Efisiensi Teknis Perbankan Indonesia Pada Bank nYang Merger - Akuisisi Dan Spin Off

(1)

EFISIENSI TEKNIS PERBANKAN INDONESIA PADA BANK

YANG MERGER - AKUISISI DAN SPIN OFF

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

ANGGIT WICAKSONO

NIM 109046100154

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM (MUAMALAT)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

iii

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memenuhi gelar starata satu (S1) di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 28 Maret 2014

Anggit Wicaksono 109046100154


(5)

iv

Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2014.

Skripsi ini membahas tetang pengukuran efisiensi perbankan Indonesia yang terbentuk dari hasil Merger – Akusisi dan Spin Off. Kelompok perbankan yang terbentuk dari hasil Merger dan Akusisi terdiri dari Bank Mandiri, Bank Permata dan Bank Artha Graha Internasional sedangkan kelompok perbankan yang terbentuk dari hasil Spin Off terdiri dari Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah dan Bank Mega Syariah. Periode waktu pengururan yang digunakan dalam penelitian ini adalah enam tahun selama 24 triwulan, kecuali BRI Syariah yang ketersediaan laporan keuangannya hanya lima tahun.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Envelopment Analysis (DEA), dengan menggunakan asumsi Constant Return to Scale (CRS) dengan menggunakan dua orientasi pengukuran yaitu orientasi input dan output. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah DPK, aset tetap, beban tenaga kerja sebagai variabel input serta penyaluran dana dan pendapatan operasional sebagai output.

Hasil dari penelitian ini adalah kedua kelompok perbankan ini memiliki hasil efisiensi yang cenderung fluktuatif, dimana perbankan yang terbentuk dari hasil Spin Off memiliki hasil efisiensi yang lebih tinggi. Penelitian ini juga memeberikan analisis potential improvement, dengan melihat nilai To Gain sebagai saran atau alternatif yang dapat digunakan supaya perbankan dapat beroperasi dengan efisien. Kata Kunci : Merger – Akusisi, Spin Off, Efisiensi, DEA, Potential Improvement, Nilai To Gain


(6)

v

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam penulis sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW semoga kelak kita termasuk kedalam umat yang mendapatkan syafaat dari beliau di hari akhir kelak.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. H. JM Muslimin, MA selaku dekan Fakultas Syariah dan Hukum yang saya hormati.

2. Dr. Euis Amalia, M.Ag selaku ketua Program Studi Muamalat yang selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada seluruh mahasiswa prodi Muamalat. 3. Bapak Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, MS, MSC, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran, yang telah memberikan banyak ilmu, serta menjadi figur yang sangat memotivasi tak hanya dalam penyusunan skripsi ini, tetapi juga selama kegiatan perkuliahan.


(7)

vi

5. Bapak Mu’min Raur, MA. Selaku sekretaris prodi, yang selalu bersedia yang telah bersedia untuk direpotkan, serta ibu Oke di bagian akademik yang tanpa lelah mengurus berkas-berkas mahasiswa.

6. Kepada dosen penguji bapak Arif Fauzan, SE, MM dan bapak Nur Rianto Al Arif, SE, M.Si terima kasih atas bimbingannya saat sidang skripsi, yang insya allah akan membuat skripsi ini menjadi lebih baik.

7. Kakak Sari Ardiyanti selaku Kepala Cabang IPOT UIN, keluarga besar IPOT dan perpustakaan utama yang telah direpotkan selama pembuatan skripsi ini. 8. Kawan-kawan PS E 2009 Sdr. Frizan Donovan, Qisti Amruna, Dini Aulia,

Mizan Skuroni, Irfan Hilmy, Asep Saifullah, Ridha Danjanny, Farhan Rabani yang telah bersedia merekap data dan banyak membantu dari hal-hal non teknis. 9. Kawan-kawan lainnya Tika Astuti, Ananda Pratama, Mirriam, Desi Tria, Nizar,

Romi Agung, yang telah menjadi tempat untuk menyegarkan pikiran.

10. Keluarga besar KKN FLASH 2012 dan Desa Pancawati yang telah menjadi keluarga kedua.


(8)

vii

Akhir kata, penulis mendoakan agar Allah SWT membalas segala dukungan dan kebaikan kalian selama yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 28 Maret 2014

penulis


(9)

viii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA ……… ii

LEMBAR PERNYATAAN ………... iii

ABSTRAK ……… iv

KATA PENGANTAR ………. v

DAFTAR ISI ………. viii

DAFTAR TABEL ………. xi

DAFTAR GAMBAR ……… xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1

B. Identifikasi Masalah ………... 9

C. Perumusan dan Pembatasan Masalah ……… 10

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 11

E. Kerangka Pemikiran Teoritis ………. 13

F. Metodologi Penelitian ………. 15


(10)

ix

2. Merger ……….. 21

3. Akusisi ………..23

4. Spin Off………. 25

5. Konsep Pengukuran Efisiensi ………... 28

6. Data Envelopment Analysis ……….. 33

7. Orientasi Model DEA ………... 37

8. Optimasi Model DEA ………... 40

B. Review studi terdahulu ………... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Opersional ………. 52

B. Jenis dan Sumber Data ……… 54

C. Input dan Output ………. 55

D. Populasi dan Sampel ………... 61

E. Metode Analisis ……….. 64

BAB IV HASIL ANALISIS DATA A. Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan ……….. 74

B. Hasil Efisiensi Kelompok Perbankan Yang Merger Dan Akusisi ……….. 79

C. Hasil Efisiensi Kelompok Perbankan Yang Spin Off………..….... 83 D. Efisiensi Rata-Rata Perbankan yang Merger – Akusisi dan Spin


(11)

x BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……….... 108

B. Saran ………... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 115


(12)

xi

Tabel 2.2 Ilustrasi DEA dengan Pembobotan ……….. 36

Tabel 2.3 Ilustrasi Input Oriented ……… 38

Tabel 2.4 Ilustrasi Output Oriented ……….. 39

Tabel 3.1 Variabel Input-Output ……….. 59

Tabel 3.2 Bank Hasil Merger dan Aksuisi ……… 63

Tabel 3.3 Bank Hasil Spin Off ……….. 64

Tabel 4.1 Hasil Efisiensi Keseluruhan Perbankan ……… 74

Tabel 4.2 Efisiensi Rata-rata Perbankan yang Merger – Akusisi dan Spin Off ………. 87

Tabel 4.3 Nilai To Gain Pada Bank yang Merger dan Aksusisi orientasi input …… 92

Tabel 4.4 Nilai To Gain Pada Bank Yang Spin Off Orientasi Input ………… 96

Tabel 4.5 Nilai To Gain Pada Bank Yang Merger Dan Akusisi Orientasi Output ……….. 100


(13)

xii

Gambar 3.1 Persamaan DEA ……… 67

Gambar 3.2 Model DEA CRS ……….. 70

Gambar 3.3 Model DEA VRS ……….. 71

Gambar 4.1 Grafik Hasil Efisiensi Keseluruhan ……….. 76

Gambar 4.2 Grafik Hasil Efisiensi Bank yang Merger dan Akuisisi ………80

Gambar 4.3 Grafik Hasil Efisiensi Bank yang Spin Off ………... 83

Gambar 4.4 Efisiensi Rata-rata Perbankan yang Merger – Akusisi dan Spin Off ………...………88

Gambar 4.5 Grafik Nilai To Gain Bank Yang Merger Dan Akusisi Orientasi Input ………..… 93

Gambar 4.6 Diagram Nilai To Gain Bank Yang Merger Dan Akuisisi Orientasi Input ………..… 95

Gambar 4.7 Grafik Nilai To Gain Perbankan Yang Spin Off Orientasi Input ….. 97


(14)

xiii

Gambar 4.10 Diagram Nilai To Gain Bank Yang Merger dan Akuisisi Orientasi

Output ……… 103

Gambar 4.11 Grafik nilai to gain pada bank yang Spin Off Orientasi Output … 105

Gambar 4.12 Diagram nilai to gain pada bank yang Spin Off Orientasi


(15)

1

A. Latar belakang

Bank syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun penyaluran dana memberikan imbalan atas dasar prinsip syariah, yaitu bagi hasil dan jual beli.1 Peraturan yang menjelaskan tentang keberadaan perbankan syariah adalah UU No.10/1998 yaitu:

Salah satu bentuk usaha bank adalah menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan hal lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan bank Indonesia.

Perkembangan lembaga keuangaan syariah di Indonesia dimulai sejak lama, yaitu sejak lembaga keuangan bukan bank hadir dalam konsep bagi hasil. Namun demikian, lembaga perbankan syariah secara formal hadir pada tahun 1992 dengan hadirnya perbankan syariah pertama, yaitu Bank Muamalat Indonesia yang didirikan berdasarkan undang-undang nomor 7 tahun 1992.

Selama tahun 2012, perbankan syariah Indonesia mengalami tantangan yang cukup berat dengan mulai dirasakannya dampak melambatnya pertumbuhan perekononomian dunia yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak setinggi yang diharapkan, walaupun Indonesia

1


(16)

termasuk negara yang masih mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil di dunia. Selain itu, faktor lain seperti dampak penurunan DPK antara lain karena penarikan dana haji dari perbankan syariah juga merupakan salah satu hal yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan perbankan syariah. Oleh karena itu, pertumbuhan aset perbankan syariah tidak setinggi pertumbuhan pada periode yang sama di tahun sebelumnya. Hingga bulan Oktober 2012 pertumbuhan aset perbankan syariah mencapai ± 37% dan total asetnya menjadi ± Rp179 triliun. Meskipun demikian Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan perbankan syariah tahun 2013 tetap mengalami pertumbuhan yang relatif cukup tinggi berkisar antara 36% - 58%. Sementara perekonomian Indonesia di tahun depan masih tetap mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi dalam kisaran 6,3% - 6,7%. 2

Perkembangan perbankan syariah hingga tahun 2012 ini memperlihatkan kemajuannya, total Bank Umum Syariah hingga saat ini berjumlah 11 Bank Umum Syariah (BUS), sedangkan untuk Unit Usaha Syariah (UUS) berjumlah 24 dan untuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sebanyak 156. Jumlah BUS, UUS dan BPRS untuk tahun-tahun mendatang sangat mungkin untuk terus bertambah. Pertama, karena memang sejak diterbitkannya UU No 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah adanya tuntutan UUS yang sudah mencapai 50% harus melakukan spin off dari induknya hingga pada tahun 2023 batasnya. Belum lagi bank konvensional

2


(17)

yang resmi berubah menjadi bank syariah tidak boleh kembali lagi ke status konvensionalnya.3

Lebih lanjut dalam UU No. 19 tahun 2003 diatur dalam bab khusus tentang restrukturisasi dan privatisasi. Dalam pasal 72 disebutkan dengan jelas maksud dan tujuan restrukturisasi salah satunya adalah agar badan usaha dapat beropresi secara efisien.4 Untuk menilai apakah suatu bank termasuk kategori bank sehat atau bank sakit maka harus dilihat dari kinerja operasionalnya. Kinerja dapat diukur salah satunya dengan melihat efisiensi pengelolaan dana bank tersebut. Untuk itu dengan semakin efisien suatu bank maka akan mengindikasikan tingkat kesehatan bank.5

Perkembangan perbankan di Indonesia khususnya perbankan syariah tidak lepas dari kebijakan restrukturisasi yang dilakukan perbankan di Indonesia khususnya strategi spin off. Secara teoritis yang dimaksud dengan restrukturisasi adalah pembenahan suatu badan usaha yang menyangkut struktur, organisasi, aspek hukum, komposisi kepemilikan aset, dan intern manajemen yang pada dasarnya mempunyai tujuan untuk membentuk badan usaha menjadi pelaku ekonomi yang efisien, efektif, produktif dan dikelola secara professional bisnis sehingga mampu mendapatkan keuntungan.6

3

www.fossei.org diakses pada 15 april 2013 4

Marwah M Diah, Restrukturisasi BUMN di Indonesia (Jakarta : Literata Lintas Media, 2003), hal. 190

5

Suseno Priyonggo, Analisis Efisiensi dan Skala Ekonomi Pada Industri Perbankan Syariah di Indonesia (P3EI, 2004), hal. 37

6

Marwah M Diah, Restrukturisasi BUMN di Indonesia (Jakarta :Literata Lintas Media, 2003), hal. 203


(18)

Spin off adalah organisasi, objek atau entitas baru yang merupakan hasil pemisahan atau pemecahan dari bentuk yang lebih besar.7 Landasan hukum yang, mengatur tentang spin off adalah Pasal 68 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, yakni:

1. Dalam hal Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai asetnya telah paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset bank induknya atau 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahan.

2. UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemisahan dan sanksi bagi Bank Umum Konvensional yang tidak melakukan Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia.8

Houston dan Ryngaert, menjelaskan bahwa banyak yang memperdebatkan bahwa merger dan akuisisi bank merupakan refleksi tekanan pasar untuk mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. Oleh karena itu, terdapat perdebatan panjang tentang sifat khusus yang mendatar mengenai lembaga perbankan. Namun demikian, dalam perekonomian modern perbankan merupakan lembaga ekonomi yang memiliki kedudukan strategis karena kontribusinya pada penentuan arah dan perkembangan ekonomi suatu kawasan atau Negara. Pendapat para akademisi dan, peneliti, pembuat kebijakan, dan paraktisi pasar secara luas mengakui bahwa bank merupakan

7

www.wikipedia.org diakses pada tanggal 15 april 2013 8


(19)

lembaga ekonomi yang khusus atau berbeda dibandingkan dengan lembaga lainnya9.

Menurut Mardanugraha, sebelum melakukan merger atau diakusisi, perbankan secara internal terlebih dahulu harus efisien dan yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan produktivitas karyawan atau peningkatan penggunaan teknologi. Sebagai keputusan strategis, merger dan akuisisi bukan merupakan jaminan bahwa perusahaan terkonsolidasi atau terakusisi akan tercatat sebagai perusahaan yang sukses dalam menapaki bisnis pasca akusisi10.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan restrukturisasi adalah untuk meningkatkan kinerja. Kenyataan yang terjadi dalam dunia perbankan adalah restrukturisasi dilakukan perbankan konvensional dengan tujuan untuk menyelamatkan perbankan dari kemungkinan kepailitan yaitu dengan melakukan merger dan akusisi dengan bank yang lebih sehat supaya perbankan dapat terus beroperasi. Pada perbankan syariah restrukturisasi dilakukan dengan dengan cara spin off yang bertujuan untuk mengembangkan usaha serta menjalankannya usahanya dengan prinsip yang murni syariah tanpa campur tangan perbankan konvensional. Selain tujuan tersebut restrukturisasi juga dilakukan untuk

9

Bambang Mulyana, Merger dan Akuisis Bank di Indonesia Tahun 1995-2008 (MB-IPB, 2012), hal. 2-3

10 Ibid


(20)

meminimalisir biaya pembentukan perbankan baru, dimana restrukturisasi diyakini akan menghemat biaya dalam usaha pendirian perbankan.

Hampir semua pendapat menyatakan bahwa restrukturisasi dapat meningkatkan efisiensi perbankan. Bahkan Mardanugraha menyatakan bahwa untuk melakukan merger dan akusisi perbankan diharuskan supaya terlebih dahulu dapat beroperasi dengan efisien. Beberapa cara restrukturisasi yang biasa dilakukan dalam pendirian perbankan adalah dengan cara merger dan akusisi serta spin off. Yang menarik dari hal tersebut adalah jika perbankan yang malakukan restrukturisasi harus efisien, maka mana sajakah perbankan yang sudah beroperasi dengan efisien. Dalam hal ini efisiensi perbankan dikelompokan kedalam perbankan yang merger dan akusisi serta spin off. Dari kedua kelompok perbankan tersebut ingin dilihat manakah cara pendirian perbankan yang masing-masing perbankannya dapat beroperasi dengan efisien antara kelompok perbankan yang merger dan akusisi serta kelompok perbankan yang spin off.

Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat pengukuran efisiensi dilakukan, bank dihadapkan. pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat


(21)

input yang ada, atau menggunakan tingkat input minimum untuk menghasilkan tingkat output tertentu.11

Sebagai lembaga intermediasi, dunia perbankan harus bertindak rasional dan efisiensi merupakan salah satu kunci yang harus selalu diperhatikan. Iswandoro S. Permono dan Darmawan menyatakan bahwa, masalah efisiensi perbankan dirasakan sangat penting saat ini maupun dimasa mendatang, karena antara lain: (1) kompetisi yang bertambah ketat; (2) permasalahan yang timbul sebagai akibat berkurangnya sumber daya; (3) meningkatnya standar kepuasan nasabah. Oleh karena itu, analisis efisiensi perbankan mendesak dilakukan untuk mengetahui dan menentukan penyebab perubahan tingkat efisiensi serta selanjutnya mengambil tindakan korektif supaya dapat melaksanakan peningkatan efisiensi sebagaimana seharusnya.12

Pengukuran efisiensi perbankan Indonesia secara operasional dapat dilihat dari rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh pengamat ekonomi Eugenia Mardanugraha mengungkapkan bahwa salah satu indikator efisiensi perbankan secara operasional dari sisi biaya adalah rasio antara Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Semakin rendah rasio BOPO menunjukan

11

Muliaman. D Hadad, dkk., Pendekatan Parametrik Untuk Efisiensi Perbankan Indonesia

(2003), hal. 1 12


(22)

bahwa bank tersebut sudah melakukan efisiensi dalam mengeluarkan biaya-biaya operasionalnya.13

Metode pengukuran efisiensi yang banyak digunakan dalam penelitian adalah metode parametrik yaitu Stochastic Frontier Approach (SFA) dan metode non parametrik Data Envelopment Analysis (DEA). Dalam penelitian ini yang digunakan adalah metode non parametrik data envelopment analysis. Metode ini dipilih karena dapat menjelaskan berapa maksimalisasi output dan minimalisasi input yang dapat dilakukan perbankan.

Efisiensi merupakan salah satu alternatif parameter yang dapat digunakan lembaga perbankan untuk menilai kinerja perbankan, dan restrukturusasi adalah hal yang dianggap beberapa ahli dalam teori dan penelitiannya dapat meningkatkan efisiensi perbankan. Salah satu strategi restrukturisasi yang digunakan untuk pendirian perbankan adalah Merger, Akuisisi, dan spin off. Dalam hal ini, penulis tertarik untuk mengangkat tema tentang efisiensi perbankan sebagai bentuk masukan yang dapat digunakan pemerintah untuk mengembangkan perbankan di Indonesia. Untuk itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tema efisiensi dengan judul penelitian

“Efisiensi Teknis Perbankan Indonesia Pada Bank yang Merger - Akusisi

dan Spin off”

13

Edy Hartono, Analisis Efisiensi Biaya Industri perbankan Indonesia dengan Menggunakan Pendekatan parametrik (2009), hal. 7


(23)

B. Identifikasi Masalah

Untuk menghadapai persaingan ketat antar bank, maka Bank Syariah dituntut supaya beroperasi dengan efisien. Apabila bank-bank umum yang memiliki modal dan aset yang besar, bukan masalah berarti bagi mereka bila beroperasi dengan tidak efisien, karena apabila bank-bank tersebut melakukan kegiatan penyaluran dana sedangkan penyaluran dana mereka mengalami defisit, maka mereka dapat menggunakan modal dan aset mereka untuk membayar kewajiban-kewajibannya. Apabila masalah efisiensi terjadi pada Bank Syariah yang modal dan asetnya masih relatif kecil, ketika penyaluran dana yang mereka lakukan mengalami defisit apakah modal dan aset mereka cukup untuk membayar kewajiban-kewajiban mereka.

Masalah yang terkait dengan restrukturisasi yaitu, saat ini Peraturan Bank Indonesia tentang bank syariah yang terkait dengan pemisahan cenderung terfokus pada startegi spin off, apabila aset telah mencapai 50% dari bank induk atau 15 tahun setelah peraturan ini keluar maka Unit Usaha Syariah harus di spin off. Kenyataannya tidak semua Unit Syariah memiliki kinerja yang baik. Bahkan dalam Ida Savitri (2006), tidak semua perbankan yang melakukan merger dan akusisi memiliki efisiensi yang lebih baik jika dibandingkan dengan sebelum merger dan akusisi. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran dari kinerja efisiensi, salah satunya untuk mengetahui kesalahan penggunaan biaya.


(24)

C. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap masalah-masalah yang hendak dibahas dalam penelitian ini, dan untuk memfokuskan masalah-masalah yang akan diteliti untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka penulis perlu memberikan perumusan dan batasan masalah terhadap objek yang hendak dikaji. Berikut perumusan masalah yang akan dikaji:

1. Berapa tingkat efisiensi perbankan di Indonesia yang berdiri dari hasil Merger, Akuisisi dan Spin off pada interval waktu enam tahun semenjak dilakukannya restruktuturisasi perbankan, dengan periode waktu yang paling dekat berdasarkan ketersediaan laporan keuangan publikasi. Menggunakan metode non parametrik (DEA)? 2. Berapakah rata-rata tingkat inefisiensi perbankan di Indonesia yang berdiri dari hasil Merger - Akuisisi dan Spin off dengan menggunakan pendekatan non parametrik (DEA) ?

Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, penulis memberikan batasan-batasan penelitian. Pertama, penulis hanya akan meneliti perbankan yang terdaftar dalam Bank Indonesia. Tidak termasuk unit usaha syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Umum Syariah yang akan digunakan dikelompokan kedalam Bank yang berdiri dari hasil Spin off yaitu Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah dan BRI Syariah. Sedangkan bank yang terbentuk melalui merger dan akusisi terdiri dari bank konvensional yaitu, Bank Mandiri, Bank Permata, dan Bank Artha Graha Internasional.


(25)

Kedua, perbankan yang dikatakan sehat menurut CAMEL, belum tentu dapat beroperasi dengan efisien, karena indikator efisien menurut CAMEL hanya diwakili oleh rasio BOPO. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan pendekatan non parametrik yang biasa disebut dengan Data Envelopmet Analysis (DEA), karena pendekatan ini dapat menganalisa banyak Input dan Output, serta dapat menganalisis maksimalisasi output dan minimalisasi input yang harus dilakukan supaya perbankan dapat efisien. Maka penulispun mempercayakan pengukuran efisiensi ini menggunakan DEA dengan menggunakan software W-DEA.

Ketiga, untuk mendapatkan hasil yang valid, maka penulis akan menggunakan periode waktu yang paling dekat dengan restrukturisasi pendirian perbankan, berdasarkan ketersediaan laporan keuangan publikasi dengan interval waktu enam tahun selama 24 triwulan.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setelah melihat judul yang diangkat dan latar belakang masalah yang ada serta perumusan masalah yang ingin didapatkan, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat efisiensi antara perbankan yang berdiri dari hasil merger - akusisi dan spin off, sehingga bisa menjadi evaluasi, masukan dan bahan pertimbangan bagi investor, Bank Indonesia dan pemerintah dalam mengambil kebutusan untuk mengembangkan Perbankan Syariah di Indonesia.


(26)

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Penulis

Selain menambah khasanah pengetahuan baru bagi penulis, penelitian ini juga menjadi sarana bagi penulis untuk mengaplikasikan teori yang didapatkan dalam kegiatan perkuliahan selama ini. Serta dapat memberikan solusi terhadap masalah perbankan yang terjadi selama ini.

2. Akademisi dan Pembaca

Memberikan pengetahuan tentang masalah perbankan khususnya efisiensi dan dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya yang akan membahas tentang masalah perbankan

3. Bagi Perbankan Syariah, Bank Indonesia, dan Pemerintah

Menjadi tambahan informasi dan masukan terkait efisiensi perbankan di Indonesia terkait dengan kebijakan restrukturisasi melalui strategi merger - akuisisi dan spin off. Keputusan dan peraturan apa yang harus dibuat dan diambil dalam mengembangkan perbankan di Indonesia.

4. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat, gambaran tentang merger - akusisis dan spin off perbankan di Indonesia


(27)

terkait keefisienannya dan memberikan kepercayaan bagi masyarakat untuk menempatkan dananya di lembaga perbankan.

E. Kerangka Pemikiran Teoritis

Pada penelitian ini, penulis mencoba membangun sebuah kerangka pemikiran yang tepat untuk mengukur tingkat efisiensi perbankan di Indonesia yang terbentuk dari hasil merger - akusisi dan spin off. Dalam pengukuran ini peneliti menggunakan pendekatan intermediasi menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) dimana harus terlebih dahulu menentukan variabel-variabel Input dan Outputnya.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada penelitian Ascarya (2007), Donsyah, Yudisthira (2004) dan Sufian Faldzan (2004). Variabel-variabel ini terdiri dari : Variabel Output yaitu, Total Pembiayaan (Y1) dan Total Pendapatan Operasional (Y2), sementara variabel Input terdiri

dari Total Simpanan / DPK (X1), Beban Tenaga kerja (X2), dan Aset Tetap

(X3). Variabel-variabel tersebut dipilih karena variabel tersebut merupakan

variabel yang mencerminkan karakteristik perbankan yang memiliki fungsi intermediasi. Dimana fungsi intermediasi yang sesungguhnya menggambarkan karakteristik bank islam yang menyalurkan dana ke sektor riil. Hubungan alur berpikir dan interaksi dalam analisis yang akan diteliti oleh penulis dalam menentukan tingkat efisiensi antara perbankan yang


(28)

terbentuk dari hasil merger - akusisi dan spin off. Dapat dilihat pada gambar analisis sistematis di bawah ini:

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Bank Indonesia

Laporan keuangan

Merger dan Akuisisi Spin off

Variabel Input DPK

 Aset tetap

 Beban tenaga kerja

Variabel Output Total pembiayaan Pendapatan operasional

Variabel Input DPK

 Aset tetap

 Beban tenaga kerja

Variabel Output Total pembiayaan Pendapatan operasional

DEA

Efisiensi perbankan yang terbentuk dari Merger - akusisi dan spin off Pengelompokan perbankan berdasarkan :


(29)

F. Metodologi Penelitian 1. Objek Penelitian

Objek Dalam penelitian ini yaitu perbankan di Indonesia yang berdiri dari hasil merger - akusisi dan spin off dengan interval waktu enam tahun.

2. Jenis dan Sumber data

Terkait jenis data merupakan data sekunder berupa laporan keuangan perbankan di Indonesia yang berdiri dari hasi merger - akusisi dan spin off dengan interval waktu yang paling dekat dengan restrukturisasi pendirian perbankan, berdasarkan ketersediaan data. serta berbagai literatur ilmiah yang berhubungan dengan efisiensi pada perbankan. Untuk sumber data pada penelitian ini diperoleh dari laporan keuangan perbankan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan laporan keuangan resmi dari Bank Indonesia yang terkait dengan penelitian ini, serta mencari sejarah terbentuknya bank tersebut untuk menentukan apakah perbankan di Indonesia yang berdiri dari hasi merger - akusisi dan spin off, melalui situs resmi Bank Umum Syariah yang bersangkutan.

4. Metode Analisa Data

Metode yang digunakan dalam Penelitian ini menggunakan metode non parametrik Data Envelopment Analysis dengan melakukan


(30)

pengolahan variabel Input dan Output yang tersedia dalam laporan keuangan publikasi bank, dimana dalam proses pengolahannya menggunakan software WDEA.

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan penelitian ini berpedoman pada pedoman akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009-2010, terkait tentang penulisan skripsi.

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang; latar belakang, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, kerangka pemikiran teoritis, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang gambaran umum tentang perbankan syariah yang terbentuk berdasarkan pendiriannya antara yang berdiri dari hasi merger - akusisi dan spin off. Serta menjelaskan tentang konsep efisiensi pengukuran Data Envelopment Analysis (DEA).


(31)

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang sumber data yang digunakan dan penjelasan terkait variabel Input dan Outputnya serta metode analisis yang digunakan untuk menjawab perumusan masalah yang akan menjadi bahan penjelasan di bab pembahasan, metode tersebut adalah dengan pengkuran efisiensi non parametrik menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA).

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang pembahasan hasil olahan data secara mendalam, sehingga akan didapatkan sebuah hasil penelitian yang baik sehingga nantinya akan merujuk pada sebuah kesimpulan dan rekomendasi apa yang seharusnya dilakukan oleh Bank Indonesia dan pemerinah untuk mengembangkan perbankan syariah.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari seluruh pembahasan analisis dari hasil olahan data dan berisi saran atau rekomendasi yang tepat diberikan berdasarkan hasil penelitian sebagai solusi.


(32)

18

A. Landasan Teori

1. Restrukturisasi

a. Pengertian Restrukturisasi

Adapun pengertian restrukturisasi menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti bahwa: “restrukturisasi merupakan kegiatan untuk

merubah struktur perseroan”. Restrukturisasi yang terjadi pada

perseroan meliputi restrukturisasi sumber daya manusia dan restrukturisasi keuangan. Dimana hal ini diberlakukan agar pengelolaan perseroan sendiri dapat lebih optimal dalam meningkatkan kinerja keuangan. Dari kedua pengertian diatas pula, bahwa restrukturisasi dapat diartikan makin membesar atau makin mengecilnya struktur organisasi suatu perseroan. Apabila diartikan dalam pengertian pertama, maka kegiatan Merger, Akusisi dan Spin Off juga merupakan upaya untuk melakukan restrukturisasi.

Bentuk dari Restrukturisasi perseroan menurut Gunadi adalah sebagai berikut1 :

1) Merger(penggabungan usaha).

1

Gunadi, Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum Perseroan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 83.


(33)

2) Konsolidasi(peleburan usaha). 3) Likuidasi(pembubaran usaha) 4) Kepailitan(kebangkrutan usaha) 5) Split off (pemecahan usaha) 6) Spin off (pemekaran usaha)

7) Revaluasi(penilaian kembali aktiva tetap usaha) 8) Rekapitalisasi(penataan kembali permodalan usaha) 9) Reorganisasi(perubahan struktur usaha).

b. Tujuan Restrukturisasi

Adapun tujuan restrukturisasi sebagaimana di tetapkan dalam Pasal 72 ayat (2) Undang- Undang No 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah untuk kepentingan sebagai berikut:

1) Meningkatkan kinerja dan nilai perseroan.

2) Memberikan manfaat berupa deviden dan pajak kepada Negara.

3) Menghasilkan produk dan layanan dengan karya yang kompetitif kepada konsumen.

4) Memudahkan privatisasi. c. Bentuk Restruturisasi

Untuk kasus-kasus tertentu kadang-kadang diperlukan kombinasi strategi restrukturisasi. Restrukturisasi melibatkan para pemilik perseroan secara langsung. Dalam menjalankan tugas tersebut


(34)

mereka dapat dibantu dewan komisaris, manajemen perseroan. Adapun bentuk restrukturisasi yang banyak dipergunakan untuk mengatasi krisis keuangan perseroan adalah sebagai berikut :

1) Restrukturisasi harta (reorganization of assets)

Salah satu cara untuk memperbaiki likuiditas keuangan perseroan adalah menata kembali harta yang dimiliki perseroan. Hal itu dilakukan dengan jalan megurangi jenis atau jumlah harta tetap, termasuk sarana produksi yang kurang berguna atau tidak efisien lagi. Harta tetap seperti itu dapat jual kepada pihak ketiga. Dengan menjual harta tetap yang kurang berguna atau tidak efisien bagi perseroan akan mendapat injeksi dana segar. Dana tersebut dapat dipergunakan untuk mendanai kebutuhan modal kerja dan melunasi utang-utang yang berbunga tinggi.

2) Restrukturisasi Perseroan

Restrukturisasi perseroan dilakukan dengan jalan memperkecil skala organisasi perseroan memangkas sumber pemborosan dan dan merasioanalisasi jumlah karyawan yang berlebihan. Apabila menurunnya kinerja bisnis perseroan juga disebabkan karena pengelapan uang, perlu juga dilakukan penggantian personalia manajemen dan karyawan yang terbukti telah merugikan perseroan. Apabila dirasa perlu restrukturisasi juga dapat


(35)

dilakukan dengan jalan menata kembali atau menciutkan ruang lingkup usaha perseroan.

Tujuan utama restrukturisasi adalah menurunkan jumlah beban biaya tetap dan meningkatkan efesiensi kegiatan bisnis perseroan. Disamping itu rerorganisasi dijalankan guna menciptakan manajemen perseroan yang lebih proposional dan bersih.

2. Merger

a. Pengertian Merger

Istilah “merger” berasal dari kata kerja “merge” yang berarti

“menggabungkan atau memfungsikan”. Menurut pakar hukum bisnis Indonesia memberikan pengertian merger, seperti berikut :

(a) Bacelius Ruru, mengartikan merger sebagai penggabungan usaha dari dua atau lebih perusahaan yang pada akhirnya bergabung ke dalam salah satu perusahaan yang telah ada sebelumnya.

(b) Christian Wibisono, menggartikan merger sebagai penggabungan dua badan usaha yang relatif berimbang kekuatannya, sehingga terjadi kombinasi baru yang saling mengguntungkan.

Dari beberapa pengertian merger yang telah disebutkan, pada dasarnya ada kesamaan di dalam unsur-unsur pengetian merger, yaitu : (a) Merger atau penggabungan perusahaan adalah salah satu cara penyatuan perusahaan, di samping peleburan perusahaan (konsolidasi)


(36)

dan pengambilalihan perusahaan (akuisisi); (b) Merger melibatkan dua pihak, yaitu satu perusahaan yang menerima penggabungan dan satu atau lebih perusahaan yang menggabungkan diri; (c) Perusahaan yang menerima penggabungan akan menerima pengambilalihan seluruh saham, harta kekayaan, hak, kewajiban, dan utang perusahaan yang menggabungkan diri. Jika dianalisis dalam berbagai aspek, sebenarnya banyak alternatif latar belakang mengapa perlunya tindakan merger bagi perusahaan-perusahaan, baik perusahaan dalam kondisi sehat maupun tidak sehat.

b. Faktor Merger

Secara umum merger perusahaan dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yaitu :

(a) Meningkatkan Efisiensi

(b) Penganekaragaman Bidang Usaha atau

(c) Meningkatkan Penguasaan Pangsa Pasar (Market Share) (d) Pengurangan Kewajiban Pembayaran Pajak

(e) Penilaian harta yang lebih rendah dari yang sebenarnya (f) Ingin meningkatkan prestige.

Mekanisme merger sebenarnya dapat dilaksanakan baik untuk tujuan penyelamatan (Rescue) maupun untuk tujuan pengembangan usaha (Improving Business). Bagi bank bermasalah, merger dengan bank lain yang lebih besar dan sehat


(37)

merupakan pilihan yang menguntungkan, penyelamatan oleh bank lain yang kuat akan mengurangi masalah likuiditas karena memperoleh tambahan dana segar (Fresh Money). Untuk pengembangan usaha maka merger bertujuan mempercepat berkembangnya bisnis dan operasi serta keuntungan lebih cepat jika dibandingkan dengan perkembangan alamiah. Menurut Smith (1996), merger bank dimaksudkan untuk mengurangi biaya tenaga kerja , biaya overhead dan mengombinasikan antara efisiensi yang telah dicapai oleh partner merger, dan mengurangi jumlah cabang yang tingkat operasionalnya overlapping antara satu cabang dengan cabang lain.

3. Akuisisi

Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap bank.2 Pengambilalihan kepemilikan dapat berupa pembelian sebagian terbesar atau seluruhnya saham-saham dari perusahaan lainnya itu. Masing-masing perusahaan baik perusahaan yang mengambil alih maupun perusahaan yang diambil alih tetap mempertahankan aktivitasnya, identitasnya, dan kedudukannya sebagai perusahaan-perusahaan yang mandiri. Pengambilalihan perusahaan-perusahaan ini sering diistilahkan dengan “Acquisition”, “Take Over”, dan “Overname”,

2


(38)

yaitu pengambilalihan suatu perusahaan (perusahaan target) oleh perusahaan lainnya (perusahaan raider) melalui penawaran untuk membeli sebagian atau seluruh saham dari perusahaan target dengan harga yang lebih tinggi dari nilai harga pasar yang normal. Disini tampak adanya tindakan atau mekanisme yang mengakibatkan adanya aset oleh satu pihak, dan pihak yang mengabilalih ini dapat mengelola aset yang ada secara lebih efisien dibandingkan jika hal itu dilakukan oleh perseroansebelumnya.Pengertian secara luas dari akuisisi adalah pembelian hak atas suatu bagian perusahaan lain, sehingga akuisitor (perusahaan pembeli) dapat menguasai atau mengambil alih perusahaan lain (target company) dengan melalui controlterhadapnya. Dapat juga dikatakan bahwa akuisisi adalah pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lainnya yang dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu yang pertama dengan mengambil alih aset perusahaan yang diambil alih. Misalnya,mesin-mesin, pabrik-pabrik.

Sementara cara kedua, adalah membeli saham-saham dari perusahaan yang mengambil alih. Akuisisi saham perusahaan merupakan salah satu bentuk akuisisi yang paling umum ditemui dalam kegiatan akuisisi. Perusahaan yang mengakuisisi itu biasanya merupakan perseroan besar yang mempunyai dana yang cukup kuat, luas operasi usahanya, memiliki manajemen yang baik, serta biasanya tergolong dalam kelompok konglomerat. Ada perbedaan antara


(39)

akuisisi saham dan akuisisi aset perseroan, akuisisi saham akan mengakibatkan perubahan mayoritas kepemilikan saham dan ada kemungkinan campur tangan dalam manajemen, karena segala untung rugi dan tanggung jawab serta risiko beralih kepada pemegang saham dan manajemen baru . Sebaliknya, bila dilakukan akuisisi terhadap aset perseroan yang biasanya berupa tanah, bangunan, mesin yang semuanya berupa aktiva tetap, maka pemegang saham lama akan memperoleh dana segar hasil akuisisi tersebut yang akan dipergunakan untuk membayar utangnya kepada pihak kreditur, setelah itu bisa saja perseroan tersebut dilikuidasi.

Tujuan akuisisi umumnya antara lain memperoleh akses pada teknologi baru atau teknologi yang lebih baik yang dimiliki oleh perusahaan yang menjadi obyek akuisisi, menciptakan penguasaan pangsa pasar yang luas, mendorong harga saham di pasar modal, memperkuat struktur permodalan, dan menjamin kelangsungan perusahaan.

4. Spin Off

a. Pengertian Spin Off

Yang dimaksud dengan spin off adalah apabila unit kegiatan tersebut kemudian dipisahkan dari sebuah perseroan dan berdiri sebagai suatu perseroan baru yang terpisah. Dengan demikian perseroan tersebut akan mempunyai direksi sendiri dan independen


(40)

dalam mengambil keputusan, serta kepemilikan perseroan baru tersebut berada di tangan para pemegang saham. Pemisahan ini dimaksudkan agar unit tersebut dapat mengambil keputusan dengan lebih cepat, lebih efisien dan ada yang secara khusus bertanggung jawab.

Sebenarnya praktek spin off telah cukup lama dikenal sebagai satu bagian konstruksi yang banyak digunakan dalam merestrukturisasi hukum, akan tetapi hal ini baru dilegislasikan setelah diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Meskipun pengaturan spin off dalam UU Perbankan Syariah ini secara spesifik lebih ditujukan untuk menerapkan substansi UU Perbankan Syariah (menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip syariah), khususnya terhadap Unit Usaha Syariah (UUS) yang secara korporasi masih berada dalam satu entitas dengan Bank Umum Konvensional, namun kontruksi hukum spin off ini dapat dimanfaatkan oleh industri perbankan dalam melakukan restrukturisasi usahanya.

Dalam pemisahan perseroan dikenal ada 2 (dua) macam pemisahan, kedua jenis pemisahan tersebut dipengaruhi oleh cara pemisahan dengan memperhatikan kuntitas usaha yang dipisahkan oleh perseroan. Hal ini diatur dalam dalam Pasal 135 UU Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT) yaitu:


(41)

1. Pemisahan murni (zuivere splitsing = absolute division) adalah pemisahan usaha perseroan yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan yang beralih karena hukum kepada 2 (dua) perseroan atau lebih yang menerima peralihan dan akibatnya perseroan yang melakukan pemisahan tersebut menjadi berakhir karena hukum.

Dalam pemisahan jenis ini yang menjadi ciri pokoknya perseroan mengalihkan seluruh harta kekayaannya, sehingga akan berakibat perseroan harus tutup demi hukum karena sudah tidak ada lagi usaha yang diurusi.

2. Pemisahan tidak murni (afsplitsing=spin off). Pemisahan tidak murni mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1(satu) perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada.

Dari 2 (dua) definisi tersebut di atas, jelas bahwa pemisahan aset dan kewajiban dari suatu perseroan menjadi perseroan baru yang independen (entitas yang terpisah) merupakan unsur yang paling penting dalam proses hukum spin off. Dalam prakteknya, pemisahan aset dan kewajiban tersebut umumnya adalah berupa pemisahan unit usaha (divisi) tertentu menjadi sebuah perseroan baru yang kegiatan usahanya bisa sama atau berbeda dengan perseroan awalnya. Pemisahan tidak murni adalah pemisahan perseroan yang mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada.


(42)

Dalam pemisahan ini tidak sampai mengakibatkan perseroan yang pemisahan menjadi bubar, karena harta kekayaan yang dialihkan hanya sebagian saja.Perseroan tersebut masih mempunyai harta kekayaan sehingga masih dapat menjalankan usaha. Berbeda dengan pemisahan murni yang berakibat perseroan yang melakukan pemisahan menjadi bubar, karena harta kekayaannya dialihkan seluruhnya. Pada pemisahan tidak murni penerima pengalihan cukup minimal satu perseroan, sedangkan untuk pemisahaan umum sedikitnya dua perseroan sedangkan untuk pemisahan murni sedikitnya dua perseroan sebagai penerima pengalihan harta kekayaan. 5. Konsep pengukuran efisiensi

Efisiensi adalah suatu parameter kinerja dimana suatu perusahaan dapat mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki atau dalam pandangan matematika didefinisikan sebagai perhitungan rasio output (keluaran) dan atau input (masukan) atau jumlah keluaran yang dihasilkan dari satu input yang digunakan. Suatu perusahaan dikatakan efisien apabila : 3

a. Menggunakan jumlah unit input yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan jurnlah unit input yang digunakan oleh perusahaan lain dengan menghasilkan jumlah output yang sama

3

Haryum Muharam, dan Rizki Pusvitasari, Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah di Indonesia dengan Metode Data Envelopment Analysis, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, vol.II, no.3 (2005), hal. 85.


(43)

b. Menggunakan jumlah unit input yang sama, dapat menghasilkan jumlah output yang lebih besar. Sama halnya dengan bentuk perusahaan, efisiensi dalam perbankan juga merupakan suatu tolak ukur dalam mengukur kinerja bank dimana efisiensi merupakan jawaban atas kesulitan-kesulitan dalam menghitung ukuran-ukuran kinerja seperti tingkat efisiensi alokasi, teknis maupun total efisiensi. Jadi unit ekonomi untuk beroperasi pada tingkat nilai produk marginal (marginal value product) sama dengan biaya marginal (marginal cost)

Cara lain yang bisa digunakan untuk mencapai efisiensi yang lebih tinggi adalah dengan menerapkan teknologi manajemen yang dapat mengurangi input maupun meningkatkan kemampuan dalam menghasilkan lebih banyak output. Beberapa konsep mengenai efisiensi antara lain yang dikemukan oleh Ramesh Bhat (2001) dalam Retno Wulansari (2010) sebagai berikut4:

a. Efisiensi Teknis

Efisiensi ini berkaitan dengan penggunaan tenaga kerja, modal, dan mesin sebagai input untuk menghasilkan output maksimum. Dengan menerapkan teknologi yang sama pada semua unit maka diharapkan tidak akan ada input yang sia-sia dalam memproduksi kuantitas output tertentu. Sebuah organisasi yang beroperasi lebih baik

4


(44)

daripada semua organisasi lain yang disampel, maka bisa dikatakan bahwa organisasi ini telah efisien secara teknis.

b. Efisiensi Alokatif

Berkaitan dengan meminimalkan biaya produksi dengan pilihan input yang tepat untuk menghasilkan suatu tingkat output tertentu dengan mempertimbangkan tingkat harga input, dengan asumsi bahwa organisasi yang diuji sudah sepenuhnya efisien secara teknis. Efisiensi alokatif dinyatakan sebagai skor persentase, dimana skor 100 persen menunjukkan bahwa organisasi telah menggunakan inputnya dalam proporsi yang akan meminimalkan biaya. Sebuah organisasi yang beroperasi pada praktek terbaik secara teknis masih bisa secara alokatif dikatakan tidak efisien karena tidak menggunakan input dalam proporsi yang meminimalkan biaya, pada harga input relatif tertentu. c. Efisiensi biaya/ keseluruhan

Berkaitan dengan kombinasi efisiensi teknis dan alokatif. Sebuah organisasi dikatakan melakukan efisien biaya jika dia bisa efisien baik secara alokatif maupun secara teknis. Efisiensi biaya dihitung sebagai produk dari nilai efisiensi teknis dan efisiensi alokatif (ditunjukkan dalam persentase), sehingga organisasi hanya dapat mencapai 100 persen nilai efisiensi biaya jika telah mencapai 100 persen efisiensi baik teknis dan alokatif.


(45)

Salah satu metode yang banyak digunakan dalam pengukuran efisiensi adalah metode frontier. metode frontier dalam mengukur efisiensi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pendekatan frontier parametrik dan non parametrik. Pendekatan frontier parametrik dapat diukur dengan tes statistik parametrik seperti menggunakan metode Stochastic Frontier Approach (SFA) dan Distribution Free Approach (DFA). Pendekatan frontier non parametrik diukur dengan tes statistik non parametrik yaitu dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Tes parametrik adalah suatu tes yang modelnya menetapkan adanya syarat-syarat tertentu tentangparameter populasi yang merupakan sumber penelitiannya, sedangkan tes statistik non parametrik adalah tes yang modelnya tidak menetapkan syarat-syarat mengenai parameter populasi yang merupakan induk sampel penelitiannya.

Dalam melakukan pengukuran efisiensi terdapat tiga pendekatan utama yang biasa digunakan. Pendekatan tersebut terdiri dari : 5

a. Pendekatan Produksi : Pendekatan produksi menjelaskan bahwa aktivitas perbankan adalah pelayanan terhadap deposan dan kreditor menggunakan seluruh faktor produksi, seperti

5

Ascarya, Diana Yumanita, dan Guruh S. Rohimah, Efficiency Analysis of Conventional and Islamic Banks in Indonesia Using Data Envelopment Analysist (2007), hal. 10


(46)

pegawai dan modal tenaga kerja. Untuk mencapai tujuannya, yaitu memproduksi output yang diinginkan. Pendekatan ini deperkenalakan oleh bentson (1965) , bell dan Murphy (1968), bank sebagai pemilik deposit akun dari deposan dan memberikan dana kepada kreditor.

b. Pendekatan Intermediasi : Pendekatan intermediasi menjelaskan tentang aktivitas perbankan sebagai agen intermediasi yang mentransformasikan penyaluran dana dari deposan (pihak yang kelebihan dana) kepada kreditor (pihak yang kekurangan dana). Dengan kata lain, dana pihak ketiga yang cenderung likuid, berjangka pendek, dengan resiko rendah yang ditransformasikan menjadi pembiayaan yang lebih beresiko, tidak likuid dan berjangka pamjang. Oleh karena itu pendekatan ini mendefinisikan input sebagai financial capital dan output sebagai volume pembiayaan atau investment outstanding.

c. Pendekatan Modern : Pendekatan modern mencoba untuk mengembangkan dua pendekatan yaitu manajemen resiko kegiatan usaha, system informasi dan pemecahan masalah kedalam teori klasik perusahaan. Pendekatan ini memperkenalkan perbedaan antara manajer bank dan pemilik bank dalam prilakunya memaksimalkan keuntungan.


(47)

Pendekatan ini diperkenalkan oleh hughes dan mester (1994) yang dilakukan pada bank yang ingin lebih besar dan ingin mengembangkan ukurannya.

6. Data Envelopment Analysis

Data envelopment analysis (DEA) ditemukan oleh Farell (1957). DEA merupakan model pemrograman linier yang menjelaskan penerapan dari pemrograman matematika untuk menjelaskan pembatasan data yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dari organisasi dalam menjelaskan jumlah output dan input. Dimana teknik pemrograman liner ini menggunakan fungsi objektif dan fungsi kendala dalam melakukan pengukuran efisiensi.6

DEA diperkenalkan pertama kali oleh Charnes, Cooper dan Rhoades pada 1978, aplikasi DEA digunakan untuk mengevaluasi kinerja dari entitas berbeda yang berhubungan dengan banyak aktivitas yang berbeda. Dasar dari DEA membadingkan efisiensi dari unit organisasi yang sama, DEA pertama kali digunakan dalam sektor perbankan oleh Sherman & Gold (1985). DEA bekerja untuk menghitung efisiensi relatif dari banyak input dan banyak output tiap unit produksi. Skor efisiensi biasanya dinotasikan kedalam bilangan 0 hingga 1 atau 1 hingga 100

6

Izah Mohd Tahir, Nor Mazlina Abu Bakar, dan Sudin Haron, Evaluating Efficiency of Malaysian Banks Using Data Envelopment Analysis, (2009)


(48)

persen dalam desimal. Skor efisiensi yaitu 1 atau 100% dari decision making unit menunjukan bahwa decision making unit itu memiliki nilai efisiensi relatif bila dibandingakan dengan decision making unit lainnya yang nilainya dibawah itu diantara sampel yang digunakan. DEA di desain untuk mencari dan memperkirakan sumber ketidak efisienan yang ditunjukan dari vektor input dan output. Keuntungan dari penggunaan DEA adalah ia merupakan metode ekonometrika tradisional yang tidak membutuhkan asumsi utama (seperti acuan dalam bentuk analisis statistik regresi). DEA hanya menghitung efisien dari decision making unit yang yang bekerja menggunakan banyak input dan output. DEA merupakan alat untuk menilai karena dia mengidentifikasi ketidak efisienan dari decision making unit dengan membandingkan dengan decision making unit lainnya.7

a. Menghitung kinerja terbaik dari decision making unit yang menghasilkan output terbaik dengan sedikit input. Menunjukan hasil dari kinerja nilai DEA dari data yang digunakan. Memasukan decision making unit kedalam nilai efisiensi

b. Menghitung hasil DEA dari keseluruhan decision making unit. Seperti nilai yang ditampilkan dari efisiensi yang kurang baik dibandingakan

7

Ahmet Akin, Merve Kilic, dan Selim Zaim, Determinants of Bank Efficiency in Turkey: A Two Stage Data Envelopment Analysis (2009)


(49)

dengan efisiensi terbaik. Decision making unit merupakan kumpulan dari beberapa input yang dapat menghasilkan output.

Secara matematis pengukuran efisiensi menggunakan DEA dapat digambarkan sebagai berikut :

a) Ketika pengukuran efisiensi menggunakan satu input dan satu output, dengan asumsi bahwa DMU yang efisien ditunjukan oleh nilai rasio maksimal.

Tabel 2.1 ilustrasi DEA

Sumber : Data yang telah diolah

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa DMU 4 memiliki rasio output/input yang paling tinggi. Pada pendekatan ini efisiensi ditunjukan dari nilai maksimal, maka DMU 4 merupakan DMU yang efisien. Maka untuk mengetahui skor efisiensi DMU lain, harus dibandingkan dengan DMU 4 untuk mengukur skor efisiensinya. Contoh untuk DMU 3 (4 : 4.5 x 100) = 89%. Maka skor efisiensi DMU 3 adalah 89%. Kelemahan model pengukuran ini adalah tidak dapat melakukan pengukuran efisiensi jika menggunakan banyak input dan output, serta tidak

Unit Input Output Output/Input Efisiensi

DMU 1 3 6 2 0.49 (49%)

DMU 2 4 13 3.25 0.72 (72%)

DMU 3 4 16 4 0.89 (89%)


(50)

dapat mengidentifikasi berapa maksimalisasi output dan minimalisasi input yang harus dilakukan supaya DMU efisien. b)Supaya dimungkinkan untuk melakukan pengukuran efisiensi

dengan menggunakan banyak input dan output, serta untuk mengidentifikasi maksimalisasi output dan minimalisasi input supaya DMU efisien. Maka input-output harus dibuat pembobotan supaya dapat diketahui persentasenya. Maka itulah motode ini dinamakan Data Envelopment Analysis, karena nilai-nilai input diamplopkan kedalam pembobotan.

Tabel 2.2 ilustrasi DEA dengan pembobotan

Sumber : data yang diolah

Dari tabel diatas dapat diketahui nilai DMU 4 menunjukan hasil efisiensi yang sama yang ditunjukan oleh rasio output/input dan bobot output/bobot input. DMU 4 menunjukan rasio yang paling tinggi. Pada model ini untuk melakukan pengukuran efisiensi dengan banyak output makan dibuat penjumlahan dari masing-masing bobot input-output. Selanjutnya untuk mengidentifikasi apakah yang harus dilakukan supaya DMU efisien maka harus dilihat rasio dari pembobotannya. Contoh : jika efisiensi ditinjukan dengan bobot 1 : 1, Unit Input

Bobot

Input Output

Bobot Output

Bobot Output/Bobot

Input Efisiensi

DMU 1 3 0.75 6 0.37 0.49 49%

DMU 2 4 1 13 0.72 0.72 0.72%

DMU 3 4 1 16 0.89 0.89 0.89%


(51)

maka yang harus dilakukan DMU 3 adalah jika bobot DMU 3 (0.89 : 1), supaya mencapai bobot 1 :1, maka 1 – 0.89 = 0.11. Maka supaya DMU 3 efisien, ia harus melakukan maksimalisasi output sebesar 11%. 7. Orientasi Model DEA

Farrell (1957) menjelaskan bahwa, efisiensi sebuah perusahaan terdiri dari dua komponen, yaitu: technical efficiency dan efisiensi biaya atau yang lebih dikenal dengan allocative efficiency. Technical efficiency menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mencapai tingkat output yang maksimum dengan menggunakan tingkat input tertentu. Technical efficiency mengukur proses produksi dalam menghasilkan sejumlah output tertentu dengan menggunakan input seminimal mungkin8. Untuk itu dalam analisis pendekatan DEA terdapat dua pengklasifikasian dasar model berdasarkan orientasinya yaitu DEA dengan orientasi input dan DEA dengan orientasi Output. Orientasi ini tergantung pada keterbatasan kontrol oleh manajemen/ pengguna model DEA baik terhadap input atau output yang dimiliki oleh unit tersebut.9

a. Pengukuran Berorientasi Input

Pengukuran berorientasi input digunakan bila, manajemen memiliki kontrol yang terbatas pada output. Yaitu ketika perusahaan diminta memproduksi barang dengan biaya yang minimal. Misalnya

8

M. J. Farrell, The Measurment of Productive Efficiency, hal. 260-261. 9

Houda Ben Said, Tunisian Bank Mergers and Acquisitions Efficiency: A Joint Analysis of Financial Ratios and Non Parametric Approaches (2013)


(52)

pengurangan jumlah beban personalia suatu perusahaan untuk memproduksi barang dengan jumlah yang sama. Maka model DEA yang dipilih adalah yang berorientasi pada input. Dengan kata lain DMU yang inefisien memungkinkan untuk menurunkan input tanpa mengurangi salah satu output dan tanpa meningkatkan setiap input lainnya.

Dengan input oriented, sesungguhnya memungkinkan untuk memperkirakan seberapa besar input yang dapat dikurangi dengan mempertahankan tingkat output yang ada.

Pada pengukuran berorientasi input, melihat seberapa besar biaya minimal dapat menghasilkan sejumlah output tertentu. Sehingga fungsi objektif yang digunakan pada pengukuran ini adalah Rasio antara input/output dimana nilai efisiensi dilihat dari rasio minimalnya. Seperti yang digambarkan sebagai berikut :

Tabel 2.3 ilustrasi input oriented

Sumber : Data yang telah diolah

Unit Input Output Rasio Input/Output

Efisiensi(Nilai Minimum Input/Output)

DMU1 1 5 0.2 1(100%)

DMU2 3 6 0.5 0.4(40%)

DMU3 6 3 2 0.1(10%)


(53)

b. Pengukuran berorientasi output

Pengukuran berorientasi pada output, digunakan pada unit yang telah memiliki input yang memadai sehingga manajemen unit tersebut hanya berfokus pada peningkatan output. Misalnya pada perbankan yang memiliki dana pihak ketiga dengan jumlah tertentu, perusahaan tersebut dituntut untuk meningkatkan pendapatan operasional. Maka model yang dipilih adalah pengukuran yang berorientasi pada output. Dengan kata lain DMU yang inefisien memungkinkan untuk meningkatkan jumlah output tanpa meningkatkan salah satu input dan tanpa mengurangi output lainnya. Dengan output oriented, seseungguhnya dimungkinkan untuk memperkirakan seberapa besar output yang dapat ditingkatkan, dengan tingkat input tertentu. Pengukuran berorientasi output bertujuan untuk melihat seberapa besar output maksimal yang dapat dihasilkan dengan jumlah input tertentu. Sehingga fungsi objektif yang digunakan pada pengukuran ini adalah rasio antara output/input dimana nilai efisiensi ditunjukan pada rasio maksimal. Seperti yang digambarkan sebagai berikut :

Tabel 2.4 ilustrasi output oriented

Sumber : Data yang telah diolah

Unit Input Output Rasio

output/input

Efisiensi(nilai max output/input)

DMU1 1 5 5 1(100%)

DMU2 3 6 2 0.4(40%)

DMU3 6 3 0.5 0.1(10%)


(54)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui, bahwa pengukuran berorientasi input ataupun pengukuran berorientasi output memberikan skor efisiensi yang sama. Jika sebuah organisasi secara teknis tidak efisien dari suatu perspektif yang berorientasi input, maka dia juga akan secara teknis tidak efisien dari suatu perspektif yang berorientasi output. Hail ini dikarenakan kedua pengukuran ini beroperasi pada frontier yang sama.

Tidak seperti model parametrik Stochastic Frontier Approach (SFA), DEA tidak memungkinkan adanya random error dan beberapa penyimpangan dari frontier efisiensi. Ketika terdapat random error dan penyimpangan maka hal ini akan diidentifikasi sebagai inefisiensi dalam pengukuran efisiensi menggunakan DEA.

8. Optimasi Model DEA

Dalam melakukan pengukuran efisiensi menggunakan metode DEA, terdapat dua pendekatan optimasi atau asumsi yang biasa digunakan para ahli dalam melakukan pengukuran efisiensi sebuah Decision Making Unit atau yang lebih dikenal dengan Unit Kegiatan Ekonomi. Asumsi tersebut yaitu constant return to scale (CRS) dan variable return to scale (VRS). Yang dijelaskan sebagai berikut10 :

10

Fitria Maharani, Pengukuran Efisiensi Perbankan dengan Menggunakan Pendekatan DEA dan Pengaruh Efisiensi Perbankan Terhadap Stock Return Pada Bank Umum Konvensional yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Program Studi manajemen, Universitas Indonesia, 2012), hal. 15-16.


(55)

a. Constant Return to Scale (CRS) : Model DEA ini pertama kali diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes pada tahun 1978. Model yang berorientasi input berdasarkan asumsi constant return to scale sehingga dikenal dengan model CCR. Dalam model constant return to scale setiap UKE akan dibandingkan dengan seluruh UKE yang ada di sampel dengan asumsi bahwa kondisi internal dan eksternal UKE adalah sama. Kritik terhadap asumsi ini adalah bahwa asumsi constant return to scale hanya sesuai untuk kondisi dimana seluruh UKE beroperasi dalam skala optimal. Namun, dalam kenyataannya meskipun UKE tersebut beroperasi dengan sumber daya (input) yang sama dan menghasilkan output yang sama pula tetapi dengan kondisi internal dan eksternalnya mungkin berbeda sehingga dapat menyebabkan sebuah UKE tidak berada dalam skala optimal. Asumsi dalam model CRS hanya sesuai digunakan ketika semua UKE beroperasi dalam skala optimal. Konsep pendekatan model ini adalah constant return to scale yang artinya penambahan satu input harus menambah satu output. Jika input ditambah sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga. Model ini dapat menunjukan technical efficiency secara keseluruhan dari profit efficiency utuk setiap DMU.

b. Variable Return to Scale (VRS) : Kelemahan asumsi constant return to scale memunculkan asumsi lain yaitu variabel return to scale.


(56)

Model ini diperkenalkan oleh Banker, Charnes dan Cooper. Sehingga model ini dikenal dengan model BCC. Asumsi yang terdapat dalam asumsi ini adalah penambahan input sebesar X kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar X kali, bisa lebih kecil atau lebih besar. Pendekatan ini relatif lebih tepat digunakan dalam menganalisis efisiensi kinerja pada perusahaan jasa termasuk bank. Variabel return to scale merupakan asumsi yang lebih tepat digunakan untuk sampel besar. Variabel return to scale menggambarkan technical efficiency secara keseluruhan yang terdiri dari dua komponen: pure technical efficiency dan scale efficiency. Pure technical efficiency menggambarkan kemampuan manajer perusahaan atau UKE untuk memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Sedangkan scale efficiency menggambarkan suatu UKE atau perusahaan dapat beroperasi pada skala produksi yang tepat. Nurul Komaryatin berpendapat bahwa asumsi CRS hanya cocok jika semua perusahaan beroperasi pada skala yang optimal. Persaingan tidak sempurna, kendala keuangan dan sebagainya mungkin menyebabkan sebuah perusahaan tidak beroperasi pada skala yang optimal. Bankers, Charnes dan Cooper pada tahun 1984 menganjurkan sebuah perluasan dari model CRS DEA dengan menerapkan perhitungan VRS (variable return to scale). Penggunaan dari spesifikasi CRS ketika tidak semua perusahaan beroperasi pada skala yang optimal, akan menghasilkan


(57)

pengukuran efisiensi teknis (technical efficiency/ TE) yang berbaur atau dikacaukan dengan hasil pengukuran efisiensi-efisiensi skala (scale efficiency/ SE). Kegunaan dari spesifikasi VRS ini akan memungkinkan perhitungan TE yang dapat menghilangkan sama sekali efek dari SE ini.

B. Review Studi Terdahulu

Penelitian tentang efisiensi banyak dilakukan diberbagai Negara, khusususnya dalam pengukuran efisiensi perbankan. Salah satu metode yang banyak digunakan di berbagai Negara untuk mengukur tingkat efisiensi perbankan adalah metode non parametrik Data Envelopment Analysis (DEA). DEA merupakan teknik pengukuran efisiensi non parametrik yang baik yang digunakan secara ekstensif di lebih dari 400 penelitian tentang efisiensi dalam ilmu manajemen selama sepuluh tahun terakhir.11

a) The Efficiency Effects of Bank Mergers and Acquisitions: A

Non-Stochastic Window Event Analysis Approach. Oleh Sufian Fadlzan,

guru besar University of Malaya tahun, 2006. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi efek dari merger dan akuisisi dari efisiensi kelompok perbankan domestik di Singapura. Dalam jangka waktu tiga tahun untuk mengukur relatif overall, pure technical dan scale

11

Mohd. Azmi Omar, Abdul Rahim Abdul Rahman, Rosylin Mohd. Yusof, M. Shabri Abd. Majid, dan Mohd. Eskandar Shah Mohd. Rasid, Efficiency Of Commercial Banks In Malaysia (2006)


(58)

efficiency, sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Dengan menggunakan Pendekatan non parametrik, data envelopment analysis (DEA), untuk mengetahui efisiensi yang dicapai dan efisiensi yang tidak tercapai yang terjadi karena merger dan akuisisi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan intermediasi ke dalam dua model. Penelitian ini menggunakan, variasi dari pendekatan intermediasi dan asset yang dikembangakan, penelitian ini menggunakan dua model alternatif. Model 1, perbankan singapura sebagai perusahaan multi produk, dimana variabel yang digunakan diantaranya : total dana pihak ketiga (X1) sebagai input, total pinjaman (Y1), dan pendapatan bunga (Y2) digunakan sebagai output. pada model 2, penelitian ini mengikuti penelitian dari fare et al. (2004) termasuk didalamnya modal kepemilikan saham (X1) sebagai variabel input , mengikuti Drake dan Hall (2003) dan Isik dan Hassan (2003) antara lain Pendapatan non Bunga (Y1) bersama dengan pendapatan Bunga (Y2) sebagai output.

Hasil dari kedua model ini menunjukan bahwa merger memberikan hasil yang lebih tinggi terhadap overall efficiency perbankan di singapura sebelum merger tehadap sesudah merger. Meskipun merger memberikan hasil lebih efisien terhadap sektor perbankan di Singapura, penelitian ini menemukan bahwa ukuran perbankan merupakan faktor terbesar yang menghasilkan inefisiensi di


(59)

perbankan Singapura, untuk selanjutnya, dalam perspektif scale efficiency, kedua model tersebut tidak mendukung adanya konsolidasi sektor perbankan di singapura. Hasil ini mendukung hipotesis bahwa, pengambilalihan perbankan memberikan peningkatan terhadap overall efficiency setelah merger hasil merger dapat membuat bank lebih atau kurang efisien.

Persamaan dengan penelitian ini salah satunya sama-sama mengukur kinerja efisiensi pada perbankan yang melakukan merger dan akuisisi serta menggunakan interval waktu yang sama. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel yang digunakan serta penelitian ini tidak mengukur kinerja efisiensi perbankan yang melakukan spin off.

b) Determinants of Bank Efficiency in Turkey: A Two Stage Data

Envelopment Analysis. (International Symposium on Sustainable

Development jurnal). Oleh Ahmet Akin dkk, (2009). Penelitian,

mencoba menganalisis efisiensi industry perbankan di Turki menggunakan data envelopment analysis (DEA) antara tahun 2002 hingga 2007, tidak termasuk bank investasi dan bank pembangunan. Ada empat kategori bank yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bank pemerintah, bank swasta, bank asing dan bank asing yang membuka cabang di Turki. Penelitian ini menggunakan beban tenaga kerja, beban bunga, beban non bunga dan dana pihak ketiga sebagai


(60)

input, total penyaluran dana, pendapatan bunga dan pendapatan lainnya sebagai output.

Hasil dari pengukuran efisiensi yang dilakukan dengan menggunakan input oriented model CCR. Rata-rata skor efisiensi perbankan adalah 87% pada tahun 2002, 89% pada tahun 2003, 84% pada tahun 2004, 91% pada tahun 2005, 92% pada tahun 2006 dan 88% pada tahun 2007. Level dari efisiensi meningkat setelah tahun 2002 dan mencapai nilai tertinggi pada tahun 2006 sebesar 92%, hingga akhirnya efisiensi menurun pada tahun 2007 sebesar 88%. Ada perbaikan pada kegiatan produksi perbankan. Berdasarkan hasil dari regresi tobit pengaruh dari ukuran, jenis kepemilikan, asal negara dan pelayanan publik, menunjukan hasil yang signifikan yaitu 95% . hal ini menunjukan bahwa semua variabel memiliki pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi perbankan.

Persamaan dengan penelitian ini, sama-sama mengukur kinerja efisiensi perbankan menggunakan metode DEA. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada pengelompokan perbankan, variabel yang digunakan dan penggunaan waktunya.

c) Efficiency of the Banking Sector Of BosniaHerzegovina with

Special Reference to Relatif Efficiency of the Existing Islamic Bank. (International Conference on Islamic Economics and Finance jurnal). Oleh Velid Efendic, 2010. Inti dari penelitian ini adalah untuk


(61)

mengukur seberapa efisien satu-satunya bank syariah yang ada di Bosnia dan Herzegovina apabila dibandingkan dengan efisiensi rata-rata bank lain. Analisis ini menggunakan sampel 18 bank konvensional Dan satu bank syariah yang datanya dipublikasikan oleh federasi perbankan Bosnia Herzegovina pada tahun 2009. Penelitian ini menggunakan teknik non parametrik DEA (Data Envelopment Analysis). Penelitian ini menggunakan pendekatan intermediasi, variabel yang digunakan yaitu Dana pihak ketiga, Asset tetap, Beban tenaga kerja sebagai input. Penyaluran dana, Pendapatan asset lainnya sebagai variabel output.

Hasil dari penelitian efisiensi DEA, berdasarkan sampel yang digunakan didapat hasil bank dengan technical efficiency terbaik dan yang terburuk. Bank dengan technical efficiency terburuk ada pada level 55,%.. dari penelitian ini juga didapat bahwa bank syariah mendapatkan efisiensi yang rendah dalam semua indikator. Salah satu efisiensi biaya terendah adalah 46%, artinya bank syariah memiliki biaya yang besar dalam melaksanakan aktivitas perbankan, dan memiliki sumberdaya potensial yang disimpan sebesar 54%. Juga dalan technical efficiency sangat tidak efisien yaitu dengan , PTE 57% dan OTE 68% yang artinya mereka harus meningkatkan efisiensinya lebih dari 30% dengan menajerial dan solusi teknologi.


(62)

Persamaan dengan penelitian ini sama sama mengukur kinerja efisiensi perbankan, dimana didalamnya terdapat perbankan syariah dan konvensional, serta sama-sama menggunakan metode DEA . Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada penggunaan variabel, pengelompokan perbankan dan penggunaan waktunya.

d) The Impact of the Global Financial Crisis on European Banking

Efficiency. (CFCM jurnal). Oleh Haider Alzoubaidi dan Spires

Bougheas, (2012). Penelitian ini menggunakan metode non parametrik Data Envelopment Analiysis (DEA), Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data 255 bank dengan variasi asset dari 15 negara uni eropa (EU-15) pada periode 2005-2010. Penelitian ini menggunakan pendekatan intermediasi dimana variabel yang digunakan terdiri dari empat input (total dana pihak ketiga, asset tetap, total beban operasional dan provisi kerugian pinjaman) dan tiga output (total pendapatan asset lainnya, total pendapatan lainnya dan total penyaluran dana.

Hasil kinerja efisinsi dari seluruh sampel Didapat rata-rata overall technical efficiency, yang diasumsikan menggunakan constant return to scale, adalah 62.1 persen, menandakan bahwa keseluruhan perbankan di EU-15 negara dapat menyimpan biaya hingga 37.9 persen yang merupakan jumlah yang besar. Yang paling menarik, penurunan OTE dari 65 persen menjadi 58.5 persen antara tahun 2007


(63)

dan 2008, Tingkat rata-rata pure technical efficiency dengan output-oriented relatif tinggi dibandingkan dengan pengukuran menggunakan input-oriented, dengan skor 86,2 persen.

Keseluruhan hasil ini menunjukan kejatuhan hasil efisiensi antar sampel dalam periode yang di anlisis. Juga didapatkan hasil bahwa krisis memiliki dampak yang berbeda antar Negara dan spesialisasi perbankan. Perbankan dari swedia dan Denmark menjadi yang paling efisien dalam sampel periode penelitian, ketika perbankan mendapatkan pengaruh yang buruk dari krisis yaitu dari Belgia dan Denmark, diikuti Irlandia dan Yunani. Selain itu, hasil ini juga mengindikasi bahwa perbankan komersial mendapatkan dampak paling buruk jika dibandingkan dengan spesialisasi perbankan lainnya.

Persamaan dengan penelitian ini sama-sama menggunakan metode DEA untuk mengukur kinerja efisiensi perbankan. Perbedaan dengan penelitian ini terdapat pada penggunaan variabel, penggunaan waktu serta pengelompokan perbankan yang didasarkan pada periode krisis.

e) Analisis Efisiensi Operasional Dan Efisiensi Profitabilitas Pada

Bank Yang Merger Dan Akuisisi Di Indonesia. (tesis digilib indip).

Oleh Ida Savitri Kusumargiani, (2006). Penelitian ini mengukur efisiensi operasional dan profitabilitas bank sebelum dan sesudah merger dan akuisisi yang diolah dengan metode DEA (Data


(64)

Evelopment Analysis). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bank mandiri, bank danamon, bank artha graha dan bank permata dengan ketentuan : Bank yang melakukan aktivitas Merger dan Akuisisi di Indonesia tahun 1991-2002, Bank Merger yang masih operasional sampai dengan tahun 2005, Bank yang melakukan Merger dan Akuisisi setelah program penyehatan perbankan berupa rekapitalisasi dan retrukturisasi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dibagi kedalam dua pendekatan efisiensi yaitu efisiensi operasional dan efisiensi profitabilitas.

Efsiensi Operasional

Input : Jumlah pegawai, Jumlah ATM, Jumlah kantor cabang, Jumlah dana pihak ketiga.

Output : kredit yang disalurkan Efisiensi Profitabilitas

Input : beban bunga, beban non bunga. Output : laba sebelum pajak

Hasil penelitian ini, Bank Mandiri, Bank Danamon, Bank Artha Graha dan Bank Permata Satu Tahun dan Dua Tahun Setelah Merger dan Akuisisi. Bilamana diperbandingkan Bank-bank yang merger dan akuisisi dua tahun dan satu tahun sesudah merger. Untuk rata-ratanya efisiensi operasional satu tahun sesudah merger dan akuisisi 73.07% tidak efisien sedangkan dua tahun sesudah merger dan


(65)

akuisisi 89.53% ada kenaikan persentase akan tetapi masih tidak efisien. Untuk efisiensi profitabilitas satu tahun sesudah merger dan akuisisi 50.77% artinya tidak efisien dan dua tahun sesudah merger dan akuisisi 72.53% meski ada kenaikan prosentase akan tetapi masih tidak efisien.pada bank setelah program rekapitalisasi dan restrukturisasi yaitu Bank Mandiri, Bank Danamon, Bank Permata dan Bank Arta Graha.

Hasil pengujian hipotesis dengan uji Peringkat Tanda Wilcoxon menunjukkan tidak adanya perbedaan efisiensi operasional dan efisiensi profitabilitas sebelum dan sesudah merger dan akuisisi.

Persamaan dengan penelitian ini sama-sama mengukur kinerja efisiensi salah satunya pada perbankan yang merger dan akuisisi. Perbedaan dengan penelitian ini, penelitian ini tidak mengukur efisiensi perbankan yang spin off serta penggunaan periode waktu pada penelitian ini yang hanya melihat kinerja efisiensi hingga dua tahun pertama merger dan akuisisi, dimana dalam penelitian ini dianggap masih belum mencerminkan menggambarkan efek sepenuhnya dari merger dan akuisisi dilihat dari rentang waktunya.


(1)

Peny Dana Triwulan Mega Sy BRIS BSM Rata

1 100 100 71.3 90.43333

2 97.7 95 74.8 89.16667

3 100 100 89.2 96.4

4 100 100 85 95

5 100 88.4 71.5 86.63333

6 100 76.7 66.4 81.03333

7 100 81.1 65.5 82.2

8 100 79.7 68.1 82.6

9 84.1 80.2 70 78.1

10 63.1 75.5 66.9 68.5

11 65 73 72.1 70.03333

12 70.4 77.9 74.6 74.3

13 68 78.1 84.8 76.96667

14 64.7 66.5 74.6 68.6

15 74.3 70.7 76.8 73.93333

16 84.9 72.6 79.3 78.93333

17 91.6 80.8 74.8 82.4

18 88.7 76.1 71.3 78.7

19 99.3 74 74.3 82.53333

20 100 75.4 82.2 85.86667

21 79.2 74.2 77.2 76.86667

22 79.1 73.2 74.8 75.7

23 89.2 79 76 81.4

24 96.6 76.7 82 85.1


(2)

Pend Opr

Triwulan Mega Sy BRIS BSM Rata

1 100 100 71.3 90.43333

2 87.1 92 74.8 84.63333

3 100 100 89.2 96.4

4 100 100 85 95

5 100 88.4 71.5 86.63333

6 100 76.7 66.4 81.03333

7 100 48.8 65.5 71.43333

8 100 56.7 68.1 74.93333

9 59.4 64.2 70 64.53333

10 63.1 69.4 66.9 66.46667

11 65 72.5 72.1 69.86667

12 70.4 77.9 74.6 74.3

13 51.5 41.7 76.9 56.7

14 64.7 50.1 71.4 62.06667

15 74.3 64.1 76.8 71.73333

16 84.9 72.6 79.3 78.93333

17 47.6 46.8 74.8 56.4

18 88.7 50.9 71.3 70.3

19 99.3 71.2 74.3 81.6

20 100 75.4 82.2 85.86667

21 55 36.9 77.2 56.36667

22 79.1 45.4 74.8 66.43333

23 89.2 74.3 76 79.83333

24 96.6 76.7 82 85.1


(3)

Tabel nilai to gain pada bank yang merger dan akusisi orientasi input

Triwulan DPK Aset Tetap Beban Tenaga

Kerja

rata-rata input

Peny Dana

Pend Operasional

rata-rata output

1 23.07 31.93 23.07 26 0 0 0

2 26.3 30.8 26.3 27.8 0 0 0

3 20.83 26.63 20.83 22.8 0 0 0

4 16.73 17.43 16.73 17 0 0 0

5 32.33 47.23 32.33 37.3 0 5.03 2.52

6 35.3 60.77 35.3 43.8 0 0 0

7 29.83 53 29.83 37.6 0 0 0

8 20.4 43.13 20.4 28 16.03 0 8.02

9 43.1 53.5 43.1 46.6 0 11.67 5.84

10 42.6 50.9 42.6 45.4 0 5.1 2.55

11 39.37 48.07 39.37 42.3 0 0.43 0.22

12 29.8 40.8 29.8 33.5 0 0 0

13 31.9 53.17 31.9 39 0 12.17 6.09

14 38.97 51.27 38.97 43.1 0 0.63 0.32

15 36.4 52.8 36.4 41.9 0 0 0

16 30.83 37.3 30.83 33 0 0 0

17 34.63 52.33 34.63 40.5 0 19.1 9.55

18 38.37 48.43 38.37 41.7 0 4.76 2.38

19 33.53 44 34.17 37.2 0 1.16 0.58

20 27.07 34.23 27.07 29.5 3.2 0 1.6

21 34.73 46.3 34.73 38.6 0 34.4 17.2

22 39.23 49.1 39.23 42.5 0 17.87 8.94

23 37.5 43.83 42.07 41.1 0 5.03 2.52

24 35.2 36.17 45.63 39 0 0.36 0.18


(4)

Tabel nilai to gain pada bank yang

spin off

orientasi input

Triwulan DPK Aset Tetap

Beban Tenaga Kerja

rata-rata input

Peny Dana

Pend Operasional

rata-rata output

1 3.96 19.83 3.9 9.23 0 0 0

2 7.73 22.57 7.73 12.68 0 1.1 0.55

3 3.6 16.77 3.6 7.99 0 0 0

4 4.66 18 5 9.22 0 0 0

5 13.37 24.87 13.2 17.15 0 0 0

6 18.97 30.8 18.97 22.91 0 0 0

7 17.8 26.17 17.8 20.59 0 0 0

8 17.4 21.1 17.4 18.63 0 13.53 6.77

9 21.9 42.17 21.9 28.66 0 22.13 11.1

10 31.5 38.37 31.5 33.79 0 2.9 1.45

11 29.97 29.97 33.5 31.15 0 0.23 0.12

12 25.7 28.9 25.7 26.77 0 0 0

13 23.03 25.67 23.03 23.91 0 32.53 16.3

14 31.4 31.4 31.4 31.4 0 12.5 6.25

15 26 28.87 34.03 29.63 0 3.4 1.7

16 21.07 21.07 26.97 23.04 0 0 0

17 17.6 22.7 17.6 19.3 0 55.1 27.6

18 21.3 21.3 31.23 24.61 0 16.53 8.27

19 17.47 20.93 26.5 21.63 0 1.3 0.65

20 14.13 14.13 15.97 14.74 0 0 0

21 23.13 27.9 23.13 24.72 0 31.43 15.7

22 24.3 24.63 28.33 25.75 0 20.37 10.2

23 18.6 23.8 28.83 23.74 0 2.13 1.07

24 14.9 14.9 14.9 14.9 0 0 0


(5)

Tabel nilai to gain pada bank yang merger dan akusisi orientasi output

Triwulan DPK Aset

Tetap

Beban Tenaga Kerja

rata-rata input

Peny Dana

Pend Operasional

rata-rata output

1 0 14.7 0 4.9 37.47 37.5 37.5

2 0 7.17 0 2.39 44.23 44.2 44.2

3 0 9.57 0 3.19 31.63 31.6 31.6

4 0 1.03 0 0.34 23.67 23.7 23.7

5 0 22.2 0 7.4 48.7 56.4 52.6

6 0 38.1 0 12.7 56.13 56.1 56.1

7 0 31.6 0 10.5 43.3 43.3 43.3

8 0 27.5 0 9.17 45.97 26 36

9 0 22.1 0 7.37 60.3 72.5 66.4

10 0 17 0 5.67 59.9 67.4 63.7

11 0 15.8 0 5.27 65.9 66.5 66.2

12 0 17.3 0 5.77 44.13 44.1 44.1

13 0 34.3 0 11.4 50.4 66.7 58.6

14 0 25 0 8.33 49.27 50.2 49.7

15 0 28.4 0 9.47 60 60 60

16 0 11.2 0 3.73 47.7 47.7 47.7

17 0 31.7 0 10.6 57.73 65 61.4

18 0 17.9 0 5.97 63.33 70.4 66.9

19 0 16.5 0.93 5.81 50.8 52.5 51.7

20 0 10.1 0 3.37 41.77 37.2 39.5

21 0 21.9 0 7.3 56.33 66.8 61.6

22 0 21 0 7 49.53 75.9 62.7

23 0 11.9 6.63 6.18 62 69.5 65.8

24 0 1.8 15 5.6 56.67 57.2 56.9


(6)

Tabel nilai to gain pada bank yang

spin off

orientasi output

Triwulan DPK Aset Tetap Beban Tenaga Kerja

rata-rata input

Peny Dana

Pend Operasional

rata-rata output

1 0 0 0 0 13.43 13.4 13.4

2 0 1.9 0 0.63 13.77 19.1 16.4

3 0 14.8 0 4.93 4.06 4.07 4.07

4 0 15.3 0 5.1 5.86 5.87 5.87

5 0 16.1 0 5.37 17.67 17.7 17.7

6 0 17.8 0 5.93 26.97 27 27

7 0 12.8 0 4.27 25.33 34.6 30

8 0 5.43 0 1.81 24.07 41 32.5

9 0 25.6 0 8.53 28.83 55.6 42.2

10 0 10.9 0 3.63 46.83 50.7 48.8

11 0 0 4.83 1.61 43.23 43.6 43.4

12 0 4.3 0 1.43 34.77 34.8 34.8

13 0 3.1 0 1.03 31 60.7 45.9

14 0 0 0 0 46.27 64.8 55.5

15 0 3.77 11.3 5.02 35.3 40.1 37.7

16 0 0 8.13 2.71 27.23 27.2 27.2

17 0 6.83 0 2.28 22.17 46.4 34.3

18 0 0 11.2 3.73 28.1 49.8 39

19 0 4.67 10.9 5.19 23.47 25.2 24.3

20 0 0 2.4 0.8 18.07 18.1 18.1

21 0 6.17 0 2.06 28.8 56.8 42.8

22 0 0.43 5.1 1.84 32.27 38.2 35.2

23 0 6.83 12.6 6.48 23.43 26.1 24.8

24 0 0 4.37 1.46 18.63 18.6 18.6