Media dan Kekerasan Terhadap Anak (Analisis Isi Berita Kekerasan Terhadap Anak dalam Harian Medan Pos)

(1)

LAMPIRAN Table. Dramatisasi

Table. Kesesuaian Judul

Tabel. Cek

No Dramatisasi Frekuensi %

1 Dramatisasi 9 52.94

2 Tidak Dramatisasi 8 47.05

17 100%

No Kesesuain Judul dan Isi

Frekuensi %

1 Sesuai Judul dan Isi 16 94.11

2 Tidak Sesuai Judul dan Isi

1 5.88

17 100%

No Cek dan Ricek Frekuensi %

1 Cek dan Ricek 13 76.47

2 Tidak Cek dan Ricek 4 23.52


(2)

Tabel. Cover Both Side

Tabel. Faktualitas

Table. Tema

No Cover Both Side Frekuensi %

1 Cover Both Side 4 23.52

2 Tidak Cover Both Side

13 76.47

17 100%

No Faktualitas Frekuensi %

1 Faktual 9 52.94

2 Tidak Faktual 8 47.05

17 100%

No Tema Frekuensi %

1 Pelecehan Seksual 11 64.70

2 Penganiayaan 3 17.64

3 Pembunuhan 2 11.76

4 Tidak Jelas 1 5.88


(3)

Table. Realibitas

No Faktualitas Pengkoding 1 Pengkoding 2 Reliabilitas

1 Dramatisasi 9 9 1

2 Kesesuain Judul dan Isi

16 16 1

3 Cek dan ricek 13 11 0.9

4 Cover Both Side 4 2 0.6


(4)

Daftar Pustaka

Berger, Arthur Asa. 2000. Media Analysis Techniques. California: Sage Pubication.

Birowo,M.Antonius. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: Gitanyali.

Bungin,Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana. ---. 2007. Analisa Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Cangara, Hefied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Christomy, T dan Untung Yuwono. 2004. Semiotika Budaya. Jakarta: Pusat Kemasyarakatan dan Budaya UI.

Effendi, Onong Uchjana. 2006. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Jefkins, Frank, 1997, Periklanan, Erlangga, Jakarta Kamus Besar Bahasa Indonesia

Kriyantono,Rachmat. 2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.

Liliweri,Alo.2001. Gatra Gatra Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Morissan. 2009. Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Mulyana,Dedi. 1993. Komunikasi Antar Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

---. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Komunikasi. Medan: USU PRESS. Noviani, Ratna. 2002. Jalan Tengah Memahami Iklan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Nurudin, 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.


(5)

Piliang, Yasraf, Amir 2003, HIPERSEMIOTIKA : Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, pengantar : bambang Sugiharto. Jalasutra, Yogyakarta.

Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rendra, Widyatama, 2005 Pengantar Periklanan, Buana Pustaka Indonesia, Jakarta.

Severin, Warner J. dan James W. Tankard. 2005. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan di Dalam Media Massa. Jakarta: Kencana.

Singarimbun dan Effendi. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.

Sobur,Alex. 2004. Semiotika Komuniksi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Stoke, Jane. 2006. How To Do Media And Cultural Studies. Yogyakarta :

Bentang Pustaka.

Strinati, Dominic. 1995. An Introduction to Theories of Popular Culure. New York: Routledge.

Sumarno, Marselli. 1996. Dasar-Dasar Apresiasi Film. Jakarta: PT. Grasindo.

Sunardi, St. 2004. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Buku Baik. Wiryanto, 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT.Grafindo.

Jurnal

Jurnal Kupas Edisi 1, November 2008, Penerbit: Kajian Informasi, Pendidikan dan Penerbitan Sumatera (Kippas), Medan

Sumber Internet

)

diakses tanggal 8 April 2012)


(6)


(7)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Deskripsi Objek Penelitian.

3.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan 1. Sejarah Singkat Perusahaan

Harian umum “MEDAN POS” ini diterbitkan melalui perusahaan yang dalam hal ini adalah “YAYASAN PENERBIT BERDIKARI”, melalui notaris MARAH SUTAN NASUTION. SH alamat Jalan Hindu No. 6 Medan tanggal 7 Mei 1965 (Nomor 8). Susunan pengurus yayasan tersebut :

Ketua : Ibrahim Sinik Wakil ketua : Zakaria. S Piliang Sekretaris : Nurin Pilly Bendahara : Yusmaniar Kom. I. : Ilyas Sinik

Kom. II. : A. Muthalib Sinik

Pada waktu perbitan bersama “HARIAN SINAR REVOLUSI” 4 halaman dan terbit 7 kali seminggu tahun 1966, cukup ditakuti pada masa pengganyangan G.30.S PKI karena Koran paling berani.

Pada tanggal 20-4-1971 dengan Nomor Surat : 0216/SP/IV/71, Yayasan Penerbit Berdikari mengajukan permohonan untuk mengganti nama dari Harian Umum “SINAR REVOLUSI” menjadi Harian Umum “SINAR PEMBANGUNAN”. Permohonan penukaran /perubahan nama surat kabar ini harus juga mendapat rekomendasi dari Kepala Jawatan Penerangan.


(8)

Dengan persetujuan Menteri Penerangan RI telah kekuar surat keputusan Nomor : 0410/Per-2/SK/DIR.PP/SIT/1971 tanggal 27 April 1971 disyahkan Surat Kabar “SINAR REVOLUSI” dirubah menjadi Harian Umum “SINAR PEMBAN GUNAN” dengan catatan : terbit 4 halaman terbit 7 kali seminggu.

Pimpinan Umum : Ibrahim Sinik

Pimpinan Redaksi : Zakaria Sinik Piliang

Adanya Surat Keputusan dari Menteri Penerangan RI tentang pemberian Surat Izin Penerbitan Pers, setiap surat kabar harus memperbaharui nomor Surat Izin terbitnya. Berdasarkan surat permohonan dari Yayasan Penerbit berdikari Nomor : 09/YPB/VI/1985 tanggal 1 juli 1985, Harian Umum “Sinar Pembangunan” telah memenuhi persyaratan untuk mendapat SIUPP dari Menteri Penerangan RI Nomor : 008/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1985 tanggal 8 November 1985 dengan catatan terbit 7 kali seminggu sebanyak 12 halaman. Pimpinan Umum : Drs. H. Ibrahim Sinik

Pimpinan Redaksi : H. Zakaria. S Piliang Pimpinan perusahaan : M. Yahya Savendra. Bsc

Pada tanggal 7 Juli 1970, Nomor : 313/SP-YPB/VI Pimpinan Yayasan Penerbit Berdikari, mengaajukan perubahan nama penerbitan dan perubahan Pimpinan Perusahaan. Surat Kabar Harian Umum “SINAR PEMBANGUNAN” menjadi Harian Umum “MEDAN POS”.

Berdasarkan surat dari Departemen penerangan RI Direktur Jendral pembinaan Pers dan Grafika tanggal 20 Agustus 1990 Nomor 289/Ditjen PPG/K/1990, telah menetapkan bahwa : Telah disetujui perubahan nama dari Harian Umum “SINAR PEMBANGUNAN “ menjadi Harian Umum :MEDAN POS” yang terbit 7 kali seminggu sebanyak 12 halaman dengan Nomor Tetap 008/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1985.


(9)

Pimpinan Redaksi : H. Zakaria. S Piliang Pimpinan perusahaan : Drs. H. Ibrahim Sinik

Pada tanggal 10 Oktober 1997 dengan Nomor :11/YPB/X/1997 Pimpinan Yayasan Penerbit Berdikari dalam hala ini Pimpinan Redaksi dan Pimpinan Perusahaan.

Berdasarkan adanya persetujuan dari Departemen Penerangan RI-Direktur Jendral Pembinaan pers dan Grafika Jakarta permohonan dikabulkan dengan susunan sebagai berikut :

Pimpinan Umum : Drs. H. Ibrahim Sinik Pimpinan Redaksi : Drs. H. Ibrahim Sinik Pimpinan Perusahaan : Farida Putra Sinik

Sampai pada saat sekarang ini surat kabar ini masih tetap bernama Harian Umum “MEDAN POS”, dengan susunan pengurus sebagai berikut :

KOMISARIS UTAMA : DR. DRS. H. IBRAHIM SINIK

DIREKTUR UTAMA : FARIANDA PUTRA SINIK,SE

PEMIMPIN REDAKSI : H. FARIANDA PUTRA SINIK, SE WAKIL PEMP. REDAKSI

PENANGGUNG JAWAB : TUAH ARMADY, SH WAKIL PEMP. REDAKSI : H. A MUCHYAN AA PIMPINAN PERUSAHAAN : ADNAN SINIK

REDAKTUR PELAKSANA : YON BAYU WAHYONO

: ARIADI


(10)

KORDINATOR LIPUTAN : DRS. MAYJEN SIMANUNGKALIT SEKRETARIS REDAKSI : ELI MARLINA

KEPALA TATA USAHA : H.M. YAHYA SAVENDRA, BSC

REDAKTUR : Rizal Hayat Harahap

: Drs. Maju Manalu : Drs. Baringin Pulungan : Drs. Iwan Suherman : Muhammad Samsir

STAF REDAKSI : 17 WARTAWAN

PENASEHAT HUKUM : O.C Kaligis, SH : H.M. Ayub, SH

: Irwansyah Gultom, SH

2. Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas

Adapun tujuan utama pengadaan struktur organisai adalah salah satu upaya untuk mengkoordinir semua kegiatan baik fisik, maupun non fisik yang di arahkan untuk mencapai tujuan. Seperti halnya pada perusahaan PT. Harian Umum Medan Pos juga mempunyai struktur organisasi yang berfungsi untuk membagi tugas dan tanggu jawab serta memberikan batas kewajiban bagi setiap para karyawan perusahaan jika dilihat dari struktur organisasi pada di bawah ini maka PT. Harian Umum Medan Pos mempunyai bentuk struktur organisasi lin (garis).


(11)

Struktur organisasi perusahaan merupakan sub-sub item yang menggambarkan hubungan komunikasi, wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing bagian yang terdapat dalam satu organisasi tergantung pada tujuan dan jenis kegiatan organisasi yang digunakan dalam pencapaian tujuan organisasi.


(12)

Untuk lebih jelasnya berikut ini adalah struktur organisasi PT. Harian Umum Medan Pos :

STRUKTUR ORGANISASI PT. HARIAN UMUM MEDAN POS

RUPS

DIREKSI KOMISARIS

Staf Ahli

Pemimpin Umum / Pemimpin Redaksi / Wakil Pimpinan Umum / Wakil Pemimpin

Sekretaris Redaksi

REDAKTUR HUMAS REDAKTUR

LITBANG Managing Editor

DESK NASKAH AME BERITA

AME UMUM Dewan Pelaksana

Redaksi Direktur Redaksi

Pemimpin Perusahaan

KEUANGAN

PEMASARAN


(13)

Adapun urain tugas dan tanggung jawab atau job description masing-masing jabatan diatas , akan penulis uraikan secara garis besar yaitu :

1. Rapat Umum Pemegang Saham

• Merupakan pemegang saham kekuasaan tertinggi dalam PT. Harian Umum Medan Pos

• Pemegang saham dipegang tunggal oleh redaksi

• Pemegang saham langsung dipegang pimpinan umum/pimpinan redaksi dan pemegang saham harus akan memilih direksi dan komisaris.

2. Komisaris

Komisaris dipilih/ diberhentikan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, tugas komisaris ini antara lain:

• Mengawasi dan berhak membebas tugaskan direksi untuk sementara jika melanggar anggaran dasar

• Menggantikan kedudukan direksi selama tidak dijalankan fungsinya

• Menyelenggarakan rapat umum luar biasa para pemegang saham jika diperlukan. Dalam hal ini karena PT. Harian Umum Medan Pos berbentuk perseroan tertutup, maka komisaris adalah salah satu keluarga.

3. Direksi

• Pengurus perusahaan (komisaris dan redaksi) ditetapkan oleh rapat umum pemegang saham , merumuskan bentuk/ posisi perusahaan dana rencana kerja.


(14)

• Mengusulkan pemilihan pegawai untuk tingkat pimpinan/ eksekutif serta merumuskan sistem pembalasan dan hadiah-hadiah

• Turut membantu direktur utama dalam menyelesaikan permasalahan yang sering (prinsipil) secara mutlak dan tidak dibenarkan seorang anggota komisaris memutuskan pemindahan/ mutasi karyawan tanpa melalui rapat dewan komisaris.

4. Pimpinan Umum

• Dapat menyerahakan / mendegalasikan kekuasaannya kepada anggota dewan direksi serta dapat mengadakan maupun memberhantikan setiap personil dengan dilandasi surat

• Mempunyai wewenang untuk melakukan pemindahan/mutasi serta membina kepangkatan dari setiap personil perusahaan sepenuhnya dibantu oleh beberapa anggota dewan direksi.

5. Staf Ahli

• Staf ahli perusahaan bukan merupakan eksekutif perusahaan dan pimpinan langsung oleh direksi yang beranggotakan :

a. Staf ahli bidang perencanaan dan manajemen b. Staf ahli bidang keuangan

c. Staf ahli bidang produksi

• Staf ahli bidang lainnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang diangkat dan diberhentikan jabatannya oleh direksi atas persetujuan dewan komisaris.

• Staf ahli hanya menerima tugas dari dewan direksi dan dapat berkonsultasi dengan manager yang berhubungan dengan bidang


(15)

tugasnya, serta wajib melaporkan hasil kerjan ya kepada direksi untuk segera diproses dan dilaksanakan.

• Bila diperlukan, staff ahli dapat bertugas kelapangan sebagai pegawai pekerja sesuai intruksi direksi, pemasaran mendata (meneliti perkembangan dari produksi, pemasaran atau lainnya) dalam rangka kemajuan perusahaan.

6. Redaktur Redaksi

Redaktur redaksi bertugas sebagai pengawas pimpinan umum terhadap tata kerja dewan pelaksana direksi

7. Dewan Pelaksana Redaksi

• Dewan redaksi yang berintikan para anggota senior redaksi diangkat/ diberhentikan oleh pimpinan umum

• Dewan ini secara rutin membantu pimpinan dalam menynelenggarakan Harian Umum Medan Pos, seperti dalam hal mengawasi materi Harian Medan Pos mengenai gaya dana bahasa, garis politik, kode etik jurnalistik, serta pelaksanaan dalam perkembangan Harian Medan Pos.

8. Managing Editor

• Managing editor adalah pimpinan yang bertanggung jawab terhadap bidang keredaksisan sehari-harinya yang menyangkut teknis dan pemberitaan yang siap untuk disiarkan.

• Managing editor yang bertanggung jawab terhadapa pimpinan umum dana pimpinan redaksi yang didampingi oleh wakilnya dimana dalam pengawasan jabatan ditentukan pengangkatan dan pemberhantian oleh pimpinan umum/redaksi


(16)

• Managing editor yang diangkat/ diberhentikan oleh pimpinan umum, bertanggung jawab terhadap bidang keredaksian menyangkut teknis pemberitaan dan siap untuk disiarkan.

• Dalam hala usahanya untuk mengajukan pemberitaan yang baik dari segi idiil maupun komersil. Managing editor harus menguasai aspek-aspek dalam bidang politik, keuangan, personalia maupun organisasi.

9. Redaktur Litbang

• Secara rutin membantu pimpinan dalam bidang penelitian dan pengembangan, meneliti secara mendaetail bidang personalia redaksi dari penerimaan hingga mutasi maupun penugasan khusus dari masing-masing personal.

• Membantu ME (Managing Editor) dalam penentuan isi halaman depan dan bersama staf senior lainnya, melakukakan penelitian atau pemeriksaaan terhadap semua tulisan artikel penulis sebelum diterbitkan.

10.Redaktur Humas

• Secara rutin membantu ME dalam bidang pembinaan hubungan dengan pihak luar

• Melakukan kontak dengan pihak luar, baik menyangkut bidang promosi maupun redaksional, mencakup pengelolaan surat-surat dari pembaca, baik untuk tujuan penyiaran maupun berupa alasan.

11.Sekretaris Redaksi

• Secara rutin bertanggung jawab sepenuhnya atas kelancaran arus kerja dilingkungan staff redaksi Harian Medan Pos dan berkewajiban menguasai seluruh bidang kesekretariantan redaksi


(17)

disertai personilnya, serta melayani para redaktur/kepala desk staff redaksi Medan Pos

• Berkewajiban meneliti, memeriksa semua kas-bon maupun bukti pembayaran lainnya secara cermat sehingga tidak merugikan perusahaan maupun pihak penerimanya.

• Bertanggung jawab sepenuhnya dalam meneliti dan membuat setiap surat-surat keluar yang akan ditanda tangani oleh pimpinan eksekutif. Sekretaris ini, diangkat dan di berhentikan oleh pimpinan umum atas saran petunjuk ME.

12.Pimpinan Umum

• Dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama, serta diangkat dan diberhentikan jabatannya oleh Direktur Utama atas persetujuan Dewan Komisaris

• Sebagai perwakilan Direktur Utama dalam melaksanakan tugas-tugas rutin, apabila Direktur berhalangan dinas sehingga dapat melaksanakan dan menentukan keputusan-kepututsan yang bersifat rutin sesuai dengan tugas yang ditentukan Direktur Utama.

• Untuk keberhasilan dana kelancaran sebagai pimpinan perusahaan secara rutin dibantu oleh 4 (empat) manager yang bersifat eksekutif, yakni :

a. Manager Keuangan b. Manager Pemasaran c. Maneger Periklanan d. Maneger Umum


(18)

13.Prosedur Kerja Perusahaan

Dalam suatu penerbitan koran terhimpun banyak berita, berita menjadi suatu bagian. Adapun prosedur kerja dati berita ini adalah :

a. Wartawan mencari sumber berita dan menyelesaikan liputan dilapangan.

b. Membuat berita.

c. Berita yang sudah siap diketik diserahkan kepada redaktur untuk dikoreksi.

d. Setelah berita dikoreksi kemudian disetting (disusun) kemudian di program.

e. Setelah itu disusun dalam sebuah layout dengan tatanan yang sesuai dengan ukuran koran.

f. Foto pendukung diprogram dengan scanner (alat pemindai) sehingga foto tersebut muncul dilayar komputer, begitu juga jika ada pengambialan foto dari internet.

g. Bila layout sudah selesai baru diprint (dicetak) dalam bentuk film. h. Film terseb ut dibawa kepercetakan, sebelum dilakuakan plat dan

kemudian dicetak dalam jumlah yang ditentukan.

Sebelum berita itu dicetak harus memenuhi syarat –syarat terlebih dahulu. Syarat-syarat tersebut adalah :

a. Publisitas

Isi pesan harus bersifat umum dalam arti semua orang dapat membaca dan terbuka untuk umum.


(19)

Harus diterbitkan secara tetep dengan kata lain ada kententuan waktu.

c. Universalitas

Isi pesan harus menyeluruh dari semua permasalahan yang ada dan dapat diterima oleh masyarakat.

d. Aktualitas

Harus sesuai dengan yang baru atau masi hangat e. Koninulitas

Pesan harus terus menerus dan berkesinambungan selagi pesan ini masih menjadi perhatian khalayak ramai, pesan ini harus diterbitkan secara tetap/priodik.

3.2 Metodologi penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi kuantitatif. Menurut Neuendorf (2002), analisis isi adalah sebuah peringkasan (summarizing), kuantifikasi dari pesan yang didasarkan pada metode ilmiah (diantaranya objektif-intersubjektif, reliabel, valid, dapat digeneralisasikan, dapat direplikasi dan pengujian hipotesis) dan tidak dibatasi untuk jenis variabel tertentu atau konteks di mana pesan dibentuk dan ditampilkan. Analisis isi ditujukan untuk mengidentifikasi secara sistematis isi komunikasi yang tampak (manifest), dan dilakukan secara objektif, valid, reliabel dan dapat direplikasi. Objektif maksudnya penelitian dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari suatu isi secara apa adanya, tanpa adanya campur tangan dari peneliti. Penelitian menghilangkan bias, keberpihakan atau kecenderungan tertentu dari peneliti. Ada dua aspek penting dari objektifitas, yakni validitas dan reliabilitas. Validitas berkaitan dengan apakah analisis isi mengukur apa yang benar-benar ingin diukur. Sementara reliabilitas berkaitan dengan apakah analisis isi akan


(20)

menghasilkan temuan yang sama biarpun dilakukan oleh orang yang berbeda dan waktu yang berbeda. Analisis isi disebut reliabel jikalau menghasilkan temuan yang sama biarpun dilakukan oleh orang dengan latar belakang dan kecenderungan yang berbeda (Eriyanto, 2011).

Berdasarkan tujuannya, penelitian ini termasuk ke dalam analisis isi deskriptif. Analisis isi deskriptif adalah analisis isi yang dimaksudkan untuk menggambarkan secara detail suatu pesan atau suatu teks tertentu. Desain analisis isi ini tidak dimaksudkan untuk menguji suatu hipotesis tertentu atau menguji hubungan diantara variabel. Analisis isi semata untuk deskripsi, menggambarkan aspek-aspek dan karakteristik suatu pesan. Metode ini digunakan untuk meneliti bagaimana kekerasan terhadap anak di tampilkan oleh harian surat kabar Medan Pos tahun 2013.

3.2.1 Populasi dan Sampel

a) Populasi

Populasi penelitian merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian (Bungin, 2005). Dalam penelitian ini populasi yang akan dijadikan objek penelitian adalah harian medan pos pada tahun 2013

b) Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang memperoleh perlakuan penelitian yang secara keseluruhan mempunyai sifat populasi. Sampel merupakan wakil yang bersifat representatif dari populasi, khususnya dalam hal pendataan (Bulaeng, 2004). Berdasarkan populasi tersebut, maka sampel yang digunakan adalah berita-berita di harian medan pos tahun 2013, yakni berjumlah 17 berita.


(21)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Berikut merupakan teknik pengumpulan data yang akan digunakan pada penelitian ini :

1. Studi dokumenter, yaitu data unit analisis dikumpulkan dengan cara mengumpulkan data dari bahan-bahan tertulis, yakni berita pada headline pada Harian Medan Pos edisi tahun 2013.

2. Studi kepustakaan (library research), yaitu penelitian dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur dan sumber bacaaan yang relevan dan mendukung penelitian. Dalam hal ini penelitian kepustakaan dilakukan dengan membaca buku-buku, literatur serta tulisan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

3.4 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dalam beberapa tahap, antara lain sebagai berikut :

1. Penyusunan kategorisasi

Tahapan pengukuran dalam analisis isi adalah menyusun kategori. Kategori berhubungan dengan bagaimana isi (content) kita kategorikan (Eriyanto, 2011). Menyusun kategori harus dilakukan secara baik dan berhati-hati. Paling tidak terdapat tiga prinsip penting dalam penyusunan kategori: kategori haruslah mutually exclusive, exhaustive dan reliabel (Neuendorf, 2002).

Mutually exlusive artinya terpisah satu sama lain. Kategori harus dapat dibedakan secara jelas antarsatu kategori dengan kategori lain. Exhaustive artinya lengkap. Maksudnya, kategori harus dapat menampung semua kemungkinan yang muncul. Sedangkan reliabel maksudnya kategori tersebut harus dipahami secara sama oleh semua orang (Eriyanto, 2011).

Adapun kategorisasi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Tema berita


(22)

1.1Tema Berita

Merupakan pokok pikiran atau pokok cerita yang paling ditonjolkan (diutamakan) dalam suatu pemberitaan.

2. Coding

Proses mengisi lembar coding disebut sebagai coding, sementara orang yang mengisi lembar coding disebut sebagai coder. Coder membaca teks dan mengisi ke dalam lembar coding yang telah disediakan. Proses ini dilakukan sampai semua berita telah di-coding semua. Proses coding sangat ditentukan oleh unit analisis yang dipakai dalam analisis isi. Dalam penelitian ini digunakan unit sintaksis.

Unit sintaksis adalah unit analisis yang menggunakan satuan sintaksis (kata, kalimat). Proses coding untuk analisis yang menggunakan unit sintaksis adalah dengan jalan menghitung. Neuman (2000) menyebut sebagai manifest coding. Tugas coder hanyalah menghitung apa yang terlihat secara nyata dalam bentuk kata, kalimat dan gambar (Eriyanto, 2011).

3. Uji Reliabilitas

Dalam analisis isi, alat ukur yang kita pakai adalah lembar coding (coding sheet). Peneliti harus memastikan bahwa lembar coding yang akan dipakai adalah alat ukur yang dipercaya (reliabel). Penelitian dibantu oleh pengkoding lain guna meningkatkan kepercayaan pengkodingan. Reliabilitas pengkodingan menggunakan rumus Holsti (Bungin, 2003).

Reliabilitas Antar-Coder =

Keterangan :

M = Jumlah coding yang sama (disetujui oleh masing-masing coder) N1 = Jumlah coding yang dibuat oleh coder 1


(23)

Reliabilitas bergerak antara 0 hingga 1, dimana 0 berarti tidak ada satupun yang disetujui oleh para coder dan 1 berarti persetujuan sempurna di antara para coder. Makin tinggi angka, makin tinggi pula angka reliabilitas. Dalam formula Holsti, angka reliabilitas minimum yang ditoleransi adalah 0,7 atau 70 persen. Artinya, kalau hasil perhitungan menunjukkan angka reliabilitas di atas 0,7, berarti alat ukur ini benar-benar reliabel. Tetapi jika di bawah angka 0,7, berarti alat ukur (coding sheet) bukan alat yang reliabel. Sama dengan presentase persetujuan, reliabilitas Holsti ini juga harus dipakai untuk semua kategori yang digunakan. Hasil dari reliabilitas dari masing-masing kategori ini ditampilkan dalam laporan.


(24)

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap objek penelitian, yaitu berita-berita yang terdapat dalam harian Medan Pos edisi 2013, maka terdapatlah 17 item berita yang akan diteliti. Selanjutnya, peneliti melakukan proses pengkodingan. Dalam proses tersebut, peneliti melakukan pengelompokkan terhadap keseluruhan sampel berita berdasarkan kategori-kategori yang telah ditetapkan sebelumnya.

Berita-berita yang terpilih tadi dilihat berdasarkan tema-tema kekerasan terhadap anak pada media yang di teliti. Untuk mengetahui frekuensi dan tema berita kekerasan terhadap anak muncul di harian surat kabar Medan Pos selama setahun. Peneliti melihatnya dari segi tema berita, kesesuain judul berita, dramatisasi berita, cek and ricek, cover both side dan faktualitas berita

Dalam proses pengkodingan tersebut, peneliti bertindak sebagai pengkoding I (coder I), yaitu melakukan pengkodingan terhadap seluruh sampel berita untuk pertama kali. Kemudian sampel berita tersebut kembali dikoding oleh pengkoding II (coder II). Dalam proses pengkodingan kedua, peneliti dibantu oleh seorang mahasiswi Magister Ilmu Komunikasi FISIP USU, yaitu Natasia Simangunsong. Selanjutnya, Natasia Simangunsong bertindak sebagai pengkoding II.

Sebelum melakukan proses pengkodingan kedua, peneliti terlebih dahulu menjelaskan kategori-kategori yang dipergunakan sebagai unit analisis dalam upaya mengurangi perbedaan pandangan dan persepsi antara penulis sebagai pengkoding I (coder I) dan pengkoding II (coder II). Hal ini bertujuan agar hasil pengkodingan nantinya dapat berjalan secara maksimal.


(25)

4.1 Analisis Data 4.1.1 Tema Berita

Dalam kategori berikut ini peneliti melakukan penghitungan untuk mencari tema apa yang paling sering muncul dalam harian Medan Pos edisi Tahun 2013. Berikut merupakan tabel hasil penghitungannya :

Tabel 4.1 Tema yang sering muncul

Sumber : Hasil pengkodingan

Berdasarkan tabel tersebut, dapat kita lihat bahwa tema berita kekerasan terhadap anak yang paling sering dimunculkan dalam Harian Medan Pos edisi Tahun 2013 adalah tema pelecahan seksual yaitu sebanyak 11 item berita atau persentase sebesar 64.70 %. Selain pelecehan seksual, tema penganiayaan sebanyak 3 berita atau persentasenya 17.64 %, tema pembunuhan sebanyak 2 berita atau persentasenya 11.76 % dan tema berita yang tidak jelas dengan isi beritanya sebanyak 1 berita atau persentasenya 5.88 %. Dapat dikatakan bahwa secara garis besar, tema-tema berita tentang kekerasan terhadap anak yang disajikan dalam Harian Medan pos adalah tema tentang pelecehan seksual. Tingkat reliabilitas dalam kategori tema berita ini adalah 0,99.

No Tema Frekuensi %

1 Pelecehan Seksual 11 64.70 %

2 Penganiayaan 3 17.64 %

3 Pembunuhan 2 11.76 %

4 Tidak Jelas 1 5.88 %


(26)

4.1.2 Dramatisasi

Peneliti melihat terdapat beberapa berita yang memiliki dramatisasi di dalam isi berita tersebut. Hasil penghitungan yang telah dilakukan peneliti adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2 Dramatisasi Berita

Sumber : Hasil pengkodingan

Biasanya setiap berita yang menginginkan perhatian banyak pembaca menggunakan dramatisasi sebagai daya tariknya. Dalam penelitian ini sendiri ditemukan beberapa berita yang menggunakan dramatisasi. Misalnya pada berita nomor 3 paragraf ke 2 yang bertuliskan “Xia Bao bayi Xuzhaou, Cina Timur mendapatkan serangan membabi buta dengan gunting dari ibunya sendiri hanya karena ia menggigit puting si ibu ketika tengah menyusu”. Penggunaan kata membabi buta terkesan terlalu berlebihan dan ini menimbulkan kesan yang mengerikan kepada pembaca. Tetapi dari semua berita yang diteliti baik yang di dramatisasi atau pun tidak di dramatisasi, terdapat kesimbangan karena tidak semua berita yang memaksa pembaca berada pada posisi kesal karena adanya kata-kata yang berlebihan.

Tingkat reliabilitas dalam kategori dramatisasi berita ini adalah 1,0.

4.1.3 Kesesuaian Judul dan Isi

Berita yang harus mempunyai substansi judul yang sesuai dengan isi berita tersebut. Maka dari itu peneliti menganalisis kesesuaian judul dan isi dengan hasil sebagai berikut :

No Dramatisasi Frekuensi %

1 Dramatisasi 9 52.94 %

2 Tidak Dramatisasi 8 47.05 %


(27)

Tabel 4.3 Kesesuaian Judul dan Isi

Sumber : Hasil pengkodingan

Berdasarkan tabel di atas, hanya ada satu berita yang tidak sesuai dengan judulnya yaitu berita yang berjudul “ 7 bayi TKW dideportasi dari Malaysia “. Judul mencatum kan ada tujuh bayi yang dideportasi tetapi pada isi berita lebih banyak membahas orang tua bayi tersebut dari pada berfokus pada perlindungan anak. Saat peneiliti membaca judulnya ini di kategorikan sebagai salah satu kekerasan terhadap anak, yang tidak menghormati hak azasi manusia. Selain dari pada berita mengenai deportasi bayi tersebut, berita lainnya memiliki kesesuain judul terhadap isi berita. Salah satu contoh berita yang sesuai dengan judulnya adalah “ Anak Pendeta Diduga Cabuli Anak Dibawah Umur “, berita ini menjelaskan secara terperinci tentang judul yang sudah dipaparkan.

Secara keseluruhan, tingkat reliabilitas dalam kesesuaian judul dan isi berita 1,0.

4.1.4 Cek dan Ricek

Dalam sebuah berita seorang wartawan dianjurkan untuk melakukan cek dan ricek dilapangan dengan menggali informasi lebih dalam lagi melalui pihak berwenang sehingga pernyataan yang tedapat didalam berita jelas objektivitasnya. Berikut adalah tabel hasil tentang cek dan ricek berita yang telah di teliti :

No Kesesuain Judul dan Isi Frekuensi %

1 Sesuai Judul dan Isi 16 94.11 %

2 Tidak Sesuai Judul dan Isi 1 5.88 %


(28)

Tabel 4.4 Cek dan Ricek

Sumber : Hasil pengkodingan

Berdasarkan tabel di atas, dapat kita lihat bahwa berita yang telah melalui proses cek dan ricek lebih banyak dibandingkan yang tidak cek dan ricek. Pada berita yang berjudul “Iming-imingi Wanita, Polisi Bekuk Pemerkosa”, tertera bahwa Kanit Reskrim Polsek Metro Cengkareng AKP Khori, memberikan pernyataan, yaitu “tersangkan kita pancing dengan iming-iming seorang perempuan yang ingin berkenalan, dan mengajak dia kencan. Dan ternyata pancingan ini ampuh”. Pernyataan resmi tersebut dijadikan dasar pembuatan berita oleh wartawan. Tidak seperti berita yang berjudul “ Sadis, Ibu Gunting Wajah Bayinya Karena Menggigit”, yang tidak memiliki pernyataan dari pihak berwenang.

Secara keseluruhan, tingkat reliabilitas dalam cek dan ricek 0,9.

4.1.5 Cover Both Side

Media memberitakan secara berimbang dimana semua pihak yang berhubungan dengan pemberitaan mendapat kesempatan setara. Berikut adalah tabel analisis tentang cover both side :

No Cek dan Ricek Frekuensi %

1 Cek dan Ricek 13 76.47 %

2 Tidak Cek dan Ricek 4 23.52 %


(29)

Tabel 4.5 Cover Both Side

Sumber : Hasil pengkodingan

Peneliti menemukan bahwa masih banyak berita yang tidak cover both side, dari 17 berita hanya yang memenuhi syarat tentang cover both side. Pada berita nomor 2 tidak dilakukannya wawancara terhadap pihak tersangka dalam kasus pencabulan anak dibawah umur, dari awal berita samapai akhir berita hanya berdasarkan keterangan dari pihak berwenang. Begitu pula pada berita nomor 10 yang juga tidak cover both side, yang tidak mewawancarai terdakwa. Hanya ada empat berita yang cover both side, salah satunya adalah: berita nomor 11. Tertera pernyataan dari semua pihak:

“ Saya membuang di rumah yang letaknya dekat kuburan dengan harapan anak saya ada yang membuangnya “, tutur Dalimah ( pernyataan pihak terdakwa). “ Terbukri secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidan pembunuhan anak dan menyembunyikan mayat dengan maksud menyembunyikan kelahirannya “ putus majelis ( pernyataan pihak berwenang).

Secara keseluruhan, tingkat reliabilitas dalam cover both side 0,8.

4.1.6 Faktualitas

Faktualitas diartikan apakah ada percampuran antara fakta dan opini (misalnya, dengan penggunaan kata-kata kesannya, tampaknya, diperkirakan, seakan-akan, agaknya, diramalkan,dsb). Penelitian berdasarkan kategori faktualitas memliki hasil sebagai berikut :

No Cover Both Side Frekuensi %

1 Cover Both Side 4 23.52 %

2 Tidak Cover Both Side 13 76.47 %


(30)

Tabel 4.6 Faktualitas

Sumber : Hasil pengkodingan

Hasil pengkodingan menyatakan sebagian dari kumpulan berita yang di teliti memiliki data yang tidak faktual, mengandung opini dari wartawan itu sendiri. Pada berita nomor 4, kata "cabuli" merupakan opini si penulis dan tidak sesuai fakta dari narasumber yang mengatakan "kerap disetubuhi".

“ Pria beristri, HN(25), warga Dusun Sungai Rakyat, Kec. Pane Tengah, Kab Labuhan batu, ditangkap petugas Subdit Renakta Ditreskrim Polda Sumut dari rumahnya di Lauhan Batu, Senin (2/9) kemarin karena “ mencabuli “ gadis belia sebut saja namanya Bella (17) warga jalan Bromo Medan “.

“ Antara korban dengan tersangka sebenarnya pacaran. Sewaktu pacaran itu , korban “ kerap disetubuhi “ tersangka. Namun, belakangan korban mengetahui kalau tersangka telah memiliki istri di Labuhan Batu. Karenanya, peristiwa yang dialami korban dilaporkannya ke orang tuanya HD” terang sumber di Subdit Renakta Poldasu.

Secara keseluruhan, tingkat reliabilitas dalam faktualitas berita 1,0.

.

No Faktualitas Frekuensi

%

1 Faktual 9 52.94 %

2 Tidak Faktual 8 47.05 %


(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dalam periode tahun 2013, berita dengan tema kekerasan terhadap anak di Harian Medan Pos muncul sebanyak 17 kali, kemunculan berita kekerasan terhadap anak ini ada dalam periode bulan agustus 2013 sampai bulan desember 2013. Berita yang muncul di harian medan pos yaitu : Berita tentang peleceha seksual muncul sebanyak 11 kali (64.70%), berita tentang penganiayaan anak muncul sebanyak 3 kali (17.64%), berita tentang pembunuhan anak muncul sebanyak 2 kali (11.76%), dan berita yang tidak jelas (isi berita tidak sesuai dengan judul berita yang ditampilkan) muncul sebanyak (5.88%).

2. Tema berita kekerasan terhadap anak yang paling sering muncul di harian Medan Pos adalah tema mengenai pelecehan seksual terhadap anak. Tema ini muncul sebanyak 11 kali (64.70%) selama periode pemberitaan tahun 2013 dari bulan agustus sampai bulan desember.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan selama penelitian, peneliti melihat pada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Saran ini diharapkan dapat menjadi masukan yang positif demi kebaikan bersama. Adapun saran tersebut adalah sebagai berikut :


(32)

5.2.1 Saran Penelitian

Saran penelitian, peneliti menyadari bahawa masih banyak terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Kurangnya sumber refrensi tentang kekerasan terhadap anak baik dari pandangan hukum dan pandangan psikologi dalam mengungkap kekerasan terhadap anak di Harian Medan Pos. Peneliti berharap dapat memberikan hasil yang lebih memuaskan pada penelitian-penelitian berikutnya.

5.2.2. Saran dalam Kaitan Akademis

Melalui penelitian ini, diharapkan mahasiswa khususnya dalam bidang ilmu komunikasi dapat melanjutkan penelitian sejenis dengan sudut pandang yang berbeda dan mendapatkan kesimpulan yang akan memperkaya khasanah penelitian di bidang ilmu komunikasi khususnya penelitian mengenai analisis isi surat kabar.

5.2.3. Saran dalam Kaitan Praktis

Dengan adanya pemberitaan kekerasan terhadap anak yang muncul di Harian Medan Pos seharusnya masyarakat sebagai pembaca sadar akan bahaya kekerasan terhadap anak, anak kemungkinan menarik diri dari pergaulan sosialnya, lebih introvert, dan penyesalan yang mendalam akan nasib yang dialaminya. Keadaan ini akan mempengaruhi kepribadian anak kelak. Pengalaman-pengalaman masa kecilnya adalah pengalaman yang paling berharga dalam hidupnya. Dan pengalaman ini akan dijadikan referensi dalam mengatasi problem-problem hidup ketika mereka dewasa kelak. Anak akan selalu merasa bersalah sehingga memiliki self-concept yang salah. Oleh sebab itu masyarakat dapat ikut berperan serta untuk mengurangi tingkat kekerasan terhadap anak dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.


(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Paradigma Penelitian

2.1.1Perspektif / Paradigma Kajian

Perspektif adalah suatu kerangka konseptual (conceptual framework), suatu perangkat asumsi, nilai, atau gagasan yang mempengaruhi persepsi kita, dan pada gilirannya mempengaruhi cara kita bertindak dalam suatu situasi. Oleh karena itu, tidak ada seorang ilmuan yang berhak mengklaim, bahawa perspektifnya yang benar atau sah, sedangkan perspektif lain salah. Seperti dikemukakan Tucker et al., oleh karena suatu paradigma adalah suatu pandangan dunia dalam memandang segala sesuatu, paradigma mempengaruhi pandangan kita mengenai fenomena, yakni teori. Teori digunakan peneliti untuk menjustifikasi dan memandu penelitian mereka. Mereka juga membandingkan hasil penelitian berdasarkan teori itu untuk lebihjauh mengembangkandan mengaskan teori tersebut. Tingkat perkembangan teoritis suatu bidang akademik merupakan indeks kecanggihan dan kematangan disiplin tersebut. Seraya merujuk kepada Kuhn, Tucker et al. mengatakan bahwa disiplin yang belum matang ditandai dengan persaingan di antara paradigma – paradigma, kurangnya khasanah teori yang terintegerasi, dan pengumpulan fakta yang bersifat acak. Namun pendapat Kuhn mungkin hanya cocok untuk ilmu – ilmu alam dan eksakta. Bagi sebagian ilmu sosial, keistimewaan ilmu sosial, justru keanekaragaman perspektifnya. Objek ilmu – ilmu alam (yang statis, tidak punya kemauan bebas) memang berada dengan objek ilmu sosial, yakni manusia, yang mempunyai jiwa dan kemauan bebas. Persaingan paradigma dalam disiplin komunikasi, misalnya, antara lain disebabkan rumitnya fenomena komunikasi. Frank Dance mengakui, disiplin komunikasi tidak punya grand theories, sejumlah teori parsial, dan banyak teori yang partikularistik, berdasarkan alas an berikut.


(34)

• Sifat komunikasi yang hadir di mana – mana membuat penjelasan menjadi sulit.

• Fakta bahwa komunikasi adalah instrument dan objek studi

• Kekuatan dan pelecehan yang berasal dari perdebatan para digmatik.

• Persaingan antara disiplin – disiplin yang berkaitan.

Dalam bidang keilmuan, sekali lagi, perspektif akan mempengaruhi definisi, model atau teori kita yang pada gilirannya mempengaruhi cara kita melakukan penelitian. Perspektif tersebut menjelaskan asumsi – asumsinya yang spesifik mengenai bagaimana penelitian harus dilakukan dalam bidang yang bersangkutan. Perspektif menentukan apa yang dianggap fenomena yang relevan bagi penelitian dan metode yang sesuai untuk menemukan hubungan di antara fenomena, yang kelak disebut teori.

Oleh karena setiap peneliti memandang bidang ilmunya secara berbeda, ia cenderung menafsirkan fenomena yang sama dengan cara yang berbeda pula. Oleh karena tidak adannya paradigma, model, dan sudut pandang yang diterima secara universal, semua interpretasi yang beraneka ragam dan sering tidak konsisten itu sama – sama absah. Keragaman paradigma berguna karena hal itu memberikan berbagai perspektif mengenai fenomena yang sama. Agar metode itu disebut ilmiah, kita harus dapat memahami apa yang kita lakukan, dan bagaimana kesimpulan yang kita peroleh. Berdasarkan kriteria ini, hamper semua metode bersifat ilmiah bila peneliti dapat mempertahankan pengamatan dan hasilnya secara sistematis dan teratur karena ada kejelasan dari panduan yang ada, antara lain memperhatikan tingkat kepercayaan data dan tafsiran, serta keterbukaan terhadap keritik dari public. Seperti ditegaskan Tucker et al., bila suatu paradigma menjelaskan dan meramalkan suatu fenomena, paradigma itu memperoleh lebih banyak pendukukung. Lebih banyak lagi ilmuan yang mengeksplorasi, memperbaiki dan menyempurnakan paradigma tersebut. Penelitian – penelitian dan laporan – laporan penelitian berdasarkan paradigma tersebut berlipat ganda sementara paradigma – paradigma saingannya memperoleh sedikit perhatian. Lebih banyak orang menerima paradigma yang bersangkutan, dan para penentangnya tersisihkan. Menurut Tucker et al., paradigma tersebut berkembang


(35)

sepanjang terus memungkinkan kita berhasil mengatasi problem kita dan menjelaskan fenomena yang kita teliti (Mulyana, 2004, 18).

Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan bentuk cara pandangnya terhadap dunia. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya: paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisnya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang (Mulyana, 2004:9).

Di dalam buku Semiotika Komunikasi R.Bailey berpendapat bahwa paradigma merupakan jendela mental (mental window) seseorang untung melihat dunia.

Perbedaan antara paradigma penelitian biasa dilihat melalui empat dimensi, yaitu:

1. Epitemologi, yang antara lain menyangkut asumsi mengenai hubungan antara peneliti dan yang diteliti dalam proses untuk memperoleh pengetahuan mengenai objek yang diteliti.

2. Ontologi, yang berkaitan denga asumsi mengenai objek atau realitas sosial yang diteliti.

3. Metodologis, yang berisi asumsi – asumsi mengenai bagaimana cara memperoleh pengetahuan mengenai suatu objek pengetahuan.

4. Aksiologis, yang berkaitan dengan posisi value judgements, etika an pilihan moral peneliti dalam suatu penelitian.

Paradigma dalam pandanga filosofis, memuat pandangan awal yang membedakan, memperjelas dan mempertajam orientasi berfikir seseorang. Dengan demikian paradigma membawa konsekuensi praktis berprilaku, cara berfikir, interpretasi dan kebijakan dalam pemilihan terhadap masalah (Salim, 2000:70).


(36)

2.1.2 Positivisme

Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif di sini sama artinya dengan faktual, yaitu apa yang didasarkan fakta-fakta. Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik, tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik). Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari.

Positivisme lahir sebagai evolusi lanjut dari empirisme. Paham ini meyakini, semesta hadir melalui data empirik sensual tertangkap indra. Ajaran positivist menyatakan, puncak pengetahuan manusia adalah ilmu yang dibangun berdasarkan fakta empirik sensual : teramati, terukur, teruji, terulang dan teramalkan. Dan, karenanya, ia sangat kuantitatif (Vardiansyah, 2008).

Awalnya adalah Auguste Comte (1798-1857), dikenal sebagai bapak sosiologi modern, yang mencetuskan pemikirannya pada abad ke-19. Comte mengurai secara garis besar prinsip-prinsip positivisme yang hingga kini masih digunakan. Menurut Comte, alam pikir manusia berkembang dalam tiga tahap : teologik, metafisik dan positif. Pada jenjang teologik, manusia memandang segala sesuatu didasarkan adanya dewa, roh, atau Tuhan. Pada tahap metafisik, penjelasan fenomena alam didasarkan pada pengertian-pengertian metafisik seperti substansi, bentuk, dan sejenisnya. Pada jenjang positif, manusia mengadakan pencarian pada ilmu absolut yang positif. Inilah akar kata positivisme (Vardiansyah, 2008).

Positivisme lahir dan berkembang sebagai jawaban tegas atas kegagalan filsafat spekulatif. Para penganut positivisme sejak awal memang menolak metode


(37)

spekulasi teoritis yang digunakan untuk merumuskan pengetahuan karena menurut pandangan mereka, cara spekulatif sudah jauh keluar dari maksud pencarian kebenaran yang sebenarnya. Alasan mereka juga, kebenaran pengetahuan harus dapat teruji melalui verifikasi data / realitas yang ada.

Pada tahap awal, para ilmuwan yang bersikukuh memperkenalkan paradigma ini kebanyakan muncul dari kalangan ilmu-ilmu alam yang berkembang pesat pada masa itu. Dengan kata lain, positivisme sendiri sejak perkembangan awalnya merupakan suatu aliran pemikiran filsafat yang secara tegas menyatakan bahwa ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak nilai kognitif dari studi filosofis atau metafisik (Narwaya, 2006). Comte menegaskan, dengan memberi penekanan pada aspek metodologi, positivisme berpendapat bahwa pengetahuan ilmu menganut tiga prinsip utama: empiris-objektif, deduktif-nomologis (jika…,maka…), serta instrumental-bebas nilai. Prinsip ini tidak hanya berlaku pada ilmu-ilmu alam, tapi juga harus berlaku pada ilmu-ilmu sosial. Implikasinya terurai sebagai berikut.

1. Prosedur metodologis ilmu-ilmu alam dapat langsung diterapkan pada ilmu-ilmu sosial. Sebagaimana pada ilmu-ilmu yang objeknya benda alam, subjektivitas manusia tidak boleh mengganggu observasi atas tindakan sosial. Artinya, objek ilmu sosial disejajarkan dengan objek ilmu-ilmu alam.

2. Seperti dalam ilmu-ilmu alam, hasil riset ilmu-ilmu sosial dirumuskan dalam bentuk hukum-hukum yang universal, berlaku kapan pun dan dimana pun, yang dalam bahasa filsafat ilmu disebut nomothetik.

3. Ilmu-ilmu sosial harus bersifat teknis, menyediakan pengetahuan yang instrumental murni, tidak memihak. Pengetahuan harus dapat dipakai untuk keperluan apa saja, sehingga tidak bersifat etis. Dengan kata lain, sebagaimana ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu sosial harus bebas nilai dan tidak berpihak. Ilmu adalah untuk ilmu (Vardiansyah, 2008).


(38)

2.2 Kajian Pustaka 2.2.1. Komunikasi

Komunikasi terjadi sejak manusia hidup lebih dari seorang karena komunikasi merupakan sarana interaksi manusia. Tidak mungkin ada interaksi tanpa komunikasi, baik dengan cara sederhana maupun dengan sarana canggih, bahkan kelompok hewan juga berkomunikasi dengan sesamanya menggunakan bahasa yang mereka mengerti. Sebagai contoh di masa lalu, suku Indian memakai asap sebagai saran komunikasi jarak jauh, sedangkan beberapa suku di berbagai belahan dunia meniru suara yang ada di sekitarnya, seperti suara burung untuk memberi tanda tentang sesuatu. Sistem komunikasi seperti itu sering dikatakan sebagai bahasa isyarat (Mondry, 2008: 1).

Istilah komunikasi (communication) berasal dari kata: common, yang berarti “sama”, dengan maksud sama makna, sehingga secara sederhana dapat dikatakan bahwa komunikasi merupakan proses menyamakan persepsi, pikiran dan rasa antara komunikator dengan komunikan (Mondry, 2008:1).Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi (Cangara, 2006:1).

Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication) bahwa:

“Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu” (Cangara, 2006:18-19).


(39)

Seperti pendapat Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika dalam (Cangara, 2006:19) yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa: Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

Dalam suatu komunikasi harus ada unsur komunikasi di dalam nya. Supaya proses komunikasi berlangsung baik, setiap unsur harus berperan dengan baik. Salah satu saja dari unsur komunikasi tersebut tidak berjalan dengan baik, tentu komunikasi tersebut akan terganggu. Unsur-unsur komunikasi tersebut adalah (Cangara 1998: 22-27) :

a. Sumber

Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Sumber sering disebut pengirim, komunikator, atau source, sender, atau encoder.

b. Pesan

Pesan (message, content, atau information) yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan melalui tatap muka atau melalui media komunikasi.

c. Media

Media yang dimaksud disini adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Dalam komunikasi antarpribadi pancaindra dianggap sebagai media komunikasi. Selain pancaindra manusia, telepon, surat, telegram juga digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi. Dalam komunikasi massa media komunikasi dapat dibedakan kedalam dua macam, yakni media cetak dan media media elektronik. Media cetak bisa berupa surat kabar, majalah, buku, leaflet, brosur, stiker, buletin, hand out, poster, spanduk, dan sebagainya. Sementara media elektronik dapat berupa radio, film, televisi, video recording, komputer, dan sebagainya.


(40)

d. Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai, atau negara. Penerima biasa disebut dalam berbagai istilah seperti khalayak, sasaran, komunikan, audience atau reciever. e. Pengaruh

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku seseorang.oleh karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerima pesan.

f. Tanggapan balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima.

g. Lingkungan

Lingkungan atau sesuatu ialah faktor-faktor tertentu yang dapat memengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.

Komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen komunikasi (Cangara, 2006:21).


(41)

Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemen yang mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa terciptanya proses komunikasi, cukup didukung oleh tiga unsur, sementara ada juga yang menambahkan umpan balik dan lingkungan selain kelima unsur yang telah disebutkan (Cangara, 2006:21).

1. Fungsi Komunikasi

Menurut Verderber (1978) dalam (Mondry, 2008:9) mengemukakan:

“Komunikasi itu memiliki dua fungsi; meliputi fungsi sosial dan pengambilan keputusan. Fungsi sosial bertujuan untuk kesenangan, menunjukkan ikatan, membangun dan memelihara hubungan dengan orang lain. Pengambilan keputusan adalah berupa memutuskan melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu, misalnya apakah dirinya harus kuliah atau bekerja di pagi ini, bagaimana mempersiapkan diri menghadapi ujian di kampus atau tes promosi pekerjaan dikantor. Keputusan yang diambil seseorang sebagian ditetapkannya sendiri, sebagian lagi diputuskan setelah orang itu berkonsultasi/ membicarakannya dengan orang lain”

Menurut Zimmerman (1978) dalam (Mondry, 2008:10) membagi komunikasi menjadi empat fungsi yang tidak saling meniadakan, meliputi komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual dan komunikasi instrumental. Fungsi komunikasi menurut (Effendy, 2003:55) adalah menginformasikan (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertaint) dan mempengaruhi (to influence).

William I. Gorden (dalam Deddy Mulyana, 2005:5-30) mengkategorikan fungsi komunikasi menjadi empat, yaitu:


(42)

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan hubungan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, desa, ..., negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.

a. Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Anda mencintai diri anda bila anda telah dicintai; anda berpikir anda cerdas bila orang-orang sekitar anda menganggap anda cerdas; anda merasa tampan atau cantik bila orang-orang sekitar anda juga mengatakan demikian. George Herbert Mead (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengistilahkan significant others (orang lain yang sangat penting) untuk orang-orang disekitar kita yang mempunyai peranan penting dalam membentuk konsep diri kita. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua kita, saudara-saudara kita, dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Richard Dewey dan W.J. Humber (1966) menamai affective others, untuk orang lain yang dengan mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah, secara perlahan-lahan kita membentuk konsep diri kita. Selain itu, terdapat apa yang disebut dengan reference group (kelompok rujukan) yaitu kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Dengan melihat ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya. Kalau anda memilih kelompok rujukan anda Ikatan Dokter Indonesia, anda menjadikan norma-norma dalam Ikatan ini sebagai ukuran perilaku anda. Anda juga meras diri sebagai bagian dari kelompok ini, lengkap dengan sifat-sifat doketer menurut persepsi anda.


(43)

b. Pernyataan eksistensi diri. Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi pernyataan eksistensi diri. Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri terlihat jelas misalnya pada penanya dalam sebuah seminar. Meskipun mereka sudah diperingatkan moderator untuk berbicara singkat dan langsung ke pokok masalah, penanya atau komentator itu sering berbicara panjang lebarm mengkuliahi hadirin, dengan argumen-argumen yang terkadang tidak relevan.

c. Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh kebahagiaan. Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memnuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Para psikolog berpendapat, kebutuhan utama kita sebagai manusia, dan untuk menjadi manusia yang sehat secara rohaniah, adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain. Abraham Moslow menyebutkan bahwa manusia punya lima kebutuhan dasar: kebutuhan fisiologis, keamanan, kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Kebutuhan yang lebih dasar harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebuthan yang lebih tinggi diupayakan. Kita mungkin sudah mampu kebuthan fisiologis dan keamanan untuk bertahan hidup. Kini kita ingin memenuhi kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri. Kebutuhan ketiga dan keempat khususnya meliputi keinginan untuk memperoleh rasa lewat rasa memiliki dan dimiliki, pergaulan, rasa diterima, memberi dan menerima persahabatan. Komunikasi akan sangat dibutuhkan untuk memperoleh dan memberi informasi yang dibutuhkan, untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain, mempertimbangkan solusi alternatif atas masalah kemudian mengambil keputusan, dan tujuan-tujuan sosial serta hiburan.


(44)

2. Sebagai komunikasi ekspresif

Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun bisa disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku nonverbal. Seorang ibu menunjukkan kasih sayangnya dengan membelai kepala anaknya. Orang dapat menyalurkan kemarahannya dengan mengumpat, mengepalkan tangan seraya melototkan matanya, mahasiswa memprotes kebijakan penguasa negara atau penguasa kampus dengan melakukan demontrasi.

3. Sebagai komunikasi ritual

Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebagarites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, dan lain-lain. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara wisuda, perayaan lebaran (Idul Fitri) atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa. Negara, ideologi, atau agama mereka.

4. Sebagai komunikasi instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan, dan juga menghibur. Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunika membuat kita peka terhadap


(45)

berbagai strategi yang dapat kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama.

Komunikasi berfungsi sebagi instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian, menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan material, ekonomi, dan politik, yang antara lain dapat diraih dengan pengelolaan kesan (impression management), yakni taktik-taktik verbal dan nonverbal, seperti berbicara sopan, mengobral janji, mengenakankan pakaian necis, dan sebagainya yang pada dasarnya untuk menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti yang kita inginkan.

Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian komunikasi, misalnya keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing ataupun keahlian menulis. Kedua tujuan itu (jangka pendek dan panjang) tentu saja saling berkaitan dalam arti bahwa pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa keberhasilan dalam karier, misalnya untuk memperoleh jabatan, kekuasaan, penghormatan sosial, dan kekayaan.

Berkenaan dengan fungsi komunikasi ini, terdapat beberapa pendapat dari para ilmuwan yang bila dicermati saling melengkapi. Misal pendapat Onong Effendy (1994), ia berpendapat fungsi komunikasi adalah menyampaikan informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Sedangkan Harold D Lasswell (dalam Nurudin, 2004 dan Effendy, 1994:27) memaparkan fungsi komunikasi sebagai berikut:

1. Penjajagan/pengawasan lingkungan (surveillance of the information) yakni penyingkapan ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai masyarakat.

2. Menghubungkan bagian-bagian yang terpisahkan dari masyarakat untuk menanggapi lingkungannya .


(46)

3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya.

2. Tujuan Komunikasi

Manusia berkomunikasi untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, membangun kontak sosial dengan orang-orang di sekitarnya, juga untuk memengaruhi orang lain, untuk merasa, berpikir atau berperilaku seperti yang diinginkan. Akan tetapi, secara individu, tujuan seseorang berkomunikasi adalah guna mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis dirinya (Mondry, 2008:9).

Dalam berkomunikasi, tidak hanya untuk memahami dan mengerti satu dengan yang lainnya tetapi juga memiliki tujuan dalam berkomunikasi. Pada umumnya komunikasi mempunyai beberapa tujuan antara lain (Effendy, 1992:8) :

a. Untuk mengubah sikap (to change attitude), yakni memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan mengubah sikapnya. Misalnya, memberikan informasi mengenai bahaya narkoba pada masyarakat dan remaja khususnya dengan tujuan agar masyarakat dan remaja menjadi tahu bahaya narkoba.

b. Untuk mengubah opini (to change the opinion), yakni memberikan berbagai informasi kepada mayarakat agar masyarakat mau mengubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi yang disampaikan, misalnya informasi mengenai pemilu.

c. Untuk mengubah perilaku (to change the behavior), yaitu memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan mengubah perilakunya. Misalnya informasi yang diberikan oleh Pihak Kepolisian kepada masyarakat pengguna sepeda motor agar selalu menggunakan helm selama berkendara untuk keselamatan pengguna itu sendiri.

d. Untuk mengubah masyarakat (to change the society), yaitu memberikan berbagai informasi kepada masyarakat, yang pada akhirnya bertujuan agar


(47)

masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi yang disampaikan.

2.2.2. Komunikasi Massa

Pengertian komunikasi massa, merujuk kepada pendapat Tan dan Wright dalam Liliweri 1991, merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu (Ardianto, 2004:3). Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop (Effendy, 2003:79).

Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa). Massa dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa. Massa di sini menunjuk kepada khalayak, audience, penonton, pemirsa atau pembaca. Beberapa istilah ini berkaitan dengan media massa (Nurudin, 2004:2-3).

Meskipun berbeda-beda, ternyata komunikasi massa memiliki kesamaan, walau terdapat perbedaan antara ahli psikologi sosial dengan ahli komunikasi dalam masalah komunikasi tersebut. Ahli psikologi sosial mengatakan, komunikasi massa tidak selalu dengan menggunakan media massa. Berpidato di lapangan yang disaksikan banyak orang, asal dapat menunjukkan perilaku massa (mass behaviour), sudah dapat dikatakan komunikasi massa. Namun, ahli komunikasi juga berpendapat bahwa komunikasi massa (mass communication) merupakan komunikasi melalui media massa (cetak dan atau elektronik).

Jelasnya, komunikasi massa bagi ahli komunikasi merupakan singkatan dari komunikasi media massa (mass media communication) (Mondry, 2008:13).


(48)

“Ketika menjelaskan pendapat Harold Lasswell tentang fungsi komunikasi massa, Severin dan kawan-kawannya mengatakan begini; Harold Lasswell adalah seorang pakar komunikasi, dan sebagai seorang profesor hukum di Universitas Yale telah menunjukkan adanya tiga fungsi komunikasi massa yaitu, pertama adalah fungsi pengawasan lingkungan; yang kedua adalah fungsi korelasi atau hubungan berbagai bagian di dalam masyarakat dalam menanggapi lingkungannya; sedangkan ketiga adalah fungsi transmisi/pewarisan-pewarisan sosial dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Sementara itu, Charles R. Wright menambahkan satu lagi fungsi komunikasi massa yaitu fungsi hiburan (entertainment) (Fajar, 2009: 238)”.

Seperti pendapat Devito yang dikutip oleh Marhaeni Fajar, mengatakan popularitas dan pengaruh yang merasuk dari media massa hanya dapat dipertahankan apabila mereka menjalankan beragam fungsi pokok. Enam di antara fungsi yang paling penting yang dibahasnya adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Menghibur

Devito menyebutkan, bahwa media mendesain program-program mereka untuk menghibur khalayak. Tentu saja, sebenarnya mereka memberi hiburan untuk mendapatkan perhatian dari khalayak sebanyak mungkin sehingga mereka dapat menjual hal ini kepada para pengiklan. Inilah sebab utamanya adanya komunikasi massa.

2. Fungsi Meyakinkan

Meskipun fungsi media yang paling jelas adalah menghibur, namun fungsinya yang terpenting adalah meyakinkan (to persuade). Persuasi dapat datang dalam banyak bentuk, misalnya: a) Mengukuhkan atau memperkuat sikap kepercayaan atau nilai seseorang, b) mengubah sikap, kepercayaan atau nilai seseorang; c) Menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu, dan d) Memperkenalkan etika atau menawarkan sistem nilai tertentu


(49)

3. Menginformasikan

Menurut Devito, sebagian besar informasi, kita dapatkan bukan dari sekolah, melainkan dari media. Kita belajar musik, politik, seni, film, sosiologi, psikologi, ekonomi dan masih banyak lagi subjek lainnyadari media.

4. Menganugerahkan Status

Daftar seratus orang terpenting di dunia bagi kita hampir boleh dipastikan berisi nama-nama orang yang banyak dimuat dalam media. Tanpa pemuatan orang-orang tersebut tentulah tidak penting, setidak-tidaknya di mata masyarakat. Paul Lazarsfeld dan Robert Merton, dalam karya mereka yang berpengaruh “Mass Communication, Popular Taste, and Organized Social Action” (1951), mengatakan;

“jika Anda benar-benar penting, Anda akan menjadi pusat perhatian massa dan jika Anda menjadi pusat perhatian massa, berarti Anda memang penting”. Sebaliknya tentu saja, jika Anda tidak mendapatkan perhatian massa, maka Anda tidak penting.

5. Fungsi Membius

Salah satu fungsi media yang paling menarik dan paling banyak dilupakan adalah fungsi membiusnya (narcotizing). Ini berarti bahwa apabila media menyajikan informasi tentang sesuatu, penerima percaya bahwa tindakan tertentu telah diambil.

6. Menciptakan Rasa Kebersatuan

Salah satu fungsi komunikasi massa yang tidak banyak orang menyadarinya adalah kemampuannya membuat kita merasa menjadi anggota suatu kelompok bayangkanlah seorang pemirsa televisi yang sedang sendirian, duduk dikamarnya menyaksikan televisi sambil menikmati makan malam. Program-program televisi membuat orang


(50)

yang kesepian ini merasa menjadi anggota sebuah kelompok yang lebih besar (Fajar, 2009: 238-243).

Banyak pakar yang mengemukakan tentang sejumlah fungsi komunikasi, kendati dalam setiap item fungsi terdapat persamaan dan perbedaan. Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick (dalam Ardianto, 2004:15) terdiri dari surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan), transmission of values (penyebaran nilai) dan entertainment (hiburan).

Komunikasi massa berfungsi untuk menyebarluaskan informasi, meratakan pendidikan, merangsang pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan kegembiraan dalam hidup seseorang. Selaku ketua komisi masalah-masalah\ komunikasi UNESCO (1980), Sean MacBride mengemukakan bahwa komunikasi tidak bisa diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi juga sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai pertukaran data, fakta, dan ide. Karena itu komunikasi massa dapat berfungsi untuk:

1. Informasi 2. Sosialisasi 3. Motivasi 4. Bahan diskusi 5. Pendidikan

6. Memajukan kebudayaan 7. Hiburan


(51)

2.2.3. Surat Kabar

1. Pengertian Surat Kabar

Secara etimologis, surat kabar atau koran berasal dari bahasa Inggris “newspaper” dan bahasa Belanda “courante” yang dipinjam pula oleh orang Belanda dari bahasa Perancis “courant”. Surat kabar terdiri dari dua kata “surat dan kabar”. Pengertian surat adalah kertas yang ditulis yang mempunyai isi tertentu serta ditujukan kepada pihak tertentu dan kata kabar diketahui berasal dari bahasa Arab “khabar” yang berarti berita.( Drs. Yanuar Abdullah, 1992 : 12.)

“Surat kabar ialah pemberitaan tercetak yang diterbitkan dan dijual secara tetap”. Chusaeri, dalam bukunya berjudul Riwayat Persuratkabaran, mencoba memberi pengertian surat kabar.(Chusaeri, 1979 : 4.)

Menurut Vander Hout bahwa surat kabar tidak membeda-bedakan golongan atau kebangsaan. Surat kabar mempunyai pengaruh besar terhadap para pembacanya dan karena itu surat kabar mirip dengan “warung pengetahuan”. Jelas disini surat kabar bukan hanya sebagai alat penghubung tetapi juga sebagai alat pendidikan dan alat kontrol sosial, karena pemberitaannya meliputi segala aspek kemasyarakatan. Selain itu, surat kabar juga sebagai penyambung lidah rakyat, pelaksana kehendak rakyat yang memberikan penerangan dan pendidikan kepada rakyat. Menurut Mr. Sumanang, bahwa surat kabar bukan sekedar memberikan informasi juga membuat pikiran-pikiran, pandangan-pandangan dan pendapatpendapat orang.

Uraian di atas sangat sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Teguh Meinanda bahwa :

“Surat kabar adalah alat atau media cetak yang mempunyai peranan sebagai penghubung bathiniah dan santapan rohaniah sebagai bekal pengetahuan manusia. Selain itu surat kabar berfungsi sebagai alat kontrol sosial yang memberikan penerangan kepada masyarakat, serta mendidiknya untuk kehidupan di kemudian hari”.( Teguh Meinanda, 1981: 44).


(52)

2. Fungsi Surat Kabar

Wilbur Schramm, seorang ahli komunikasi ternama, pernah mengemukakan pendapatnya bahwa fungsi surat kabar telah mempercepat kemajuan pembangunan suatu negara, surat kabar juga dapat memberikan ide, gagasan, pandangan-pandangan, mengajak berpartisipasi dan mengangkat harkat dan martabat manusia. Lebih lanjut Wilbur Schramm mengatakan fungsi media massa untuk negara berkembang yang semula hanya pemberi informasi, kini telah bertambah fungsi baru media massa terutama surat kabar dalam hal, perubahan sosial, mempercepat perkembangan keadaan, menampung pendapat dan memberikan kesempatan mengeluarkan pendapat serta pendidikan dan hiburan. Teguh Meinanda dalam bukunya berjudul, Pengantar Ilmu Komunikasi, mengemukakan lima fungsi surat kabar : (Teguh Meinanda, 1981 : 45-46)

a. Publishing The News

Merupakan fungsi utama dari surat kabar. Disini berita harus dilaporkan secara lengkap dan benar untuk memberi kepuasan kepada para pembacanya. Namun demikian ada surat kabar yang menyiarkan hanya sebahagian dari beritanya. Hal ini karena policy dari staf redaksinya, mungkin untuk menghindari adanya hal-hal yang tidak diinginkan. Karena itu, suatu pemberitaan harus dilaporkan secara teliti dan disiarkan dengan fair.

b. Commenting On The News

Disini si pembaca mungkin menemukan maksud dari suatu berita untuk memberikan komentarnya. Misalnya melalui editorial, tajuk rencana, dan lain-lain.

c. Entertaining Readers

Banyak hasil-hasil penelitian yang menyatakan bahwa artikel-artikel dalam surat kabar mempunyai audience yang cukup banyak, karena artikel-artikel ini dapat memberikan hiburan kepada para pembacanya. Dengan demikian fungsi surat kabar disini adalah memberikan hiburan kepada para pembacanya.


(53)

Fungsi ini dapat membantu si pembaca untuk mengetahui tentang sesuatu. Misalnya mengenai resep makanan.

e. Publishing Advertising

Melalui fungsi ini dapat dipertemukan antara penawar dengan si pembeli suatu barang atau jasa. Selain itu merupakan support bagi penerbitan surat kabar. Untuk itu disini harus diciptakan pedoman AIDDA, yaitu : Attention, Interest, Desire, Decision dan Action.

3. Bentuk Surat Kabar

Prof. Albert F. Henning membagi surat kabar menjadi empat bentuk : (Teguh Meinanda, 1981 : 49)

a. Surat kabar umum

Meliputi surat kabar yang terbit tiap hari dan biasanya menurut berita-berita yang bermanfaat dari kejadian-kejadian yang terjadi di tempat atau daerah dimana surat kabar itu terbit, dan penyajiannya dipandang aktual, penting, menarik bagi pembaca daerah tersebut.

b. Surat kabar yang memuat berita khusus.

Surat kabar ini ditujukan kepada publik tertentu atau publik khusus. Misalnya tentang berita ekonomi, agama dan lain-lain.

c. Surat kabar yang terbit satu kali seminggu, dua kali seminggu dan seterusnya. Surat kabar semacam ini biasanya hanya memuat berita-berita/ peneranganpenerangan seperti kebudayaan, mode dan lain-lain.

d. Surat kabar kecil (Tabloides)

Biasanya bersifat sensasional, berita-berita yang dimuatnya bersifat emosional dan menghebohkan.


(54)

4. Ciri Surat Kabar

Ciri media yang dipergunakan dalam rangka kegiatan jurnalistik amat berpengaruh kepada komponen-komponen proses komunikasi lainnya, jurnalistik surat kabar berbeda dengan jurnalistik majalah, berbeda pula dengan jurnalistik radio dan jurnalistik televisi meskipun dalam hal-hal tertentu ada kesamaannya. Karena yang bobotnya dibicarakan disini adalah surat kabar, maka yang akan dibahas adalah media tersebut.

Adapun ciri surat kabar menurut Prof. Onong Uchjana Effendy, MA., sebagai berikut : (Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, MA., 1993, : 154-155.) a. Publisitas

Pengertian publisitas adalah bahwa surat kabar diperuntukkan umum, karenanya berita, tajuk rencana, artikel dan lain-lain harus menyangkut kepentingan umum. Mungkin saja ada instansi atau organisasi, misalnya sebuah universitas yang menerbitkannya secara berkala dalam bentuk dan dengan kualitas kertas seperti harian umum, tetapi penerbitan tersebut tidak berpredikat surat kabar atau pers sebab diperuntukkan khusus bagi civitas akademika universitas tersebut.

b. Universalitas

Universalitas sebagai ciri lain dari surat kabar menunjukkan bahwa surat kabar harus memuat aneka berita mengenai kejadian-kejadian di seluruh dunia dan tentang segala aspek kehidupan manusia. Untuk memenuhi ciri-ciri inilah maka surat kabar besar melengkapi dirinya dengan wartawan-wartawan khusus mengenai bidang tertentu, menempatkan koresponden di kota-kota penting, baik di dalam negeri untuk meliput berita-berita nasional maupun diluar negeri guna meliput berita-berita internasional. Untuk itu ada wartawan olahraga, wartawan politik, wartawan ekonomi, wartawan kriminalitas, wartawan perang dan lain-lain. c. Aktualitas

Yang dimaksud dengan aktualitas ialah kecepatan penyampaian laporan mengenai kejadian di masyarakat kepada khalayak. Aktualitas adalah terjemahan dari bahasa Belanda, actualiteit. Bagi surat kabar, aktualitas ini merupakan faktor


(55)

yang amat penting karena menyangkut persaingan dengan surat kabar lain dan berhubungan dengan nama baik surat kabar yang bersangkutan.

d. Periodisitas

Yang berarti suatu penerbitan disebut surat kabar jika terbitnya secara periodik, teratur. Tidak menjadi soal apakah terbitnya itu sehari sekali, seminggu sekali, sehari dua kali atau tiga kali seperti di negara-negara yang sudah maju, syaratnya ialah harus teratur.

5. Sifat Surat Kabar

Dibandingkan dengan media elektronik yang menyiarkan pemberitaan seperti radio dan televisi, ditinjau dari ilmu komuniksi sifat surat kabar adalah sebagai berikut : (Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, MA., 1993, : 155-156) 1. Terekam

Ini berarti bahwa berita-berita yang disiarkan oleh surat kabar tersusun dalam alinea, kalimat dan kata-kata yang terdiri atas huruf-huruf yang dicetak pada kertas. Dengan demikian, setiap peristiwa atau hal yang diberitakan terekam sedemikian rupa sehingga dapat dibaca setiap saat dan dapat diulang kaji, bisa dijadikan dokumentasi dan bisa dipakai sebagai bukti untuk keperluan tertentu. 2. Menimbulkan perangkat mental secara aktif

Berita surat kabar yang dikomunikasikan kepada khalayak menggunakan bahasa dengan huruf yang tercetak ”mati” di atas kertas, maka untuk dapat mengerti maknanya pembaca harus menggunakan perangkat mentalnya secara aktif. Kenyataan tersebut berbeda dengan proses penyiaran berita radio dan televisi dimana setiap berita dibacakan oleh penyiar dan para pendengar serta pemirsa tinggal menangkapnya saja dengan perangkat mental yang pasif. Lebih-lebih lagi berita radio dapat didengarkan oleh pendengar sambil makan, sambil mandi, sambil bekerja bahkan sambil mengemudikan mobil. Karena berita surat kabar menyebabkan pembaca harus menggunakan perangkat mentalnya secara aktif, maka wartawan yang menyusunnya harus menggunakan bahasa yang umum dan lazim sehingga para pembaca mudah mencernakannya. Hal ini erat kaitannya dengan sifat khalayak surat kabar yang heterogen, yang tingkat pendidikannya


(56)

tidak sama dan mayoritas dari mereka rata-rata berpendidikan rendah sampai menengah.

2.2.4. Berita

1. Pengertian Berita

Secara sosiologis, berita adalah semua hal yang terjadi di dunia. Dalam gambaran yang sederhana, seperti dilukiskan dengan baik oleh para pakar jurnalistik, berita adalah apa yang ditulis surat kabar, apa yang disiarkan radio, dan apa yang ditayangkan televisi. Berita menampilkan fakta, tetapi tidak setiap fakta merupakan berita. Berita biasanya menyangkut orang-orang, tetapi tidak setiap orang bisa dijadikan berita. Berita merupakan sejumlah peristiwa yang terjadi di dunia, tetapi hanya sebagian kecil saja yang dilaporkan.

Banyak orang mendefinisikan berita sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa belum ada definisi berita secara universal. Untuk memperkuat penyajian atas peristiwa apa yang sedang kita pantau dan bagaimana menyajikannya, reporter pencari berita harus mempunyai definisi sendiri mengenai lingkup pekerjaannya.

Dalam buku Here’s the News yang dihimpun oleh Paul De Maeseneer, berita didefinisikan sebagai informasi baru tentang kejadian yang baru, penting, dan bermakna (signifikan), yang berpengaruh pada para pendengarnya serta relevan dan layak dinikmati oleh mereka. Definisi berita tersebut mengandung unsur-unsur yang :

a. Baru dan penting,

b. Bermakna dan berpengaruh, c. Menyangkut hidup orang banyak, d. Relevan dan menarik.

Definisi lain dari berita, menurut Doug Newson dan James A. Wollert dalam Media Writing : News for the Mass Media (1985:11) mengemukakan


(57)

dalam definisi sederhana, berita adalah apa saja yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh masyarakat (dalam Sumadiria, 2005:64). Dengan melaporkan berita, media massa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai apa yang mereka butuhkan.

Batasan-batasan yang diberikan oleh tokoh-tokoh lain mengenai berita, yang dikutip Assegaff, 1983 (dalam Mondry, 2008:132-133) antara lain sebagai berikut :

a. M. Lyle Spencer, dalam buku News Writing menyebutkan, berita merupakan kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian sebagian besar pembaca.

b. Williard C. Bleyer, dalam buku Newspaper Writing and Editing mengemukakan, berita adalah sesuatu yang termasa yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar karena dia dapat menarik minat atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar, atau karena dia dapat menarik para pembaca untuk membaca berita tersebut.

c. William S. Maulsby dalam buku Getting in News menulis, berita dapat didefinisikan sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang menarik perhatian para pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut.

d. Eric C. Hepwood menulis, berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting dan dapat menarik perhatian umum.

Setelah merujuk kepada beberapa definisi diatas, meskipun berbeda-beda namun terdapat persamaan yang mengikat pada berita, meliputi : menarik perhatian, luar biasa dan termasa (baru). Karena itu, bisa disimpulkan bahwa berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media online internet (Sumadiria, 2005:65).


(58)

Dengan kata lain, berita bukan hanya menunjuk pada pers atau media massa dalam arti sempit dan tradisional, melainkan juga pada radio, televisi, film, dan internet atau media massa dalam arti luas dan modern. Berita pada awalnya, memang hanya milik surat kabar. Tetapi sekarang, berita juga telah menjadi ‘darah-daging’ radio, televisi dan internet. Tak ada media tanpa berita, sebagaimana halnya tak ada berita tanpa media. Berita telah tampil sebagai kebutuhan dasar (basic need) masyarakat modern di seluruh dunia.

Berita dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu berita berat (Hard News) dan berita ringan (Soft News). Selain itu, berita juga dapat dibedakan menurut lokasi peristiwanya, di tempat terbuka atau di tempat tertutup. Sedangkan berdasarkan sifatnya, berita bisa dipilah menjadi berita diduga dan berita tak diduga. Selebihnya, berita juga bisa dilihat menurut materi isinya yang beraneka macam.

Berita berat, sesuai dengan namanya, menunjuk pada peristiwa yang mengguncangkan dan menyita perhatian seperti kebakaran, genpa bumi, kerusuhan. Sedangkan berita ringan, menunjukkan pada peristiwa yang lebih bertumpu pada unsur-unsur ketertarikan manusiawi, seperti pesta pernikahan bintang film atau seminar sehari tentang perilaku seks bebas di kalangan remaja.

Berdasarkan sifatnya, berita terbagi atas berita diduga dan berita tak terduga. Berita diduga adalah peristiwa yang direncanakan atau sudah diketahui sebelumnya, seperti lokakarya, pemilihan umum, peringatan hari-hari bersejarah. Proses penanganan berita yang sifatnya diduga disebut Making News. Artinya kita berupaya untuk menciptakan dan merekayasa berita. Proses penciptaan atau perekayasaan berita itu dilakukan melalui tahapan perencanaan di ruang rapat redaksi, diusulkan dalam rapat proyeksi, dikonsultasikan dengan pemimpin redaksi, dilanjutkan dengan observasi, serta ditegaskan dalam interaksi dan konfirmasi dilapangan. Semuanya melalui prosedur manajemen peliputan yang baku, jelas, terstruktur dan terukur. Orang yang meliputnya disebut sebagai reporter (pelapor).


(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadlirat Allah SWT. karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik - baiknya. Penelitian skripsi ini berjudul “Media dan Kekerasan Terhadap Anak (Analisis Isi Berita Kekerasan Terhadap Anak dalam Harian Medan Pos)”, merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan program sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih peneliti ucapkan kepada kedua orang tua. Mahyuddin Siregar, ayah yang mengajarkan dan membimbing peneliti akan pentingnya pendidikan dan juga kepada ibu Saidah Nasution yang selalu memberikan kasih sayang tanpa hentinya. Peneliti juga mengucapkan Terima Kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Drs. Badaruddin, M.Si selaku Dekan FISIP Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, dan Ibu Dra. Dayana, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

3. Kak Emilia Ramadhani, MA, selaku dosen pembimbing yang tak hanya membimbing peneliti selama mengerjakan skripsi, tetapi juga dengan kesabaran yang tulus menunggu skripsi peneliti yang lama selesainya. 4. Kepada Ketua LDIK, Kak Jovita Sabarina Sitepu, M.Si. beserta, Kak

Farida Hanim, Kak Puan Munzaimah Masril.

5. Seluruh sahabat peneliti, Firman Frans Silalahi, Perdana Tua S, Angga Tinova, Inggit, Iqbal Damanik, Aldino Agusta dan Kakek sanjaya, David


(2)

binsar Aritonang dan sahabat peneliti yang banyak memberi bantuan, motivasi dan semangat Natasia br Simangunsong.

Akhir kata peneliti panjatkan doa kepada Allah SWT atas segala kekuatan dan kemudahan yang telah diberikan. Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi agar pendidikan di Indonesia lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, April 2014 Peneliti


(3)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Anggi Azhari Siregar

NIM : 070904067

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : Media dan Kekerasan Terhadap Anak

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non-ekslusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Media dan Kekerasan Terhadap Anak (Analisis Isi Berita Kekerasan Terhadap Anak dalam Harian Medan Pos)

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan,

mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.


(4)

Dibuat di : ... Pada Tanggal : ...

Yang Menyatakan


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR ORISINAL

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

LEMBAR PUBLIKASI... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah... 1

1.2 Fokus Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Pnelitian... 5

1.3.1 Tujuan Penelitian... 5

1.3.2 Manfaat Penelitian... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma... 6

2.1.1 Paradigma kajian... 6

2.1.2 Positivisme... 9

2.2 Kajian Pustaka... 11

2.2.1 Komunikasi... 11

2.2.2 Komunikasi Massa... 20

2.2.3 Surat Kabar... 24

2.2.4 Berita... 29

2.2.5 Analisis Isi... 39

2.2.5.1 Unit Analisis Isi... 41

2.2.5.2 Definisi Operasional... 41


(6)

2.2.6 Kekerasan Terhadap Anak... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Objek Penelitian... 57

3.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan... 57

3.2 Metodologi Penelitian... 69

3.2.1 Populasi dan Sampel... 70

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 71

3.4 Teknik Analisis Data... 57

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Analisis Data... 75

4.1.1 Tema Berita... 75

4.1.2 Dramatisasi... 76

4.1.3 Kesesuaian Judul dan Isi... 77

4.1.4 Cek dan Ricek... 77

4.1.5 Cover Both Side... 78

4.1.6 Faktualitas... 80

BAB V KESIMPULAN & SARAN 5.1 Kesimpulan... 81

5.2 Saran... 81

5.2.1 Saran Penelitian... 82

5.2.2 Saran Dalam Kaitan Akademis... 82

5.2.3 Saran Dalam Kaitan Praktis... 82

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN