hukum tanah yang bersangkutan. Masalah fisik ketersediaan lahan terkait dengan kondisi geografis dan topografis tanah yang memungkinkan untuk dipilih sebagai
areal relokasi yang memenuhi syarat untuk menjadi tempat permukiman dengan berbagai fasilitas penunjangnya, yang ditetapkan melalui keterlibatan dan koordinasi
berbagai instansi terkait. Untuk meminimalkan dampak musibah di masa yang akan datang, pemilihan lokasi haruslah menghindari daerah yang rawan banjir.
Keterlibatan masyarakat tidaklah bersifat apa adanya, sebab masyarakat dituntut untuk menunjukkan “kemampuan lebih”, sehingga masyarakat tidak menjadi
beban dari program pembangunan itu sendiri. Masyarakat diposisikan sebagai motivator pembangunan, atau merupakan bagian dari stakeholders pembanguan.
Antara pemerintah dengan masyarakat merupakan mitra dalam penyelenggaraan pembangunan.
4.4. Perbandingan Hasil Kesesuaian Lahan Permukiman dengan RTRW Kota
Medan
Merujuk pada draft Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 dan Perda No.13 tahun 2011, bahwa peruntukan untuk
permukiman di masing–masing kecamatan dalam wilayah studi ditunjukan pada Tabel 35.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 35. Peruntukan Untuk Permukiman Draf Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2008-2028
No Kecamatan
Luas ha
1 Medan Belawan
122,786 3,87 2
Medan Labuhan 1.653,143 44,94
3 Medan Marelan
1.801,929 67,20 Hasil analisa kesesuaian lahan untuk permukiman yag dilakukan dalam studi
ini menunjukkan bahwa pada area yang sangat sesuai dan sesuai untuk permukiman ditunjukan pada Tabel 36.
Tabel 36. Hasil Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Permukiman No
Kecamatan Luas ha
1 Medan Belawan
1.978,190 62,32 2
Medan Labuhan 2.153,536 58,55
3 Medan Marelan
1.870,550 69,79
Dari data diatas bahwa di Kecamatan Medan Belawan banyak area yang sebenarnya kurang sesuai secara fisik untuk wilayah permukiman. Menurut RTRW di
wilayah kecamatan tersebut lebih banyak dikonsentrasikan untuk Ruang terbuka Hijau dan kawasan lindung. Kondisi eksiting kawasan yang direncanakan untuk RTH
dan kawasan lindung tersebut memang terdiri dari hutan rawa-rawa dan mangrove yang relatif bagus dan berfungsi penting sebagai penyangga terhadap abrasi pantai
ataupun banjir rob intrusi yang mungkin terjadi. Untuk dua kecamatan studi lainnya luasan rencana peruntukan permukiman dengan kesesesuaiannya relatif berimbang.
Dikupas dari sisi spasial terlihat bahwa sebaran area-area yang sesuai dan sangat sesuai ada yang tidak jatuh pada rencana peruntukan permukiman, dengan
uraian sebagai berikut ;
Universitas Sumatera Utara
a. Kecamatan Medan Belawan berhimpitan dominan pada area yang direncanakan
menjadi RTH , Kawasan Lindung dan Kawasan dengan Peruntukan Khusus. b.
Kecamatan Medan Labuhan berhimpitan dominan pada area yang direncanakan menjadi Industri dan RTH.
c. Kecamatan Medan Marelan berhimpitan dominan area yang direncanakan
menjadi RTH dan rencana kawasan komersilperdagangan. Sebaliknya ditemukan juga ada kawasan yang direncanakan sebagai
permukiman dalam Draft RTRW Kota Medan yang tidak atau kurang sesuai untuk peruntukan permukiman dengan data perincian Kecamatan Medan Belawan seluas
± 12,14 ha, Kecamatan Medan Labuhan seluas ± 486,26 ha dan Kecamtan Medan Marelan seluas ± 603,84 ha. Namun demikian baik di Kecamatan Marelan maupun
Medan Labuhan kawasan yang diperuntukkan bagi permukiman ini kondisi eksistingnya adalah bangunan permukiman yang tidak padat. Ketidaksesuaian ini
disebabkan oleh satu atau gabungan dari faktor tanah yang terlalu dangkal lebih 31- 60 m, terlalu dekat dengan sungai, assebilitas yang rendah, dan kondisi fasilitas yang
relatif belum memadai. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 39. dan disajikan sebarannya pada
Gambar 19.
Universitas Sumatera Utara
4.5. Pengabungan Analisis Kesesuaian Lahan dengan Pendapat Masyarakat