BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan ke
dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan
tidak termasuk golongan obat . Definisi ini jelas menunjukkan bahwa kosmetika bukan satu obat yang dipakai untuk diagnosis, pengobatan maupun pencegahan
penyakit. Obat bekerja lebih kuat dan dalam, sehingga dapat mempengaruhi struktur dan faal tubuh Wasitaatmadja, 1997.
Namun ternyata tidak mudah membedakan antara kosmetika dan obat yang pemakaiannya topikal pada kulit semacam salep, krim, bedak, pasta, atau
losio. Meskipon tidak begitu jelas diutarakan oleh pembuat dan pengguna jasa kosmetik, kosmetik juga diharapkan untuk menghasilkan suatu perubahan baik
dalam struktur maupun faal sel kulit, sekecil apa pun. Misalnya, perubahan susunan sel kulit yang tua ke arah yang lebih muda, atau perubahan produksi
kelenjar keringat yang membentuk minyak permukaan kulit Wasitaatmadja, 1997.
Kosmetik pelembab moisturizers termasuk kosmetik perawatan yang bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh
seperti udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut, berbagai penyakit kulit
Universitas Sumatera Utara
maupun penyakit dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit menjadi lebih kering Wasitaatmadja, 1997.
Ketika usia menjelang tua akan terjadi penuaan kulit, yang ditandai oleh kulit yang kering, kasar, bersisik, bebercak cokelat atau putih tidak merata, kendur
menggelatung dengan kerut-kerutan dan lipatan-lipatan kulit jelas. Fungi kulit adalah menjaga kelembapan tubuh. Kelembaban dijaga denagn cara mencegah
keluaranya cairan dalam tubuh. Lapisan kulit bersifat kenyal padat dan kencang, terutama pada bagian lapisan tanduknya sehingga air tidak mudah keluar dari
tubuh. Kulit juga mempunyai daya mengikat air yang sangat kuat, yaitu mencapai empat kali beratnya sehingga mampu mempertahankan tekstukbentuknya sendiri
Dhody,1998. Kulit sehat berarti kulit yang tidak menderita penyakit, baik penyakit yang
mengenai kulitnya secara langsung ataupun penyakit dalam tubuh yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan kulitnya. Penampilan kulit sehat dapat
dilihat dari struktur fisik kulit berupa warna, konsistensi kelembaban, kelenturan, tebal dan tekstur kulit Wasitaatmadja, 1997.
Jambu biji Psidium guajava L. atau sering juga disebut jambu batu, jambu siki dan jambu klutuk adalah tanaman tropis yang berasal dari Brazil.
Disebarkan ke Indonesia melalui Thailand. Jambu biji memiliki kulit buah berwarna hijau dan kuning dengan biji-biji kecil keras tersebar di seluruh daging
buahnya. Tidak banyak orang tahu bahwa kandungan vitamin C pada jambu biji lebih tinggi dari buah jeruk. Selain itu buah ini juga lebih banyak mengandung
kalium dibandingkan pisang. Kandungan vitamin C yang tinggi membuat jambu
Universitas Sumatera Utara
berkhasiat menyehatkan tekstur kulit.Selain vitamin C. jambu biji juga mengandung vitamin A, B dan potasium yang tak kalah tinggi dengan buah-
buahan lain. Berbagai jenis vitamin itu, berperan penting untuk menjaga kulit agar tetap bercahaya, segar, mengurangi kerutan dan mencegah penuaan dini.
Dengan makan jambu biji secara rutin, elastisitas kulit lebih terjaga. Bukan hanya itu makan jambu biji dua kali sehari dapat membantu menurunkan berat badan
dan mencegah sembelit. Karena kandungan serat yang tinggi pada buah yang manis ini Anonim,2011.
Vitamin sangat penting untuk kesehatan dan kemulusan kulit. Mengkonsumsi vitamin C jika ingin memiliki kulit indah, cerah, sehat, dan awet
muda. Vitamin C merupakan bahan utama dalam pembentukan kolagen yang sangat penting bagi kulit. Dan jambu biji adalah salah satu sumber vitamin C
terbaik yang dapat kita nikmati. Selain itu,Kekurangan vitamin A membuat kulit kering dan bersisik. Jambu biji juga kaya dengan vitamin A dan vitamin E
Astrid,2010. Dengan alasan ini penulis meneliti pengaruh dari jambu biji dalam krim pelembab.
1.2 Perumusan Masalah