitan dengan kenyataan bahwa karet sintetik merupakan produk yang patut diciptakan, dimana keberadaan karet sintetis ini dapat meningkatkan keuntungan baik di bidang politik maupun ekonomi. Mengenai alasan yang kedua berkaitan dengan pengembangan industri karet yang sangat dekat dengan industri transportasi dimana diperkuat oleh mesin pembakaran internal yang kemungkinan membutuhkan bantuan karet sintetis. Mengenai alasan ketiga kekurangan dari karet alam dalam aplikasinya dalam keperluan alat-alat yang bersifat elastis yang berasal dari karet alam, mampu ditutupi dengan adanya karet sintetis. Meskipun permintaan karet alam memiliki sifat lebih baik untuk ban, karet sintetis ini menjadi meningkat kepentingannya misalnya untuk industri pesawat terbang (Blackley, 1983).

2.5. Karet EPDM

Karet etilen propilen monomer EPM diperkenalkan di United State dalam jumlah yang terbatas pada tahun 1962. Ada dua jenis karet etilen propilen, EPM dan EPDM. Desain dari EPM meliputi kopolimer sederhana dari etilen dan propilen (“E” untuk etilena, “P” untuk propilena, dan “P” untuk polimetilena (- (CH2)x -) jenis tulang belakang. Pada kasus EPDM, “D” adalah komonomer ketiga, suatu diena, yaitu molekul tak jenuh dalam molekul EPDM. EPDM adalah struktur tak jenuh EPM. Ketidakjenuhan ini ditandai dengan kopolimerisasi etilena dan propilena dengan komonomer ketiga, yaitu suatu diena nonkonjugasi. Diena terstruktur hanya pada satu ikatan rangkap yang akan terpolimerisasi dan ikatan rangkap tak bereaksi berperan sebagai sisi untuk ikat-silang sulfur (Morton, 1987).


(62)

Struktur karet sintetis EPDM dapat dilihat pada Gambar 2.3. di bawah ini :

C C

H H

C C

H H

H H H CH3

C C

H H

HC CH2 CH

H2C C

C

CH3 x

y

z n Gambar 2.3. Struktur Karet Sintetis EPDM (Batiuk, 1976).

Polimer EPDM memiliki berat molekul yang tinggi dan merupakan elastromer padat. EPDM memiliki nilai viskositas larutan encer (Dilute Solution Viscosity/DSV) 1,6 – 2,5, yang diukur dengan 0,2 g EPDM per desiliter toluena pada temperatur 25ºC. Karet EPDM memiliki nilai kekuatan tarik kira-kira 800-1800 psi (sekitar 5,51-12,40 MPa) dan kemuluran sebesar 600% (Batiuk, 1976).

2.6. Poliuretan

Gugus isosianat,-NCO merupakan gugus yang sangat reaktif dan dapat membentuk uretan dengan alkohol. Reaksi gugus isosianat dengan alkohol dapat dilihat pada Gambar 2.4. berikut ini :

R.NCO + R'OH R.NH.COO.R'


(63)

Jika diisosianat atau poliisosianat bereaksi dengan diol atau polidiol (senyawa polihidrat), akan terjadi poliuretan. Reaksi diisosianat dengan polidiol dapat dilihat pada Gambar 2.5. di bawah ini :

OCN

R

NCO

+ OH

R'

OH

OCN R NH CO O R' OH

Bereaksi dengan monomer-

monomer berikutnya

CO NH CO O R' O

Gambar 2.5. Reaksi Diisosianat dengan Polidiol Membentuk Poliuretan (Cowd,1991)

Seperti poliamida, poliuretan dapat mengalami ikatan hidrogen. Upaya pertama untuk membuat poliuretan niaga dialkukan oleh Bayer di Jerman yang membuat polimer dari heksana-1,6- diisosianat ( heksametila diiosianat) dari buatana -1,4-diol (-1,4-butan-1,4-diol). Kesatuan berulangnya mempunyai struktur seperti gambar 2.6 berikut ini :

O

C N (CH2)6 N C (CH2)4 O

H H O


(64)

Gambar reaksi antara gugus isosianat dengan alkohol dapat dilihat pada Gambar 2.7. di bawah ini :

N C O + OH

R1 R2

R1 N H C O O R2

Gambar 2.7. Reaksi isosianat dengan alkohol membentuk Uretan (Cheremisinoff et al. 1989)

Jika gugus isosianat bereaksi dengan air akan membentuk asam karbanat seperti terlihat pada gambar 2.8. berikut ini :

N

R1

C O + O

H H N R1 H C O O H

Gambar 2.8. Reaksi Isosianat dengan air akan membentuk asam karbanat (Cheremisinoff et al. 1989)

Ketika isosianat bereaksi dengan air akan membentuk asam karbanat akan membentuk asam karbanat yang tidak stabil yang kemudian akan terdekomposisi amin dan karbon dioksida sesuai dengan Gambar 2.9. berikut ini :

R1 N H C O O

H R1

N

H

H + O C O

Gambar 2.9. adalah asam karbanat yang terdekomposisi membentuk amin dan karbon dioksida (Cheremisinoff et al. 1989).


(65)

Kemudian, ketika suatu isosianat bereaksi dengan suatu amin akan membentuk urea seperti terlihat pada Gambar 2.10. berikut ini :

N C O

R1

+ N

R2

H H

N R1

H C

O

N

H R2

Gambar 2.10. Reaksi isosianat dengan amin akan membentuk urea (Cheremisinoff et al. 1989).

Pada umumnya semua pelarut yang dibeli dipasaran mengandung sedikit oksigen dan air yang diabsorbsi dari udara selama penyimpanan. Keberadaan oksigen dan air ini tidak diiginkan dalam reaksi-reaksi yang melibatkan zat-zat yang peka udara dan air, oleh karena itu pelarut yang digunakan harus bebas udara dan air. Maka pelarut tersebut dapat dihilangkan dengan mengalirkan gas nitrogen (bubbling) kedalam pelarutnya, selama beberapa waktu ( misalnya 5 - 10) menit (Sembiring, 2007)

2.7. Serat

Serat merupakan bahan yang kuat, kaku, getas. Karena serat yang terutama menahan gaya luar, ada dua hal yang membuat serat menahan gaya yaitu : perekatan (bonding) antara serat dan matriks (intervarsial bonding) sangat baik dan kuat sehingga tidak mudah lepas dari matriks (debonding), kelangsingan (aspec ratio) yaitu perbandingan antara panjang serat dengan diameter serat cukup besar. Serat dicirikan oleh modulus dan kekuatannya yang sangat tinggi, elongasi (daya rentang yang baik ), stabilitas panas yang baik, kemampuan untuk diubah menjadi filamen – filamen dan sejumlah sifat – sifat lain yang bergantung pada pemakaian (Stevens, 2001)


(66)

2.7.1. Serat Sebagai Penguat

Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi serat adalah sebagai penguat bahan untuk memperkuat komposit sehingga sifat mekaniknya lebih kaku, tangguh dan lebih kokoh dibandingkan dengan tanpa serat penguat, selain itu serat juga menghemat penggunaan resin. Dalam penggabungan antara serat dan resin, serat akan berfungsi sebagai penguat (reinforcement) yang biasanya mempunyai kekuatan dan kekakuan tinggi, sedangkan resin berfungsi sebagai perekat atau matrik untuk menjaga posisi serat, mentransmisikan gaya geser dan juga berfungsi sebagai pelapis serat. Matriks biasanya mempunyai kekuatan relatif rendah tetapi ulet, karena itu serat secara dominan akan menentukan kekuatan dan kekakuan komposit. Sifat mekanik komposit sangat dipengaruhi oleh orientasi seratnya, komposit bisa bersifat quasi-isotropic ketika digunakan serat pendek yang diorientasikan secara acak, anisotropic ketika digunakan serat panjang yang diorientasikan pada beberapa arah, atau orthotropic ketika digunakan serat panjang yang diorientasikan terutama pada arah yang saling tegak lurus. Kekuatan komposit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis, geometri, arah, distribusi, dan kandungan serat (Jamasri, 2008).

2.8. Serat Kulit Pohon Waru

Waru (Hibiscus Tiliaceus), merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal oleh penduduk Indonesia. Jenis ini biasanya dapat ditemukan dengan mudah karena tersebar luas di daerah tropik dan terutama tumbuh berkelompok di pantai berpasir atau daerah pasang surut. Oleh karena sering ditemukan hidup di tepi pantai maka tanaman ini juga biasanya disebut waru laut. Waru (Hibiscus Tiliaceus), suku kapas - kapasan atau Malvaceae, juga dikenal sebagai waru laut telah lama dikenal sebagai pohon peneduh tepi jalan atau tepi sungai dan pematang serta pantai. Walaupun tajuknya tidak terlalu rimbun, waru disukai karena akarnya tidak dalam sehingga tidak merusak jalan dan bangunan di sekitarnya. (Nurudin dkk, 2011).


(67)

Kayu terasnya agak ringan, cukup padat, berstruktur cukup halus dan tidak begitu keras, kelabu kebiruan, semu ungu atau coklat keunguan, atau kehijau-hijauan. Liat dan awet bertahan dalam tanah, kayu waru ini biasa digunakan sebagai bahan bangunan atau perahu, roda pedati, gagang perkakas, ukiran, serta kayu bakar. Pada tanah yang subur, batangnya lurus, tetapi pada tanah yang tidak subur batangnya tumbuh membengkok, percabangan dan daun - daunnya lebih lebar. Pohon, tinggi 5 – 15 meter. Batang berkayu, bulat, bercabang, warnanya cokelat. Gambar serat kulit waru dapat dilihat pada gambar 2.11. di bawah ini :

Gambar 2.11. Serat Kulit Waru (Nurudin dkk, 2011)

2.8.1. Komposisi Kimia Kulit Waru

Hasil uji karakterisasi permentasi kulit waru dapat dilhat pada tabel 2.1. berikut: Tabel 2.1. Waru Leaf Saponin on Ruminal Fermentation (Istiqomah et al. 2011).

No Nama Komposisi % Berat

1 Protein Mentah 17,08

2 Ekstrak Ester 3.45

3 Serat Mentah 22,77

4 % Abu 10,79

5 Karbohidrat 45,91

6 Tannin (%) 8,93

7 Saponin (mg/g) 12,90


(68)

2.9. Vulkanisasi

Vulkanisasi merupakan istilah umum yang diterapkan ke reaksi ikat silang polimer-polimer, khususnya elastomer. Tidak semua polimer-polimer vinil bisa diikat silang dengan peroksida, sebagai contoh polipropilena dan poli (vinil klorida) lebih mudah mengalami degadrasi dari pada ikat silang.

Pada prinsipnya mekanismenya berupa mekanisme ionik, yang melibatkan adisi ke ikatan rangkap dua untuk membentuk suatu zat antara ion sulfonium yang kemudian mengabstraksi ion hidrida atau menyerahkan proton untuk membentuk kation-kation baru yang mempropagasi reaksi tersebut. Terminasi terjadi melalui reaksi antara anion sulfenil dan karbokation. Laju vulkanisasi dengan belerang, pada umumnya dinaikkan dengan menambah akselerator-akselerator seperti garam-garam seng dari asam ditiokarbamat atau senyawa-senyawa organobelerang seperti disulfide. Senyawa-senyawa lain, khususnya seng oksida dan asam stearat, juga ditambahkan sebagai aktivator (Stevens, 2001).

2.10. Bahan Tambahan

Tujuan bahan tambahan yaitu untuk mengubah sifat-sifat polimer dan untuk meningkatkan kemampuan prosesnya. Bahan tambahan untuk mengubah sifat dari pigmen dan odoran yang dipakai karena alasan estetis terhadap bahan-bahan pemlastis yang dipakai untuk memperbaiki sifat-sifat mekanik (Stevens, 2011).


(69)

Bahan tambahan juga bervariasi misalnya :

1. Pelumas digunakan untuk mencegah lengket di mesin-mesin pemroses hingga senyawa-senyawa yang mengubah struktur kimia.

2. Pemlastis digunakan untuk menaikkan fleksibilitas, tetapi juga mengurangi viskositas leburan untuk mempermudah pencetakan atau ekskursi, bahan pemlastis yang dipakai senyawa aromatik berupa di-2-etilheksilftalat.

3. Antioksidan digunakan untuk mencegah terjadinya degadrasi oksidatif, yang umum digunakan yaitu senyawa Zink Oksida.

4. Bahan Kopling berfungsi untuk memperbaiki pengikat antara polimer dan bahan pengisi.

Terdapat juga bahan-bahan pengisi yang berfungsi sebagai pemerkuat yang muncul dalam dua bentuk yaitu serat dan butiran (serbuk).Contoh dari bentuk serbuk yaitu karbon hitam yang dipakai untuk memperkuat karet alam dan sintetis. Bahan tambahan digunakan untuk menambah kwantitas polimer tersebut (Stevens, 2001).

2.11. Bunyi

Bunyi dihubungkan dengan indera pendengaran, dan fisiologi otak yang menerjemahkan sensasi yang mencapai telinga. Bunyi merujuk pada sensasi fisik yang merangsang telinga yaitu gelombang longitudinal. Terdapat tiga aspek bunyi yang dapat dibedakan yaitu sumber bunyi, energi, dan alat yang mendeteksi bunyi. Sumber bunyi merupakan benda yang bergetar. Getaran dari sumber bunyi menggetarkan udara sekitarnya, dan merambat ke segala arah. Energi yang dipindahkan dari sumber bunyi dalam bentuk gelombang longitudinal. Bunyi yang merambat kemudian terdeteksi oleh telinga atau sebuah alat. Bunyi tidak dapat merambat tanpa medium (Giancoli, 1999).


(70)

Ada dua aspek dari setiap bunyi yang didengar oleh pendengaran manusia yaitu aspek kenyaringan dan ketinggian. Kenyaringan berhubungan dengan energi pada gelombang bunyi sedangkan ketinggian menyatakan apakah bunyi yang didengar tinggi atau rendah. Ketika sumber bunyi bergetar, maka getaran yang terjadi setiap detik disebut frekuensi dan diukur dalam satuan Hertz (Hz). Telinga manusia umumnya dapat mendengar frekuensi dalam jangkauan 20 Hz sampai 20.000 Hz. Jangkauan ini disebut jangkauan pendengaran atau frekuensi audio. Gelombang bunyi yang frekuensinya di luar jangkauan pendengaran mungkin mencapai telinga tetapi tidak disadari. Frekuensi bunyi dibawah ambang batas pendengaran manusia (<20Hz) disebut frekuensi infrasonik. Sedangkan frekuensi diatas ambang batas pendengaran manusia (>20 kHz) disebut frekuensi ultrasonik

(Mediastika, 2009).

2.12. Kebisingan

Semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu, atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari (kerja, istirahat, hiburan, atau belajar) dianggap sebagai bising. Dengan kata lain, kebisingan merupakan semua bunyi yang tidak diinginkan oleh penerima. Secara umum, bising menimbulkan gangguan yang jauh lebih besar pada malam hari daripada siang hari. Tetesan air yang terus-menerus dari kran memang bukan bising yang kersa tetapi dapat mengganggu. Sebaliknya, bunyi dengan tingkat tinggi seperti orkestra dapat merupakan kenikmatan yang luar biasa bagi pendengarnya (Doelle dkk, 1993).

Kebisingan dapat mempengaruhi manusia secara psikologis. Kebisingan yang dapat ditolerir merupakan gangguan biasa. Tetapi kebisingan yang terlalu keras dapat menyebabkan sesorang kehilangan pendengaran. Hal ini merupakan salah satu masalah di pabrik-pabrik dan tempat industri lainnya, di mana tingkat kebisingan bisa tinggi untuk periode waktu yang lama. Kehilangan pendengaran karena kebisingan terutama serius dalam jangkauan frekuensi antara 2000 sampai 5000 Hz (Giancoli, 1999).


(71)

2.13. Material Akustik

Terdapat tiga kemungkinan yang terjadi bila suatu gelombang bunyi datang mengenai suatu material, yaitu :

1. Dipantulkan semua 2. Ditransmisikan semua

3. Sebagian gelombang akan dipantulkan dan sebagian lagi akan ditransmisikan (Mediastika, 2005). Karakteristik akustik material dapat dilihat pada gambar 2.12. berikut ini :

Gambar 2.12. Karakteristik akustik material (Mediastika, 2005)

Berdasarkan fungsinya, Doelle (1993) membedakan material akustik sebagai peredam menjadi dua bagian yaitu sound insulation dan sound absorbing.

1. Peredam insulasi bunyi (sound insulation)

Sound insulation berfungsi untuk mengurangi kebocoran suara dari satu ruangan ke ruangan lainnya. Peredam insulasi suara merupakan bahan yang dapat menginsulasi perpindahan suara.

2. Peredam serap bunyi (sound absorbing)

Sound absorbing berfungsi untuk mengurangi pantulan yang menyebabkan gema pada sebuah ruangan. Bahan ini mampu menyerap energi suara. Doelle (1993) mengemukakan bahwa material peredam serap suara umumnya bersifat ringan, berpori atau berongga, memiliki permukaan lunak atau berselaput, dan tidak dapat meredam getaran.

Bunyi Datang

Bunyi Terpantul

Bunyi Diteruskan


(1)

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Analisa Gugus Fungsi Poliuretan dengan FT-IR 42 4.2. Hasil Pengujian Sifat Mekanik IPN EPDM-PU 44 4.3. Hasil Pengujian Persentase Ikat Silang 47

4.4. Hasil Pengujian Koefisien Serap Bunyi Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU Dengan Penambahan Serat Waru

Sebagai Filler 48 4.4.1. Percampuran IPN Komposit IPN EPDM-PU Dengan

Serat Waru (b/b) 100 : 0 49 4.3.2. Percampuran IPN Komposit IPN EPDM-PU Dengan Serat Waru (b/b) 90 : 10 51 4.3.3. Percampuran IPN Komposit IPN EPDM-PU Dengan Serat Waru (b/b) 80 : 2 53 4.3.4. Percampuran IPN Komposit IPN EPDM-PU Dengan Serat Waru (b/b) 70 : 30 55 4.3.5 Percampuran IPN Komposit IPN EPDM-PU Dengan Serat Waru (b/b) 60 : 40 57 4.3.6. Percampuran IPN Komposit IPN EPDM-PU Dengan Serat Waru (b/b) 50 : 50 59

4.6. Analisa Uji Kerapatan 63

4.5. Uji Daya Serap Air Karet Sintetis EPDM-PU

Dengan penamabahan Serat Waru 64 4.5.1. Uji Daya Serap Air Dalam Waktu 2 Jam 64

4.5.2. Uji Daya Serap Air Dalam Waktu 24 Jam 66 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 67 5.2. Saran 68

DAFTAR PUSTAKA 69


(2)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

2.1. Komposisi Serat Waru 18

3.1. Perbandingan Penambahan PU dan Karet Sintetis EPDM

34 3.2. Perbandingan Penambahan EPDM-PU dan Serat

Waru

35 4.1. Hasil Identifikasi Serapan FT-IR Poliuretan 41 4.2. Hasil Pengujian Sifat Mekanik Komposit IPN Karet

Sintetis EPDM dan Poliuretan 44

4.3. Persentase Ikat Silang Komposit IPN antara Karet

Sintetis EPDM dan Poliuretan 47

4.4. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 100: 0

50 4.5. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN

Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 90: 10

51 4.6. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN

Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 80 : 20

53

4.7. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 70 : 30

55 4.8. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN

Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 60 : 40

57 4.9. Hasil pengukuran dan perhitungan komposit IPN

Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 50 : 50

59 4.10. Hasil Pengujian Kerapatan Komposit IPN Karet

Sintetis EPBM-PU dengan penambahan Serat Waru sebagai Filler

63 4.11. Uji Daya Serap Air Dalam Waktu 2 Jam 64 4.12. Uji Daya Serap Air Dalam Waktu 24 Jam 66


(3)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

2.1. Bagan Rantai Polimer rantai lurus,Bercabang, dan Acak 9

2.2. Klasifikasi IPN 10

2.3. Struktur Karet Sintetis EPDM 13

2.4. Reaksi Gugus Isosianat dengan Alkohol 13 2.5. Reaksi Diisosianat dengan Polidiol Membentuk

Poliuretan

14

2.6. Kesatuan Berulang Poliuretan 14

2.7. Reaksi gugus isosianat dengan alkohol membentuk

uretan 15

2.8. Reaksi gugus isosianat dengan air membentuk asam

karbonat 15

2.9. Reaksi asam karbonat terdekomposisi membentuk amin

dan karbon dioksida 15

2.10. Reaksi isosianat dengan amin membentuk urea 16

2.11. Serat Kulit Waru 18

2.12. Karekteristik akustik Material 22

2.13. Tabung Impedansi Untuk Pengukuran Serap Bunyi 28 3.1. Cetakan Spesimen Uji Berdasarkan ASTM D638

Tipe IV 33

3.2. Cetakan Uji Daya Redam ASTM E-1050 34 3.3 Diagram Alat Pengukuran Koefisien Serap Bunyi 36 3.5 Set Up Peralatan Pengujian 36 3.4. Gambar Posisi mikropon 2,1 dan 1’ 37 4.1. Hasil Spektrum FT-IR Poliuretan 42 4.2. Reaksi Pembuatan Poliuretan 43 4.3. Grakfik Uji Tarik (Stress) Komposit IPN Karet Sintetis

EPDM dan PU

45 4.4. Grafik Uji Regangan Tarik (Strain) Komposit Karet

Sintetis EPDM dan PU 46 4.5. Grafik Uji Modulus Elastisitas Komposit Komposit

Karet Sintetis EPDM dan PU 46 4.6. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz Komposit

IPN Karet Sintetis EPDM-Poliurean dengan Serat Waru

(b/b) 100 : 0 (a) mikropon 1 dan (b) mikropon 2 49 4.7. Grafik koefisien Serap Bunyi komposit IPN EPDM-PU

tanpa Serat Waru (b/b) 100 : 0 50 4.8. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara


(4)

4.9. Grafik Koefisien Serap Bunyi Komposit IPN

EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 90 : 10 52 4.10. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara

Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 80 : 20 (a) mikropon 1 dan (b) mikropon 2

53 4.11. Grafik Koefisien Serap Bunyi Komposit IPN

EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 80 : 20 54 4.12. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara

Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 70 : 30 (a) mikropon 1 dan (b) mikropon 2

55 4.13. Grafik Koefisien Serap Bunyi Komposit IPN

EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 70 : 30 56 4.14. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara

Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 60 : 40 (a) mikropon 1 dan (b) mikropon 2

57 4.15. Grafik Koefisien Serap Bunyi Komposit IPN

EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 60 : 40 58 4.16. Bentuk gelombang pada frekuensi 250 Hz antara

Komposit IPN Karet Sintetis EPDM-PU dengan Serat Waru (b/b) 50 : 50 (a) mikropon 1 dan (b) mikropon 2

59 4.17. Grafik Koefisien Serap Bunyi Komposit IPN

EPDM-PU dengan (b/b) Serat Waru 50 : 50 60 4.18. Grafik Koefisien Serap Bunyi Komposit IPN Karet

Sintetis EPDM-PU dengan penambahan Serat Waru


(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Judul Halaman

1. Bahan-bahan Penelitian 73

2. Peralatan Penelitian 74

3. Hasil Penelitian 75

4. Perhitungan Nilai Stress (Tegangan) 77 5. Perhitungan Nilai Strain (Regangan) 78 6. Perhitungan Nilai Modulus Elastisitas

(ModulusYoung)

78

7. Perhitungan Persen Ikat Silang 79

8. Perhitungan Daya Redam 79

8. Perhitungan Kerapatan 80


(6)

DAFTAR SINGKATAN

FTIR : Fourier Transform Infrared

IPN : Interpenetrating Polymer Network EPDM : Ethylen Prophylen Diene Monomer PPG : Polypropilane Glycol

PU : Polyurethane TDI : Toluena Diisosianat