132
XI. KESIMPULAN DAN SARAN 11.1. Kesimpulan
1. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberantasan
IL di Indonesia tampaknya cukup memadai untuk digunakan sebagai perangkat hukum untuk menjerat pelaku IL, mulai dari tindakan
hukum terhadap pelanggaran di dalam kawasan hutan sampai dengan tindakan hukum terhadap pelanggaran di luar wilayah
kehutanan namun tetap terkait sebagai kegiatan turunannya, misalnya pencucian uang hasil IL. Walaupun aturan hukumnya telah
cukup tersedia, tetapi tidak cukup efektif dijalankan karena sisi penegakan hukum law enforcement lemah dan penaatan hukum
law compliance yang rendah. 2.
Hubungan diantara aparat penegak hukum dalam pemberantasan IL cukup baik. Hubungan yang cukup baik juga terjadi antara aparat
penegak hukum dengan instansi yang secara teknis mengurus pengelolaan
hutan, dan
instansi yang
mengkoordinasikan penanganan IL di Indonesia. Tingkat hubungan yang kuranglemah
terjadi antara instansi teknis kehutanan dan lingkungan dengan daerah.
3. Prioritas kebijakan pemberantasan IL di Indonesia berdasarkan hasil
analisis data melalui pendekatan AHP menunjukkan bahwa faktor, aktor, tujuan, dan alternatif kebijakan yang memiliki nilai prioritas
tertinggi adalah faktor penegakan hukum, aktor pemerintah, tujuan untuk pemulihan ekonomi hutan, dan menerapkan kebijakan yang
bersifat command and control.
11.2. Saran
Mengingat bahwa praktek IL di Indonesia yang sudah dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dan mengancam tatanan kehidupan masyarakat
beserta ekosistemnya saat ini dan masa mendatang, maka di dalam
133
pemberantasan IL perlu dilakukan langkah-langkah strategis sebagai berikut :
1. Semua pihak yang terkait dengan pemberantasan IL harus memiliki kesamaan persepsi dalam menginterpretasikan aturan hukum yang
terkait dengan pemberantasan IL. Salah satu hal penting dalam hal ini adalah ditetapkannya sanksi hukum minimal yang berdampak
jera terhadap pelaku IL. Penegakan hukum pemberantasan IL tidak hanya mengacu kepada peraturan perundang-undangan kehutanan
saja yang lebih bersifat locus delicti, tetapi dikaitkan pula dengan peraturan
perundang-undangan lainnya,
seperti peraturan
perundang-undangan yang mengatur lingkungan hidup, tindak pidana korupsi, pencucian uang, dan sebagainya. Upaya ini
dilakukan untuk membuat efek jera detterent efects bagi jaringan pelaku IL di Indonesia mulai dari pelaksana di lapangan sampai
dengan otak pelakunya crimes mastermind. 2. Pemerintah perlu memberikan insentif bagi dunia usaha kehutanan
yang berhasil menunjukkan kinerja pengelolaan hutan secara berkelanjutan.
3. Mempertimbangkan kemungkinan dibentuknya hakim ad hoc untuk mempercepat proses hukum pelaku IL.
4. Meningkatkan kerjasama internasional dalam mempersempit peredaran perdagangan kayu ilegal internasional, khususnya
dengan negara konsumen yang menggunakan kayu tropis Indonesia.
134
DAFTAR PUSTAKA
Alkostar, A. 2009. Tugas Yuridis Mahkamah Agung dalam Perkara Illegal logging. Makalah Seminar Nasional Pemberantasan Penebangan
Liar dalam Era Pemerintahan SBY-JK. Jakarta, 26 Mei 2009. Baplan. 2008. Eksekutif Data Strategis Kehutanan 2008. Badan Planologi
Departemen Kehutanan. Jakarta. Bareskrim. 2008. Penanganan Illegal logging oleh Polri. Badan Reserse
Kriminal POLRI Bareskrim POLRI. Jakarta. Cifor. 2008. Rehabilitasi Hutan di Indonesia : Akan Kemanakah Arahnya
Setelah Lebih dari Tiga Dasawarsa. Center for International Forestry Research CIFOR. Bogor
Contreras-Hermosilla,A. 1997. The “Cut and Run “Course of Corruption in the Forestry Sector. Journal of Forestry 92 12
Contreras-Hermosilla,A. 2002. Law Compliance in The Forestry Sector : An Overview. World Bank Working Paper. World Bank.
Washington,DC. Dishut Provinsi Jambi. 2008.Data Statistik Kehutanan Provinsi Jambi.
Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. Jambi. Dubois, O.1998. Capacity to Manage Role Changes in Forestry.
International Institute for Environment and Development IIED. London.
Dunn, W. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Gadjah Mada University. Yogyakarta.
EIA. 1998. The Politics of Extinction. http:www.eia-international.orgold- reportsForestsIndonesiaPolExtinctionintro.html. Accessed at April
1, 2009. Hirakuri, S.A. 2003. Can Law Save the Forest : Lessons from Finland and
Brazil. Center for International Forestry Research CIFOR. Bogor. IIED. 2005.The Four Rs. International Institute for Environment and
Development IIED. London. Kemenpolhukam. 2006. Kajian Pemantapan Pemberantasan Penebangan
dan Perdagangan Kayu Secara Ilegal di Indonesia.Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.Jakarta.
Kishor, N. 2006. Combating Illegal logging and Corruption in the Forestry Sector :Strengthening Forest Law Enforcement and Governance.
Annual Review July 2005 – June 2006. Environmental Matters 2006 – The Word Bank Group. Washington DC.
Krieger,D.J. 2001. Economic Value of Forest Ecosystem Services : A Review. The Wilderness Society. Washington, DC.
135
Laarman, J.G., R.A.Sedjo. 1992. Global Forests : Issues for Six Billion People. Mc Graw Hill, Inc. New York.
Masduki, T. 2009. Efektivitas Penegakan Hukum Pemberantasan Illegal logging:
Beberapa Catatan.
Makalah Seminar
Nasional Pemberantasan Penebangan Liar dalam Era Pemerintahan SBY-JK.
Jakarta, 26 Mei 2009. Muhadjir, N. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV. Penerbit Rake
Sarasin. Yogyakarta. Nurdjana,I.G.M., T. Prasetyo, dan Sukardi. 2005. Korupsi dan Illegal
logging dalam Sistem Desentralisasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Ottitsch,A., K. Kaczmerck, L.Kazusa, K. Raae. 2006. Study on the Issues
of Illegal logging and related Trade of Timber and other Forest Products Issues in Europe. European Forest Institute and Danish
Forestry Extension.
Ottitsch,A., K. Kaczmerck, L.Kazusa, K. Raae. 2006. Study on the Issues of Illegal logging and related Trade of Timber and other Forest
Products Issues in Europe. European Forest Institute and Danish Forestry Extension.
Pandor, Z. 2008. Memahami Kembali Tindak Pidana Kehutanan. Buletin Lebah : Buletin Advokasi Hukum dan Kebijakan Pengelolaan
Sumbedardaya Alam. Vol 41 : 3-6. PIK Pusat Informasi Kehutanan Jambi. 2009. Data Spasial Provinsi
Jambi. Http: infokehutananjambi.or.id.Accessed at 9-9-2009. Purnama, B. 2006. Implementasi Kebijakan Kehutanan dalam
Penanggulangan Illegal logging dan Penyelundupan Kayu. In Hidayati, R., C.Tambunan, A. Nugraha, dan I. Aminudin Editors.
Pemberantasan Illegal logging dan Penyelundupan Kayu : Menuju Kelestarian Hutan dan Peningkatan Kinerja Sektor Kehutanan.
Penerbit Wana Aksara. Jakarta.
Ramdan, H. 2006. Membangun Alternatif Penanganan Praktek Illegal logging. In Hidayati, R., C.Tambunan, A. Nugraha, dan I. Aminudin
Editors. Pemberantasan Illegal logging dan Penyelundupan Kayu : Menuju Kelestarian Hutan dan Peningkatan Kinerja Sektor
Kehutanan. Penerbit Wana Aksara. Jakarta.
Rosander, M.N. 2008. Illegal logging : Current and Opportunities for SidaSENSA Engagement in Southeast Asia. RECOFTC and Sida.
Bangkok. Saaty, T.L. 2001. Decision Making For Leaders. Fourth Edition, University
of Pittsburgh, RWS Publication. SCA and WRI.2004. Illegal logging and Global Wood Market. Seneca
Creek Associate. Maryland. Sukardi, 2005. Illegal logging dalam Perspektif Politik Hukum Pidana.
Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta.
136
Syarief, L.
2009. Menilai
Kinerja SBY-JK
dalam Penanganan
Illegal logging.
Makalah Seminar
Nasional Pemberantasan Penebangan Liar dalam Era Pemerintahan SBY-JK.
Jakarta, 26 Mei 2009. Tacconi, L. Obidzinki, K., and F. Agung. 2004. Learning Lessons to
Promote Forest Certification and Control Illegal logging in Indonesia. Center for International Forestry Research CIFOR. Bogor.
Tacconi, L., M. Bascolo, and D. Brack. 2003. National and International Policies to Control Illegal Forest Activities. Center for International
Forestry Research CIFOR. Bogor. Wardojo, W., Suhariyanto, and B. Purnama. 2001. Law Enforcement And
Forest Protection In Indonesia : A Retrospect And Prospect. Paper presented on the East Asia Ministerial Conference on Forest Law
Enforcement and Governance, Bali, Indonesia,September 11-13, 2001.
WWF. 2004. Quick overview facts on Illegal logging in Rusia. http:www.panda.org. about wwf Accesed at : 20-3-2008.
137
Lampiran 1. Peraturan perundang-undangan terkait Pemberantasan IL di Indonesia
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
A. Lex specialis 1
Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan
Pasal 50
1 Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan
hutan. 1 Barang siapa dengan sengaja
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 1
atau Pasal 50 ayat 2, diancam dengan pidana penjara paling lama
10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
lima milyar rupiah.
6 Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat 3 huruf h, diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 sepuluh milyar rupiah. 7 Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 3
huruf i, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tiga bulan
dan denda paling banyak Rp. 10.000.000,00
sepuluh juta
rupiah. 8 Barang siapa dengan sengaja
melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 3 huruf j, diancam
dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda
paling
banyak Rp.
5.000.000.000,00 lima milyar rupiah.
Lampiran
138
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
2 Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin
usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan
kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan
bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan
yang menimbulkan
kerusakan hutan. a. melakukan
kegiatan penyelidikan
umum atau
eksplorasi atau
eksploitasi bahan
tambang di
dalam kawasan hutan, tanpa izin
Menteri; b. mengangkut, menguasai, atau
memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi
bersama-sama dengan
surat keterangan
sahnya hasil hutan; c. menggembalakan
ternak di
dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus
untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;
d. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim
atau patut
diduga akan
digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan
hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang;
e. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang,
memotong, atau
membelah pohon di dalam kawasan hutan
tanpa izin
pejabat yang
berwenang; f.
membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran
dan kerusakan
serta membahayakan
keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan
ke dalam kawasan hutan; dan g. mengeluarkan, membawa, dan
mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak
dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan
tanpa izin dari pejabat yang berwenang.
9 Barang siapa dengan sengaja melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 ayat 3 huruf k, diancam dengan pidana penjara
paling lama 3 tiga tahun dan denda
paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 satu milyar
rupiah. 10 Barang siapa dengan sengaja
melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 3 huruf l, diancam
dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan denda
paling
banyak Rp.
1.000.000.000,00 satu milyar rupiah.
11 Barang siapa dengan sengaja melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 ayat 3 huruf m, diancam dengan pidana penjara
paling lama 1 satu tahun dan denda
paling banyak
Rp. 50.000.000,00 lima puluh juta
rupiah. 12 Tindak
pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, ayat 5, ayat 6,
ayat 7, ayat 9, ayat 10, dan ayat 11 adalah kejahatan, dan
tindak
pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat 8 dan ayat 12
adalah pelanggaran.14
Tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat 1,
ayat 2, dan ayat 3 apabila dilakukan oleh dan atau atas nama
badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya
dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik
sendiri-sendiri maupun
bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana
masing-masing ditambah dengan 13 sepertiga dari pidana yang
dijatuhkan.
13 Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan
atau alat-alat
termasuk alat
angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan
atau pelanggaran sebagaimana dimaksud
dalam pasal
ini dirampas untuk Negara.
2 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Pasal 19 1 Setiap orang dilarang melakukan
kegiatan yang dapat mengakibatkan 1 Barangsiapa dengan sengaja
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
139
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya
perubahan terhadap
keutuhan kawasan suaka alam.
2 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak termasuk
kegiatan pembinaan habitat untuk kepentingan satwa di dalam suaka
margasatwa.
3 Perubahan
terhadap keutuhan
kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi
mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas kawasan suaka alam, serta
menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.
dalam Pasal 19 ayat 1 dan Pasal 33 ayat 1 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling
banyak Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.
2 Barangsiapa
dengan sengaja
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 33 ayat 3 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling
banyak
Rp. 100.000.000,00seratus
juta rupiah.
Pasal 21 1 Setiap orang dilarang untuk: a.
mengambil, menebang,
memiliki, merusak,
memusnahkan, memelihara,
mengangkut, dan
memperniagakan tumbuhan
yang dilindungi
atau bagian-bagiannya
dalam keadaan hidup atau mati; b. mengeluarkan
tumbuhan yang
dilindungi atau
bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari
suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
2 Setiap orang dilarang untuk: a.menangkap, melukai, membunuh,
menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut,
dan memperniagakan
satwa yang
dilindungi dalam keadaan hidup; b.menyimpan, memiliki, memelihara,
mengangkut, dan
memperniagakan satwa
yang dilindungi dalam keadaan mati; c.
mengeluarkan satwa
yang dilindungi dari suatu tempat di
Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
d.memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-
bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat
dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu
tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan,
menyimpan atau memiliki telur danatau sarang satwa yang
dilindungi. 3 Barangsiapa karena kelalaiannya
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat 1 dan Pasal 33 ayat 1 dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 satu tahun dan denda paling
banyak
Rp. 100.000.000,00
seratus juta rupiah. 4 Barangsiapa karena kelalaiannya
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 serta Pasal 33 ayat 3 dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun dan denda
paling banyak Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah.
5 Tindak
pidana sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 adalah kejahatan dan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 dan ayat 4 adalah
pelanggaran.
140
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
Pasal 33 1 Setiap orang dilarang melakukan
kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona
inti taman nasional. 2 Perubahan terhadap keutuhan zona
inti taman nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi
mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional,
serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.
3 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan
fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman
hutan raya, dan taman wisata alam.
3 Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985
tentang Perlindungan Hutan
Pasal 9 2 Setiap orang dilarang melakukan
penebangan pohon-pohon dalam hutan tanpa izin dari pejabat yang
berwenang. Pasal 6
1 Kawasan hutan dan hutan cadangan dilarang dikerjakan atau diduduki
tanpa izin Menteri. Pasal 5
1 Penggunaan kawasan hutan harus sesuai
dengan fungsi
dan peruntukannya
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3 dan Pasal
4 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967.
2 Penggunaan kawasan hutan yang menyimpang dari ketentuan ayat 1
harus mendapat
persetujuan Menteri.
Pasal 18 1 Barang siapa dengan sengaja
melanggar ketentuan Pasal 6 ayat 1atau Pasal 9 ayat 2 dalam
hutan yang
telah ditetapkan
sebagai hutan lindung dan Pasal 10 ayat 1 dihukum dengan
pidana penjara selama-lamanya 10 sepuluh
tahun atau
denda sebanyak-banyaknya
Rp. 100.000.000,- seratus juta rupiah.
2 Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 6 ayat
1 atau Pasal 9 ayat 2 di dalam hutan yang bukan hutan lindung,
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 lima tahun
atau denda sebanyak-banyak Rp. 20.000.000,-
dua puluh
juta rupiah.
141
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
Pasal 7 1 Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
yang bertujuan untuk mengambil bahan-bahan galian yang dilakukan
di dalam kawasan hutan atau hutan cadangan, diberikan oleh instansi
yang berwenang setelah mendapat persetujuan Menteri.
2 Dalam hal penetapan areal yang bersangkutan
sebagai kawasan
hutan dilakukan setelah pemberian izin eksplorasi dan eksploitasi, maka
pelaksanaan lebih lanjut kegiatan eksplorasi dan eksploitasi tersebut
harus sesuai dengan petunjuk Menteri.
3 Di dalam kawasan hutan dan hutan cadangan
dilarang melakukan
pemungutan hasil hutan dengan menggunakan alat-alat yang tidak
sesuai dengan kondisi tanah dan lapangan
atau melakukan
perbuatan lain
yang dapat
menimbulkan kerusakan tanah dan tegakan.
Pasal 8 1 Kelestarian sumber air di dalam
kawasan hutan, hutan cadangan, dan
hutan lainnya
harus dipertahankan.
2 Siapapun
dilarang melakukan
penebangan pohon dalam radius jarak tertentu dari mata air, tepi
jurang, waduk, sungai, dan anak sungai yang terletak di dalam
kawasan hutan, hutan cadangan dan hutan lainnya.
3 Barang siapa : a. melanggar ketentuan Pasal 5 ayat 2, atau
Pasal 7 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 atau Pasal 8 ayat 2; atau b.
karena kelalaiannya menimbulkan kebakaran hutan; dipidana dengan
pidana kurungan selama-lamanya 1
satu tahun
atau denda
sebanyak-banyaknya Rp.
1.000.000,- satu juta rupiah. 4 Barang siapa dengan sengaja :a.
melanggar ketentuan Pasal 4 ayat 2; b. melanggar ketentuan Pasal
9 ayat 3; c. melanggar ketentuan Pasal 11 ayat 1; d. memiliki
danatau
menguasai danatau
mengangkut hasil hutan tanpa disertai surat keterangan sahnya
hasil hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 1, sedang
hasil hutan yang berbentuk bahan mentah
tersebut sudah
dipindahkan dari
tempat pemungutannya; dipidana dengan
pidana kurungan selama-lamanya 1
satu tahun
atau denda
sebanyak-banyaknya Rp.
5.000.000,- lima juta rupiah. 5 Barang siapa dengan sengaja
melanggar ketentuan Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 9 ayat 1, dipidana
dengan pidana kurungan selama- lamanya 6 enam bulan atau
denda sebanyak-banyaknya Rp. 2.500.000,- dua juta lima ratus
ribu rupiah.
6 Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 1, ayat 2,
dan ayat 3 adalah kejahatan, sedangkan
perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 18 ayat 4 dan ayat 5 adalah pelanggaran.
142
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
Pasal 4 ayat 2; Pasal 4
1 Penataan batas dilakukan terhadap setiap areal hutan yang telah
ditunjuk sebagai kawasan hutan sesuai
dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku. 2 Kecuali dengan kewenangan yang
sah menurut
peraturan perundangundangan yang berlaku
setiap orang dilarang memotong, memindahkan,
merusak atau
menghilangkan tanda
batas kawasan hutan.
Pasal 9 ayat 3; Pasal 9
1
Selain dari
petugas-petugas kehutanan atau orang-orang yang
karena tugasnya
atau kepentingannya dibenarkan berada
di dalam kawasan hutan, siapapun dilarang membawa alat-alat yang
lazim digunakan untuk memotong, menebang, dan membelah pohon di
dalam kawasan hutan.
2 Setiap orang dilarang melakukan penebangan pohon-pohon dalam
hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.
3 Setiap
orang dilarang
mengambilmemungut hasil hutan lainnya tanpa izin dari pejabat yang
berwenang. Pasal 11 ayat 1
Pasal 11 1 Penggembalaan ternak dalam hutan,
pengambilan rumput, dan makanan ternak lainnya serta serasah dari
dalam hutan hanya dapat dilakukan di tempat-tempat yang ditunjuk
khusus untuk keperluan tersebut oleh pejabat yang berwenang.
7 Semua benda yang diperoleh dari dan semua alat atau benda yang
dipergunakan untuk melakukan perbuatan pidana sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini dapat dirampas untuk Negara.
143
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
Pasal 14 ayat 1 Pasal 14
1 Untuk membuktikan sahnya hasil hutan
dan telah
dipenuhinya kewajiban-kewajiban
pungutan Negara
yang dikenakan
terhadapnya hingga
dapat digunakan atau diangkut, maka
hasil hutan
tersebut harus
mempunyai surat
keterangan sahnya hasil hutan.
4 Peraturan
Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan
Pasal 12 1 Setiap orang yang mengangkut,
menguasai atau memiliki hasil hutan wajib
dilengkapi bersama-sama
dengan surat keterangan sahnya hasil hutan.
2 Termasuk dalam pengertian hasil hutan
yang tidak
dilengkapi bersama-sama
dengan surat
keterangan sahnya hasil hutan adalah :
a. asal usul hasil hutan dan tempat tujuan
pengangkutan tidak
sesuai dengan yang tercantum dalam surat keterangan sahnya
hasil hutan; b. apabila keadaan fisik, baik jenis,
jumlah maupun volume hasil hutan yang diangkut, dikuasai
atau dimiliki
sebagian atau
seluruhnya tidak sama dengan isi yang tercantum dalam surat
keterangan sahnya hasil hutan; c. pada waktu dan tempat yang
sama tidak
disertai dan
dilengkapi surat-surat yang sah sebagai bukti;
d. Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan masa berlakunya telah
habis; e. hasil hutan tidak mempunyai
tanda sahnya hasil hutan. Pasal 42
Setiap orang
yang melanggar
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 12 ayat 2, diancam
dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak
Rp. 10.000.000.000,00 sepuluh milyar rupiah sebagaimana dimaksud pada
Pasal 78 ayat 7 Undang-Undang Nomor
41 Tahun
1999 tentang
Kehutanan. Pasal 43
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 14 ayat 2, diancam dengan pidana penjara paling lama 10
sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima
milyar rupiah sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 ayat 2 Undangundang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Selain sanksi pidana, bagi pelaku diwajibkan untuk memberikan ganti rugi
Pasal 45 1 Setiap perbuatan melanggar hukum
yang diatur dalam Undang-undang Kehutanan,
dengan tidak
mengurangi sanksi
pidana, mewajibkan kepada penanggung
jawab perbuatan untuk membayar ganti rugi.
2 Pembayaran
ganti rugi
sebagaimana dimaksud pda ayat 1 disetor oleh penanggung jawab
ke Kas Negara.
Pasal 14 1 Pemanfaatan hutan dan penggunaan
kawasan hutan
hanya dapat
dilakukan apabila telah memiliki izin dari pejabat yang berwenang.
2 Termasuk
dalam kegiatan
3 Uang ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 digunakan
untuk biaya rehabiliasi, pemulihan kondisi hutan atau tindakan yang
diperlukan.
4 Ketentuan lebih lanjut mengenai
144
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
pemanfaatan hutan tanpa izin ialah : a.
pemegang izin
melakukan pemanfaatan hutan di luar areal
yang diberikan izin; b.
pemegang izin
melakukan pemanfaatan
hutan melebihi
target volume yang diizinkan; c.
pemegang izin
melakukan penangkapanpengumpulan flora
fauna melebihi target quota yang telah ditetapkan;
d. pemegang
izin melakukan
pemanfaatan hutan dalam radius dari lokasi tertentu yang dilarang
undang-undang. pengelolaan
dan penggunaan
biaya ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat
3 diatur bersama antara Menteri dan Menteri yang bertanggung
jawab di bidang kehutanan.
Pasal 46 1
Pengenaan pembayaran
dan besarnya
ganti rugi
oleh penanggung
jawab perbuatan
sebagaimana dimaksud
pada Pasal 45 ayat 1 ditetapkan oleh
Menteri. 2 Penetapan besarnya ganti rugi yang
harus dibayar oleh penanggung jawab
perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 didasarkan pada tingkat kerusakan hutan atau
akibat yang ditimbulkan kepada negara.
3 Tingkat kerusakan hutan atau akibat yang ditimbulkan kepada negara
sebagaimana dimaksud pada ayat 2, didasarkan pada perubahan
fisik, sifat fisik, atau hayatinya.
4 Ketentuan lebih lanjut tentang tingkat kerusakan hutan atau
akibat yang ditimbulkan kepada Negara sebagaimana dimaksud
pada ayat 3 diatur oleh Menteri.
5 Inpres Nomor 4
Tahun 2005 Tentang
Pemberantasan Penebangan Kayu
Secara Ilegal Di KawasanHutan Dan
Peredarannya Di Seluruh Wilayah
Republik Indonesia 1.Melakukan percepatan pemberantasan
penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di
seluruh wilayah Republik Indonesia, melalui penindakan terhadap setiap
orang atau badan yang melakukan kegiatan:
145
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
a.Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan kayu
yang berasal dari kawasan hutan tanpa memiliki hak atau izin dari
pejabat yang berwenang.
b.Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,
menyimpan, atau
memiliki dan
menggunakan hasil hutan kayu yang diketahui atau patut diduga berasal
dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.
c.Mengangkut, menguasai,
atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak
dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan
kayu.
d.Membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut
diduga akan
digunakan untuk
mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat
yang berwenang. e.Membawa
alat-alat yang
lazim digunakan
untuk menebang,
memotong atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin
pejabat yang berwenang. 2.Menindak tegas dan memberikan
sanksi terhadap oknum petugas dilingkup instansinya yang terlibat
dengan kegiatan penebangan kayu secara ilegal di dalam kawasan hutan
dan peredarannya.
3.Melakukan kerjasama dan saling berkoordinasi untuk melaksanakan
pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan
peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
4.Memanfaatkan informasi
dari masyarakat yang berkaitan dengan
adanya kegiatan penebangan kayu secara ilegal dan peredarannya.
146
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
5.Melakukan penanganan sesegera mungkin terhadap barang bukti hasil
operasi pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan
dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia dan atau alat-alat
bukti lain yang digunakan dalam kejahatan dan atau alat angkutnya
untuk
penyelamatan nilai
ekonomisnya.
B. Lex generalis 1
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup BAB IX
KETENTUAN PIDANA Pasal 41
1 Barang siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan
denda paling banyak Rp. 500.000.000.00 lima ratus juta rupiah., 2 Jika tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan orang
mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak Rp. 750.000.000,-
tujuh ratus lima puluh juta rupiah. Pasal 42
1 Barang siapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibalkan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup, diancam
dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah.
2 Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibat kan orang mati atau luka berat, pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 lima. tahun dan, denda paling banyak Rp Rp. 150.000.000,00 seralus lima puluh juta rupiah.
Pasal 43 1 Barang siapa dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
sengaja melepaskan atau membuang zat. energi danatau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah. ke dalam udara
atau ke dalam air permukaan, melakukan impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut menjalankan instalasi yang berbahaya,
padahal mengetahui atau sangat beralasan,untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup
atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain. diancam dengan pidana penjara. paling lama 6 enam tahun dan denda paling banyak Rp.
300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah
147
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
2 Diancam dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 barangsiapa yang dengan sengaja memberikan informasi palsu
atau menghilang kan atau menyembunyikan atau merusak informasi yang diperlukan dalam kaitannya dengan perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat 1, padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran danatau perusakan
lingkungan hidup atau rnembahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain.
3 Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 mengakibatkan orang mati atau luka berat pelaku tindak pidana diancam dengan
pidana penjara paling lama 9 sembilan tahun dan denda paling banyak Rp. 450.000.000,00 empat ratus lima puluh juta rupiah
Pasal 44 1 Barangsiapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, karena kealpaannya melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, diancam dengan Pidana penjana paling lama 3 tiga ratus juta
rupiah tahun dan denda paling panyak Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah.
2 Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan orang mati atau luka berat pelaku tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling
lama 5 ratus lima puluh juta rupiah tahun dan denda paling banyak Rp.150.000.000,00 seratus ratus lima puluh juta rupiah
Pasal 45 Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas
nama suatu badan hukum perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain. ancaman pidana denda diperberat dengan sepertiga.
Pasal 46 Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan oleh atau atas
nama badan hukum perseroan. perserikatan, yayasan atau organisas i tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana serta tindakan tata tertib sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 dijatuhkan baik terhadap badan hukum perseroan, perserikatan, yayasa., atau organisasi lain tersebut maupun terhadap mereka yang
memberi perintah untuk melakukan tindak nirinna tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin itu atau terhadap kedua-duanya. Jika tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Bab ini. dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain dan dilakukan oleh
orang-orang. baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain. yang bertindak dalam lingkungan badan hukum perseroan, perserikatan, yayasan atau
organisasi lain, tuntutan pidana dilakukan dan sanksi pidana dijatuhkan terhadap mereka yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pemimpin tanpa
mengingat adakah orang-orang tersebut baik berdasar hubungan kerja maupun berdasar hubungan lain melakukan tindak pidana secara sendiri atau bersama-
sama. Jika tuntutan dilakukan terhadap badan
148
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
hukum, perseroan, perserikatan atau organisasi lain panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat-surat panggilan itu ditujukan kepada pengurus di tempat
tinggal mereka. atau di tempat pengurus melakukan pekerjaan yang tetap. Jika tuntutan dilakukan terhadap badan hukum. perseroan, perserikatan, yayasan atau
organisasi lain. yang pada saat penuntutan diwakili oleh bukan pengurus, hakim dapat memerintahkan supaya pengurus menghadap sendin di pengadilan.
Pasal 47 Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana dan Undang-undang ini, terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup dapat pula dikenakan tindakan tata tertib berupa:
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, danatau b. penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan-, danatau
c. perbaikan akibat tindak pidana; danatau d. mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak danatau
e. meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; danatau f. menempatkan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 tiga lahun.
Pasal 48 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini adalah kejahatan
2 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana
Pasal 406 s.d. 412 pengrusakan Pasal 406
1Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu
yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah
2 Dijatuhkan pidana yang sama terhadap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membunuh, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau
menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain. Pasal 407
1Perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 406, jika harga kerugian tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam dengan pidana penjara paling
lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah. 2 Jika perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 406 ayat kedua itu dilakukan
dengan memasukkan bahan-bahan yang merusakkan nyawa atau kesehatan, atau jika hewan itu termasuk dalam pasal 101, maka ketentuan ayat pertama
tidak berlaku. Pasal 408
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai bangunan-bangunan kereta api trem, telegrap, telepon
atau listrik, atau bangunan-bangunan untuk membendung, membagi atau menyalurkan air, saluran gas, air, atau saluran yang digunakan untuk kepentingan
umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
149
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
Pasal 409 Barang siapa yang karena kesalahan alpa menyebabkan bangunan-bangunan
tersebut dalam pasal di atas dihancurkan, dirusakkan atau dibikin tak dapat dipakai, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau pidana denda paling
banyak seribu lima ratus rupiah. Pasal 410
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan atau membikin tak dapat dipakai suatu gedung atau kapal yang seluruhnya milik orang
lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Pasal 411 Ketentuan pasal 367 diterapkan bagi kejahatan yang dirumuskan dalam
bab ini Pasal 412
Jika salah satu kejahatan yang dirumuskan dalalm bab ini dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, maka pidana ditambah sepertiga, kecuali dalam hal
yang dirumuskan pasal 407 ayat pertama Pasal 363 pencurian
Pasal 363 1 Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: 1. pencurian ternak; 2.
pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api,
huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang; 3. pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang
dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak; 4. pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih: 5.
pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau
memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
2Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
tahun. Pasal 263-276 pemalsuan surat-surat
Pasal 263 1 Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat
menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk
memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan
kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
2Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu
dapat menimbulkan kerugian.
150
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
Pasal 264 1Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun,
jika dilakukan terhadap: l. akta-akta otentik; 2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum; 3. surat
sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai: 4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari
salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; 5. surat kredit atau surat dagang
yang diperuntukkan untuk diedarkan. 2 Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang
isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Pasal 265 Ditiadakan berdasarkan Stbl. 1926. No. 359 jo. No. 429. Pasal 266
1 Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta
otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu
seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun;
2Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan
seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Pasal 267 1Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu
tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
2Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana
penjara paling lama delapan tahun enam bulan. 3Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai
surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. Pasal 268
1Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud
untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah
surat itu benar dan tidak dipalsu.
151
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
Pasal 269 1 Barang siapa membuat surat palsu atau memalsu surat keterangan tanda
kelakuan baik, kecakapan, kemiskinan, kecacatan atau keadaan lain, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu supaya
diterima dalam pekerjaan atau supaya menimbulkan kemurahan hati dan pertolongan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan.
2Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan yang palsu atau yang dipalsukan tersebut dalam ayat pertama,
seolah-olah surat itu sejati dan tidak dipalsukan. Pasal 270
1Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan pas jalan atau surat penggantinya, kartu keamanan, surat perintah jalan atau surat yang diberikan
menurut ketentuan undang-undang tentang pemberian izin kepada orang asing untuk masuk dan menetap di Indonesia, ataupun barang siapa menyuruh beri
surat serupa itu atas nama palsu atau nama kecil yang palsu atau dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh
orang lain memakai surat itu seolah-olah sejati dan tidak dipalsukan atau seolah- olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan. 2 Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat yang tidak benar atau yang dipalsu
tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah benar dan tidak dipalsu atau seolah- olah isinya sesuai dengan kebenaran.
Pasal 271 1Barang siapa membuat palsu atau memalsukan surat pengantar bagi kerbau
atau sapi, atau menyuruh beri surat serupa itu atas nama palsu atau dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh
orang lain memakai surat itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
2Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat yang palsu atau yang dipalsukan tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah
sejati dan tidak dipalsu atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. Pasal 272 Ditiadakan berdasarkan S. 1926 No. 359 jo. No. 429.
Pasal 273 Ditiadakan berdasarkan S. 1926 No. 359 jo. No. 429. Pasal 274
1Barang siapa membuat palsu atau memalsukan surat keterangan seorang
pejabat selaku penguasa yang sah, tentang hak milik atau hak lainnya atas sesuatu barang, dengan maksud untuk memudahkan penjualan atau
penggadaiannya atau untuk menyesatkan pejabat kehakiman atau kepolisian tentang asalnya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun.
2Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud tersebut, memakai surat keterangan itu seolah-olah sejati dan tidak dipalsukan.
Pasal 275 1Barang siapa menyimpan bahan atau benda yang diketahuinya bahwa
diperuntukkan untuk melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal 264 No. 2 - 5, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 2 Bahan-bahan dan benda-benda itu dirampas. Pasal 276 Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah
satu kejahatan dalam pasal 263 - 268, dapat dijatuhkan pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 4.
152
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
Pasal 372 – 373 Penggelapan Pasal 372
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam
kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan
ratus rupiah. Pasal 373
Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 372 apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam sebagai
penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.
3 Undang-undang
Nomor 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara Yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme
Pasal 5 ayat 4 Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban
untuk: tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme
Pasal 21 Setiap
Penyelenggara Negara
atau Anggota Komisi Pemeriksa yang
melakukan kolusi
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 angka 4 dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 dua tahun dan paling lama 12
dua belas tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,-
dua ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- satu
milyar rupiah. Pasal 22
Setiap
Penyelenggara Negara
atau Anggota Komisi Pemeriksa yang
melakukan nepotisme
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 angka 4 dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 dua tahun dan paling lama 12
dua belas tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000,- dua ratus juta rupiah dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,- satu milyar rupiah.
4 Undang-undang No.
31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang selanjutnya
disempurnakan dengan Undang-
Undang No. 20 tahun 2001.
Pasal 2 1 Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
dua ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah.
Pasal 3 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 20 dua puluh
tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah.
153
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
5 Undang-undang No.
20 tahun 2001 Tentang Perubahan
atas Undang- undang No.31 tahun
1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
Pasal 5 1 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama
5 lima tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 250.000.000,00 dua ratus lima puluh
juta rupiah setiap orang yang: a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
2 Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a atau huruf b, dipidana
dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. Pasal 6
1 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00
seratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 750.000.000,00 tujuh ratus lima puluh juta rupiah setiap orang yang:
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi
nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
2 Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.
Pasal 7 1 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 dua tahun dan paling lama 7
tujuh tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 seratus juta rupiah dan paling banyak Rp 350.000.000,00 tiga ratus lima puluh juta
rupiah: a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau
penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang
atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang; b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan
bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau d. setiap orang yang bertugas
mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
2 Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a atau huruf c, dipidana dengan
pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.
154
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk Pasal 8
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 seratus lima
puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 750.000.000,00 tujuh ratus lima puluh juta rupiah, pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan
karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan
tersebut. Pasal 9
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 5 lima tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 lima puluh juta
rupiah dan paling banyak Rp 250.000.000,00 dua ratus lima puluh juta rupiah pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan
administrasi. Pasal 10
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 dua tahun dan paling lama 7 tujuh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 seratus juta
rupiah dan paling banyak Rp 350.000.000,00 tiga ratus lima puluh juta rupiah pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja:
a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan
atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau
b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan,atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau
c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
Pasal 11 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 5
lima tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 250.000.000,00 dua ratus lima puluh juta rupiah
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada
hubungan dengan jabatannya. Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah:
a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
155
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat
atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan
untuk diadili;
e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; f.pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum,
seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal
tersebut bukan merupakan utang;
g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-
olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak
pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan
tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau
i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,pengadaan, atau
persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 3 tiga pasal baru yakni Pasal 12 A, Pasal 12 B, dan Pasal 12 C, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 12 A 1 Ketentuan mengenai pidana penjara dan pidana denda sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp
5.000.000,00 lima juta rupiah. 2 Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00
lima juta rupiah sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan pidana denda paling banyak Rp
50.000.000,00 lima puluh juta rupiah. Pasal 12 B
1 Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
156
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima
gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah,
pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. 2 Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun, dan pidana
denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
6 Undang-Undang
No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang
Pasal 2 Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang berjumlah Rp 500.000.000,00
lima ratus juta rupiah atau lebih atau nilai yang setara, yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari kejahatan:
a. korupsi; b. penyuapan;
c. penyelundupan barang; d. penyelundupan tenaga kerja;
e. penyelundupan imigran; f. perbankan;
g. narkotika; h. psikotropika;
i. perdagangan budak, wanita, dan anak; j. perdagangan senjata gelap;
k. penculikan; l. terorisme;
m. pencurian; n. penggelapan;
o. penipuan, yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara
Republik Indonesia dan kejahatan tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
Pasal 3 1. Setiap orang yang dengan sengaja:
a. menempatkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, baik atas
nama sendiri atau atas nama pihak lain; b. mentransfer Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana dari suatu Penyedia Jasa Keuangan ke Penyedia Jasa Keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas
nama pihak lain; c. membayarkan atau membelanjakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;
d. menghibahkan atau menyumbangkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya
sendiri maupun atas nama pihak lain; e. menitipkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;
f. membawa ke luar negeri Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana;
g. menukarkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga
lainnya; atau
157
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
h. menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana
karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling sedikit
Rp 5.000.000.000,00 lima milyar rupiah dan paling banyak Rp 15.000.000.000,00 lima belas milyar rupiah.
2. Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang
sama sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. Pasal 4
1. Apabila tindak pidana dilakukan oleh pengurus danatau kuasa pengurus atas nama korporasi, maka penjatuhan pidana dilakukan baik terhadap pengurus
danatau kuasa pengurus maupun terhadap korporasi. 2. Pertanggungjawaban pidana bagi pengurus korporasi dibatasi sepanjang
pengurus mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi. 3. Korporasi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap suatu
tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh pengurus yang mengatasnamakan korporasi, apabila perbuatan tersebut dilakukan melalui
kegiatan yang tidak termasuk dalam lingkup usahanya sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang berlaku bagi korporasi yang
bersangkutan.
4. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di sidang pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut
dibawa ke sidang pengadilan. 5. Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi, maka panggilan untuk
menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.
Pasal 5 1. Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidana denda, dengan
ketentuan maksimum pidana denda ditambah 13 satu per tiga. 2. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 terhadap korporasi
juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha danatau pembubaran korporasi yang diikuti dengan likuidasi.
Pasal 6 1. Setiap orang yang menerima atau menguasai:
a. penempatan; b. pentransferan;
c. pembayaran; d. hibah;
e. sumbangan; f. penitipan;
g. penukaran, Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling sedikit Rp 5.000.000.000,00 lima
milyar rupiah dan paling banyak Rp 15.000.000.000,00 lima belas milyar rupiah.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak berlaku bagi Penyedia Jasa Keuangan yang melaksanakan kewajiban
pelaporan transaksi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
158
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
Pasal 7 Setiap Warga Negara Indonesia danatau korporasi Indonesia yang berada di luar
wilayah Negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana pencucian uang dipidana
dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Pasal 8 Penyedia Jasa Keuangan yang dengan sengaja tidak menyampaikan laporan
kepada PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 dua ratus lima puluh juta rupiah
dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah.
Pasal 9 Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai berupa rupiah sejumlah Rp
100.000.000,00 seratus juta rupiah atau lebih yang dibawa ke dalam atau ke luar wilayah Negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana denda paling sedikit
Rp 100.000.000,00 seratus juta rupiah dan paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah.
7 Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 2 berbunyi sebagai berikut: “Pasal 2
1 Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi;
b. penyuapan; c. penyelundupan barang;
d. penyelundupan tenaga kerja; e. penyelundupan imigran;
f. di bidang perbankan; g. di bidang pasar modal;
h. di bidang asuransi; i. narkotika;
j. psikotropika; k. perdagangan manusia;
l. perdagangan senjata gelap; m. penculikan;
n. terorisme; o. pencurian;
p. penggelapan; q. penipuan;
r. pemalsuan uang; s. perjudian;
t. prostitusi; u. di bidang perpajakan;
v. di bidang kehutanan; w. di bidang lingkungan hidup;
x. di bidang kelautan; atau y. tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun
atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan
tindak pidana menurut hukum Indonesia.
159
No Peraturan
Perundang- undangan
Pasal Sanksi Pidana
2 Harta Kekayaan yang dipergunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme dipersamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 huruf n.” “Pasal 3
1 Setiap orang yang dengan sengaja: a. menempatkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama pihak lain;
b. mentransfer Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu Penyedia Jasa Keuangan ke Penyedia Jasa
Keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain; c. membayarkan atau membelanjakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;
d. menghibahkan atau menyumbangkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri
maupun atas nama pihak lain; e. menitipkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain; f. membawa ke luar negeri Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana; atau g. menukarkan atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan
pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah dan
paling banyak Rp 15.000.000.000,00 lima belas milyar rupiah.”
Ketentuan Pasal 6 ayat 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: “Pasal 6
1 Setiap orang yang menerima atau menguasai: a. penempatan;
b. pentransferan;s c. pembayaran;
d. hibah; e. sumbangan;
f. penitipan; atau g. penukaran,
Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling
lama 15 lima belas tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 seratus juta rupiah dan paling banyak Rp 15.000.000.000,00 lima belas milyar rupiah.”
Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9
Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai berupa rupiah sejumlah Rp 100.000.000,00 seratus juta rupiah atau lebih atau mata uang asing yang nilainya
setara dengan itu yang dibawa ke dalam atau ke luar wilayah Negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00
seratus juta rupiah dan paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah.”
8 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 127 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi
Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara dan Sekretariat Jenderal Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara
160
Lampiran 2. Identitas Responden Identitas Responden Kebijakan Pemberantasan Illegal Logging untuk Perlindungan Sumberdaya Hutan di Indonesia.
Alamat Nomor Telepon
Nomor Responden
Nama Lengkap Umur
Tahun InstansiLembaga
Jabatan Kantor
Rumah Kantor
HP
1 Christina M Rantetana, MPH
53 KEMENKO POLHUKAM
Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi
Jl Merdeka Barat 15 Jakpus
Permata Harapan Baru Blok A1P Kel. Pejuang,
Kec. Medan satria, Bekasi 34833687
081387235155 2
DR Andi Amir Husry, SE,MB 59
KEMENKO POLHUKAM Staf Ahli Bidang SDA dan
Ekonomi Jl Medan Merdeka Barat
No 15 Jakarta pusat Jl. Toor BIII No 27 Tugu
Utara Jkt Utara 021-34833687
3 Kuriyanto, S.Si
43 POLRI
Penyidik Madya Jl Trunojoyo
RT0506 No 2 batuampar, Kramatjati Jaktim
021-7218612 081574648899
4 Ir. Stepi Hakim, MEMD
36 EC-Indonesia Flegt Sp
Institutional Expert Manggala Wanabakti
Blok VII Lantai VI Jakarta
Bogor 0811110864
5 Ir. Happy Tarumadevyanto,
MSc 36
EC-Indonesia Flegt Sp NGO Forestry Sector
Partnership Specialist Manggala Wanabakti
Blok VII Lantai VI Jakarta
Komp. PD Karya Suryakencana Blok C14,
Bogor 021-57951501
08170901560 6
Ir Tigor Sinaga, MCP 54
DEPNAKER TRANS Staf ahli Menteri
Hubungan antar Lembaga dan
Internasional DEPNAKER TRANS
7970277 0816715726
7 Zainal abidin
44 KLH
Kasub Bid Pemberdayaan
Penyediaan LH JL D.I Panjaitan Kav 24
Jl Dr. Semeru Bogor 021-85904926
08128448035 8
Nixon Silalahi, Sh. LLM 39
KLH Kasub Bid Ratifikasi
Perjanjian Internasional JL D.I Panjaitan Kav 24
Jl. Melur Blok Z No 10 Durensawit Jaktim
8517185 0813193531
9 Teguh Irawan, SH
37 KLH
JL D.I Panjaitan Kav 24 Vila Bogor Indah Blok AA
1110 Bogor 021-85906676
10 Ari Subasri
39 KNLH
GD OTORITA BARAT Lt V Jl. DI Panjaitan
Taman Kenari, Jagorawi Blok VI C Citeureup
8518138 081215934567
11 Suharyono, SH, Msi
41 DEPHUT
Dit. PPH Ditjen PHKA Manggala Wanabakti
Blok VII Lantai 12 Jakarta
Vila Bintaro Indah, Blok C 1613
5700242 12
Ir. Edy Purwanto, MM 50
DEPHUT FUNGSIONAL
Manggala Wanabakti Blok VII Lantai 12
Jakarta PRIM KOPTI Blok C4, No
19, Cipayung Jakarta Timur
021-5700242 13
Ir Siswoyo Direktorat Penyidikan dan
Perlindungan Hutan Kasubdit Penyidikan dan
Perlindungan Wilayah II Manggala Wanabakti
Blok VII Lantai 12 Jakarta
5700242 14
Noor Rakhmat Danumiharja, S.Hut
51 Direktorat PPH, Ditjen PHKA,
DEPHUT Kasi Illegal Logging
Manggala Wanabakti Blok VII Lantai 12
Jakarta Jl. Gandaria VIII No. 10
Jaksel 081573736033
15 Ir Rudi Syaf
41 KKI WARSI
Manager Program Jl Inu Kertadati No 12
Puri Cemara 1 C No 7 94166678
08127402546 16
Daryono 52
Swasta Direktur SL USAHA
MANDIRI SDA
SDA
161
Lampiran 2. Lanjutan
Alamat Nomor Telepon
Nomor Responden
Nama Lengkap Umur
Tahun InstansiLembaga
Jabatan Kantor
Rumah Kantor
HP
17 Dr Bambang Irawan
39 FAK. Pertanian Universitas
Jambi Staf Pengajar
Jl. Raya Jambi Ma. Bulian Km 15 Mandala
Darat Jambi Jl Harapan Kal, Buluran
Kenadi Rt 11 No 241 Jambi
081366147471 18
Drs. H. Hasip Kalimuddin Syam, MM
70 Lembaga Adat Jambi
Ketua LA Jl Letjen Suprapto 09C
Telanaipura Jambi 19
H. Busra 58
Tokoh masyarakat Sejinjang
Barau-Barau V 0741 32250
20 Bambang Hermanto
35 POLRI
Kanit 2 Sat 3 ditraskrim Jl. Jendral Sudirman no
45 Jambi Aspolda Jambi
21 Slamet Widodo, SIK
35 POLRI
Kanit 1 Sat III DITRESKRIM POLDA
JAMBI Jl. Jendral Sudirman no
45 Jambi Komplek Air Panas Ma
Pulan Jambi 0742 21020
0811747273 22
Ir. Adriano, MBA. 57
PT. Surveyor Indonesia Advisor
Jl. Gatot Subroto Kav. 56 Jakarta 12950
Jl. Teratai 221-Larangan Indah Kec. Larangan-
Tangerang 1514 08121356155
23 Dr. Dedi Mulyadi, MSi.
54 Departemen Perindustrian
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Perindustrian Jl. Gatot Subroto Kav.
52-53 Jakarta Graha Indah 1819
Jatiasih- Bekasi 021525432
0816966390 24
Ir. Hasan Sudrajat 50
Departemen Perindustrian Kepala Seksi
Jl. Gatot Subroto Kav. 52-53 Jakarta
Jl. Bawean B10142, Jati Asih – Bekasi
0215253260 0818790750
25 Dr. Masrudin Nainggolan, SH.
MH. 47
Pengadilan Negeri Kuala Kapuas
HakimKetua Pengadilan Negeri
Jl. Tambun Bungai No.55 Kuala Kapuas-
Kalteng Jl. Melati No. 5 Kuala
Kapuas-Kalteng 051321276
08129660130 26
Drs. Deddy Ramli 51
Departemen Perdagangan Kasubag Direktorat bina
Pasar dan Distribusi Jl. M. I. Ridwan Rais No.
5 -
3858210 08128064901
27 DR. Sahala Gultom, SH.
56 28
DR. Ir. Sunaryo Departemen Kehutanan
Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial
Jl. Gatot Subroto 29
Andar Santario, G. 47
Menko Perekonomian Kabid. Produksi dan
Distribusi Perkebunan dan Hortikultura
Bukit Dua 3521857
085692407777 30
Ir. Auriya Ibrahim 48
Departemen Kehutanan Direktur Perlindungan
Hutan Manggala Wanabakti
31 Buhari Sirait, SE, MA.
37 Bea Cukai
Kabag Umum dan Kepatuhan Internal
Jl. A. Yani – Tanjung Balai Karimun
Teluk Air BC 1305 – Tanjung Balai Karimun
077721055 081918541836
32 Drs. Gatot Priyo Waspodo,
MSi. 45
Ditjen Bea dan Cukai Kepala Bidang
Jl. Sentosa Raya E2 Perumahan Bukit Kencana
Pondok Gede-Bekasi 08165439269
33 Max Rori, ST.
30 Ditjen Bea dan Cukai
Ks Nautika Meal – Tanjung Balai
Karimun Komp. BC Teluk Air BC
1101 077721010
081219203456 34
Zaky Firmansyah, SE., MM. 32
Ditjen Bea dan Cukai, Depkeu Kasi Intelijen
Jl. A. Yani, Meral – Tanjung Balai Karimun
Jl. Teluk air BC 1301 077731800
08159129396
162
Lampiran 2. Lanjutan
Alamat Nomor Telepon
Nomor Responden
Nama Lengkap Umur
Tahun InstansiLembaga
Jabatan Kantor
Rumah Kantor
HP
35 Achmad Fatori, SE
33 Kanwil Ditjen Bea dan Cukai
Khusus Kepulauan Riau Kasi. Barang Bukti
Meral - Tanjung Balai Karimun
Teluk Air - Tanjung Balai Karimun
077731833 36
Sandy Darmosumarto Departemen Luar Negeri
37 Ir. Tika Wihanasari, MSi., MPP.
39 Departemen Luar Negeri
Ka. Sie Pertanian Jl. Taman Pejambon GA
Jl. Penggilingan Baru No.33
3812133 08121057724
38 Winarko Dian Subayo, SE.
37 Kanwil Ditjen Bea Cukai
Kepulauan Riau Kasi Penyidikan I
Jl. A. Yani, Meral - Tanjung Balai Karimun
Komplek Bekasi Permai Blok AD No. 1
0777325006 087877226455
39 Iwan Hermawan, SH., MA.
39 Ditjen Bea dan Cukai
Kabid. Penyidikan dan Barang Hasil Penindakan
Jl. A. Yani - By Pass - Jakarta Timur
Jl. Ngesrer Barat I No. 41 - Semarang 50252 - Jawa
Tengah 08143237104
40 Sad Wibowo Erdijanto, SE
37 Ditjen Bea dan Cukai
Kasie. Penyidikan II Jl. A. Yani - Meral,
Tanjung Balai Karimun Jl. Teluk Air TBK
0777325006 41
Dadang Hidayat, SS., MSi. 37
Departemen Luar Negeri Kepala Seksi
Jl. Taman Pejambon No. 6 - Jakarta Pusat
Griya Bintara Blok BB 310 - Bekasi Barat
3441508 ext. 5601
081510226484 42
Fatoni Hatam Kejaksaan Agung RI
Kasi Wilayah I. TPUL Dir. Penuntutan
Jl. Hasanudin No.1 Kebayoran Baru-Jakarta
Selatan Serang - Banten
08125159356 43
Deris Andriani, SH. 31
Kejaksaan Agung RI Jaksa Fungsional
Jl. Hasanudin No.1 Kebayoran Baru-Jakarta
Selatan Kebagusan IV
RTRW:07010 Ragunan Kecamatan Pasar Minggu -
Jakarta Selatan 085214210520
44 Damly Rowelcis, SH.
45 Kejaksaan Agung RI
Kasi Wilayah II. Subdit Kamtibum Dit. Tut. Pidum
Jl. Hasanudin No.1 Kebayoran Baru-Jakarta
Selatan Perumahan Taman
Cengkareng Indah 08159833333
45 Rohayatie
43 Kejaksaan Agung RI
Jaksa Fungsional Jl. Hasanudin No.1
Kebayoran Baru-Jakarta Selatan
Jl. Saco No. 12 Ragunan, Pasar Minggu-Jakarta
Selatan 12550 0817729629
46 Eka Kurnia Sukmasari
Kejaksaan Agung RI Jaksa Fungsional
Jl. Hasanudin No.1 Kebayoran Baru-Jakarta
Selatan Gria Jakarta, Pamulang
081386660241
Hasil Kuesioner 4Rs Perumusan Kebijakan Pemberantasan Illegal Logging Di Indonesia
A. Peraturan Pemberantasan Illegal Logging di Indonesia
Lampiran 3. Peraturan-peraturan atau Kebijakan yang Terkait dengan Kegiatan Pemberantasan Illegal Loggging di Indonesia.
IDENTITAS RESPONDEN Nomor
Responden InstansiLembaga
PERATURAN DIGUNAKAN UNTUK
Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 Melakukan percepatan pemberantasan
illegal logging di Indonesia melalui penindak terhadap setiap pelanggaran
badan yang melakukan kegiatan terkait dengan ilegal loging
Keputusan Menko Polhukam No. Kep 30MenkoPolhukam62005 yang telah
diubah dengan Keputusam Nomor : Kep 27MenkoPolhukan22007
pembentukan kelompok kerja pemberantasan Illegal Logging dalam
rangka mengelola, mengkoordinasikan, memadukan dan menyelaraskan
pembangunan permasalahan- permasalahan terkait ilegal logging,
rancangan kebijakan, monitoring, dan evaluasi
1 KEMENKO POLHUKAM
Surat Menko Polhukam No. SKep 76MenkoPolhukam92007
Pembentukan tim koordinasi, monitoring, dan evaluasi pemberantasan Ilegal
Logging di seluruh Indonesia UU tentang Kehutanan UU No 411999
pengelolaan hutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
PP No 62007 Pengelolaan hutan untuk ekonomi
nasional dan masyarakat sekitar hutan dengan prinsip good governance
PP No 452004 tentang perlindungan hutan Mencegah dan membatasi kerusakan
hutan PP No 442004 tentang perencanaan hutan
Pengurusan hutan lestari 2
KEMENKO POLHUKAM Inpres 4 Th 2005 tentang pemberantasan
illegal logging Pemberantasan penebangan liat dalam
kawasan hutan KUHP 263 266 KUHP,
Proses Pidana UU KEHUTANAN 78 40 Pasal 50
Apabila Illegal Logging di hutan kawasan konservasi
UU No 590 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya Pasal 40,19,33
Suaka alam cagar alam dan pelestarian alam suaka margasatwa, taman nasional,
taman hutan kayu, taman wisata alam 3
POLRI UU Lingkungan Hidup Pasal 41 tentang
perusakan lingkungan hidup UU No 41 1999
Tentang kehutanan PP No 6 2007
Perencanaan dan pemanfaatan hutan PP No 3 2008
Amandemen PP No 62007 PERMENHUT P552006
PeredaranPenatausahaan hasil hutan kayu di negara
4 EC-Indonesia Flegt Sp
PERMENHUT P512006 PeredaranPenatausahaan hasil hutan
kayu di hutan hak UU No 41 1999
Upaya perlindungan hutan, dalam rangka mempertahankan fungsi hutan lestari
PP No 34 2002 Tata hutan dan penyusunan rencana
pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan
Inpres 4 Th 2005 Percepatan pemberantasan penebangan
kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya
5 EC-Indonesia Flegt Sp
PP No 45 th 2004 Perlindungan hutan
6 DEPNAKER TRANS
Tidak ada Karena hanya pelengkap penderita
UU 2397 Perusakan lingkungan
7 KLH
UU 4199 Kehutanan
Lampiran 3. Lanjutan
IDENTITAS RESPONDEN Nomor
Responden InstansiLembaga
PERATURAN DIGUNAKAN UNTUK
UU 2397 Pengelolaan Lingkungan Hidup
8 KLH
PP 2799 tentang Amdal Pembukaan HPHHTI
9 KLH
UU No 231997 Peraturankebijakan untuk menjerat
pelaku perusakan lingkungan 10
KNLH UU No 231997 tentang pengelolaan
lingkungan hidup Landasan hukum pencemaran dan atau
perusakan lingkungan akibat kegiatan illegal logging
UU 5th 1990 Penegakan hukum konservasi
UU 4199 Penegakan hukum kehutanan
PP 7, PP 8, PP 68 Hukum konservasi
PP 45, PP 6 Illegal Logging
11 DEPHUT
Peraturan Menteri terkait Operasional Penegakan Hukum
UU No 41 1999 Sebagai payung hukum untuk pembinaan,
pencegahan dan pemberantasan illegal logging
UU No 5 Th 1990 Sebagai payung hukum untuk
pencegahan dan pemberantasan illegal logging dalam kawasan konservasi
PP No 45 Th Dasar dalam pelaksanaan perlindungan
hutan 12
DEPHUT PP No 6
UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Dasar hukum pelaksanaan proses yustisi penyidikan
UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya Dasar hukum penanganan tindak pidana
kehutanan terutama dalam bidang tumbuhan dan satwa liar
UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Dasar hukum penanganan tindak pidana
kehutanan selain bidang tumbuhan dan satwa liar
Inpres no 4 Th 2005 tentang pemberantasan penebangan kayu secara
illegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Indonesia
Dasar hukum bagi pemberantasan illegal logging di seluruh wilayah Indonesia
PP no 6 tahun 2007 dan PP no. 3 tahun 2008
Dasar hukum dalam bidang perencanaan pengelolaan dan pemanfaatan hutan
13 Direktorat Penyidikan
dan Perlindungan Hutan
Permenhut No P 55Menhut-II2006 dan Peraturan 63Menhut-II2006 tentang tata
usaha kayu Dasar hukum dalam penanganan kasus
yang terkait dengan tata usaha hasil hutan UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana Dasar hukum pelaksanaan proses yustisi
penyidikan UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Dasar hukum penanganan tindak pidana kehutanan terutama dalam bidang
tumbuhan dan satwa liar UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
Dasar hukum penanganan tindak pidana kehutanan selain bidang tumbuhan dan
satwa liar PP no 6 tahun 2007 dan PP no. 3 tahun
2008 Dasar hukum bagi pemberantasan illegal
logging di seluruh wilayah Indonesia PP No P.55Menhut-II2006 dan PP No.
P63Menhut-II2006 tentang tata usaha kayu
Dasar hukum dalam bidang perencanaan pengelolaan dan pemanfaatan hutan
Peraturan Menhut No 48Menhut-II2006 Acuan dalam pelelangan hasil hutan
temuan,sitaan, dan rampasan 14
Direktorat PPH, Ditjen PHKA, DEPHUT
Inpres No 4 Th 2004 Dasar penanganan illegal logging
UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Menjerat pelaku pembalakan, menjerat
oerjabat yang diberi kewenangan dalam masalah kehutanan
15 KKI WARSI
UU No 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana pencucian uang
Untuk menelusuri aliran dana dari kegiatan illegal logging
16 Swasta
-
Lampiran 3. Lanjutan
IDENTITAS RESPONDEN Nomor
Responden InstansiLembaga
PERATURAN DIGUNAKAN UNTUK
17 FAK. Pertanian
Universitas Jambi -
- 18
Lembaga Adat Jambi Perda Propinsi Jambi No 5 tahun 2007
tentang Lembaga Adat Melayu Pasal 2 Lembaga adat berasaskan Pancasila dan
UUD 1945 dan nilai-nilai keagamaan 19
Tokoh masyarakat 20
POLRI Melestarikan hutan
UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Menghukum pelaku tindak pidana
kehutanan UU No 25 tahun 2003 tentang Tindak
Pidana pencucian uang Menindaklanjuti aliran dana dan disita
UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Penegakan hukum illegal logging
21 POLRI
PP No P.55Menhut-II2006 Penatausahaan hasil hutan
22 PT. Surveyor Indonesia
- -
INPRES No. 4 Tahun 2005 Pemberantasan kayu illegal dan
peredarannya di seluruh Indonesia 23
Departemen Perindustrian
SKB Menteri Kehutanan dan Deperindag Badan Revitalisasi Industri Kehutanan
24 Departemen
Perindustrian -
- UU No. 41 Tahun 1999
Penyelesaian dalam kasus Illegal Logging UU No. 5 Tahun 1990
Penyelesaian dalam kasus Illegal Logging PP No. 28 Tahun 1985
Penyelesaian dalam kasus Illegal Logging PP No. 45 Tahun 2004
Penyelesaian dalam kasus Illegal Logging Inpres No.4 Tahun 2005
Penyelesaian dalam kasus Illegal Logging UU No. 23 Tahun 1997
Penyelesaian dalam kasus Illegal Logging 25
Pengadilan Negeri Kepala Kapuas
KUHP Penyelesaian dalam kasus Illegal Logging
26 Departemen
Perdagangan PP No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Hutan dan Penyusunan Rencana pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan
Hutan Pemberantasan illegal logging dan
penyelundukan kayu 27
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan GNRHLGerhan
28 Departemen Kehutanan
Perpres No. 89 Tahun 2007 Yakni sistem penganggaran tidak lagi
berdasarkan tahun takwim yang bisa terputus di jalan, tapi multiyears yang
menjamin bibit ditanam dapat dipelihara hingga tumbuh besar
Inpres No. 5 Tahun 2001 tanggal 19 April 2001
Pemberantasan penebangan liar kayu dan peredaran hasil hutan ilegal, khususnya di
Taman Nasional Gunung Leuseur dan Tanjung Puting
29 Menko Perekonomian
Keppres No.80 Tahun 2000 5 prioritas atas illegal logging Tim
Wanaloya - Tim Wanabhari
30 Departemen Kehutanan
Keputusan Menteri Kehutanan No. 315KPTS-II1999
Tentang Tata Cara Pengenaan, Penetapan, dan Pelaksanaan Sanksi atau
Pelanggaran di Bidang Pengesahan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan. 3
jenis sanksi: 1 Sanksi pencabutan izin HPH atau izin PHH, bila tidak membayar;
2 Sanksi administrasi beerupa denda dari mulai 10-30 kali PSDH bila kayu yang
ditebang diragukan keabsahannya;3 Sanksi pengurangan areal bila tidak
melaksanakan pembayaran dan pelaporan sesual PSAK 32.
Peraturan Menteri Perdagangan tentang Larangan Ekspor Logging
Membatasi perdagangan log kayu ke luar negeri dan penebangan kayu
31 Bea Cukai
Peraturan Menteri Perdagangan tentang Jenis Kayu Olahan yang dapat Diekspor
Membatasi konsumsi kayu
Lampiran 3. Lanjutan
IDENTITAS RESPONDEN Nomor
Responden InstansiLembaga
PERATURAN DIGUNAKAN UNTUK
32 Ditjen Bea dan Cukai
Pengawasan ekspor dan impor kayu-kayu legal asal, tujuan, dan tahun
pengangkutan antar pulau terhadap kayu illegal
33 Ditjen Bea dan Cukai
Dilarang mengekspor kayu tanpa dokumen Memberantas penyelundupan kayu illegal
Kepres No. 4 Tahun 2005 Percepatan pemberantasan illegal logging
di Indonesia UU No. 19 Tahun 2004
Tentang Kehutanan 34
Ditjen Bea dan Cukai, Depkeu
UU No. 17 Tahun 2006 Kepabeanan, untuk ekspor dan impor
kayu illegal 35
Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Khusus
Kepulauan Riau UU No. 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2006
Penegakan hukum tindak pidana pabean, khusus penyelundupan ekspor
UU Lingkunga Hidup UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
36 Departemen Luar
Negeri Inpres No. 4 Tahun 2005
Pengelolaan hutan secara berkelanjutan - Untuk memeperketat pengawasan
terhadap perdagangan kayu illegal di tingkat internasional
37 Departemen Luar
Negeri Kebijakan: memperkuat diplomasi di forum
mulilateral, seperti ITTO - Memperjuangkan pengetatan: a disiplin
dan pelaporan ekspor, impor, dan produksi kayu dari negara anggota; dan b
program sertifikasi legal logging dalam perdagangan impor kayu di negara
konsumen
UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
Penindakan terhadap penyelundupan illegal logging ke luar negeri
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Penawaran pengangkutan kayu antar
pulau 38
Kanwil Ditjen Bea Cukai Kepulauan Riau
Peraturan Menteri Perdagangan No. 02Permendag2006
Larangan ekspor kayu bulat dan kayu gergajian
39 Ditjen Bea dan Cukai
- -
UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
Ekspor illegal logging Keppres No. 4 Tahun 2005
Koordinasi antar instansi tentang penanganan illegal logging
UU No. 41 Tahun 1999 Dibidang kehutanan, proses administrasi
pengangkutan kayu KUHAP
Berita Acara Pidana atas kasus illegal logging
40 Ditjen Bea dan Cukai
KUHP Pemberantasan sanksi pidana pada
penadah, pemberi bantuan, pemberi kesempatan, dan pemberat pasal
555664 KUHP
41 Departemen Luar
Negeri INPRES No. 4 Tahun 2005
Memberantas penebangan kayu ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di
seluruh wilayah RI KUHP
Melengkapi peraturan Kehutanan yang ada. Pasal 50, 65
KUHAP Untuk mengetahui cara, lid, dik dan
persidangan UU No. 41 Tahun 1999
Pemberantasan menjerat pelaku illegal logging
42 Kejaksaan Agung RI
INPRES No. 4 Tahun 2005 Menjerat pelaku dan percepatan
pemberantasan illegal logging Undang-undang No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan Memberantas praktek illegal logging
INPRES No. 4 Tahun 2005 Tuntutan berat terhadap pelaku illegal
logging serta percepatan penyelesaian perkara illegal logging
KUHAP Tentang tata cara dari Lid sampai ke
penuntutan 43
Kejaksaan Agung RI KUHP
Ketentuan UU tentang Kehutanan sebagai pelengkap
Lampiran 3. Lanjutan
IDENTITAS RESPONDEN Nomor
Responden InstansiLembaga
PERATURAN DIGUNAKAN UNTUK
UU No. 41 Tahun 1999 Pemberantasan praktek illegal logging
INPRES No. 4 Tahun 2005 - Tunutan Berat terhadap pelaku illegal
logging 44
Kejaksaan Agung RI - Percepatan penyelesaian perkara illegal
logging UU No. 41 Tahun 1999
Pemberantasan tentang perkarakehutananillegal logging
KUHAP Hukum acaranya
INPRES No. 4 Tahun 2005 - Tuntutan bagi para pelaku illegal logging
- Penyelesaian perkara illegal logging 45
Kejaksaan Agung RI KUHP
Kelengkapan penyertaan untuk perkara pidananya
UU No. 41 Tahun 1999 Perkara-perkara Kehutanan termasuk
illegal logging KUHAP
Tata cara Lid, Dik, Tut, dan Pemeriksaan perkara illegal logging
KUHP Pelengkap ketentuan UU tentang
Kehutanan 46
Kejaksaan Agung RI INPRES No. 4 Tahun 2005
Tuntutan bagi pelaku illegal logging dan percepatan penyelesaian perkara illegal
logging
Lampiran 4. Efektifitas dan atau Kebijakan yang Terkait dengan Kegiatan Pemberantasan Illegal Logging di Indonesia.
IDENTITAS RESPONDEN Nomor
Responden InstansiLembaga
Sudah Belum
Komentar
1 KEMENKO POLHUKAM
1 Karena melibatkan berbagai pihakinstitusi terkait
yang sudah memilki dasar pengaturan tugas pokok dan tugas masing-masing sehingga
sangat sulit dalam hal menyamakan perspektif, keterpaduan dalam bertindak, dan masih
meninjilkan arigansi sektoral masing-masing
2 KEMENKO POLHUKAM
1 Pemahaman tentang peraturan-peraturan yang
ada belum seragam dan kesiapan aparat dalam pelaksanaan aturan belum memadai
3 POLRI
1 Pengawasan dari intansi kehutanan masih
kurang secara umum baik fisik di lapangan maupun pengawasan administrasi SKSHH tak
pernah di cross check, mengeluarkan izin tapi tidak pernah di cek.
4 EC-Indonesia Flegt Sp
1 Pengawasan terhadap implementasi peraturan-
peraturan tersebutt masih kurang
5 EC-Indonesia Flegt Sp
1 Efek jera yang belum memberikan penyadaran
terhadap pentingya fungsi hutan. Masih belum tingginya kesadaran hakekat penerapan undang-
undang tersebut untuk kepentingan penyelamatan hutan, kebutuhan ekonomi
6 DEPNAKER TRANS
7 KLH
1 Belum adanya pemahaman yang sama antar
aparat penegak hukum dan lemahnya pengawasan di lapangan
8 KLH
1 Pemerintah, masyarakat, dan pengushaa belum
optimal menggunakan UU dan PP tersebut
9 KLH
1 Sudah dilaksanakan, namun sulit untu
menentukan siapa tersangkanya, apakah perorangan perambah hutan badan hukum.
Kesulitan pembuktian
10 KNLH
1 Jika UU tsb dijalankan menyebabkan
penanggungjawab usaha danatau kegiatan berfikir 2x untuk melakukan kegiatan illegal
logging, khususnya jika dijerat dengan pasal 43 UU 231997
1
Pemahaman dari multi stakeholder belum sama, hambatan interest sektoral
11 DEPHUT
Peraturan terlalu sering sering berubahpartial 12
DEPHUT 1
Karena semua penegak hukum belum mempunyai komitmen yang sama
13 Direktorat Penyidikan dan
Perlindungan Hutan 1
Sebagian kasus telah dapat diselesaikan berdasarkan peraturan perundangan tersebut
pada poin 2.1, akan tetapi dalam beberapa kasus lain masih dirasakan ketentuan yang ada
kurang greget dan memerlukan revisi atau tambahan
Lampiran 4. Lanjutan
IDENTITAS RESPONDEN Nomor
Responden InstansiLembaga
Sudah Belum
Komentar
14 Direktorat PPH, Ditjen
PHKA, DEPHUT 1
Banyak kasis yang sudah diselesaikan dengan berdasarkan pada peraturan eprundangan
tersebut, dan ada berupa catatanusulan untuk UU anti illegal logging Revisi perturan 48 yang
sudah disahkan
15 KKI WARSI
1 Karena pelaku illegal logging merupakan tindak
pidana yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup di bumi. Tetapi pelakunya
cenderung dijerat hannya dengan satu UUU saja, Padahal bisa dijerat juga dengan pasal
berlapis, misalnya dengan mengaktifkan pemakaian UU 25 tahun 2003
16 Swasta
1 Karena ditangkapnya pelaku tebang tanpa izin
17 FAK. Pertanian
Universitas Jambi -
- -
18 Lembaga Adat Jambi
1 Karena harus ada aturan-aturanundang-undang
pelaksana lainnya yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi dengan pertimbangan-
pertimbangan yang sangat matang
19 Tokoh masyarakat
1 Masih dalam pembenahan di lapangan
20 POLRI
21 POLRI
1 Karena selalu masih ada kendla di lapangan
yang belum ada dasar hukumnya 22
PT. Surveyor Indonesia -
- -
23 Departemen Perindustrian
1
Tidak dilakukan secara holistik dan masih parsial, dan kurang tegasnya sangsi terhadap
pelanggaran
illegal logging serta rendahnya etika berakreasi terhadap penanganan
illegal logging
24 Departemen Perindustrian
- -
-
25 Pengadilan Negeri Kuala
Kapuas
1
Kegagalannya belum ada SOP yang jelas di dalam pelaksanaan masing-masing yang
disebutkan dalam Inpres No. 4 Tahun 2005. sudah dilaksanakan dan tergantung kepada: 1.
Pemahaman; 2. Penerapan dan pengawasan oleh aparat yang bersangkutan
26 Departemen
Perdagangan
1
Yang bukan pedagang kayu antar pulau terdaftar di beberapa pelabuhandaerah dapat
melaksanakan pengapalan hanya untuk diantarpulaukan
27 28
Departemen Kehutanan
1
Sedang mengupayakan subsidi silang untuk pendanaan rehabilitasi, maksudnya penghuni di
sekitar DAS harus memberikan pendanaan untuk membangun hulu DAS
29 Menko Perekonomian
1
Untuk efektifnya sudah dilaksanakan, akan tetapi masalah yang belum tuntas yang berada di
perbatasan, sehingga perlu pengawasan terintegrasi dengan masyarakat setempat di
perbatasan
Lampiran 4. Lanjutan
IDENTITAS RESPONDEN Nomor
Responden InstansiLembaga
Sudah Belum
Komentar
30 Departemen Kehutanan
1
Harus dilihat pola kerja link illegal logging yang dilaksanakan. Biasanya dimodali satu cukong,
sehingga perlu mata-mata untuk mengungkap cukong tersebut
31 Bea Cukai
1
Karena kondisi masyarakat yang masih miskinkurang sejahtera dan lapangan pekerjaan
kurang serta kurangnya pemahaman pengusaha, jug lemahnya pengawasan aparat
yang berwenang, membuat peraturan-peraturan tersebut tidak berjalan sesuai harapan
32 Ditjen Bea dan Cukai
1
karena masih rendahnya koordinasi informasi antar instansi
33 Ditjen Bea dan Cukai
1
Karena masih ada juga yang lolos akibat kurangnya informais dan koordinasi dengan
instansi terkait
34 Ditjen Bea dan Cukai,
Depkeu
1
Sudah jauh lebih baik akan tetapi perlu kesungguhan dari instansi penegak hukum
35
Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Khusus Kepulauan Riau
1
Bahwa peraturan yang kami miliki, cukup efektif dalam rangka pemberantasan penyelundupan
ekspor kayu
36
Departemen Luar Negeri
1
Karena tidak adanya sineergi antara Pemda dan Pusat Pemerintah, secara koordinasi yang
efektif dengan penegak hukum, dimana aktor penegak hukum yang terlibat dalam sindikat
pembalakan liar
37
Departemen Luar Negeri
1
Sudah efektif dilaksanakan karena kegiatan illegal logging saat ini sudah menurun drastris
38
Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Khusus Kepulauan Riau
39 Ditjen Bea dan Cukai
- Perlu dilakukan komitmen bersama antara instansi dalam penanganan illegal logging
40
Ditjen Bea dan Cukai
1
- Perlu penanganan yang lebih koordinasi antar instasi dalam proses penagnanan tangkapan
kayu
41
Departemen Luar Negeri
1
Pada kenyataannya masih terdapat kasus-kasus
illegal loggingyang belum diproses sesuai ketentuan yang berlaku meskipun memang
sudah dilakukan upaya-upaya ke arah itu
42
Kejaksaan Agung RI 1
Masih banyak aturan yang tidak jelas terutama UU Kehutanan
43
Kejaksaan Agung RI 1
Dalam pelaksanaannya belum maksimal 44
Kejaksaan Agung RI 1
Hanya UU No. 41 Tahun 1999 yang mengatur tentang sanksi pidana terhadap pelaku
45
Kejaksaan Agung RI 1
Karena hanya UU No. 41 Tahun 1999 saja yang mengatur tentang sanksi pidana terhadap
tersangka 46
Kejaksaan Agung RI 1
Tetapi dalam pelaksanaanya belum maksimal
B. Aksi Pemberantasan Illegal Logging di Indonesia. Lampiran 5. Kepentingan Parapihak Terhadap Pentingnya Pemberantasan Illegal
Logging di Indonesia.
IDENTITAS RESPONDEN Stakeholders
Nomor Responden
InstansiLembaga Penting
Kurang Penting
Tidak Penting
1 KEMENKO POLHUKAM
1 2
KEMENKO POLHUKAM 1
3 POLRI
1 4
EC-Indonesia Flegt Sp 1
5 EC-Indonesia Flegt Sp
1 6
DEPNAKER TRANS 7
KLH 1
8 KLH
1 9
KLH 1
10 KNLH
1 11
DEPHUT 1
12 DEPHUT
1 13
Direktorat Penyidikan dan Perlindungan Hutan
1 14
Direktorat PPH, Ditjen PHKA, DEPHUT 1
15 KKI WARSI
1 16
Swasta 1
17 FAK. Pertanian Universitas Jambi
1 18
Lembaga Adat Jambi 1
19 Tokoh masyarakat
1 20
POLRI 1
21 POLRI
1 22
PT. Surveyor Indonesia 1
23 Departemen Perindustrian
1 24
Departemen Perindustrian 1
25 Pengadilan Negeri Kuala Kapuas
1 26
Departemen Perdagangan 1
27 1
28 Departemen Kehutanan
1 29
Menko Perekonomian 1
30 Departemen Kehutanan
1 31
Bea Cukai 1
32 Ditjen Bea dan Cukai
1 33
Ditjen Bea dan Cukai 1
34 Ditjen Bea dan Cukai, Depkeu
1 35
Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Khusus Kepulauan Riau
1 36
Departemen Luar Negeri 1
37 Departemen Luar Negeri
1 38
Kanwil Ditjen Bea Cukai Kepulauan Riau 1
39 Ditjen Bea dan Cukai
1 40
Ditjen Bea dan Cukai 1
41 Departemen Luar Negeri
1 42
Kejaksaan Agung RI 1
43 Kejaksaan Agung RI
1 44
Kejaksaan Agung RI 1
45 Kejaksaan Agung RI
1
a. Aparat Penegak