Ekologi Spektroskopi Infra Merah

Apabila bakteri dipindah ke media baru maka bakteri tidak langsung tumbuh melainkan beradaptasi terlebih dahulu. Pada fase awal terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan. Fase pertumbuhan adaptasi dicapai pada 0 – 24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung hanya beberapa jam saja. Fase pertumbuhan eksponensial dicapai antara 1 – 15 hari . Pada fase ini bakteri mengeluarkan enzim ekstraselulerpolimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa. Fase ini sangat menentukan kecepatan suatu strain Acetobacter xylinum dalam membentuk nata. Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi berkurang, dan terjadi racun yang menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah tua. Pada fase ini pertumbuhan sel tidak stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak dibandingkan jumlah sel mati. Fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh dan yang mati. Matriks nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. Fase menuju kematian terjadi akibat nutrient dalam media sudah hampir habis. Setelah nutrisi habis, maka bakteri akan mengalami fase kematian. Pada fase kematian sel dengan cepat mati dan bakteri dari fase ini tidak baik digunakan untuk strain pembentuk nata.

2.5.4 Ekologi

Faktor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan adalah nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media temperatur dan oksigen. Senyawa yang dibutuhkan dalam fermentasi nata berasal dari monosakarida dan disakarida. Sumber karbon yang paling banyak digunakan adalah gula. Sumber nitrogen yang dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum dapat berasal dari nitrogen organik seperti protein dan ekstrak yeast, maupun nitrogen anorganik seperti amonium posphat, urea dan amonium sulfat. Suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum pada suhu 28 – 31 o C. Universitas Sumatera Utara Sel-sel mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk prekusor pada membran sel, dan keluar bersama-sama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa diluar sel. Prekusor dari polisakarida tersebut adalah GDP –glukosa. Pembentukan prekusor dibantu oleh katalisator Ca 2+ , Mg 2+. Prekusor ini kemudian mengalami polimerisasi dan berikatan dengan aseptor membentuk selulosa. Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen, melalui proses terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa .

2.5.5 Spektroskopi Infra Merah

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans atau absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Salah satu alat spektrofotometer adalah spektroskopi infra merah. Suatu molekul memiliki bermacam-macam tingkat energi. Ikatan dalam suatu molekul dapat terulur atau tertekuk dan sebagian lagi dapat mengalami rotasi terhadap bagian yang lain, hanya pada frekuensi tertentu. Getaran uluran dan tekukan memerlukan jumlah energi yang berbeda, sehingga ikatan antar atom-atom yang berbeda akan bergetar dengan frekuensi yang berbeda pula, sehingga spektroskopi infra merah berguna untuk menetapkan jenis ikatan yang ada pada suatu molekul. Frekuensi uluran dari suatu ikatan tertentu biasanya terletak pada selang tertentu dengan tidak dipengaruhi oleh struktur lainnya. Frekuensi uluran suatu ikatan kimia tertentu tergantung beberapa faktor antara lain pada massa atom. Ikatan yang terbentuk antara atom yang berat dan yang ringan selalu bergetar pada frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan ikatan yang terbentuk antara dua atom yang berat massanya hampir sama. Energi ikatan pada ikatan ganda dua bergetar pada frekuensi yang tinggi dibandigkan dengan ikatan tunggal yang terbentuk diantara atom-atom yang sama. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODE PENELITIAN