Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya Provinsi Jambi

46 Gambar 4 . Kondisi Topografi Wilayah Provinsi Jambi PIK Jambi, 2009 Jenis tanah di Provinsi Jambi secara umum didominasi oleh Podsolik Merah Kuning PMK yaitu sebesar 44,56. Jenis tanah lainnya adalah Latosol termasuk Regosol 18,67 dan Gley Humus 10,74. Sebagian besar wilayah Iklim Propinsi Jambi bertype A Schmidt and Ferguson dengan curah hujan rata-rata 1.900 – 3.200 mmtahun dan rata-rata curah hujan 116 – 154 hari pertahun. Suhu maksimum sebesar 31 derajat cescius. Rata-rata curah hujan bulanan Jambi adalah 179-279 mm pada bulan basah dan 68-106 mm pada bulan kering. Musim hujan di Propinsi Jambi dari bulan November sampai Maret dan musim kemarau dari bulan Mei sampai Oktober.

4.4. Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya Provinsi Jambi

Berdasarkan data proyeksi Survey Penduduk antar sensus SUPAS tahun 2005 menunjukkan data pada tahun 2006 jumlah penduduk Provinsi Jambi mencapai 2.683.099 jiwa yang terdiri dari sejumlah 1.365.132 lakilaki dan 1.317.967 perempuan. Pada tahun 2007 berjumlah 2.742.196 jiwa yang terdiri dari sejumlah 1.398.700 lakilaki dan 1.343.496 47 perempuan. Selama kurun waktu tersebut terjadi pertumbuhan sebesar 2,20. Pada tahun 2006 persentase penduduk di Provinsi Jambi yang tinggal di daerah perkotaan dengan usia produktif sebanyak 67,37, dengan porsi yang hampir seimbang antara lakilaki dengan perempuan yaitu dengan perbandingan 66.90 dan 67,85. dengan demikian berarti sisanya sebesar 32,63 adalah penduduk usia non produktif atau dapat dikatakan masih dalam kondisi ketergantungan yang tinggi. Usaha lain yang telah dilakukan untuk mengurangi tingkat kemiskinan adalah perluasan lapangan kerja pada berbagai sektor ekonomi. Jumlah penduduk yang bekerja pada tahun 2007 telah meningkat menjadi 1 147 000 jiwa atau bertambah sebesar 44 000 jiwa dari 1 103 000 jiwa pada tahun 2006. Pada sisi lain jumlah pengangguran terbuka berkurang sebesar 2 000 jiwa atau turun dari 78 000 jiwa 2006 menjadi 76 000 jiwa 2007. Penurunan ini diikuti oleh penurunan tingkat pengangguran terbuka dari 6.6 persen 2006 menjadi 6.2 persen 2007. Masih rendahnya penurunan tingkat pengangguran, terkait langsung dengan rendahnya tingkat investasi yang menghambat upaya perluasan lapangan pekerjaan dalam skala yang lebih besar. Pada tahun 2004, Produk Domestik Regional Bruto PDRB Provinsi Jambi mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari 15,5 triliun rupiah menjadi 18,7 triliun pada tahun 2005. Share terbesar didominasi oleh sektor pertanian yang memberi kontribusi sebesar 30,2 . Namun, potensi tersebut belum dikelola secara optimal, sehingga belum mampu memberikan konstribusi bagi pembangunan Jambi. Komoditas ekspor Provinsi Jambi masih bergantung pada kelompok komoditas berbasis sumber daya alam yang terdiri dari komoditas perkebunan karet dan kelapa sawit, kehutanan kayu dan pulp dan kertas, dan produk mineral. Pendiversifikasian komoditas ekspor berjalan relatif lambat, padahal melalui peningkatan nilai tambah dengan memperluas prosesing berbagai produk antara yang diekspor pada saat ini, akan dapat meningkatkan keanekaragaman produk ekspor berupa hasil olahan industri berbasis pertanian. Peningkatan prosesing bahan mentah dan bahan baku juga 48 akan meningkatkan nilai tambah dan penerimaan produsen domestik sekaligus meningkatkan penerimaan devisa dari hasil ekspor berbagai produk olahan lanjutan bukan produk antara seperti CPO dan SIR 20 dan SIR 50. Seiring dengan konsentrasi ekspor pada komoditas primer, diversifikasi negara tujuan ekspor juga berjalan lamban. Perkembangan aktivitas ekonomi yang pesat di kawasan Amerika Latin dan Asia Selatan utamanya India dengan penduduk 1 milyar merupakan potensi pasar yang belum digarap secara optimal. Demikian juga kawasan Afrika yang memiliki potensi pasar cukup besar di beberapa negara seperti Afrika Selatan, Mesir, dan negara lainnya di kawasan ini. Bila diamati secara sektoral, sektor pertanian masih berperan sebagai penyerap terbesar angkatan kerja di Provinsi Jambi yaitu mencapai 57.7 persen terhadap total penyerapan tenaga kerja pada tahun 2007. Angka ini tidak mengalami perubahan yang signifikan dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar 57.8 persen. Sektor perdagangan tampil sebagai sektor kedua terbesar dalam menyerap tenaga kerja dan meningkat dari 14.5 persen 2006 menjadi 15.9 persen 2007. Penurunan dominasi sektor pertanian sebagai penyerap tenaga kerja belum bergerak secara paralel dengan penurunan peran nilai tambah sektor ini terhadap PDRB. Hingga akhir tahun 2007 pangsa nilai tambah sektor pertanian terhadap PDRB tercatat sebesar 29.64 persen turun dari 30.19 persen pada tahun 2006. Ketidakberimbangan pangsa serapan tenaga kerja dengan pangsa nilai tambah sektor pertanian terhadap PDRB mengindikasikan masih tingginya tingkat penganguran terselubung, rendahnya tingkat produktivitas sektor pertanian dan sekaligus mencerminkan tingginya tingkat kemiskinan di sektor ini yang umumnya berlokasi di daerah perdesaan. Selama kurun waktu 5 tahun terakhir, sektor pertanian mendominasi perekonomian Provinsi Jambi dengan peningkatan kontribusi cukup signifikan. Pada tahun 1999, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto PDRB Provinsi Jambi berdasarkan harga konstan baru berkisar 27,65 , kemudian meningkat drastis mencapai 49 30,22 pada tahun 2003. Hal ini menunjukkan bahwa peran sektor pertanian terhadap perekonomian daerah tetap terbesar, yang berarti pertumbuhan ekonomi yang berbasis ekonomi kerakyatan telah dapat diimplementasikan. Namun ternyata peningkatan kontribusi sektor pertanian tersebut tidak diikuti dengan peningkatan kontribusi sektor industri pengolahan, dimana selama kurun waktu tersebut perkembangan kontribusi sektor industri pengolahan relatif stabil. Hal ini mengindikasikan bahwa produk-produk pertanian yang dihasilkan lebih banyak dipasarkan oleh petani dalam bentuk bahan primer yang tidak mempunyai nilai tambah, belum diolah menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi. Dalam hal penduduk miskin, berdasarkan data penduduk miskin Badan Pusat Statistik Jakarta, 2004, jumlah penduduk miskin Provinsi Jambi pada tahun 20022003 berada pada ranking ke-3 se-wilayah Sumatera, setelah Bangka Belitung 1 dan Sumatera Barat 2. Namun jika dibandingkan proporsinya, Provinsi Jambi memiliki proporsi yang terbesar. Dari hasil-hasil penelitian baik yang dilakukan oleh berbagai Perguruan Tinggi, baik Perguruan Tinggi daerah maupun yang berasal dari luar daerah, termasuk penelitian yang dilakukan oleh beberapa LSM, diketahui bahwa tertinggalnya petani Jambi dibandingkan dengan petani daerah lain di Sumatera paling tidak disebabkan oleh dua faktor, yaitu : 1 kualitas sumberdaya manusia SDM masyarakat pertanian yang rendah dan 2 posisi tawar yang lemah. Sehubungan dengan permasalahan di atas paling tidak terdapat dua program prioritas dan mendasar dalam upaya mengentaskan kemiskinan keluarga petani, yaitu : 1 Meningkatkan kualitas sumberdaya menusia masyarakat pertanian dan 2 Meningkatkan posisi tawar petani yang salah satunya melalui peningkatan nilai tambah produk pertanian melalui industri pengolahan hasil pertanian agro-industri atau peningkatan dan pengembangan industri hilir yang mampu mengolah produk pertanian menjadi bahan jadi atau setengah jadi sesuai dengan permintaan pasar, baik lokal, domestik maupun pasar mancanegara. 50

4.5. Kondisi Pengelolaan Hutan di Provinsi Jambi