Perbandingan Kinerja Keuangan dan Efisiensi BUK dan BUS

pendapatan operasional bank umum bertambah. Beberapa perbaikan dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah penyaluran kredit atau pembiayaan dan biaya-biaya yang terkait dengan input simpanan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rakhmat Purwanto. Pada penelitian tersebut terdapat bank-bank yang mengalami inefisiensi pada saat krisis. Bank yang selalu efisien pada periode pengamatan yaitu Bank Mestika Dharma, Bank ISB Bumiputera, Bank Sinarmas, Bank Muamalat Indonesia, dan Bank Syariah Mega Indonesia.

4.3. Perbandingan Kinerja Keuangan dan Efisiensi BUK dan BUS

Hasil analisis uji beda data berpasangan menyatakan rata-rata rasio CAR BUK lebih tinggi dibandingkan rasio CAR BUS. Artinya, BUK memiliki rasio kecukupan modal lebih baik dibandingkan BUS pada periode tersebut. Akan tetapi, berdasarkan analisis deskriptif BUK memiliki rasio CAR yang cenderung turun setiap tahunnya. Kondisi ini disebabkan oleh sifat BUK yang rentan terhadap resiko sehingga jumlah ATMR BUK setiap tahun semakin meningkat. Semakin tinggi ATMR maka akan semakin rendah nilai CAR perbankan. Rasio likuiditas BUS lebih baik dibandingkan BUK. Hal ini dapat dilihat dari nilai FDR BUS yang lebih tinggi dibanding LDR BUK. Akan tetapi, analisis deskriptif menunjukkan rasio FDR yang menurun lebih besar jika dibanding rasio LDR. Kondisi ini disebabkan oleh laju peningkatan pembiayaan BUS yang tidak secepat laju dengan peningkatan DPK BUS. Tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas BUK dan BUS dibandingkan berdasarkan rasio ROA. Hasil uji data berpasangan menunjukkan rasio ROA BUK lebih baik dibandingkan rasio BUS karena rata-rata rasio ROA BUK lebih tinggi dibandingkan BUS. Kondisi ini disebabkan oleh keunggulan BUK dalam mengubah aset yang dimiliki menjadi aktiva yang menghasilkan laba usaha. Rasio BOPO BUS lebih baik dibandingkan dengan BUK. Rata-rata rasio BOPO BUS dibandingkan dengan BUK. Artinya, BUS dapat lebih menekan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan operasionalnya. Dari analisis deskriptif kinerja keuangan dan analisis efisiensi BUK BUS maka didapatkan hasil sebagai berikut. Tabel 4.11. Perbandingan Rata-Rata Kinerja Keuangan dan Analisis Efisiensi BUK dan BUS Tahun 2006-2011 Rasio BUK BUS Keterangan CAR 17,997 13,48 Terdapat perbedaan yang nyata. Kinerja BUK lebih baik dalam rasio permodalan. FDR dan LDR 71,64 95,10 Terdapat perbedaan yang nyata. Kinerja BUS lebih baik dalam rasio likuiditas. NPF dan NPL 3,56 3,77 Rasio kualitas aktiva produktif relatif sama. ROA 2,71 1,66 Terdapat perbedaan yang nyata. Kinerja BUK lebih baik dalam rasio rentabilitas. BOPO 86,30 79,73 Terdapat perbedaan yang nyata. Kinerja BUS lebih baik dalam rasio efisiensi. EFISIENSI 99,51 99,26 Nilai efisiensi intermediasi BUK dan BUS relatif sama.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil analisis kinerja keuangan dan efisiensi perbankan pada periode pengamatan 2006 sampai 2011 dan setelah krisis global tahun 2008 memberikan beberapa kesimpulan. Rasio CAR BUS dan BUK berada di atas ketentuan Bank Indonesia 8 artinya BUK dan BUS berada pada posisi yang baik dalam memenuhi kecukupan modal. CAR BUK cenderung turun dibandingkan CAR BUS disebabkan oleh ATMR konvensional yang lebih bervariasi. LDR BUK mengalami kenaikan dari tahun 2006 sampai 2011 kecuali di tahun 2008. Penurunan LDR tersebut terjadi akibat dampak dari krisis global yang juga dialami oleh Indonesia. FDR BUS mengalami kenaikan dari tahun 2006 hingga tahun 2008 tetapi dari tahun 2008 hingga 2009 mengalami penurunan yang cukup jauh karena semakin banyak nasabah menyimpan dana di bank syariah. Rasio NPL BUK cenderung mengalami penurunan. Penurunan NPL tersebut disebabkan oleh adanya usaha BUK untuk memitigasi risiko kredit dengan membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva PPAP kredit. Pertumbuhan NPF BUS lebih tinggi pada periode setelah krisis karena bank syariah baru bisa melakukan restrukturisasi kredit jika masuk dalam kolektibilitas tiga. Pergerakan rasio ROA BUS dan BUK menunjukkan tren yang sama dari tahun 2006 hingga 2011. Krisis menyebabkan ROA menurun karena kenaikan beban-beban dan kerugian transaksi valasderivatif yang cukup tinggi. Nilai BOPO BUK dan BUS masih cukup tinggi dan berfluktuasi karena rasio tersebut masih di atas 75. Rasio BOPO tertinggi terjadi pada saat krisis 2008. Krisis menyebabkan peningkatan biaya operasional perbankan. BUK mencapai kinerja yang efisien di tahun 2006,2007, 2010, dan 2011. Inefisiensi terjadi di tahun 2008 97,27, dan 2009 99,76. Inefisiensi terjadi pada variabel output yaitu DPK, pendapatan operasional, dan kredit yang belum maksimal. BUS mencapai kinerja yang efisien di tahun 2006 sampai 2008 serta 2011. Inefisiensi terjadi di tahun 2009 96,85 dan 2010 98,73. Inefisiensi terjadi pada variabel input yaitu DPK dan beban operasional serta variabel output yaitu pendapatan operasional dan pembiayaan.