BAB IV AKIBAT HUKUM DARI
SPIN OFF TERHADAP PERSEROAN YANG DIPISAHKAN DARI PERSEROAN YANG MERUPAKAN HASIL PEMISAHAN
A. Pentingnya Spin Off Perseroan
Spin Off adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha
yang mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1 satu perseroan atau lebih terdapat pada Pasal 1 angka 12 jo Pasal 135 ayat 3 UU PT No 40 Tahun
2007. Latar belakang Spin Offadanya rencana perubahan holding company atau induk perseroan yang akan menjadi induk perseroan dari bentuk operating holding menjadi non operating
holding atau dari tidak penggabungan usaha menjadi penggabungan usaha dan diharapkan akan
lebih fokus dalam pengelolaan sinergi korporasi diantara sesame perseroan. Mekanisme pengendalian yang lebih efektif oleh induk perseroan terhadap anak-anak perseroan, sehingga
mampu menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance yang murni. Penggabungan dan sentralilasi fungsi-fungsi organisasi dan kebijakan yang bersifaf strategis dari hasil kebijakan
spin off perseroan.
Manfaat Spin Off dapat meningkatkan dan optimalisasi kegiatan operasional. Sehingga menghasilkan sentralisasi kebijakan strategis dapat diharapkan dalam peningkatan efisiensi kerja
karyawan serta nilai dan performa perseroan yang pada akhirnya dapat meningkatkan manfaat bagi karyawan induk perseroan dan anak perseroan spin off. Terciptanya sinergi korporasi yang
lebih antara induk perseroan dan anak perseroan hasil spin off. Terbentuk juga harmonisasi dan sinkronisasi atas kebijakan korporasi antar anak perseroan hasil spin off. Sehingga pada dasarnya
spin off dapat menjadi hal baik apabila dilaksanakan dengan tujuan akan memberikan persaingan
Universitas Sumatera Utara
usaha yang sehat dalam perseroan. Sehingga perseroan yang telah spin off dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya.
B. Akibat Hukum Spin Off Terhadap Perseroan Yang Dipisahkan Induk
Perseroan kelompok juga dikenal dengan berbagai istilah seperti holding company, parent company, controlling company
atau dikenal pula dengan istilah concerngroup company.
106
Pada awalnya keberadaan perseroan kelompok ini sudah dikenal ketika pembentukan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1995 tentang perseroan terbatas, secara normatif tentang perseroan kelompok ini tidak diatur tetapi pada prinsipnya dikenal istilah induk dan anak perseroan yang menjelaskan
keberadaan perseroan kelompok itu sendiri.
107
Pembentukan perseroan kelompok adalah hal yang lumrah dimasa sekarang ini, ketika bisnis dari suatu perseroan sudah sedemikian besar dan meluas sehingga perseroan itu sendiri
perlu dipecah-pecah menurut penggolongan bisnisnya. Akan tetapi agar bisnis yang telah dipecah-pecah tersebut yang masing-masing akan menjadi perseroan terbatas yang mandiri
dalam kepemilikan yang sama, dengan pengontrolan yang masih tersentralisasi dalam batas- batas tertentu.
Oleh karenanya pecahan-pecahan perseroan tersebut bersama-sama dengan perseroan- perseroan lain yang telah terlebih dahulu ada, dengan pemilik yang sama atau minimal ada
hubungan khusus, dimiliki dan pimpin oleh perseroan yang mandiri pula. Perseroan pemilik pemimpinpengontrol ini yang disebut sebagai perseroan holding atau perseroan induk, karena
106
H.M.N, Purwosutipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia dan Pengetahuan Dagang, Jakarta : Djambatan, 2007, hal.78.
107
Ibid ,hal.81.
Universitas Sumatera Utara
perseroan tersebut merupakan perseroan yang memiliki kepentingan pemegang saham pada anak-anak perseroan.
108
Beberapa pendapat tentang perseroan kelompok ini, Munir Fuadi mengartikan perseroan kelompok adalah suatu perseroan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih
perseroan lain atau mengatur satu atau lebih perseroan lain tersebut. Menurut Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja sesuai pengertian holding company dalam Black’s law Dictionary: perseroan
kelompok adalah perseroan yang kegiatan utamanya adalah melaksanakan investasi pada anak- anak perseroan dan selanjutnya melakukan pengawasan atas kegiatan manajemen anak
perseroan. Perseroan kelompok sebagai satuan ekonomi dimana badan-badan hukumperseroan secara
organisasi terikat sedemikian rupa pimpinan sentral. Pengertian tersebut diatas pada prinsipnya memiliki poin yang sama dalam aspek ekonomi, dimana adanya perseroan sentral yang
memimpin anak-anak perseroan. Perseroan sentral tersebut juga dengan induk perseroan parent companycontrolling company
yang kegiatan utamanya adalah melaksanakan investasi pada anak-anak perseroan dan selanjutnya mengontrol dan mengawasi kegiatan manajemen anak
perseroan daughter company atau juga mengawasi kegiatan antar anak perseroan sister company
.
109
Secara umum proses pembentukan perseroan kelompok dapat dilakukan dengan 3 tiga prosedur, yaitu:
a Prosedur residu
108
Ibid ,hal.84.
109
Ibid ,hal.86.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini, perseroan asal dipecah-pecah dengan masing-masing sektor usaha. Perseroan yang dipecah-pecah tersebut telah menjadi perseroan yang mandiri, sementara sisanya
residu dari perseroan asal, dikonversi menjadi perseroan kelompok, yang juga memegang
saham pada perseroan pecahaan tersebut dan perseroan-perseroan lainnya jika ada. b
Prosedur penuh Prosedur
penuh dilakukan jika sebelumnya tidak terlalu banyak terjadi pemecahanpemandirian perseroan tetapi masing-masing perseroan dengan kepemilikan yang
samaberhubungan saling terpencar-pencar, tanpa terkonsentrasi dalam suatu perseroan kelompok. Dalam hal ini, yang menjadi perseroan kelompok bukan sisa dari perseroan pada
prosedur residu, tetapi perseroan dan mandiri calon perseroan kelompok ini dapat berupa : 1
Dibentuk perseroan baru. 2
Diambil salah satu dari perseroan yang sudah ada tetapi masih dalam kepemilikan yang sama atau berhubungan ataupun.
3 Diakuisisi perseroan yang lain yang sudah terlebih dahulu ada, tetapi dengan kepemilikan
yang berlainan dan tidak mempunyai keterkaitan satu sama lain. c
Prosedur terprogram Prosedur yang didasarkan pada pentingnya pembentukan suatu perseroan kelompok dalam
bisnis yang dilakukan yang telah direncanakan sebelumnya. Karenanya, perseroan yang pertama sekali didirikan dalam grupnya adalah perseroan kelompok dan kemudian untuk setiap yang
dilakukan, akan dibentuk atau diakuisisi perseroan lain, dimana perseroan kelompok sebagai pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain sebagai patner bisnis. Dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian maka jumlah perseroan baru sebagai anak perseroan dapat terus berkembang jumlahnya seirama dengan perkembangan bisnis dari grup usaha yang bersangkutan.
110
Jika dilihat dari variasi usaha, maka perseroan kelompok ini dapat digolongkan dalam kategori grup atau kelompok sebagai berikut:
1 Grup usaha vertikal
Dalam kelompok usaha ini, jenis usaha dari masing-masing perseroan tergolong sama, hanya berbeda mata rantainya, sebagai contoh: terdapat anak perseroan yang menyediakan bahan
baku, ada yang memproduksi bahan setengah jadi, dan ada pula yang bergerak dibidang ekspor- impornya. Secara umum kelompok usaha dalam kategori ini menguasai jenis produksi dari hulu
ke hilir. 2
Grup usaha horinzontal Dalam kelompok ini, kegiatan usaha dari setiap anak perseroan adalah tidak berkaitan
tidak berhubungan satu dengan dengan lainnya. 3
Grup usaha kombinasi Yaitu kelompok usaha yang didalamnya terdapat anak-anak perseroan baik yang
menguasai produksi hulu-hilir maupun anak perseroan yang bidang bisnisnya lepas satu sama lain. Sehingga dalam grup tersebut terdapat kombinasi antara grup vertical dengan grup
horizontal.
111
110
Ibid ,hal.87.
Pada prakteknya perseroan-perseroan yang besar cenderung untuk membentuk suatu perseroan kelompok, tapi hal ini tidak terlepas dari keuntungan-keuntungan dari
dibentuknya perseroan kelompok tersebut yaitu:
111
H.M.N, Perwosutipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang dan Bentuk-Bentuk Perusahaan, Jakarta : Djambatan, 1986, hal.92.
Universitas Sumatera Utara
1 Keuntungan dari kemandirian resiko.
Dalam perseroan kelompok, masing-masing anak perseroan merupakan perseroan yang mandiri dan secara legal terpisah dari perseroan induknyaperseroan kelompok. Karenanya setiap
kewajiban, resiko dan klaim dari pihak ketiga anak perseroan tidak dapat dibebankan kepada perseroan indukperseroan kelompok walaupun anak perseroan merupakan bagian grup usaha
dari suatu perseroan kelompok. Namun demikian prinsip kemandirian anak perseroan ini dalam beberapa hal dapat diterobos.
2 Keuntungan hak pengawasan yang lebih besar
Perseroan induk perseroan kelompok dapat melakukan kontrol yang lebihperseroan terhadap anak perseroan walaupun perseroan indukperseroan kelompok hanya memiliki saham
di anak perseroan kurang dari 50 . Hal ini mungkin terjadi karena berbagai hal yaitu: dapat dikarenakan eksistensi perseroan indukperseroan kelompok merupakan perseroan terkenal.
Kemungkinan lain adalah apabila pemegang saham lain selain perseroan induk perseroan kelompok tersebut banyak dan terpisah-pisah sehingga secara umum control dipegang oleh
perseroan induk perseroan kelompok, walaupun ia hanya memiliki saham dibawah 50 selanjutnya jika perseroan indukperseroan kelompok diberi hak veto.
3 Pengontrolan yang lebih mudah dan efektif.
Karena perseroan induk dapat mengontrol seluruh anak perseroan dalam suatu grup usaha, sehingga lebih mudah diawasi.
4 Operasional yang lebih efesien.
Dengan adanya prakarsa dari induk perseroan maka masing-masing anak perseroan dapat saling bekerja sama, saling berhubungan dan membantu satu sama lain. Misalnya promosi
bersama, pelatihan bersama, saling meminjam sumber daya manusia dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Disamping itu kegiatan anak-anak perseroan diatur sedemikian rupa sehingga tidak akan terjadi timpang tindih kekacauan yang tidak diperlukan yang pada akhirnya dapat meningkatkan
efisiensi perseroan. 5
Kemudahaan sumber modal. Dengan dibentuknya suatu perseroan kelompok atau menjadi bagian dari perseroan
kelompok maka akan mempermudahkan perseroan anak ini dalam memperoleh mendapatkan dana dari pihak ketiga. Disamping itu, perseroan kelompok maupun anak perseroan lain
dalamnya dalam grup yang bersangkutan dapat memberikan berbagai jaminan hutangnya anak perseroan yang lain dalam grup yang bersangkutan.
6 Keakuratan keputusan yang diambil
Karena keputusan di ambil secara sentral oleh perseroan kelompok, maka tingkat akurasi keputusan yang diambil dapat lebih terjamin dan lebih prospektif. hal ini disebabkan karena staf
manajemen perseroan kelompok kemungkinan lebih bermutu dari perseroan anak karena staf manajemen perseroan kelompok mempunyai kesempatan untuk mengetahui persoalan bisnis
lebih banyak sehingga dapat memperbandingkan dengan anak perseroan lain dalam grup yang sama, sehingga mereka lebih banyak belajar dari pengalaman anak perseroan lain tersebut. Tapi
manfaat keakuratan keputusan seperti ini tidak terdapat dalam perseroan dalam kelompok usaha investasi.
Disamping keuntungan-keuntungan dari eksistensisperseroan kelompok dalam suatu grup usaha konglomerat, terdapat pula kerugian-rugian tersebut antara lain dapat disebutkan sebagai
berikut :
112
1 Pajak ganda
112
Ibid ,hal.110.
Universitas Sumatera Utara
Dengan adanya perseroan holding, maka terjadilah pembayaran pajak berganda. Hal ini disebabkan karena adanya kemungkinan pemungutan pajak ketika dividen diberikan kepada
perseroan kelompok sebagai pemegang saham. 2
Lebih birokratis Karena harus diputuskan oleh manajemen perseroan holding, maka mata rantai
pengambilan keputusan akan menjadi lebih panjang dan lamban. Kecuali pada perseroan holding investasi
, yang memang tidak ikut terlibat dalam manajemen perseroan holding. 3
Management one man show Keberadaan perseroan kelompok dapat lebih memberikan kemungkinan akan adanya
management one man show oleh perseroan holding. Hal ini berbahaya terutama terhadap
kelompok usaha horizontal atau model kombinasi di mana kegiatan bisnisnya beraneka ragam. Sehingga, masing-masing bidang bisnis tersebut membutuhkan kemampuan dan pengambilan
keputusan sendiri yang berbeda-beda satu sama lain. Disamping itu hal ini dapat menciptakan “trust” alias pemutusan badan usaha-badan usaha yang hartanya disatukan, karena trust
t erbentuk dengan cara mendirikan sebuah “holding company” atau melalui fusi peleburan
badan usaha. Hal ini dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat.
4 Conglomerate game
Terdapat kecenderungan terjadinya conglomerate game, yang dalam hal ini berkonotasi negatif, seperti manipulasi pelaporan pendapatan perseroan transfer pricing atau membesar-
besarkan informasi tertentu.
Universitas Sumatera Utara
5 Penutup usaha
Terdapat kecenderungan yang lebih besar untuk menutup usaha dari satu atau lebih anak perseroan jika usaha tersebut mengalami kerugian usaha.
6 Resiko usaha
Terdapat potensi resiko kerugian seiring dengan membesarnya keuntungan suatu perseroan. Kemudian perlu dikaji mengenai hubungan kepemilikan antara perseroan kelompok dengan
anak atau cucu perseroan, sebagai berikut: 1
Pernyataan Modal Pendirian perseroan adalah pemegang saham yang memasukkan modalnya ke dalam
perseroan terbatas pada saat didirikan. Dengan modal yang dimaksudkannya itu, ia tidak lebih juga sebagai seorang penanam modal. Terlepas modalnya merupakan modal asing atau modal
dalam negeri, seorang penanam modal mempunyai hak, kewajiban, dan tanggung jawab berdasarkan undang-undang 25 tahun 2007 tentang penanaman modal. Hal ini penting untuk
diketahui bagi seorang penanam modal di Indonesia.
113
a. Hak penanam modal
Seorang penanam modal di Indonesia mempunyai hak-hak sebagaimana diatur dalam pasal 14 Undang-Undang Penanaman Modal, sebagai berikut :
114
1. Kepastian hak, hukum dan perlindugan. 2. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya.
3. Hak pelayanan. 4.
Berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.
113
Ibid, hal.80.
114
Ibid ,hal.115.
Universitas Sumatera Utara
b. Kewajiban penanam modal.
Selain hak-hak seorang penanam modal mempunyai kewajiban-kewajiban sebagaimana ditetapkan dalam pasal 15 Undang-Undang Penanam Modal, yaitu:
115
1. Menerapkan prinsip tata kelola perseroan yang baik.
2. Melaksanakan tanggung jawab sosial perseroan.
3. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada
badan koordinasi penanaman modal. 4.
Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal.
116
c. Tanggung jawab penanam modal.
Kemudian tentang tanggung jawab seorang penanam modal diatur pada pasal 16 Undang- Undang Penanaman Modal, sebagai berikut:
117
1. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. 2.
Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara
sepihak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 3.
Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencengah praktik monopoli, dan lain-lain yang merugikan negara.
4.Menjaga kelestarian lingkungan hidup.
115
Ibid ,hal.119.
116
Ibid, hal.82.
117
Ibid, hal.84.
Universitas Sumatera Utara
5. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyaman, dan kesejahteraan . 6. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undang.
Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2001, Kinerja diartikan sebagai “sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja tentang peralatan.
Berdasarkan pengertian tersebut kinerja keuangan didefinisikan sebagai prestasi manajemen, dalam hal ini manajemen keuangan dalam mencapai tujuan perseroan yaitu menghasilkan
keuntungan dan meningkatkan nilai perseroan. Analisis kinerja keuangan dalam penelitian ini bertujuan untuk menilai implementasi
strategi perseroan dalam hal spin off.
118
Analisis rasio keuangan merupakan metode umum yang digunakan untuk mengukur kinerja Perseroan di bidang keuangan. Rasio merupakan alat yang
memperbandingkan suatu hal dengan hal lainnya sehingga dapat menunjukkan hubungan atau korelasi dari suatu laporan finansial berupa neraca dan laporan laba rugi. Adapun jenis rasio
yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
119
1. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas mengukur kemampuan perseroan untuk menghasilkan laba. Rasio ini membantu perseroan dalam mengontrol penerimaannya. Rasio-rasio profitabilitas yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: net profit margin, return on assets dan return on equity.
2. Rasio Solvabilitas
118
Ibid, hal.87.
119
Ibid ,hal.123.
Universitas Sumatera Utara
Rasio solvabilitas atau financial leverage merupakan tingkat jumlah hutang terhadap seluruh kekayaan perseroan rasio-rasio solvabilitas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah debt to equity ratio dan debt ratio.
120
3. Rasio Pasar
Rasio pasar mengukur seberapa besar nilai pasar saham perseroan dengan nilai buku. Lebih dari itu rasio ini mengukur bagaimana nilai perseroan saat ini dan dimasa yang
akan datang dibandingkan dengan nilai perseroan di masa lalu. Pada sudut pandang investor, apa bila sebuah perseroan memiliki nilai-nilai yang tinggi pada rasio ini maka
semakin baik prospek perseroan rasio pasar yang digunakan dalam penelitian ini adalahearning per share EPS.
121
4. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif manajemen perseroan mengelola aktivanya. Dengan kata lain rasio ini mengukur seberapa besar kecepatan aset-aset perseroan
dikelola dalam rangka menjalankan bisnisnya. Rasio aktivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah total assets turn over TATO.
122
5. Rasio likuiditas
Rasio likuiditas mengukur kemampuan perseroan untuk mengetahui kemampuan perseroan untuk melunasi hutang-hutang jangka pendek yang segara jatuh tempo. Rasio
likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio CR.
123
120
Richard Borton. tt, Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Bandung : Rineka Cipta, 2008, hal.115
121
Ibid ,hal.117.
122
Ibid ,hal.120.
123
Ibid ,hal.125.
Universitas Sumatera Utara
2 Konsekuensi Harta Kekayaan Perseroan Terbatas
Status perseroan terbatas sebagai suatu badan hukum atau subyek hukum artificial, yang diciptakan oleh hukum untuk membentuk kegiatan perekonomian, yang dipersamakan dengan
individu manusia, orang-perorangan, dapat memiliki harta benda sebagai kekayaan perseroan baik itu harta bergerak maupun harta tidak bergerak.
124
Harta bergerak seperti kendaraan, mesin-mesin, yang dibeli dengan menggunakan nama perseroan kendaraan baik roda empat maupun roda dua, jika dibeli dengan uang perseroan dan
diatas namakan perseroan tersebut, maka terbitlah BPKB Buku Pemilik Kendaraan Bermotor atau STNK Surat Tanda Nomor Kendaraan dengan nama perseroan. Demikian juga mesin-
mesin untuk keperluan produksi dalam perseroan dibeli oleh perseroan sebagai kekayaan perseroan maka faktur
pembelian tersebut memakai nama perseroan terhadap kekayaan bergerak ini juga dapat dijadikan jaminan untuk suatu hutang, dengan nama Jaminan Fidusia atau Jaminan Kepercayaan.
Harta tidak bergerak, seperti halnya tanah, perseroan terbatas dapat memiliki tanah sebagai harta kekayaanasset perseroan namun dibatasi hanya jenis hak tertentu yang boleh dimiliki oleh
suatu perseroan terbatas yang hanya boleh memiliki hak pakai, hak guna bangunan, hak pengelolaan, hak sewa, dan lain sebagainya, namun hanya badan hukum tertentu yang boleh
memiliki hak milik. Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan bahwa semua hak atas tanah mempunyai
fungsi sosial. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Ada juga pihak tertentu yang sebenarnya dalam struktur kedudukannya kuat secara yuridis,
misalnya para pemegang saham. Tetapi karena ikatan financial yang lemah antara yang
124
M.Natzir, Said, Hukum Perusahaan di Indonesia, Bandung : Alumni, 1987, hal.38.
Universitas Sumatera Utara
bersangkutan dengan perseroan misalnya karena sahamnya minoritas, maka konsekuensinya posisi yang bersangkutan juga akhirnya menjadi lemah. Dalam hal ini kembali sektor hukum
dimintakan perannya untuk menjaga keadilan dan sebandingan hukum dengan memberi perlindungan kepada pemegang saham minoritas sampai batas tertentu.
125
Perlindungan terhadap pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas sangat penting terhadap hukum Spin Off, disamping perlindungan pihak-pihak lainnya seperti pihak
karyawan perseroan. Sistem pengaturan Undang-Undang No. 4 Tahun 1971, yang mengubah ketentuan Pasal 54 KUHD, memberlakukan prinsip one share one vote, suatu prinsip yang
menetapkan pihak pemegang saham minoritas sebagai pihak yang rawan eksploitasi. Hanya dalam hal-hal tertentu saja, yakni dalam hal-hal yang termasuk ke dalam dangerous area,
diberikan perhatian khusus oleh hukum untuk melindungi pihak pemegang saham minoritas. Perlindungan pemegang saham minoritas dalam hal ini dilakukan dengan memperkenalkan
prinsip special vote, yang operasionalisasinya minimal dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:
1 Prinsip Silent Majority
Dalam hal ini pemegang saham mayoritas diwajibkan absatain dalam voting. Salah satu sistem dari prinsip silent majority adalah sistem pemilihan berlapis, yang diperkenalkan
oleh Keputusan Ketuan Bapepam No. Kep-01PM1993, tanggal 29 Januari 1993, yang diganti dengan Peraturan Bapepam No.04PM1994, tanggal 7 Januari 1994. Prinsip pemilihan berlapis
ini dioperasionalisasikan dengan cara pelaksanaan dua kali voting. Pada voting pertama hanya pemegang saham tidak berbenturan kepentingan pemegang saham minoritas yang boleh
melakukan voting, sementara pemegang saham yang berbenturan kepentinganpemegang saham
125
Ibid ,hal.88.
Universitas Sumatera Utara
minoritas menerima usulan yang bersangkutan, yaitu usulan untuk melakukan transaksi yang berbenturan kepentingan. Contoh dari transaksi yang berbenturan kepentingan adalah apa yang
populer dengan istilah akuisisi internal.
126
2 Prinsip Super Majority
Dalam hal ini voting dilakukan dalam RUPS mensyaratkan lebih dari sekedar simple majority
51 untuk dapat memenagkan voting. Keputusan dari rapat tidak dapat diambil jika suara yang setuju kurang dari jumlah presentase tersebut. Dalam praktek, anggaran
dasar perseroan terbatas yang standar pada umumnya memberlakukan prinsip super majority dalam hal-hal tertentu yang mungkin menjadi krusial bagi seluruh pemegang saham, termasuk
minoritas. UUPT memberlakukan prinsip super majority, baik terhadap hal-hal yang ditentukan sendiri dalam anggaran dasar perseroan ataupun terhadap kegiatan-kegiatan yang ditentukan
sendiri oleh undang-undnag, misalnya jika perseroan melakukan perubahan anggaran dasar spin off,akuisisi,konsolidasi,merger,
kepailitan,likuidasi atau pembelian kembali saham.
127
Ada juga para pihak yang tersangkut dengan perseroan tetapi mempunyai kedudukan yang lemah secara lokalisasi. Maksudnya, pihak tersebut berada jauh dari perseroan atau bahkan
orang luar perseroan itu sendiri, tetapi mempunyai hubungan denan perseroan hubungan tersebut dapat berupa:
128
1. Hubungan kontraktual, yaitu antara kreditur dengan perseroan yang bersangkutan.
2. Hubungan non kontraktual, misalnya dengan si tersaing secara tidak fair.
126
Ibid ,hal. 90.
127
CFG Sunaryati, Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung : Bina Cipta, 1998, hal.99
128
Ibid ,hal.112.
Universitas Sumatera Utara
Jadi kreditur merupakan salah satu dangerous party yang harus selalu diwaspadai jika suatu perseroan melakukan spin off. Akan lebih aman bagi bagi kreditur dari suatu perseroan
publik, mengingat adanya kewajiban melaporkan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada publik terhadap transaksi-transaksi spesial seperti spin off.
Krusialnya kedudukan pihak kreditur, karena dengan spin off antara lain dapat terjadi dua hal sebagai berikut:
129
1. Peralihan Aset
Jika terjadi peralihan asset perseroan yang melakukan spin off, yang dalam hal mempunyai kedudukan sebagai debitur, maka hutangnya kepada kreditur dapat menjadi hutang
tanpa dukungan asset yang merupakan jaminan pelunasan hutang.
130
2. Non Eksistensi Legal Entity
Jika eksistensi dari debitur justru bubar setelah melakukan spin off, lalu siapa yang harus bertanggung jawab terhadap hutang-hutangnya kepada kreditur. Dalam hal peralihan aset karena
spin off, upaya hukum bagi kreditur hanya terhadap special case saja. Upaya hukum yang
dimaksud adalah dapat berupa: a.
Actio Paulina Jika debitur melakukan pengalihan asset untuk mengelak pembayaran hutang-hutangnya,
maka jika terpenuhi syarat-syarat tertentu seperti tersebut dalam Pasal 1341 KUHPerdata, pengalihan asset tersebut dapat dibatalkan lewat konstruksi hukum yang popular dengan sebutan
actio paulina , karena dengan spin off ada asset perseroan yang beralih. Sedangkan dengan
129
Ibid ,hal.42.
130
Ibid, hal.129.
Universitas Sumatera Utara
transaksi akuisisi, saham yang dialihkan tersebut merupakan asetnya pihak pemegang saham, karena itu actio paulina dapat diberlakukan.
b. Negative Convenant
Jika ada negative covenant dalam perjanjian kredit yang melarang atau harus minta izin kreditur jika asset ingin dialihkan. Dalam hal inipun, jika dilanggar oleh debitur, hanya
menyebabkan debitur default terhadap perjanjian kredit yang bersangkutan. Jadi tidak sampai batalnya transaksi pengalihan asset, yang kemungkinan telah sah dilakukan oleh debitur dengan
pihak ketiga. Apabila ada pihak pemegang saham yang tidak setuju dengan spin off, padahal
RUPS dengan suara mayoritas tertentu telah memutuskan untuk spin off, padahal RUPS dengan suara mayoritas tertentu telah memutuskan untuk spin off, maka kepada pihakyang
kalah suara ini oleh hukum diberikan suatu hak khusus yang disebut appraisal rights. Yang dimaksud dengan appraisal rights adalah hak dari pemegang saham minoritas yang
tidak setuju dengan spin off atau tindakan korporat lainnya, untuk menjual saham yang dipegangnya itu kepada perseroan yang bersangkutan, mana pihak perseroan yang
mengisukan saham tersebut wajib membeli kembali saham-sahamnya itu dengan harga yang pantas. Pelaksanaan appraisal rights ini merupakan salah satu keistimewaan yang dibeikan oleh
hukum kepada transaksi spin off ini. Keistimewaan yang lain adalah penerapan prinsip yang disebut dengan super majority. Prinsip super majority berarti bahwa untuk dapat menyetujui spin
off, yang diperlukan bukan hanya simple majority lebih dari 50 pemegang saham yang
seharusnya menyetujui, tetapi lebih dari itu, UUPT menyebutkan angka ¾ atau lebih pemegang saham yang menyetujuinya Pasal 89 UUPT. UUPT mengakui prinsip appraisal rigahts ini
Universitas Sumatera Utara
melalui Pasal 102 juncto Pasal 125 UUPT. Oleh UUPT tersebut appraisal rights ini diberikan terhadap tindakan-tindakan korporat sebagai berikut:
1. Perubahan anggaran dasar.
2. Pejualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan.
3. Spin off, merger, akuisisi dan konsolidasi perseroan
Apabila dikaji dalam sejarah hukum yang universal terhadap lahirnya appraisal rights ini, sebenarnya lahirnya hak tersebut karena adanya kebutuhan yang dilatar belakangi oleh
hukum perseroan abad 19. Hukum perseroan secara universal pada abad 19 tersebut menyatakan bahwa terhadap tindakan corporat penting dalam suatu perseroan seperti spin off
dan lain-lain, diperlukan persetujuan dari seluruh pemegang saham. Karena itu, agar terdapat 100 suara setuju sehingga spin off dapat dilaksanakan, diberlakukanlah apa yang sekarang
disebut dengan appraisal rights. Akan tetapi sekarang ini ketentuan persetujuan 100 dari pemegang saham umumnya tidak lagi berlaku. Di Indonesia, berdasarkan Pasal 76 UUPT, maka
suatu spin off harus disetujui oleh RUPS dimana dalam RUPS tersebut harus dihadiri paling sedikit ¾ bagian dari seluruh saham yang mempunyai hak suara, dengan persetujuan paling
sedikit ¾ dari suara yang hadir.
131
Sungguh pun dewasa ini hampir tidak ada lagi sistem hukum yang mengharuskan persetujuan 100 pemegang saham untuk suatu tindakan corporate penting termasuk spin off,
akan tetapi pranata hukum appraisal rights tetap diperlukan dalam rangka melindungi hak pemegang saham minoritas. Dengan demikian, pranata hukum appraisal rights sudah beralih
fungsinya dari kebutuhan pemegang saham mayoritas menjadi pelaksana mitos perlindungan pemegang saham minoritas. Perlindungan pemegang saham minoritas ini diperlukan mengingat
131
Ibid, hal.135.
Universitas Sumatera Utara
apabila mereka tidak setuju dengan spin off, maka spin off tetap dilaksanakan dan pemegang saham minoritas tersebut dipaksakan untuk menerima spin off tersebut. Karena itu, hukum
memandang bahwa kepada mereka diperlukan perhatian dan perlakuan khusus. Perlakuan khusus tersebut diwujudkan lewat apa yang disebut dengan appraisal rights.
132
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bahwa UUPT telah memberikan perlindungan kepada pihak yang lemah, begitu
juga dalam peraturan pelaksanaannya, yang dapat dibedakan ke dalam perlindungan secara struktural, financial dengan sistem silent majority dan super majority, serta
perlindungan dengan sistem lokalisasi. 2.
Bahwa UUPT juga telah menerapkan prinsip appraisal rights, sebagai salah satu bentuk perlindungan kepada pihak yang lemah dalam spin off, yang terdapat dalam Pasal 102 jo
Pasal 123 UUPT. 3
Masalah Perpajakan Dari segi perpajakan, dengan adanya spin off dapat menimbulkan beberapa akibat antara
lain: a.
Perseroan yang melakukan spin off mempunyai peluang mengalami kerugian, akibatnya akan mengurangi laba total dari perseroan hasil spin off. Kerugian itulah yang dapat
dikompensasikan pada periode berikutnya. b.
Tingkat penghasilan dari perseroan hasil spin off memungkinkan akan kurang akibat penggunaan metode pembelian.
132
Ibid ,hal.142.
Universitas Sumatera Utara
c. Hilangnya pajak penghasilan yang berasal dari penerimaan deviden menjadi pajak
penghasilan atau capital gain bisa saja terjadi akibat dibelinya satu perseroan oleh perseroan lain.
Dilihat dari sudut perpajakan juga perseroan yang melakukan spin off harus diteliti apakah kegiatan tersebut dilakukan untuk mencapai pertumbuhan perseroan atau menunjukkan indikasi
untuk mengurangi kewajiban perpajakan. Dari visi perpajakan transisi spin off pada dasarnya harus diakui dan dicatat sebesar harga pasar dan nilai wajarnya. Penggunaan nilai buku pada
dasarnya tidak diperluakan. Dengan demikian transaksi spin off akan menyebabkan timbulnya laba atau rugi bagi pihak yang menyerahkan aktiva bersihnya atau saham perseroannya yang
merupakan selisih antara harga pasar atau nilai wajar dengan nilai buku. Laba ini merupakan objek pajak dan terkena pajak penghasilan sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
133
Penggunaan nilai buku untuk keperluan perpajakan hanya diperkenankan dalam spin off yang akan menjual sahamnya kepada masyarakat dan spin off dalam dunia perseroan. Dengan
penggunaan nilai buku ini, dengan sendirinya tidak akan mendapat laba atau rugi dari transaksi spin off
dan karenanya tidak akan terkena pajak penghasilan.
14
Masalah-masalah pajak seputar spin off perseroan antara lain sebagai berikut : a.
Potensi penghindaran pajak yang tinggi. Spin off digunakan untuk menggabungkan kerugian dari perseroan lain meminimalkan
beban pajak. Pada saat PMK NO. 469 Tahun 1998 masih berlaku, terdapat peraturan tidak boleh mengalihkan kerugian kecuali terdapat revaluasi aktiva dari sarving
company perusahaan yang tidak dilikuidasi saat spin off dan surving company tersebut
133
Ibid ,hal.142.
Universitas Sumatera Utara
harus aktif selama 2 {dua} tahun. Hal ini dimanfaatkan oleh para penghindar pajak dengan cara membuat perseroan yang rugi besar – besaran sebagai survingcompany.
b. Beban pajak yang berlebihan membuat disinsentif untuk spin off.
PPN dan BPHTB sangat memberatkan terutama bila nilai aset perseroan yang spin off cukup signifikan. Hal ini memberatkan lagi perseroan yang memakai metode nilai
pasar PPH.
c. Peraturan perpajakan yang overprotektif menimbulkan ketidak adilan.
Akibat banyaknya kasus penghindaran pajak di massa lalu, peraturan pajak dibuat sangat over protektif terhadap spin off serta larangan pemberian kompensasi kerugian
untuk spin off perseroan. Pada hal perseroan tersebut rugi besar dan terancam dan terancam dilikuidasi namun tidak dapat mengkompensasikan kerugiannya, pada hal
perseroan dalam situasi normal saja dapat mengkompensasikan kerugian. Hal ini dapat menimbulkan ketidak adilan antara sesama wajib pajak.Untuk menyeimbangkan antara
insentif ekonomi, asas keadilan dan usaha pencegahan penghindaran pajak, beberapa negara menyatakan hal yang sama seperti PSAK NO.22, yaitu persyratan khusus untuk
merger dengan nilai buku bebas pajak dan nilai pasar tidak bebas pajak. PPHTB adalah pajak penghasilan atau pengalihan tanah dan bangunan. Dasar hukum UU
No.22 Tahun 2000 jo UU No.21 Tahun 1997.Definisi pajak yang dikenakan atas sebuah peristiwa hukum berupa perolehan hak atas tanah dan bangunan. Objek pajak perolehan hak atas
tanah dan bangunannya sendiri. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan bukan tanah atau
Universitas Sumatera Utara
bangunannya sendiri. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang dimaksud berdasarkan peraturan BPHTB meliputi pemekaran usaha atau pemisahan usaha spin off.
C. Akibat Hukum Spin Off Terhadap Perseroan Hasil Pemisahan Anak Perseroan