1.2 Perumusan Masalah
Wilayah Sumatera Utara akan kita bagi menjadi beberapa kelompok wilayah yang memiliki pola curah hujan bulanan yang sama dan secara signifikan
berbeda dengan wilayah-wilayah yang lain sehingga dapat dengan jelas pembagian wilayah yang berdasarkan Metode Oldeman dan dipetakan secara
spasial dengan aplikasi Sistem Informasi Geografis Arc View 3.3.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah yang akan diteliti antara lain: 1.
Wilayah studi adalah Provinsi Sumatera Utara secara keseluruhan. 2.
Pembagian pengelompokan curah hujan berdasarkan metode Oldeman.
3. Melakukan pemetaan spasial berdasarkan pengelompokan yang telah
di analisis.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain : 1.
Membagi wilayah Sumatera Utara menjadi beberapa wilayah dimana tiap wilayah mempunyai pola hujan yang sama dan antar wilayah
mempunyai perbedaan pola hujan yang signifikan berdasarkan klasifikasi Oldeman,
2. Membuat peta wilayah hujan sebagai acuan dalam pengembangan
pembuatan informasi prakiraan iklim khususnya wilayah Sumatera Utara,
3. Mengetahui pola-pola dan karakteristik hujan yang terjadi di wilayah
Sumatera Utara. 4.
Mengetahui distribusi curah hujan tahunan dan bulanan di beberapa wilayah di Sumatera Utara.
2
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain : 1.
Hasil analisis pengelompokan hujan, wilayah Sumatera Utara dapat dibagi menjadi beberapa pewilayah hujan dimana tiap wilayah
mempunyai pola hujan yang sama dan antar wilayah mempunyai perbedaan pola hujan yang signifikan.
2. Klasifikasi Oldeman dapat bermanfaat untuk bidang pertanian
khususnya wilayah Sumatera Utara. 3.
Dapat menghasilkan peta kesesuaian lahan dan yang bermanfaat untuk pertanian dan kehutanan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklus Hidrologi dan Klasifikasi Iklim
Dibumi terdapat kira-kira 1,3-1,4 milyar km
3
air: 97,5 adalah air laut, 1,75 berbentuk es dan 0,73 berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air
tanah dan sebagainya. Hanya 0,001 berbentuk uap di udara. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi, penguapan, presipitasi dan pengaliran
keluaroutflow. Air menguap dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan
sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba di
permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan
dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan kepermukaan tanah Sosrodarsono,2003.
Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi,
presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara terus
menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju sleet, hujan gerimis atau kabut.
Gambar 2.1. Siklus Hidrologi Sumber :
http:www.lablink.or.idHidroSiklusair-siklus.htm
Universitas Sumatera Utara
Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah infiltrasi. Bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-
lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan
tiba ke laut. Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara.
Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai disebut aliran intra=interflow. Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air
tanah groundwater yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah disebut groundwater
runnof = limpasan air tanah Sosrodarsono, 2003. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi
kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak
secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
Evaporasi transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dan sebagainya. Kemudian akan menguap ke angkasa atmosfer
dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air awan itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun precipitation
dalam bentuk hujan, salju, es.
Infiltrasi Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air
dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki
kembali sistem air permukaan.
Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; makin datar lahan dan makin sedikit pori-pori tanah,
maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah perpindahan. Sungai-sungai bergabung satu
sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
6
Universitas Sumatera Utara
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang danau, waduk, rawa, dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir
membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah
Aliran Sungai DAS. Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.
Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering
dipakai adalah suhu dan curah hujan presipitasi. Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk
pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data
unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut Lakitan, 2002 dalam Sudrajat, A.2009.
Tanah merupakan modal utama bagi para petani untuk dapat memproduksi pangan. Bukan hanya untuk menjamin keberlangsungan hidupnya sendiri
melainkan juga untuk keberlangsungan hidup orang banyak. Tanah yang menjadi modal utama para petani itu keadaannya sangat
dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, yaitu hujan, suhu dan kelembapan, dan pengaruh tersebut kadang-kadang menguntungkan tetapi sering pula merugikan.
Yang membedakan dua tipe tanah, yaitu climate soil type dan aclimate soil type.
a. Climate soil type adalah pembentukan tanah yang disebabkan karena
pengaruh curah hujan dan temperatur. Yang membuat istilah yang disebut dengan faktor hujan dengan rumus :
R =
t r
dimana, R = faktor hujan
r = curah hujan tahunan mm t = temperatur
7
Universitas Sumatera Utara
b. Aclimate soil type adalah pembentukan tanah bukan disebabkan oleh faktor
iklim, melainkan oleh keadaaan batuan. Hukum dan zat makanan lain yang terdapat pada tanah di daerah yang
bercurah tinggi, pada waktu hujan akan mengalami dua alternatif, dihanyutkan oleh air hujan ke daerah yang lebih rendah atau diserap lapisan
dibawah permukaan tanah. Thornthwaite 1933 dalam Bayong 2004 menyatakan bahwa tujuan
klasifikasi iklim adalah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti
angin, sinar matahari, atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus.
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta
faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia Asia Tenggara umumnya seluruhnya
dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama, mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim
dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau
presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim Sudrajat, A.2009.
Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah digunakan di Indonesia antara lain adalah:
a. Sistem Klasifikasi Oldeman
Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe
iklimnya berdasarkan jumlah bulan basah yang berlangsung secara berturut-turut. Oldeman et al. 1980 mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk
tanaman padi adalah 150 mm per bulan, sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mmbulan. Dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama
adalah 75, maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mmbulan
8
Universitas Sumatera Utara
diperlukan curah hujan sebesar 220 mmbulan, untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija diperlukan curah hujan sebesar 120 mmbulan. Maka
menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan bulan kering apabila curah
hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm. Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh
jenisvarietas yang digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalam satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah
maka petani dapat melakukan 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan
Bayong, 2004. Oldeman et al.1980 membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim.
Zona iklim merupakan pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut- turut yang terjadi dalam setahun, sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya
jumlah bulan kering berturut-turut dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E, sedangkan
pemberian nama sub zone berdasarkan angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5.
Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali
panen dalam setahun, dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya
dapat ditanami padi satu kali masa tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik. Oldeman et al., 1980.
Penentuan tipe iklim Oldeman dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan segitiga Oldeman pada Gambar 2.2, sedangkan penentuan zona agroklimat Oldeman dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
9
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Kriteria penentuan tipe iklim Oldeman
Zone Klasifikasi
Bulan Basah Bulan Kering
A1 10-12 Bulan
0-1 Bulan A2
10-12 Bulan 2 Bulan
B 1 7-9 Bulan
0-1 Bulan B 2
7-9 Bulan 2-3 Bulan
B 3 7-9 Bulan
4-5 Bulan C 1
5-6 Bulan 0-1 Bulan
C 2 5-6 Bulan
2-3 Bulan C 3
5-6 Bulan 4-6 Bulan
C 4 5 Bulan
7 Bulan D1
3-4 Bulan 0-1 Bulan
D2 3-4 Bulan
2-3 Bulan D3
3-4 Bulan 4-6 Bulan
D4 3-4 Bulan
7-9 Bulan E1
0-2 Bulan 0-1 Bulan
E2 0-2 Bulan
2-3 Bulan E3
0-2 Bulan 4-6 Bulan
E4 0-2 Bulan
7-9 Bulan E5
0-2 Bulan 10-12 Bulan
A
B
C
D
E
Sumber : Oldeman et al., 1980
Gambar 2.2. Segitiga Oldeman Sumber : Oldeman et al., 1980
10
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Zona Agroklimat Oldeman Tipe Iklim
Penjabaran A
Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena fluks radiasi matahari sepanjang tahun rendah.
B1 Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim
yang baik. B2-B3
Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk palawija.
C1 Dapat tanam padi sekali dan palawija dua kali setahun.
C2-C4 Setahuan hanya dapat tanam padi satu kali dan penanaman
palawija jangan tanam dimusim kering. D1
Tanam padi umur pendek satu kali dan palawija cukup. D2-D4
Hanya mugkin tanam padi sekali dan palawija sejali. Perlu adanya irgasi.
E Satu kali menanam tanam palawija
b. Sistem Klasifikasi Schmidth-Fergusson
Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto et al. 2000 dalam Sudrajat.A. 2009 penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schmidth-
Fergusson lebih banyak digunakan untuk iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut Schmidth-Fergusson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan
kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klasifikasi iklim Mohr. Menurut As-Syakur 2008 pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah
dalam klasifikasian iklim Schmidth-Fergusson dilakukan dengan membandingkan jumlahfrekwensi bulan kering atau bulan basah selama tahun pengamatan dengan
banyaknya tahun pengamatan. Klasifikasi Iklim menurut Schmidth-Fergusson didasarkan kepada
perbandingan antara Bulan Kering BK dan Bulan Basah BB. Ketentuan penetapan bulan basah dan bulan kering mengikuti aturan sebagai berikut :
11
Universitas Sumatera Utara
Bulan Kering BK : bulan dengan curah hujan lebih kecil dari 60 mm
Bulan Basah BB : bulan dengan curah hujan lebih besar dari 100 mm
Bulan Lembab Q : bulan dengan curah hujan antara 60 – 100 mm.
Bulan Lembab BL tidak dimasukkan dalam rumus penentuan tipe curah hujan yang dinyatakan dalam nilai Q, yang dihitung dengan persamaan berikut :
100 x
BB jumlah
rata Rata
BK jumlah
rata Rata
Q
…………………2.1
Rata-rata jumlah bulan basah adalah banyaknya bulan basah dari seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan, demikian pula rata-rata
jumlah bulan kering adalah banyaknya bulan kering dari seluruh data pengamatan dibagi jumlah tahun data pengamatan.
Berdasarkan besarnya nilai Q ini selanjutnya ditentukan tipe curah hujan suatu tempat atau daerah dengan menggunakan Tabel Q atau diagram segitiga
kriteria klasifikasi tipe iklim menurut Schmidth-Fergusson, seperti terlihat pada Tabel 2.3 dan Gambar 2.3, untuk zone agroklimatnya dapat dilihat pada Tabel
2.4.
Tabel 2.3 Kriteria Pembagian Tipe Iklim Schmidth-Fergusson Tabel Q Tipe Iklim
Kriteria A Sangat Basah
B Basah C Agak Basah
D Sedang E Agak kering
F Kering G Sangat kering
H Luar Biasa Kering ≤ Q 0,143
0,143 ≤ Q 0,333
0,333 ≤ Q 0,600
0,600 ≤ Q 1,000
1,000 ≤ Q 1,670
1,670 ≤ Q 3,000
3,000 ≤ Q 7,000
7,000 ≤ Q
12
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Diagram segitiga Schmidth-Fergusson
Tabel 2.4 Zona Agroklimat Schmidth-Fergusson
Tipe Iklim Schmidth-Fergusson Zona Agroklimat
A Hutan hujan tropis
B Hutan hujan tropis
C Hutan dengan jenis tanaman yang
mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau
D Hutan musim
E Hutan savana
F Hutan savana
G Padang ilalang
H Padang ilalang
13
Universitas Sumatera Utara
2.2 Proses Pembentukan Hujan