Kualitas Air pada Sistem Outdoor

4.4.2 Kualitas Air pada Sistem Outdoor

Suhu air selama 15 hari kultur diatom pada sistem outdoor menunjukan terjadinya fluktuatif yang memiliki rentang antara 23,5 – 27,0 o C. Perubahan suhu media kultivasi pada sistem outdoor dapat dilihat pada Gambar 16. Fluktuasi suhu dapat disebabkan ruangan kultur bukan merupakan ruang yang terkontrol seperti pada ruang indoor. Pengukuran suhu pada saat penelitian dilakukan pada pagi hari pukul 07.00 WITA. Gambar 16. Suhu pada kultivasi sistem outdoor Suhu air pada awal kultur pada ketiga spesies yaitu 26,0 o C dan suhu air pada akhir kultur pada ketiga spesies berkisar antara 25,3 – 25,8 o C. Pengaruh suhu tersebut dapat diduga karena adanya fluktuasi suhu harian berdasarkan cuaca yang berada diwilayah tempat kultur. Suhu terendah pada ketiga spesies terdapat pada hari ke-5 yaitu sebesar 23,5 o C. Kondisi ini disebabkan karena cuaca pada hari ke-4 dan hari ke-5 dalam kondisi hujan. Gambar 17 menunjukan suhu media yang diukur dalam 1 hari berkisar antara 24,7 – 30,0 o C. Kondisi ini diukur dalam cuaca yang cerah. Suhu minimum 24,7 o C terjadi pada pukul 07.00 WITA dan suhu maksimum 30,0 o C terjadi pada pukul 13.00 dan 14.00 WITA. Perubahan suhu dalam 1 hari disebabkan pengaruh panas cahaya matahari yang diterima media air pada saat kultur. Gambar 17. Kisaran fluktuasi suhu dalam 1 hari Kisaran suhu pada Skeletonema costatum adalah 23,7 – 26,8 o C. Suhu awal pada kultur Skeletonema costatum adalah 26,0 o C dan suhu pada hari akhir kultur adalah sebesar 25,8 o C. Berdasarkan analisis validitas Pearson, fluktuasi suhu tidak menunjukkan adanya korelasi yang signifikan dengan kelimpahan Skeletonema costatum yang dikultur. Thalassiosira sp. memiliki kisaran suhu air antara 23,5 - 27,0 o C. Suhu awal pada saat kultur Thalassiosira sp. adalah 26,0 o C dan suhu akhir adalah 25,3 o C. Berdasarkan analisis validitas Pearson, fluktuasi suhu tidak menunjukkan adanya korelasi yang signifikan dengan kelimpahan Thalassiosira sp. yang dikultur. Kisaran suhu pada kultur spesies Chaetoceros gracilis adalah 23,8 – 26,8 o C. Suhu air pada awal kultur Chaetoceros gracilis adalah sebesar 26,0 o C dan suhu air pada akhir kultur adalah sebesar 25,5 o C. Berdasarkan analisis validitas Pearson, fluktuasi suhu tidak menunjukkan adanya korelasi yang signnifikan dengan kelimpahan Chaetoceros gracilis yang dikultur. Kisaran suhu pada ketiga spesies tersebut termasuk ke dalam kisaran suhu optimal bagi pertumbuhan mikroalga yaitu 19,0 – 32,0 o C Sylvester et al., 2002 dan Cahyaningsih, 2009. Salinitas harian yang diukur pada ketiga spesies memperlihatkan terjadinya kenaikan salinitas berbanding lurus dengan lamanya waktu kultivasi. Kenaikan salinitas ini dipengaruhi oleh adanya penguapan air sehingga volume air pada wadah semakin berkurang namun konsentrasi garam semakin meningkat akibat adanya penguapan. Penguapan air dapat disebabkan karena adanya pengaruh panas yang berasal dari cahaya matahari maupun lingkungan kultur. Gambar 18. Salinitas pada kultivasi sistem outdoor Salinitas yang diukur pada media sistem outdoor dapat dilihat pada Gambar 18. Salinitas awal pada awal kultur pada ketiga spesies adalah 28 ‰ dan salinitas akhir pada saat kultur berkisara antara 42,8 – 47,0‰. Skeletonema costatum memiliki salinitas akhir sebesar 42,5 ‰. Thalassiosira sp. memiliki salinitas akhir sebesar 44,0 ‰. Chaetoceros gracilis memiliki salinitas akhir sebesar 47,0‰. Uji validitas Pearson memperlihatkan adanya korelasi antara perubahan salinitas dengan kelimpahan Skeletonema costatum dan Thalassiosira sp sedangkan pada Chaetoceros gracilis tidak menunjukan adanya korelasi yang signifikan. Uji lanjut menggunakan analisis regeresi memperlihatkan bahwa perubahan salinitas mempengaruhi kelimpahan Skeletonema costatum dan Thalassiosira sp. p0,05. Salinitas yang diamati pada spesies Skeletonema costatum dan Thalassiosira sp. pada hari ke-0 hingga hari ke-7 termasuk ke dalam salinitas optimum bagi pertumbuhan mikroalga sedangkan pada Chaetoceros gracilis salinitas optimum berada pada hari ke-0 hingga hari ke-5. Keadaan ini dapat diduga terjadinya pengaruh kenaikan salinitas yang mengakibatkan adanya penurunun laju kelimpahan diatom yang dikultur. Salinitas optimum bagi pertumbuhan mikroalga 25,0-35,0 ‰ Sylvester et al., 2002. Derajat keasaman pH media air sistem outdoor pada ketiga spesies diatom memiliki nilai yang berfluktuatif yaitu antara 8,03 – 8,24. Perubahan nilai pH pada ketiga spesies diatom diduga karena adanya perubahan kelarutan CO 2 dan mineral di dalam medium pertumbuhan. Perubahan derajat keasaman pH pada sistem outdoor dapat dilihat pada Gambar 19. Kisaran perubahan pH pada Skeletonema costatum adalah 8,03-8,23 dengan pH hari ke-0 adalah 8,03 dan hari ke-15 adalah 8,04. Kisaran perubahan pH pada Thalasiossira sp. adalah 8,06 – 8,24, dengan pH pada hari ke-0 adalah 8,06 dan hari ke-15 adalah 8,21. Kisaran perubahan pH pada Chaetoceros gracilis adalah 8,09 - 8,24 dengan pH hari ke-0 adalah 8,09 dan hari ke-15 adalah 8,16. Perubahan pH pada saat kultivasi mikroalga dapat disebabkan karena adanya perubahan kelarutan CO 2 dan mineral di dalam medium pertumbuhan Suantika, 2009. Berdasarkan uji validitas Pearson, dapat dikatakan bahwa pH tidak menunjukkan adanya korelasi yang signifikan dengan kelimpahan pada ketiga spesies diatom yang dikultur. Gambar 19. Derajat keasaman pH pada kultivasi sistem outdoor Intensitas cahaya pada sistem outdoor memiliki kisaran yang berfluktuatif. Cahaya yang digunakan pada sistem outdoor hanya bergantung pada sinar matahari. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 20 yang menunjukan intensitas cahaya pada saat kultur berkisar antara 228 – 39.700 lux. Gambar 20. Intensitas cahaya pada kultivasi sistem outdoor Pengukuran cahaya diukur dari pukul 09.00 hingga pukul 18.00 WITA dengan rentang waktu 1 jam. Pukul 09.00 WITA intensitas cahaya yang terukur adalah sebesar 2.075 lux. Puncak maksimum intensitas cahaya terjadi pada pukul 12.00 WITA yaitu sebesar 39.700 lux. Pukul 18.00 WITA intensitas cahaya yang terukur adalah sebesar 228 lux. Intensitas cahaya optimum diduga hanya berlangsung selama 3 jam yaitu pada pukul 09.00 -10.00 WITA dan14.00 -16.00 WITA. Intensitas cahaya bagi pertumbuhan mikroalga adalah 2.000-8.000 lux Sylvester et al., 2002. 63

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kultivasi pada sistem indoor memperlihatkan bahwa Chaetoceros gracilis memiliki laju pertumbuhan spesifik maksimum dan kelimpahan maksimum tertinggi. Skeletonema costatum memiliki nilai µ maks dengan urutan kedua dan kelimpahan maksimum Skeletonema costatum lebih besar dibandingkan Thalassiosira sp. Thalassiosira sp. merupakan spesies yang memiliki µ maks terendah di antara 3 diatom yang dikultivasi dan juga kelimpahan maksimum yang lebih rendah dibandingkan dua spesies diatom lainnya. Kultivsi pada sistem outdoor memperlihatkan bahwa Skeletonema costatum memiliki µ maks yang lebih tinggi dibandingkan dua spesies lainnya dengan kelimpahan maksimum yang lebih rendah dibandingkan Chaetoceros gracilis. Chaetoceros gracilis memiliki µ maks yang lebih rendah dibandingkan Skeletonema costatum dan nilai kelimpahan maksimum tertinggi dibandingkan dua spesies diatom lainnya. Thalassiosira sp. memilki µ maks terendah juga dengan kelimpahan maksimum terendah dibandingkan dua spesies diatom lainnya. Skeletonema costatum pada sistem indoor memiliki µ maks lebih besar dibandingkan pada sistem outdoor. Kelimpahan tertinggi pada Skeletonema costatum juga terdapat pada perlakuan sistem indoor. Thalassiosira sp. pada sistem indoor memilki µ maks yang lebih besar dibandingkan pada sistem outdoor. Kelimpahan tertinggi Thalassiosira sp. juga terdapat pada sistem indoor. Chaetoceros gracilis pada sistem indoor sama halnya memiliki µ maks yang lebih besar dibandingkan pada sistem outdoor. Kelimpahan tertinggi Chaetoceros gracilis juga terdapat pada sistem indoor. Perlakuan sistem indoor pada ketiga