stasioner dibandingkan sistem outdoor. Fase deklinasi pada sistem indoor diduga terjadi pada hari ke-5 hingga hari ke-11 sedangkan pada sistem outdoor terjadi pada
hari ke-5 hingga hari ke-13. Keadaan ini memperlihatkan bahwa fase deklinasi pada sistem outdoor memiliki waktu yang lebih lama dibandingkan pada sistem indoor.
Kelimpahan akhir pada sistem indoor hanya terjadi hingga hari ke-11 sedangkan kelimpahan akhir pada sistem outdoor terjadi hingga hari ke-13. Hal ini
dapat diduga karena waktu yang lebih cepat menuju kelimpahan maksimum dan tingginya kelimpahan pada sistem indoor yang mengakibatkan pengurangan
mikronutrien sebagai faktor pembatas yang banyak dimanfaatkan selama fase eksponensial dibandingkan pada sistem outdoor. Turunnya laju pertumbuhan
Skeletonema costatum pada kedua sistem dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu berkurangnya mikronutrien sebagai faktor pembatas karena telah banyak
dimanfaatkan selama fase eksponensial dan adanya toksik yang dihasilkan oleh mikroalga itu sendiri sebagai hasil dari metabolisme yang meracuni mikroalga itu
sendiri Riley dan Chester, 1971 dalam Nugraheny, 2006.
4.3.2 Thalassiosira sp.
Pola pertumbuhan Thalassiosira sp. pada sistem indoor memiliki dua buah puncak populasi yaitu pada hari ke-6 dengan kelimpahan sebesar 0,90×10
6
selmL dan hari ke-9 dengan kelimpahan sebesar 0,75×10
6
selmL. Pola pertumbuhan Thalassiosira sp. pada sistem outdoor hanya memiliki satu buah puncak kelimpahan
pada hari ke-7 dengan nilai kelimpahan yang lebih kecil. Keadaan ini dapat dilihat pada Gambar 10 yang menunjukan bentuk pola pertumbuhan Thalassiosira sp. pada
kedua sistem yang berbeda. Thalassiosira sp. pada sistem indoor memiliki laju pertumbuhan relatif pada hari ke-1 yang lebih besar µ = 1,754 dibandingkan pada
sistem outdoor yaitu sebesar 0,470. Hal ini mengindikasikan bahwa daya adaptasi Thalassiosira sp. pada sistem indoor lebih cepat dibandingkan pada sistem outdoor.
Kondisi ini dikarenakan media strain sebelumnya memiliki lingkungan yang sama pada media strain yang digunakan pada penelitian pada sistem indoor sedangkan
pada media outdoor, media strain sebelumnya memiliki kondisi lingkungan yang berbeda yaitu dengan kondisi yang relatif terkontrol pada sistem indoor yang
dipindahkan ke dalam media outdoor yang tidak terkontrol lingkungannya. Pada sistem indoor, µ
maks
sebesar 0,482 dan pada sistem outdoor sebesar 0,205. Kondisi ini memperlihatkan bahwa µ
maks
pada sistem indoor lebih tinggi dibandingkan µ
maks
pada sistem outdoor.
Gambar 10. Kelimpahan Thalassiosira sp. pada sistem indoor dan outdoor Fase lag Thalassiosira sp. pada sistem indoor diduga terjadi dalam waktu
kurang dari 24 jam sedangkan pada sistem outdoor fase lag. diduga terjadi hingga
hari ke-1. Hal ini memperlihatkan bahwa fase lag pada sistem indoor membutuhkan waktu yang lebih singkat dibandingkan pada sistem outdoor. Keadaan ini
dikarenakan daya adaptasi Thalassiosira sp. pada sistem indoor yang lebih tinggi dibandingkan pada sistem outdoor.
Fase eksponensial pada sistem indoor diduga terjadi pada waktu kurang dari 24 jam hingga hari ke-4, sedangkan pada sistem outdoor diduga terjadi pada hari ke-1
hingga hari ke-1 hingga hari ke-5. Hal ini menunjukan bahwa Thalassiosira sp. pada sistem indoor memiliki waktu yang lebih cepat pada fase eksponensial dibandingkan
sistem outdoor. Fase stasioner pada sistem indoor diduga terjadi pada hari ke-4 hingga hari ke-
6 dan pada sistem outdoor diduga terjadi pada hari ke-6 hingga hari ke-8. Kondisi ini menunjukan bahwa sistem indoor dan sistem outdoor memiliki waktu yang sama
pada fase stasioner. Sistem indoor lebih cepat memasuki fase stasioner dibandingkan sistem outdoor.
Fase deklinasi pada sistem indoor dapat diduga terjadi pada hari ke-6 hingga hari ke-15 sedangkan pada sistem outdoor diduga terjadi pada hari ke-8 hingga hari
ke-15. Fase deklinasi Thalassiosira sp.pada kedua sistem mungkin dapat berlanjut kembali melebihi hari ke-15. Perbedaan waktu fase deklinasi pada kedua sistem
memperlihatkan bahwa sistem indoor memiliki fase deklinasi yang lebih lama dibandingkan pada sistem outdoor. Penurunan nilai kelimpahan pada kedua sistem
dapat diduga karena berkurangnya mikronutrien sebagai faktor pembatas karena telah banyak dimanfaatkan selama fase eksponensial, adanya toksik yang dihasilkan
oleh mikroalga itu sendiri sebagai hasil dari metabolisme yang meracuni mikroalga itu sendiri dan berkurangnya proses fotosintesis akibat bertambahnya jumlah sel
sehingga hanya bagian permukaan kultur saja yang memperoleh cahaya Riley dan Chester, 1971 dalam Nugraheny, 2001.
4.3.3 Chaetoceros gracilis