19
5. Karbondioksida di atmosfer, merupakan sumber untuk pertumbuhan
mikroalga Schenk et al., 2008 dalam Umdu et al., 2008 6.
Biodiesel dari lemak alga merupakan non toksik dan bersifat biodegradable secara cepat. Schenk et al., 2008 dalam Umdu et al., 2008.
7. Mikroalga yang digunakan untuk biodiesel mampu berproduksi 15-300 kali lebih cepat dibandingkan tanaman daratan Chisti, 2007.
2.5 Teknik Kultivasi Mikroalga
Teknik kultivasi mikroalga terbagi menjadi tiga tahap yaitu skala laboratorium indoor, skala semi-massal semi-outdoor dan skala massal
outdoor. Biasanya ketiga tahapan tersebut tidak semuanya dapat dilaksanakan. Mengingat diperlukannya tenaga, tempat dan biaya yang cukup besar. Untuk
pembenihan skala kecil atau rumah tangga biasanya hanya melakukan kultur skala semi massal dan skala massal, sedangkan bibitnya diperoleh dari unit-unit
pembenihan besar lainnya atau dari instansi pemerintah Anjar et al., 2002. Kultur mikroalga skala laboratorium indoor memerlukan kondisi
lingkungan yang stabil, sehingga perlu dilengkapi dengan AC agar suhu ruangan selalu terkendali dan ruangan terisolasi dengan lingkungan luar, selain itu ada
beberapa jenis mikroalga tumbuh lebih baik pada suhu yang relatif rendah. Sumber aerasi pengudaraan digunakan Hi-blower tersendiri dan dilengkapi
dengan saringan untuk memperkecil terjadinya kontaminasi. Pupuk yang digunakan pada skala laboratorium terbuat dari bahan kimia PA pro analis
dengan dosis pemakaian 1 ml pupuk untuk 1 liter volume kultur. Jenis dan formula pupuk adalah yang sudah distandarkan dan umum digunakan yaitu
Conwy, Guilard, dan Rhyter modifikasi F. Hal ini dimaksudkan agar
20
pertumbuhan mikroalga optimal sehingga didapatkan bibit starter yang bermutu tinggi untuk skala kultur selanjutnya. Dalam kultur skala laboratorium ada
beberapa kegiatan yang umum dilakukan antara lain: sterilisasi alat; bahan dan air media; isolasi mikroalga; kultur di media agar; kultur di media cair; pembuatan
pupuk; penghitungan mikroalga dan penyimpanan Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995; Anjar et al., 2002.
Kultur skala semi massal dimulai dari volume 30 liter hingga 100 liter dalam wadah aquarium yang diletakkan di luar laboratorium. Air laut dengan
salinitas tertentu dimasukkan ke dalam akuarium, kemudian dimasukkan ke dalam akuarium, selanjutnya dimasukkan inokulum sekitar 110 bagian dari total volume
budidaya. Inokulum berasal dari kultur skala laboratorium. Pupuk yang digunakan sama dengan pupuk yang digunakan pada kultur skala laboratorium
dan diberikan sesuai takaran yang dibutuhan. Pencahayaan hanya mengandalkan cahaya matahari pada siang hari. Pada keadaan tertentu di mana cahaya matahari
kurang memadai, dapat menggunakan lampu TL atau lampu sorot. Aerasi dijaga jangan sampai mati, karena hal ini akan menghambat pertumbuhan mikroalga dan
dapat menyebabkan kematian Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995. Menurut Cahyaningsih 2009, kultur semi massal dilakukan di outdoor di luar
laboratorium dengan penyinaran cahaya matahari yang tak langsung. Kultur massal atau outdoor dimulai dari 1 ton sampai 20 ton atau lebih. Air
laut dengan salinitas tertentu dimasukkan ke dalam bak-bak kultur. Selanjutnya dilakukan pemupukan dan diberi aerasi. Inokulum yang berasal dari kultur semi
massal dimasukkan sebanyak 110 bagian sebagai bibit. Pupuk yang digunakan untuk kultur massal outdoor biasanya menggunakan pupuk teknis seperti urea,
21
ZA, NPK dan KNO
3
sebagai sumber nitrogen dan TSP, SP3, NPK sebagai sumber fosfatnya. Vitamin dan mikronutrien lainnya bisa ditambahkan sebagai
pelengkap. Umumnya pada kultur mikroalga dari kelas diatom perlu ditambahkan silikat sekitar 5-20 ppm. Kultur skala massal menggunakan
penyinaran matahari secara langsung menggunakan penyaring fiber dengan perbandingan 1:5 Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995; Ari et al., 2002;
Cahyaningsih, 2009.
22
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei –Juli 2010 di Laboratorium PT. Suri
Tani Pemuka Japfa, Unit Hatchery Udang Vannamei, Jalan Raya Gilimanuk km
35, Desa Pemutaran, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Singaraja, Propinsi Bali. 3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian Alat dan Bahan
Spesifikasi UnitSatuan
Aerator Indoor Tekno Takatsuki
1 - Autoklaf
- 1 Celcius
Bambu 50 cm x 2 cm
3 - Batu Aerasi
- 36 -
Blower Aerator Outdoor 12 hp
2 - Botol Gelas
1 L 9 -
Boks Stirofom Garuda Approved 73 x 42 x28.5
12 - Bulb
Assistent 2 -
Bunsen -
1 - Erlenmeyer
Schott Duran 250 mL 2 -
Erlenmeyer Schott Duran 500 mL
1 - Filter bertingkat
Hayward Pro Series 2 -
Filter ozon -
1 - Filter UV
- 1 -
Galon Aqua 19 L
3 - Gelas Beker
Schott Duran 150 mL 2 -
Gelas Ukur 50 mL Pyrex
2 - Gelas Ukur 100 mL
Pyrex 2 -
Gelas Ukur 1 L Pyrex
2 - Haemocytometer
Assistant Neubauer 25x10
-4
mm
2
1 selmL Hotplate
Labinco L-32 1 Celcius
Kran Aerator -
24 - Lampu TL
Philips Lifemax TLD 36 watt 9 -
Luxmeter Konica Minolta T-10 Illuminance
1 Lux Mikroskop
Olympus CH-BI45-2 1:200x 1 -
Oven Memmert
1 Celcius pH meter
Eutech Cyberscan pH 310 1 -
Pipa Kaca -
3 -