komplikasi dan kecacatan akibat proses penyakit atau untuk meningkatkan kemampuan peserta didik yang cederacacat agar dapat berfungsi optimal.
Selain seluruh kegiatan tersebut, Effendi dkk 1993 menambahkan adanya pelayanan kesehatan gigi dalam usaha pemeliharaan kesehatan di sekolah
melalui UKS.
c. Pembinaan Lingkungan Sehat
Pembinaan lingkungan dilaksanakan dalam rangka menjadikan sekolah sebagai institusi pendidikan yang dapat menjamin berlangsungnya
proses belajar mengajar yang mampu menumbuhkan kesadaran, kesanggupan, dan keterampilan peserta didik untuk menjalankan prinsip
hidup sehat. Kegiatan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat mencakup kegiatan bina lingkungan fisik dan kegiatan bina lingkungan
mental sosial, sehingga tercipta suasana dan hubungan kekeluargaan yang akrab dan erat antara sesama warga sekolah Depkes RI 2003. Hal tersebut
dapat dijabarkan dengan tersedianya bangunan dan perlengkapan sekolah sehat, kebersihan ruangan dan halaman sekolah, tersedianya kakus dan air
yang memenuhi syarat kesehatan serta terjalinnya hubungan yang baik antara guru, murid, dan masyarakatorang tua murid.
Ketiga program tersebut dilaksanakan dengan menggunakan berbagai sumber daya yang ada di sekolah sehingga diharapkan sesuai dengan
karakteristik sekolah dan mencapai tujuan yang diharapkan. Akan tetapi berbagai kendala yang berasal dari pengelola program, fasilitas serta kurangnya peran
serta anak didik menyebabkan penyelenggaraan TRIAS UKS tersebut kurang optimal. Pelaksanaan UKS mengalami pasang surut, diperkirakan baru sekitar 30
persen sekolah lanjutan di Indonesia yang melaksanakan program UKS Ahmad 2005. Penelitian di Kota Medan menyatakan pelaksanaan program UKS belum
berhasil, karena sebagian besar indikator keberhasilan belum ada yang mencapai hasil 80. Adapun indikator tersebut antara lain pembinaan dokter
kecil sebesar 57,1; dana sehat dan kantin sekolah sebesar 57,1; perencanan kegiatan UKS sebesar 71,4; frekuensi kegiatan UKS sebesar 71,4 dan lain
sebagainya Mursyid 2003. Belum dipahaminya manfaat UKS tersebut oleh pimpinan dan guru-guru
dalam mendukung prestasi belajar siswa, juga dapat menyebabkan pelaksanaan UKS yang belum optimal. Sosialisasi kegiatan UKS kepada pimpinan dan guru
diharapkan akan meningkatkan pemahaman akan pentingnya UKS sehingga
adanya komitmen pihak sekolah dalam melaksanakan UKS maksimal Azrimaidaliza dkk 2009. Koordinasi lintas sektor yang masih lemah juga
menjadi salah satu faktor pelaksanaan UKS yang belum efektif Effendi 2001.
Kriteria Strata UKS
Depkes 2007 mengategorikan keragaan UKS menjadi beberapa strata, yaitu minimal, standar, optimal dan paripurna. Pengategorian ini dilakukan
bertahap dengan melihat kondisi dan kemampuan sekolah dalam menyediakan pelayanan kesehatan. Dalam mencapai strata tertentu sekolah harus memenuhi
berbagai kriteria strata tersebut. Adapun pengategorian keragaan pendidikan kesehatan sesuai dengan kriteria stratanya dapat dilihat pada tabel berikut,
Tabel 1 Pengategorian keragaan pendidikan kesehatan berdasarkan kriteria strata Depkes 2007
No. Kriteria Strata
UKS Minimal Standar
Optimal Paripurna
1 Dilaksanakan penjaskes secara kurikuler
√ √
√ √
2 Guru membuat rencana pembelajaran
pendidikan kesehatan √
√ √
√ 3
Ada buku pegangan guru tentang pendidikan kesehatan
√ √
√ √
4 Ada buku bacaan pendidikan kesehatan
√ √
√ √
5 Ada guru pendidikan jasmani
√ √
√ √
6 Dilaksanakan pendidikan jasmani dan
kesehatan secara ekstrakurikuler √
√ √
7 Memiliki guru mata pelajaran pendidikan
jasmani dengan ratio 1:24 jam pelajaran dalam seminggu
√ √
√ 8
Memiliki media pendidikan kesehatan poster dan lain-lain
√ √
√ 9 Memiliki
guru Bimbingan
Konseling BKBimbingan Penyuluhan BP
√ √
√ 10
Dilakukan pengukuran dan pencatatan kesegaran jasmani
√ √
√ 11
Adanya pendidikan kesehatan remaja a.l kespro dan napza dalam ekstrakurikuler
√ √
√ 12
Pendidikan kesehatan terintegrasi pada mata pelajaran lain
√ √
13 Dilakukan tes kebugaran jasmani
√ √
14 Memiliki guru pembina UKS
√ √
15 Evaluasi pendidikan kesehatan
√ √
16 Adanya peran aktif “pendidik
sebaya””konselor sebaya” dalam Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat
PKHS √
√ 17
Adanya pendidikan kesehatan remaja a.l kespro dan napza yang diintegrasikan ke
dalam mata pelajaran √
√ 18
Memiliki guru pembina UKS terlatih dengan jumlah memadai
√ 19
Adanya program kemitraan pendidikan kesehatan dengan instansi terkait
Puskesmas, Kepolisian, PMI, PPL Pertanian dll
√
Adapun pembagian kategori keragaan pelayanan kesehatan sesuai dengan kriteria stratanya dapat dilihat pada Tabel 2. Selain usaha sekolah dalam
memberikan pelayanan kesehatan dasar, kriteria strata ini meliputi usaha sekolah dalam menjaring atau melaksanakan proses skrening terhadap
kesehatan siswa, serta pemantauan status kesehatan siswa secara berkala. Tabel
2 Pengategorian keragaan pelayanan kesehatan berdasarkan kriteria strata Depkes 2007
No. Kriteria Strata UKS
Minimal Standar
Optimal Paripurna 1 Dilaksanakan
penyuluhan kesehatan
remaja √
√ √
√ 2 Penjaringan
kesehatan √
√ √
√ 3
Pengukuran BB dan TB √
√ √
√ 4 Pengawasan
terhadap penjajapenjamah makanan di sekolah
√ √
√ √
5 Kegiatan P3K dan P3P
√ √
√ √
6 Pemeriksaan kesehatan berkala tiap 6
bulan termasuk TB dan BB √
√ √
7 Ada pencatatan hasil pemeriksaan
kesehatan dan pengukuran TB dan BB pada bukuKMS remaja
√ √
√ 8
Ada rujukan bagi yang memerlukan √
√ √
9 Ada kader kesehatan remaja KKR
yang terlatih √
√ √
10 Pelayanan konseling kesehatan remaja
√ √
√ 11 Ada
pengawasan penjajapenjamah
makanan di sekitar sekolah √
√ √
12 Dana sehatdana UKS
√ √
13 Jumlah KKR sudah dilatih 10
√ √
14 Konseling kesehatan remaja oleh
“pendidik sebaya””konselor sebaya” √
√ 15
Ada kegiatan forum komunikasidiskusi kelompok terarah dari “pendidik
sebaya””konselor sebaya” √
16 Jumlah KKR yang sudah dilatih 10
√
Pengategorian UKS untuk keragaan pembinaan lingkungan sehat, memiliki kriteria strata yang paling banyak, seperti yang terdapat pada Tabel 3.
Dalam pembinaan lingkungan sekolah yang sehat seluruh aspek lingkungan sekolah yang meliputi kebersihan, keindahan, dan kesehatan perlu diperhatikan,
seperti pada ruang kelas, kantin, halaman dan lainnya. Lingkungan sekolah selain sebagai pendukung dalam pemeliharaan kesehatan siswa juga dapat
menjadi sarana pembelajaran dalam mewujudkan perilaku hidup sehat.
Tabel 3
Pengategorian keragaan pembinaan lingkungan sekolah sehat berdasarkan kriteria strata Depkes 2007
No. Kriteria Strata UKS
Minimal Standar
Optimal Paripurna 1
Ada air bersih √
√ √
√ 2
Ada tempat cuci tangan √
√ √
√ 3
Ada WCjamban yang berfungsi dengan baik
√ √
√ √
4 Ada tempat sampah
√ √
√ √
5 Ada saluran pembuangan air kotor yang
berfungsi dengan baik √
√ √
√ 6 Ada
halamanpekaranganlapangan √
√ √
√ 7 Ada
pojok UKS
√ √
√ √
8 Ada poster bahaya rokok
√ √
√ √
9 Ada poster bahaya narkoba
√ √
√ √
10 Pengawasan terhadap
warungkantin sekolah
√ √
√ √
11 Melakukan 3 M plus, 1 kali seminggu
√ √
√ √
12 Memiliki kantinwarung
sekolah √
√ √
√ 13
Memiliki ruang ibadah √
√ √
√ 14
Adanya pengawasan kantinwarung sekolah secara rutin
√ √
√ 15
Memiliki pagar aman √
√ √
16 Ada penghijauan dan perindangan
√ √
√ 17
Memiliki ruang konseling √
√ √
18 Memiliki ruang UKS dengan peralatan
sederhana √
√ √
19 Lingkungan sekolah bebas jentik
√ √
√ 20
Melaksanakan pembinaan kawasan sekolah tanpa rokok, bebas narkoba
dan miras √
√ √
21 Jarak papan tulis dengan bangku
terdepan 2,5 m √
√ √
22 Ada tempat cuci tangan di beberapa
tempat dengan air mengalirkran dan dilengkapi sabun
√ √
23 Ada tempat cuci peralatan
masakmakan dengan air yang mengalir, petugas kantinwarung
sekolah bersih dan sehat √
√ 24
Ada tempat sampah di tiap kelas dan tempat penampungan sampah akhir di
sekolah √
√ 25
Ada jambanWC siswa dan guru yang memenuhi syarat kesehatan dan
kebersihan √
√ 26
Ada halaman yang cukup luas untuk upacara dan berolahraga
√ √
27 Ada pagar yang aman dan indah
√ √
28 Ada tamankebun sekolahtoga
√ √
29 Memiliki ruang UKS tersendiri dengan
peralatan yang lengkap √
√ 30
Tercipta kawasan sekolah tanpa rokok, bebas narkoba dan miras
√ √
Tabel 3 Lanjutan
No. Kriteria Strata UKS
Minimal Standar
Optimal Paripurna 31
Ada menu gizi seimbang di kantinwarung sekolah dan petugas
kantinwarung sekolah yang terlatih √
32 Ada air bersih yang memenuhi syarat
kesehatan √
33 Pemisahan sampah organik dan non-
organik √
34 Rasio WC : siswa = 1:20
√ 35
Saluran air limbah yang tertutup dan berfungsi dengan baik, mengalir, dan
lancar √
36 Ada tamankebun sekolah yang
dimanfaatkan dan diberi label untuk sarana belajar dan pengolahan hasil
kebun sekolah √
37 Ruang kelas memenuhi syarat
kesehatan ventilasi dan pencahayaan cukup
√ 38
Rasio kepadatan siswa 1:1,5-1,75 m
2
√ 39
Memiliki ruang peralatan UKS yang ideal
√
Ruang UKS sebagai tempat dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap siswa memiliki beberapa tipe, dengan ketersediaan peralatan dan
perlengkapan yang tersedia di ruang tersebut. Tipe ruang UKS sederhana dimiliki sekolah dengan kategori standar yang dilengkapi dengan tempat tidur,
timbangan BB, alat ukur TB, snellen chart, kotak P3K dan obat-obatan. Ruang
UKS dengan tipe lengkap, selain dilengkapi dengan peralatan seperti ruang UKS sederhana juga ditambah dengan lemari obat, buku rujukan, KMS, poster-poster,
struktur organisasi, jadwal piket, tempat cuci tangan wastafel dan data angka
kesakitan murid. Sedangkan ruang UKS tipe ideal dilengkapi dengan peralatan gigi atau unit gigi serta contoh model organ tubuh dan rangka, selain
terlengkapinya peralatan UKS tipe lengkap.
Pendidikan Gizi
Secara sederhana pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaan. Arti pendidikan atau paedagogie dalam perkembangannya berarti
bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar dia menjadi dewasa Hasbullah 1997. Pendidikan dalam konteks sosiologis
berkaitan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan anak didik, bertalian dengan transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-
aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda. Nasution 1994 dalam Muflihati
2005 mendefinisikan pendidikan sebagai proses belajar mengajar pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan masyarakat.
Undang-undang No. 20 tahun 2003 menyebutkan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental,
emosional, sosial, dan etika. Menurut Pranadji 1989, terdapat beberapa ciri atau unsur umum dalam pendidikan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu
perkembangan kemampuan individu sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya, baik sebagai individu maupun warga
masyarakat. b. Perlu dilakukan usaha yang disengaja dan terencana dalam memilih
isi materi, strategi kegiatan dan teknik penilaian yang sesuai, demi tercapainya tujuan.
c. Kegiatan pendidikan dapat diselenggarakan dalam suatu lingkungan, baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat dan bersifat formal atau
nonformal. Notoatmodjo 2003 mengemukakan bahwa komponen pendidikan terdiri
atas perangkat lunak dan perangkat keras yang akan menunjang keberhasilan proses pendidikan sehingga sasaran atau siswa sebagai masukan setelah
melalui proses pendidikan diharapkan sebagai keluaran dapat merubah perilakunya. Hal ini seperti yang digambarkan dalam Gambar 1.
Adapun Guhardja 1979 menyebutkan setidaknya ada tiga komponen belajar yang meliputi pendidik, teknik dan metode, serta alat pendidikan.
Komponen belajar ini sangat berperan terhadap keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukan. Metode dan teknik harus dipilih sedemikian rupa
sehingga orang yang belajar memperoleh pengalaman belajar yang sebaik- baiknya. Pemilihan ini tergantung pada tujuan pendidikan, kemampuan pengajar,
kemampuan orang yang belajar, besar atau luasnya sasaran, waktu dan fasilitas yang tersedia.
Gambar 1 Komponen pendidikan kesehatan Pendidikan gizi dapat didefinisikan sebagai suatu proses belajar-
mengajar tentang pangan, bagaimana tubuh menggunakan zat gizi dan mengapa zat gizi itu diperlukan untuk kesehatan tubuh. Pendidikan gizi
mempunyai tujuan akhir merubah sikap dan tindakan ke arah perbaikan gizi dan kesehatan yang diharapkan. Menurut Khumaidi 1989 pendidikan gizi tidak akan
berhasil jika tidak disertai suatu pengetahuan, sikap, kepercayaan dan nilai dari masyarakat yang akan dijadikan sasaran.
Contento 2007 menyebutkan beberapa hal yang menyebabkan perlu dilakukannya pendidikan gizi, yaitu:
Pola makan yang belum optimal. Makanan yang dikonsumsi umumnya terdiri dari berbagai jenis, akan tetapi pola makan beragam tersebut
belum tentu sehat, sebagai contoh banyaknya orang yang lebih memilih jus buah dibanding buah yang segar. Penelitian di Amerika menyebutkan
74 dewasa memiliki pola makan yang harus ditingkatkan sedangkan 16 lainnya memiliki pola makan yang jelek. Anak-anak cenderung
memiliki pola makan yang baik pada awalnya, akan tetapi berubah seiring bertambahnya usia. Pada usia 9 tahun, hanya 12 yang memiliki pola
makan yang baik. Kompleksnya pilihan makanan yang berasal dari lingkungan. Perubahan
gaya hidup menyebabkan banyaknya orang mengonsumsi makanan di luar. Walaupun dikonsumsi di dalam rumah, makanan tersebut umumnya
Perangkat lunak : Kurikulum
Metode Staf
pengajar
Perangkat keras : Gedung
Alat pendidikan
Ruang Anggaran
Proses Pendidikan Masukan
Keluaran
dibeli atau dibawa dari tempat lain. Hal ini memunculkan berbagai pertimbangan dalam memilih makanan.
Banyaknya informasi gizi dari lingkungan. Banyaknya pilihan makanan yang tersedia membuat orang lebih selektif. Salah satu cara memilih
makanan yang baik untuk dikonsumsi, terutama makanan kemasan adalah dengan melihat label pangan. Survei yang dilakukan melaporkan
bahwa 80 orang membaca label pangan sebelum memilih makanan akan tetapi tidak selalu mengerti arti label tersebut. Disinilah pentingnya
pendidikan gizi dalam memberikan informasi. Besarnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan tidak selalu
diimbangi dengan perilaku yang sehat, ketidaktahuan dapat menjadi salah satu penyebab, contohnya banyak orang mengurangi porsi
makanan yang berlemak akan tetapi justru menambah sumber lain makanan berlemak tersebut, seperti dalam es krim.
Pendidikan atau penyuluhan gizi dapat dilaksanakan melalui pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individumasyarakat yang diperlukan dalam
peningkatanmempertahankan gizi baik. Khomsan 2000 menyatakan bahwa pendidikan atau penyuluhan gizi selalu dimaksudkan agar anak didik mengubah
perilaku konsumsi pangan menuju perilaku yang lebih baik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan isi pendidikan gizi. Pertama adalah
informasi yang disampaikan harus mudah dipraktekkan. Kedua, adanya perubahan seminimal mungkin dan yang terakhir adalah saran-saran yang
disampaikan harus bermanfaat. Pendidikan gizi merupakan hal penting dan mutlak yang harus
dimasukkan sebagai bagian dari kebijakan gizi dalam pembangunan nasional, oleh karenanya harus menjadi bagian integral dari pendidikan formal mulai dari
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, dan Perguruan Tinggi. Hal ini dapat dikarenakan pendidikan gizi di sekolah dapat meningkatkan kesehatan dan
perkembangan fisik anak-anak sekolah Suhardjo 1989. Materi pendidikan gizi yang diberikan harus menyajikan kenyataan yang berlaku dan berkaitan dengan
masalah yang dibutuhkan oleh siswa supaya informasi yang disajikan tersebut dapat digunakan secara bijaksana dalam praktek gizi.
Syarief dkk 1988 mengatakan bahwa pentingnya pendidikan gizi bagi anak sekolah didasarkan pada dua pertimbangan. Pertama, anak usia sekolah
masih mengalami pertumbuhan dengan laju yang cepat, dan anak usia sekolah
adalah orang tua masa depan. Oleh karenanya keadaan gizi anak pada usia ini harus mendapat perhatian seksama agar memperoleh generasi masa depan
yang berkualitas. Kedua, usia anak sekolah dapat dipandang sebagai agent of
change dalam keluarga, sekurang-kurangnya dalam memperlihatkan kebiasaan- kebiasaan baru, sehingga diharapkan bekal pengetahuan gizi yang diperoleh
pada usia sekolah dapat diimbaskan pada anggota keluarga lain. Selain itu pendidikan gizi yang dilakukan di sekolah memiliki beberapa keuntungan yaitu
anak-anak memiliki pemikiran yang lebih terbuka dibanding dengan orang dewasa, dan pengetahuan yang diterima dapat merupakan dasar bagi
pembinaan kebiasaan makannya. Anak-anak juga memiliki hasrat ingin tahu lebih besar dan mempelajari lebih jauh.
Adapun tujuan umum pendidikan gizi di sekolah adalah untuk meningkatkan kesehatan dan perkembangan fisik anak sekolah, menanamkan
kebiasaan dan cara-cara makan yang baik, mengembangkan pengetahuan dan sikap tentang peranan makanan yang bergizi bagi kesehatan manusia serta
membantu anak dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang produksi, pengolahan, pengawetan, penyimpanan, pemilihan pangan kaitannya
dengan konsumsi pangan dan gizi Suhardjo 2003. Hal yang terpenting dalam melaksanakan pendidikan gizi di sekolah
adalah lingkungan sekolah dapat dikondisikan sehingga memberikan pengetahuan yang dibutuhkan anak untuk membuat keputusan yang baik dalam
mengonsumsi makanan dan melakukan aktivitas fisik tidak hanya selama masa kanak-kanak, tetapi juga di sepanjang hidupnya. Lingkungan sekolah juga sangat
menentukan pola kebiasaan makanan anak-anak, yaitu melalui pengalaman dari pendidikan gizi di sekolah dan pengetahuan serta sikap terhadap makanan dari
guru yang mengajarnya Suhardjo 1989. Akan tetapi dalam mencapai keberhasilan program pendidikan gizi dan
kesehatan ini memiliki beberapa kendala. Pendidikan gizi dan kesehatan yang dilakukan di sekolah seringkali terbentur dengan waktu dan sumberdaya yang
ada di sekolah, karena tambahan satu waktu akan mengurangi waktu pokok belajar yang lain. Intervensi penelitian sebelumnya yang memaksakan untuk
dilakukan pada waktu yang terbatas menghasilkan hasil yang kurang optimal sehingga para guru pun ragu untuk meluangkan waktu disamping pelajaran
pokok yang ada di sekolah. Hal ini juga ditambah dengan beban tugas guru yang banyak. Akan tetapi keterbatasan tersebut dapat ditanggulangi dengan
menyelaraskan program pendidikan gizi dan kesehatan dengan sumberdaya dan kurikulum yang ada di sekolah tersebut Heneman dkk 2008.
Selain itu keberhasilan dari program peningkatan kesehatan di sekolah memerlukan kerjasama dari kedua sektor yang saling terkait, yaitu pendidikan
dan kesehatan. Diperlukan suatu program yang komprehensif meliputi pelatihan guru, pengembangan kurikulum, partisipasi masyarakat, perubahan kebijakan
dan praktek, serta penelitian. Semua komponen ini diperlukan untuk membentuk model program peningkatan kesehatan di sekolah dengan baik. Adapun elemen
yang berhubungan dengan keberhasilan program pendidikan gizi yang berbasis sekolah meliputi kebijakan sekolah yang mendukung pola makan sehat dijadikan
percontohan, kurikulum pendidikan kesehatan yang komprehensif termasuk gizi yang aktif, menyenangkan dan relevan, koordinasi antara pelayanan
penyelenggaraan makanan dengan pendidikan gizi, pelatihan pada staf sekolah, keterlibatan keluarga dan masyarakat serta evaluasi program Contento dkk
1995; Lytle 1994; Auld dkk 1998 diacu dalam Adhistiana 2009. Materi terkait gizi yang disampaikan dalam proses pendidikan gizi di
sekolah, meliputi pengetahuan gizi dasar, pedoman umum gizi seimbang, pengetahuan cara mengetahui gejala kurang gizi secara dini, terutama penyakit
anemia. Pengetahuan cara mengisi Kartu Menuju Sehat KMS juga dapat dijadikan sarana edukasi siswa dalam memantau status gizinya sendiri. Kantin
sekolah dan kebun sekolah selain merupakan aspek lingkungan juga merupakan sarana bagi siswa belajar untuk memilih makanan yang aman dan sehat.
Pendidikan gizi dapat berupa suatu proses penyuluhan. Penyuluhan gizi adalah suatu sistem pendidikan di luar sekolah untuk keluarga-keluarga baik di
perkotaan maupun di pedesaan. Menurut Baliwati dan Sunarti 1995, sifat pendidikan dalam penyuluhan adalah nonformal maka penyuluhan gizi dapat
dilakukan atas dasar : 1. Tidak terbatas pada ruangan tertentu. Mengenai tempat dapat dipilih yang
sesuai dengan keinginan sasaran dan dapat dilakukan dimana saja. 2. Tidak mempunyai kurikulum tertentu. Penyebaran isi penyuluhan dan
target waktunya ditentukan oleh tingkat kemampuan sasaran. 3. Isi yang disampaikan didasarkan atas kebutuhan sasaran.
4. Sasaran tidak terbatas pada keseragaman umur, tidak mengenal pembagian sasaran atas dasar tingkat umur, seperti halnya pendidikan
formal.
5. Tidak bersifat paksaan. 6. Ketentuan sanksi atas sesuatu hal yang tidak berlaku.
7. Sasaran bukan siswa dan bukan bawahan penyuluh. 8. Waktu dan lamanya pendidikan tidak mempunyai ketentuan pasti, selama
ada sesuatu yang baru dan perlu disampaikan kepada sasaran, penyuluhan terus berlangsung bahkan tidak pernah berhenti.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan didefiniskan sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan, atau kesan yang ada dalam pikiran manusia yang merupakan hasil dari
penggunaan panca inderanya Soekanto 2002. Menurut Notoadmojo 2003, pengetahuan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang diketahui. Pengetahuan
terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang akan memahami segala sesuatu yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau dari
orang lain yang sampai kepada seseorang. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang. Rogers 1974, mengungkapkan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif akan bersifat lebih
tahan lama. Sebaliknya perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama Notoatmodjo 2003.
Gizi sangat tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsinya. Pengetahuan akan makanan yang bergizi akan dapat mempengaruhi pemilihan
jenis makanan yang benar, aman serta berkhasiat untuk dikonsumsi. Salah satu sebab penting dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi atau
kemampuan untuk meresapkan informasi gizi dalam kehidupan sehari-hari Suhardjo 1989. Pengetahuan gizi adalah pengetahuan tentang peranan
makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman untuk dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah
makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana cara hidup sehat. Pengetahuan gizi ini mencakup proses kognitif yang
dibutuhkan untuk menggabungkan informasi gizi dengan perilaku makan agar struktur pengetahuan yang baik tentang gizi dan kesehatan dapat dikembangkan
Sutoyo 2010. Remaja adalah kelompok yang berisiko memiliki kesehatan yang rendah.
Hal ini sangat merugikan karena beberapa masalah gizi dan kesehatan pada saat dewasa dapat diperbaiki pada saat remaja melalui pemberian pengetahuan
dan kesadaran tentang kebiasaan makan dan gaya hidup sehat. Emilia 2008 mengemukakan lima konsep tentang perilaku gizi remaja, yang meliputi
pengetahuan, sikap dan praktek Tabel 4 Tabel 4 Konsep perilaku gizi remaja meliputi pengetahuan, sikap, dan praktek
No, Konsep Indikator
Pengeta- huan
Sikap Praktek 1
Konsep dasar gizi
Jenis dan sumber zat gizi Fungsi
zat gizi
√ √
2 Hubungan gizi
dan penyakit Kekurangan
zat gizi
Kelebihan zat gizi
√ √
3 Pemilihan
makanan Pemilihan
makanan sehat
Pemilihan makanan aman
√ √
√
4 Gizi dan
kesehatan reproduksi
Perkembangan fisik
dan kematangan seksual
Gizi dan kesehatan reproduksi
pada masa remaja, hamil dan menyusui
√ √
5 Kebiasaan makan
dan gaya hidup Kebiasaan
makan remaja
Kebiasaan makan tidak baik dan
gaya hidup √
√ √
Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah. Pengetahuan gizi dapat diperoleh dari pendidikan
formal, informal, dan nonformal. Pendidikan gizi secara formal melalui sekolah terbukti dapat meningkatkan pengetahuan sebagian besar siswa setelah
mendapat materi Pengetahuan Pangan dan Gizi yang diintegrasikan ke dalam kurikulum Sekolah Menengah Syarief dkk 1988. Sedangkan pengetahuan gizi
secara informal menurut Suhardjo 1989 dapat diperoleh masyarakat dengan melihat dan mendengar sendiri atau melalui media komunikasi seperti televisi,
majalah, koran atau radio. Adapun secara nonformal dapat diperoleh melalui penyuluhan kesehatangizi.
KERANGKA PEMIKIRAN
SDM yang sehat merupakan modal utama pembangunan bangsa dan untuk mewujudkannya, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
menciptakan perilaku hidup sehat sedini mungkin Effendi 2001. Sekolah adalah salah satu institusi yang dapat membentuk perilaku hidup sehat tersebut melalui
kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Upaya pembinaan kesehatan sekolah selama ini telah dijalankan melalui
program yang dinamakan Usaha Kesehatan Sekolah UKS. Pelaksanaan UKS adalah kegiatan multisektoral yang dilaksanakan mulai Taman Kanak-Kanak
hingga Sekolah Menengah Atas. UKS dalam pelaksanaannya memiliki tiga program pokok, yang dikenal dengan TRIAS UKS, yang terdiri atas pendidikan
kesehatan dimana pendidikan gizi terintegrasi ke dalamnya, pelayanan kesehatan, dan penciptaan lingkungan sekolah yang sehat. Ketiganya menjadi
kriteria mutu dalam menilai proses berjalannya UKS, sehingga dengan hal tersebut diharapkan dapat mencapai tujuannya yaitu untuk meningkatkan
kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat, sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan
optimal menjadi sumber daya manusia yang berkualitas UU RI No. 23 Tahun 1992.
Sekolah sebagai pembentuk nilai-nilai hidup sehat tidak lepas dari proses pendidikan yang dilaksanakan. Pendidikan merupakan suatu proses belajar-
mengajar dan tidak hanya terfokus pada pembelajaran yang dilakukan di kelas. Akan tetapi proses pembelajaran itu dapat dimodifikasi, terutama dalam
komponen belajarnya, yaitu pendidik, teknik dan metode serta sarana, seperti alat pendidikanalat peraga yang digunakan.
Pendidikan kesehatan, yang dalam penelitian ini lebih berfokus pada pendidikan gizi, dilakukan dengan maksud untuk merubah perilaku menjadi
perilaku yang diharapkan. Perilaku tersebut terdiri dari tiga aspek, yaitu pengetahuan, sikap, dan praktek, yang dalam hal ini terkait gizi. Akan tetapi
aspek sikap dan praktek tidak diteliti dalam penelitian ini. Pengetahuan gizi seseorang selain dipengaruhi oleh pendidikan gizi yang diterima melalui sekolah
juga dapat dipengaruhi oleh sarana pendidikan gizi lain yang juga tidak diteliti dalam penelitian ini, seperti media, lingkungan keluarga, ataupun lingkungan
masyarakat.
Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian analisis keragaan UKS dan pendidikan gizi serta hubungannya dengan tingkat pengetahuan gizi siswa SMP
Keterangan : Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti Hubungan yang dianalisis
Hubungan yang tidak dianalisis
Komponen Belajar 1. Pendidik
a. Guru b. Peer
group c. Instansi
terkait 2. Metode dan teknik pengajaran
a. Ceramah b. Diskusi
c. Praktek 3. Sarana
→ alat pendidikan Usaha Kesehatan Sekolah UKS
Pendidikan gizi
Praktek gizi
Sikap Pengetahuan
gizi Lingkungan Sekolah Sehat
Ruang UKS
Ruang konseling
Kamar mandi
Kantinwarung sekolah
Halamanlapangankebun sekolah
Pendidikan Kesehatan Kegiatan
pendidikan kesehatan
Pendidik Kemitraan pendidikan kesehatan
dengan instansi terkait Pelayanan Kesehatan
Konseling kesehatan
Pemeriksaan dan pemantauan kesehatan Pengawasan
terhadap penjajapenjamah
makanan di dalamluar sekolah Kegiatan P3K dan P3P
Dana sehatdana UKS
Sarana pendidikan gizi lain Media
Lingkungan Keluarga
Lingkungan masyarakat
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu
Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Penelitian
dilaksanakan di Kota Depok, Jawa Barat dengan mengambil sampel Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri. Pemilihan lokasi penelitian ini dengan
pertimbangan bahwa seluruh jenjang sekolah negeri diharuskan untuk melaksanakan UKS di sekolahnya dan hampir seluruh SMP Negeri Kota Depok
telah melaksanakan program UKS. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Agustus hingga Oktober 2010.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Sekolah Menengah Pertama SMP yang menjadi contoh dalam penelitian ini dipilih secara
purposive dengan pertimbangan : 1 merupakan sekolah negeri dan telah memiliki dan menjalankan program pokok UKS yang
dikenal dengan TRIAS UKS; 2 mendapat rekomendasi kantor Depdiknas setempat; 3 bersedia untuk dilakukan wawacara dan observasi. Menurut kriteria
tersebut maka dari seluruh populasi yang berjumlah 17 sekolah, terdapat 13 sekolah yang telah memenuhi kriteria tersebut sehingga dapat diambil sebagai
objek penelitian. Adapun tiga sekolah lainnya belum menjalankan UKS karena merupakan sekolah yang baru didirikan dan terkendala akan sumber daya,
sedangkan satu sekolah lain tidak bersedia untuk dilakukan wawancara. Siswa dari masing-masing sekolah juga diambil sebagai contoh untuk
diukur tingkat pengetahuannya. Contoh diambil dengan melakukan quota
sampling. Setiap sekolah diambil masing-masing minimal tiga orang siswa. Adapun seluruh contoh siswa berjumlah 52 orang. Contoh siswa adalah siswa
kelas 8 yang ditunjuk oleh pihak sekolahguru dari masing-masing sekolah. Pemilihan ini berdasarkan pertimbangan bahwa siswa telah dapat memahami
dan mengisi kuesioner dengan baik dan diasumsikan siswa telah lebih mengenal kondisi sekolah, terutama mengenai UKS, dan telah mendapat pendidikan yang
cukup mengenai gizi di sekolah.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder meliputi keadaan umum sekolah dan siswa. Data primer yang
dikumpulkan meliputi : 1 pelaksanaan kegiatan UKS terutama dengan program pokoknya yang dikenal dengan TRIAS UKS; 2 penyelenggaraan pendidikan gizi
yang dilakukan sekolah; dan 3 pengetahuan gizi siswa. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengamatanobservasi langsung, penggunaan
kuesioner, dan wawancara. Berikut adalah jenis dan cara pengumpulan data primer yang disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5 Jenis dan cara pengumpulan data primer
Variabel Data yang dikumpulkan
Cara pengumpulan
Responden
Keragaan UKS Pelaksanaan program
pendidikan kesehatan Pelaksanaan program
pelayanan kesehatan Pelaksanaan program
pembinaan lingkungan sekolah sehat
Wawancara, observasi,
dan pengisian kuesioner
Guru pembina UKS
Keragaan penyelenggaraan
pendidikan gizi Pendidik
Metode dan teknik pendidikan gizi
Alat Peraga Wawancara
dan pengisian kuesioner
Guru pembina UKS
Pengetahuan Gizi 20 pertanyaan multiple choice
tentang konsep dasar gizi, hubungan gizi dan penyakit,
pemilihan makanan, gizi dan kesehatan reproduksi,
kebiasaan makan dan gaya hidup
Pengisian kuesioner
Siswa
Pengolahan dan Analisis Data
Data-data yang diperoleh diolah dengan melalui proses editing, coding,
entri dan analisis data. Program komputer yang digunakan dalam pengolahan data ini adalah
Microsoft Excell dan Statistikal Program for Sosial Science SPSS versi 16.0
for Windows. Keragaan UKS dan penyelenggaraan pendidikan gizi dikategorikan
menjadi tiga kategori seperti pada penelitian Kwartantiyono 2007, yaitu cukup baik, baik, dan sangat baik. Sebaran sekolah pada tiap kategori didasarkan pada
perhitungan statistik yang diawali dengan menentukan lebar kelas, yaitu nilai maksimal dikurangi dengan nilai minimal dibagi dengan banyaknya kelas yang
akan dibuat. Selanjutnya ditentukan batas atas dan bawahnya, sehingga setiap sekolah dapat dimasukkan pada setiap kategori berdasarkan skor yang dimiliki
Walpole 1993. Penilaian keragaan UKS dilakukan berdasarkan pelaksanaan program
UKS di masing-masing sekolah yang dilihat dari upaya sekolah dalam melaksanakan kriteria strata UKS Depkes 2007 yang telah dimodifikasi.
Sekolah yang telah melaksanakan kriteria modifikasi tersebut diberi skor 2
sedangkan yang belum melaksanakan diberi skor 1. Setiap skor dijumlahkan dan dipersentasikan berdasarkan setiap program pokok, sehingga akan didapat
jumlah skor untuk pelaksanaan pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan sekolah sehat. Jumlah skor ini juga digunakan dalam
menentukan kategori cukup baik, baik, dan sangat baik pada tiap program pokok tersebut. Pengategorian jumlah skor pada setiap program pokok dapat dilihat
pada tabel di bawah ini, Tabel 6 Kategori jumlah skor pada setiap program pokok UKS TRIAS UKS
Pengategorian Pendidikan
kesehatan Pelayanan
kesehatan Pembinaan
lingkungan sekolah Cukup baik
81,8 78,1
77,3 Baik 81,8
≤ x 90,9 78,1
≤ x 86,9 77,2
≤ x 85,2 Sangat baik
≥ 90,9 ≥ 86,9
≥ 85,2
Selanjutnya jumlah skor pada variabel pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan sekolah sehat tersebut diakumulasi
menjadi skor keragaan UKS secara keseluruhan. Adapun pengategorian keragaan UKS berdasarkan skor akumulatif tersebut adalah sebagai berikut,
Cukup baik, jika skor akumulatif 82,4 Baik, jika skor akumulatif 82,4 ≤ x 88,3
Sangat baik, jika skor akumulatif ≥ 88,3
Penilaian keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi dilakukan berdasarkan keragaan proses pendidikan gizi yang dilakukan, terkait pendidik,
metode dan teknik, serta alat peraga yang digunakan. Sama halnya dengan keragaan UKS, setelah dilakukan skoring dan dijumlahkan, dilakukan
pengategorian menjadi tiga kategori yaitu, Cukup baik, jika skor akumulatif 49,3
Baik, jika skor akumulatif 49,3 ≤ x 53,1 Sangat baik, jika skor akumulatif ≥ 53,1
Pengetahuan gizi contoh siswa dinilai dari kemampuan mereka menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan. Skor 1 diberikan jika contoh menjawab
benar dan skor 0 jika jawaban contoh salah. Kemudian skor dari tiap jawaban dijumlahkan. Total skor digolongkan menjadi tiga kategori berdasarkan
presentase jawaban yang benar. Pembagian kategori tersebut menurut Khomsan 2000 adalah sebagai berikut:
a Tingkat pengetahuan gizi baik, jika skor jawaban benar 80 . b Tingkat pengetahuan gizi sedang, jika skor jawaban benar antara 60-80 .
c Tingkat pengetahuan gizi kurang, jika skor jawaban benar 60 . Uji statistik digunakan untuk menguji hubungan antara keragaan UKS
dengan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi. Adapun uji hubungan yang digunakan adalah uji korelasi Pearson. Keterkaitan antara tingkat pengetahuan
gizi siswa dengan keragaan UKS dan keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi dilihat dalam tabulasi silang antara ketiganya.
Definisi Operasional Sekolah adalah SMP Negeri di Kota Depok, Jawa Barat yang merupakan obyek
penelitian dan telah memiliki dan melaksanakan program UKS.
Siswa adalah siswa kelas 8 yang dipilih oleh guru sebagai obyek penelitian dari
masing-masing sekolah.
Usaha Kesehatan Sekolah UKS adalah upaya sekolah dalam meningkatkan
kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan siswa melalui tiga program pokok TRIAS UKS, yaitu pelayanan kesehatan, pendidikan
kesehatan dan penciptaan lingkungan sekolah yang sehat.
Keragaan UKS adalah pelaksanaan kriteria UKS modifikasi dari kriteria strata
Depkes 2007 yang meliputi TRIAS UKS pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sekolah sehat dan
dengan perhitungan statistik dapat dikategorikan tiga kategori cukup baik, baik, dan sangat baik berdasarkan skor pelaksanaannya.
Pendidikan kesehatan adalah program pokok UKS yang meliputi upaya sekolah
untuk mengadakan perubahan perilaku kesehatan ke arah yang lebih baik dalam mencapai derajat kesehatan siswa, dimana pelaksanaannya
meliputi 11 kriteria modifikasi dari 19 kriteria strata pendidikan kesehatan Depkes 2007.
Pelayanan kesehatan adalah program pokok UKS yang meliputi usaha promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam rangka menjamin derajat kesehatan siswa, dimana pelaksanaannya meliputi 12 kriteria modifikasi
dari 16 kriteria strata pelayanan kesehatan Depkes 2007.
Pembinaan lingkungan sekolah sehat adalah program pokok UKS dalam
menjamin berlangsungnya proses belajar mengajar di sekolah yang mampu menumbuhkan kesadaran, kesanggupan dan keterampilan
peserta didik untuk menjalankan prinsip hidup sehat, dimana pelaksanaannya meliputi 23 kriteria modifikasi dari 39 kriteria strata
pembinaan lingkungan sekolah sehat Depkes 2007.
Pendidikan gizi adalah proses belajar mengajar dalam menyampaikan materi
terkait gizi yang dilakukan sekolah melalui UKS dengan melibatkan seluruh sumber daya baik sekolah maupun instansi terkait.
Keragaan pendidikan gizi adalah pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan
gizi melalui UKS dengan berbagai modifikasi komponen belajar yang meliputi pendidik, teknik dan metode, serta alat pendidikan yang
digunakan. Keragaan pendidikan gizi dikategorikan menjadi tiga kategori cukup baik, baik, dan sangat baik berdasarkan skor pelaksanaannya
menurut perhitungan statistik.
Pengetahuan gizi adalah tingkat pengetahuan siswa yang diukur dari
kemampuan siswa menjawab pertanyaan tentang konsep dasar gizi dalam kuesioner yang diberikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kota Depok, secara geografis berbatasan langsung dengan Kota Jakarta atau berada dalam lingkungan wilayah Jabotabek. Berawal dari sebuah
Kecamatan yang berada di lingkungan Kewedanaan Pembantu Bupati wilayah Parung Kabupaten Bogor, Kota Depok kemudian berkembang menjadi Kota
Administratif Depok pada tahun 1981 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1981, dan terus berkembang hingga menjadi sebuah kota yang mandiri
seperti saat ini. Letaknya yang berbatasan langsung dengan Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta menyebabkan pesatnya pembangunan di kota ini.
Selain sebagai pusat pemerintahan, Kota Depok juga merupakan wilayah penyangga Ibu Kota Negara yang diarahkan untuk kota pemukiman, pusat
pelayanan perdagangan dan jasa, kota pariwisata, kota resapan air dan kota pendidikan.
Menyadari perannya sebagai kota pendidikan, pemerintah kota terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan yang dilaksanakan di Kota Depok.
Salah satunya dengan memudahkan akses pendidikan, yaitu dengan pendirian sekolah-sekolah di tiap kecamatan sehingga memudahkan jangkauan
masyarakat. Tak kurang dari 11 kecamatan yang berada di kota ini. Jumlah seluruh sekolah lanjutan pertama negeri di Kota Depok 17
sekolah. Adapun 13 sekolah diantaranya merupakan objek penelitian. Dua sekolah terletak di Kecamatan Pancoran Mas yakni SMP Negeri 1 dan SMP
Negeri 2. Kecamatan Sukmajaya yang merupakan kecamatan terluas juga memiliki dua sekolah negeri, yaitu SMP Negeri 3 dan SMP Negeri 4. Kecamatan
Cimanggis, lebih banyak memiliki sekolah negeri, yaitu SMP Negeri 7, SMP Negeri 8, SMP Negeri 11 dan SMP Negeri 12. Sedangkan sekolah lainnya
tersebar di kecamatan lain, yaitu: Kecamatan Beji SMP Negeri 5, Kecamatan Cilodong SMP Negeri 6, Kecamatan Cipayung SMP Negeri 9 dan Kecamatan
Bojongsari SMP Negeri 10 dan SMP Negeri 14. Beberapa SMP Negeri di Kota Depok tergolong sekolah bertaraf nasional
dan bahkan beberapa sekolah ada yang merupakan sekolah rintisan bertaraf internasional. Hal ini mendorong sekolah untuk menyediakan berbagai sarana
dan prasarana pendidikan dalam menunjang proses belajar-mengajar. Jumlah guru yang mengajar di tiap sekolah beragam yang berkisar antara 60 sampai 80
orang. Para guru mengajar di tiga jenjang kelas yang berbeda dengan mata
pelajaran yang berbeda pula. Jumlah masing-masing jenjang kelas antara 9 sampai 10 rombongan belajar. Adapun jumlah ruang kelas secara keseluruhan
berkisar antara 18 sampai 31 ruang kelas. Umumnya sekolah juga dilengkapi dengan sarana perpustakaan dan
beberapa laboratorium, seperti laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam IPA, bahasa, dan komputer. Ruang multimedia sebagai sarana pelengkap dalam
proses pembelajaran, dan sering digunakan sebagai ruang serbaguna juga dilengkapi oleh beberapa sekolah.
Karakteristik Siswa
Data yang disajikan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa siswa yang berusia 13 tahun memiliki persentase terbesar dibanding siswa yang berusia 12
tahun dan 14 tahun, yaitu sebanyak 84,5. Rentang usia siswa tersebut tergolong pada usia remaja awal Monks et al. 1982 yaitu dengan usia yang
berkisar antara 12-15 tahun. Masa remaja adalah periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia Riyadi 2001. Pertumbuhan cepat,
perubahan emosional dan perubahan sosial merupakan ciri yang spesifik. Pada usia remaja, segala sesuatunya cepat berubah dan untuk mengantisipasinya
makanan sehari-hari menjadi amat penting. Badan yang mengalami pertumbuhan perlu mendapat masukan zat-zat gizi dari makanan yang
seimbang. Karakteristik jenis kelamin menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan
75 mendominasi siswa kelas 8 yang dijadikan objek penelitian dibanding laki- laki. Adapun secara umum, sebaran siswa dengan presentase terbesar adalah
siswa berusia 13 tahun dengan jenis kelamin perempuan 63,5, sedangkan presentasi terkecil adalah berjenis kelamin laki-laki dengan umur 12 tahun dan
14 tahun, masing-masing sebanyak 1,9. Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan karakteristik individu
Jenis Kelamin Usia tahun
Total 12 13 14
n n n n
Laki-laki 1 1,9
11 21,2
1 1,9
13 25,0
Perempuan 6 11,5 33 63,5 0 0,0 39 75,0
Total 7 13,5 44 84,6 1 1,9 52 100,0
Keragaan Usaha Kesehatan Sekolah
Depkes 2007 mengategorikan keragaan UKS menjadi beberapa strata, yaitu strata minimal, strata standar, strata optimal dan strata paripurna.
Pengategorian ini berdasarkan kondisi dan kemampuan sekolah dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan bagi warga sekolah. Strata minimal adalah strata yang paling rendah sedangkan keragaan UKS dengan tingkatan paling
tinggi dapat digolongkan sebagai strata paripurna. Akan tetapi dalam aplikasinya, pengategorian berdasarkan strata tersebut tidak digunakan sepenuhnya oleh
sekolah. Umumnya sekolah tidak memenuhi kriteria strata berdasarkan tahapannya. Sekolah yang telah memenuhi beberapa kriteria strata standar,
belum tentu memenuhi seluruh kriteria strata minimal. Adapun sekolah yang telah memenuhi beberapa kriteria strata optimal ternyata tidak semua kriteria
strata minimal dan standar terpenuhi, begitu seterusnya. Sehingga dalam penilaian keragaan UKS digunakan suatu kriteria mutu yang merupakan
modifikasi dari kriteria strata UKS tersebut. Keragaan UKS merupakan keseluruhan dari pelaksanaan program pokok
UKS, yaitu Tri Program UKS TRIAS UKS yang meliputi pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan sehat.
a. Pendidikan Kesehatan