Selain itu, dari hasil survey juga diketahui bahwa penduduk di kawasan pesisir masih berpendapat lingkungannya aman 24,00 karena kejadian gangguan
lingkungan yang terjadi banjir 73,00 dan bau tidak sedap 78,00 terjadi dalam frekuensi lebih dari 4 x setahun atau intensitas yang tinggi. Sehingga bias dikatakan
bahwa kondisi lingkungan yang tidak aman dan sehat dalam konteks peraturan daerah dan hasil analisis aspasial ternyata masih dianggap cukup aman oleh penduduk di
kawasan pesisir Kota Medan.
4.3.4. Pendapat Terhadap Kesesuaian Permukiman
Dari hasil angket apabila diminta mengurutkan dari yang paling mengenai faktor apa yang harus dipertimbangkan dalam memilih tempat tinggal antara lain
harga rumah, lokasi atau akses terhadap tempat kerja, fasilitas umum, keamanan terhadap bencana alam seperti banjir, kesehatan lingkungan udaranya bersih,
kenyamanan rindang, dan lain-lain. Jadi, apabila responden diminta mengurutkan factor-faktor yang mereka pertimbangkan dalam memilih tempat tinggal, diketahui
dari hasil survey, bahwa faktor keamanan 49,00, lokasi atau akses 19,00, dan kesehatan serta kenyamanan memiliki nilai yang sama 13,00.
Hasil ini ternyata menggambarkan umumnya masyarakat yang menempati kawasan pesisir adalah kelompok masyarakat menengah yang mengutamakan faktor
keamanan lingkungan, dan menurut mereka, daerah kawasan pesisir tersebut masih cukup aman.
Universitas Sumatera Utara
4.3.5. Harapan Responden
Menurut responden ada beberapa hal yang perlu di bangun didaerah ini, terkait dengan keamanan dan kesehatan lingkungan permukiman dengan adanya
penghijauan, perlu dibangun taludtanggul, normalisasi laut, perbaikan selokan. Dari hasil pengolahan data yang prioritas yang diinginkan oleh responden dapat dilihat
pada Tabel 33. Dari Tabel 33. di atas, ternyata mereka juga mengharapkan adanya intervensi
terhadap lingkungan permukiman mereka. Bentuk intervensi tersebut adalah pembangunan infrastruktur pelindungan fisik dari lingkungan rumah mereka.
Berdasarkan hasil survey, ternyata pembangunan infrastruktur yang paling diharapkan adalah perlu di bangun tanggul 44,00, perbaikan selokan 37,00,
tambah pohon 12,00 dan normalisasi laut 7,00. Untuk dapat merealisasikan yang diinginkan oleh mereka, dicoba diajukan
pertanyaan apabila diminta untuk membantu dari sisi pembiayaan, apakah mereka bersedia membantu pihak PemdaDeveloper, jawaban mereka dapat dilihat pada
Tabel 34.
Tabel 34. Bantuan dana Bantuan dana
Frekuensi Persen
Valid Bersedia
55 55,0
Tidak Bersedia 45
45,0
Total 100
100,0
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 36. diatas dapat diketahui bahwa sebagian mereka ada yang bersedia membantu apabila diminta bantuan pembiayaannya karena dana dari Pemda
tidak cukup untuk perbaikan drainase maka responden yang bersedia sebanyak 55,00 sisanya tidak bersedia.
Berdasarkan hasil diketahui bahwa rasa aman yang dimiliki oleh masyarakat di kawasan pesisir Kota Medan belum sepenuhnya terjadi. Kepastian lingkungan
rumah mereka akan terwujud apabila adanya pembangunan infrastruktur yang dimaksud. Artinya untuk mendapatkan rasa aman di kawasan pesisir membutuhkan
biaya tambahan added cost dan sebagian dari mereka bersedia untuk menanggung beban tersebut 55,00.
Sehingga untuk mensinkronkan hasil analisis spasial dan kajian peraturan daerah dengan pendapat dan harapan masyarakat dapat ditempuh dengan jalan
memperbaiki kualitas lingkungan kawasan pesisir Kota medan. Artinya, setiap kawasan pesisir Kota Medan memerlukan penambahan infrastruktur pengamanan
lingkungan yang nantinya beban biaya tambahan tersebut dapat dibebankan secara proposional kepada masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir tersebut.
Untuk hasil analisis pendapat masyarakat terhadap peruntukan lahan permukiman di wilayah pesisir kota Medan adalah sebagai berikut :
Analisis Pendapat Masyarakat di Kawasan Pesisir Kota Medan
Kawasan permukiman disepanjang kawasan pesisir adalah kawasan yang paling rentan terhadap bencana terutama bencana yang bersifat geologis, oleh karena
Universitas Sumatera Utara
itu pemberdayaan masyarakat meningkatkan aksesibilitas terhadap pelayanan publik. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan, kesehatan dan pelayanan publik
yang lain menyebabkan upaya mitigasi menjadi lebih mudah. Dengan demikian program pemerintah daerah dalam hal melakukan upaya
mitigasi melalui penataan ruang, perbaikan kondisi pemukiman serta penyadaran akan ancaman bahaya, kesiap siagaan,akan direspon oleh masyarakat secara positif.
Perlu ada kebijakan yang integratif. Semisal, mengamandemen UU terkait di wilayah lain kehutanan, lingkungan hidup,pertambangan, sumber daya air, dll, supaya
selaras dengan semangat penanggulangan bencana, ataupun membuat UU baru di wilayah yang belum banyak dijangkau selama ini.
Kawasan permukiman pesisir yang aman terhadap bencana ditinjau dari aspek Aksesibilitas. Aksesibilitas merupakan suatu konsep yang menggabungkan
system tata guna lahan secara terpadu dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan
mengenai cara lokasi atau tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi itu dicapai sistem jaringan.
Pada kota pantai yang memiliki pola jaringan jalan yang berbentuk grid, untuk kawasan yang memiliki kepadatan tingkat tinggi tingkat kemudahan dalam mitigasi
sangat sulit, hal ini disebabkan pada setiap siku jalan persimpangan mejadi titik kemacetan karena penuhnya kendaraan dari setiap blok-blok bangunan yang akan
melalui siku jalan dan memperlambat laju kendaraan, demikian juga untuk kawasan
Universitas Sumatera Utara
yang berkepadatan rendah, tingkat mitigasi yang lebih mudah karena kepadatan lalu lintas relatif lebih kecil.
Kemudahan dalam proses mitigasi turut menentukan tingkat resiko dan korban yang ditimbulkan ketika suatu daerah dilanda bencana. Jaringan-jaringan yang
saling menghubungkan dan memberikan lebih dari satu jalur menuju tempat evakuasi.
Aksesibilitas yang berkaitan dengan sarana dan prasarana jalan harus juga dikembangkandengan sistem kemitigasian, selama ini pembangunan jaringan jalan
dibuat secara konvensional saja. Jaringan jalan harus dilengkapi dengan hal-hal khusus yang berfungsi sebagai pengarah, yang diwujudkan dalam bentuk penanaman
vegetasi atau dengan memberi warna-warna pada kanstin jalan. Wilayah pesisir yang merupakan sumber daya potensial di Indonesia adalah
suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Sumber daya ini sangat besar yang didukung oleh adanya garis pantai sepajang sekitar 81.000 km Dahuri et al. 2001.
Garis pantai yang panjang ini menyimpan potensi kekayaan sumber alam yang besar. Potensi itu diantaranya potensi hayati dan non hayati. Potensi hayati misalnya:
perikanan, hutan mangrove, dan terumbu karang, sedangkan potensi nonhayati misalnya: mineral dan bahan tambang serta pariwisata.
Masyarakat nelayan umumnya merupakan golongan masyarakat miskin, sehingga sulit untuk menempati lahan-lahan dipusat kota karena keterjangkauan
biaya. Disamping itu kawasan permukiman nelayan pesisir pantai harusnya dilengkapi dengan persyaratan keselamatan, seperti bentuk dan struktur bangunan,
Universitas Sumatera Utara
kondisi jalan pemukiman, kondisi drainase, ruang terbuka hijau maupun ruang atau jalur evakuasi.
Wilayah pesisir merupakan suatu kawasan yang diperuntukan sebagai kawasan pusat perekonomian.Hal ini karena pada umumnya dalam wilayah pesisir
terdapat berbagai jenis aktivitas, konsep masyarakat untuk bermukim di wilayah pesisir dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling
mempengaruhi satu sama lainnya. Pada dasarnya setiap individu membutuhkan lokasi hunian yang mampu mewujudkan kenyamanan dalam proses bermukimnya sehari-
hari. Kenyamanan livability merupakan bagian dari penilaian dari kualitas hidup
masyarakat suatu kawasan, hal ini disebabkan penilaian dari sebuah masyarakat yang berkualitas hidup baik berarti juga merupakan masyarakat yang merasa nyaman
tinggal dilingkungan huniannya. Masyarakat di kawasan pesisir berpendapat bahwa kawasan permukiman yang dapat mengakomodir asfek lokal, sesuai dengan nilai-
nilai budaya dan agama dan adanya hubungan timbal balik antara manusia sebagai penghuni dengan lingkungan tempat tinggal.
Aksesibilitas merupakan suatu konsep yang menggabungkan sistem tata guna lahan secara terpadu dengan system jaringan transportasi yang menghubungkannya.
Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi atau tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah, diperoleh kesimpulan
bahwa permasalahan sarana dan prasarana permukiman berkaitan sangat erat dengan masalah masalah yang berhubungan dengan fisik ketersediaan lahan dan status
Universitas Sumatera Utara
hukum tanah yang bersangkutan. Masalah fisik ketersediaan lahan terkait dengan kondisi geografis dan topografis tanah yang memungkinkan untuk dipilih sebagai
areal relokasi yang memenuhi syarat untuk menjadi tempat permukiman dengan berbagai fasilitas penunjangnya, yang ditetapkan melalui keterlibatan dan koordinasi
berbagai instansi terkait. Untuk meminimalkan dampak musibah di masa yang akan datang, pemilihan lokasi haruslah menghindari daerah yang rawan banjir.
Keterlibatan masyarakat tidaklah bersifat apa adanya, sebab masyarakat dituntut untuk menunjukkan “kemampuan lebih”, sehingga masyarakat tidak menjadi
beban dari program pembangunan itu sendiri. Masyarakat diposisikan sebagai motivator pembangunan, atau merupakan bagian dari stakeholders pembanguan.
Antara pemerintah dengan masyarakat merupakan mitra dalam penyelenggaraan pembangunan.
4.4. Perbandingan Hasil Kesesuaian Lahan Permukiman dengan RTRW Kota
Medan
Merujuk pada draft Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Medan Tahun 2008-2028 dan Perda No.13 tahun 2011, bahwa peruntukan untuk
permukiman di masing–masing kecamatan dalam wilayah studi ditunjukan pada Tabel 35.
Universitas Sumatera Utara