karenanya ketersediaan dana sehat atau dana UKS merupakan salah satu kriteria strata optimal dari pelaksanaan UKS. Sebanyak 76,9 sekolah telah
memiliki dana UKS. Awalnya dana UKS diambil dari uang pembayaran atau SPP siswa akan tetapi perubahan sistem dimana tidak ada lagi pemungutan biaya
sekolah kepada siswa yang sebagai gantinya adalah dengan adanya Biaya Operasional Sekolah BOS berdampak pula pada pembiayaan kegiatan UKS.
Hal inilah yang diakui beberapa orang guru pembina UKS menjadi alasan 23,1 sekolah tidak menyediakan dana UKS tersebut.
Sebaran sekolah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan relatif merata pada setiap kategori, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 11. Hal ini
dikarenakan kegiatan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di seluruh sekolah relatif seragam. Umumnya seluruh sekolah telah melaksanakan
pelayanan kesehatan dasar kegiatan P3K dan P3P. Akan tetapi banyak sekolah yang terkendala dalam pelaksanaan pemeriksaan kesehatan siswa, seperti
melalui kegiatan penjaringan kesehatan dan pemeriksaaan kesehatan secara berkala termasuk pengukuran BB dan TB. Kendala tersebut dihadapi oleh
sekolah dengan kategori cukup baik 30,8. Tabel
11 Statistik dan sebaran sekolah berdasarkan kriteria modifikasi pelayanan kesehatan
Kategori n Cukup Baik
4 30,8
Baik 4 30,8
Sangat Baik 5
38,5 Total 13
100,0 Rataan ± simpangan baku
84,0 ± 8,3
Beberapa sekolah 38,5 telah sangat baik dalam menyediakan pelayanan kesehatan bagi siswanya. Umumnya sekolah tersebut selain
melaksanakan pelayanan kesehatan dasar dan pemeriksaan kesehatan siswa juga melaksanakan pemantuan status kesehatan siswa dengan pencatatan hasil
pemeriksaan dalam KMS remaja. Selain itu pengoptimalan peran pendidik sebaya juga dilakukan dengan membuat suatu forum komunikasi atau diskusi
kelompok.
c. Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat
Pembinaan lingkungan sehat meliputi kegiatan bina lingkungan fisik dan kegiatan bina lingkungan mental sosial, sehingga tercipta suasana dan
hubungan kekeluargaan yang akrab dan erat antara sesama warga sekolah Depkes 2003. Hal ini terkait upaya meningkatkan faktor pelindung, seperti
gedung, halaman dan warung sekolah yang memenuhi standar kesehatan, serta upaya memperkecil faktor risiko dengan adanya pagar pengaman, bangunan
sekolah yang aman, pengadaan kantin, dan upaya pembebasan sekolah dari rokok maupun NAPZA Depkes 2007. Pengategorin UKS berdasarkan kriteria
pembinaan lingkungan sekolah sehat telah diuraikan pada Tabel 3. Dari kriteria strata UKS yang telah tersebut selanjutnya diambil beberapa
kriteria untuk menilai keragaan pembinaan lingkungan sekolah sehat melalui UKS. Beberapa kriteria seperti rasio WC berbanding siswa, adanya saluran
pembuangan air kotor yang berfungsi dengan baik, adanya saluran air limbah yang tertutup dan berfungsi dengan baik serta lingkungan sekolah yang bebas
jentik tidak diamati selama observasi sehingga tidak dimasukkan dalam kriteria modifikasi. Selain itu kriteria terkait ruang kelas, seperti ruang kelas yang
memenuhi syarat kesehatan, jarak papan tulis dengan bangku terdepan dan terbelakang serta rasio kepadatan siswa juga tidak disertakan dalam kriteria
modifikasi untuk penilaian karena tidak dilakukan pengamatan. Kriteria pelaksanaan dan pembinaan kawasan sekolah tanpa rokok, bebas narkoba dan
miras tidak dapat teramati secara langsung, sehingga penilaian dengan menggunakan kriteria ini tidak dilakukan.
Dalam kegiatan bina lingkungan mental dan sosial, seluruh sekolah memiliki sarana keagamaan, berupa masjid untuk siswa muslim menjalankan
ibadah. Hal ini dikarenakan sebagian besar siswa beragama Islam. Sedangkan siswa beragama lain bila akan mengadakan kegiatan keagamaan, biasanya
menggunakan ruang sekolah atau kelas yang sedang tidak digunakan. Sebagian besar 84,6 juga memiliki ruang bimbingan konseling yang digunakan oleh
guru BK untuk memberikan konsultasi dan atau konseling pada anak yang memiliki masalah tertentu, sebagian besar terkait perilaku kedisiplinan dan
masalah psikososial. Penilaian pembinaan lingkungan sekolah sehat dengan melihat sarana
kebersihan yang tersedia, menggunakan tujuh kriteria yang telah dimodifikasi. Kriteria ini meliputi fasilitas air bersih, tempat cuci tangan, dan kamar mandi,
seperti yang ditampilkan pada Tabel 12. Seluruh sekolah telah menyediakan air bersih yang merupakan
kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan warganya. Air tersebut harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak
berbau. Fasilitas lain yang tersedia adalah tempat cuci tangan yang
memungkinkan setiap guru atau siswa dapat menjaga kebersihan dirinya terutama dengan mencuci tangan. Sebagian besar sekolah 92,3 telah
memiliki tempat cuci tangan di beberapa tempat, terutama di depan setiap ruang kelas. Akan tetapi baru sebagian kecil 23,1 yang melengkapi beberapa
tempat cuci tangannya dengan sabun, terutama di area kamar mandi dan ruang UKS. Keberadaan kamar mandi atau jamban, yang merupakan salah satu
sumber agen penyakit, juga harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu tidak berbau, ada ventilasi, cukup penerangan, kedap air, tidak licin, tidak ada
genangan air dan tidak ada nyamukjentik nyamuk. Seluruh sekolah telah memiliki kamar mandi atau jamban yang berfungsi dengan baik, dan telah
memisahkan jamban untuk guru dan siswa. Tabel 12 Sebaran sekolah dan kriteria penilaian keragaan lingkungan sekolah
sehat berdasarkan ketersediaan sarana kebersihan setelah dimodifikasi dari kriteria strata Depkes 2007
No. Kriteria modifikasi n
1 Ada air bersih
13 100,0 2
Ada air bersih yang memenuhi syarat kesehatan 13 100,0
3 Ada tempat cuci tangan
12 92,3
4 Ada tempat cuci tangan di beberapa tempat dengan air mengalirkran
dan dilengkapi sabun 3 23,1
5 Ada WCjamban yang berfungsi dengan baik
13 100,0 6
Ada jambanWC siswa dan guru yang memenuhi syarat kesehatan dan kebersihan
13 100,0 7
Melakukan 3 M plus, 1 kali seminggu 12
92,3
Lingkungan sekolah yang sehat juga diharuskan terbebas jentik nyamuk, salah satu cikal agen pembawa penyakit. Kegiatan yang sering dilakukan dalam
membebaskan lingkungan dari jentik nyamuk adalah dengan melakukan 3M Mengubur, Menguras, Membuang secara berkala. Sebanyak 92,3 sekolah
telah melaksanakan kegiatan tersebut setiap minggunya, terutama dilakukan olah penjaga sekolah masing-masing.
Lingkungan sekolah yang sehat juga tidak terlepas dari penciptaan lingkungan sekolah yang indah. Hal tersebut dapat tercipta dengan lingkungan
sekolah yang asri, dilengkapi dengan bangunan sekolah yang apik, dan ketersediaan fasilitas lain, seperti tempat sampah. Sehingga pembinaan
lingkungan sekolah sehat juga dinilai berdasarkan ketersediaan sarana keindahan seperti yang terdapat pada tabel berikut,
Tabel 13 Sebaran sekolah dan kriteria penilaian keragaan lingkungan sekolah sehat berdasarkan ketersediaan sarana keindahan setelah dimodifikasi
dari kriteria strata Depkes 2007
No. Kriteria modifikasi n
1 Ada tempat sampah
13 100,0 2
Ada tempat sampah di tiap kelas 13 100,0
3 Pemisahan sampah organik dan non-organik
11 84,6
4 Ada halamanpekaranganlapangan
13 100,0
5 Ada halaman yang cukup luas untuk upacara dan berolahraga
13 100,0 6
Memiliki pagar aman 13 100,0
7 Ada penghijauan dan perindangan
12 92,3
8 Ada pagar yang aman dan indah
13 100,0 9 Ada
tamankebun sekolahtoga
7 53,8 10
Ada tamankebun sekolah yang dimanfaatkan dan diberi label untuk sarana belajar
6 46,2 11
Ada pengolahan hasil kebun sekolah 1
7,7
Membiasakan siswa untuk membuang sampah di tempat sampah perlu dilakukan, untuk menciptakan lingkungan sekolah yang bersih dan lingkungan
hidup yang bersih di kemudian hari. Hal ini merupakan salah satu perilaku hidup sehat. Seluruh sekolah telah menyediakan tempat sampah di sekitar area
sekolah, seperti lapangan, taman, kantin sekolah dan di setiap kelasnya. Pengadaan tempat sampat di luar kelas merupakan tanggung jawab pihak
sekolah. Adapun umumnya pengadaan tempat sampah di kelas merupakan swadaya siswa di kelas masing-masing. Pemisahan sampah organik dan non-
organik baru dilakukan oleh 84,6 sekolah. Halaman atau lapangan sekolah juga merupakan unsur fisik dari sekolah
sehat, dimana siswa dapat melaksanakan aktivitas fisik, seperti berolahraga dan upacara. Seluruh sekolah telah memiliki lapangan yang cukup luas dan 92,3-
nya dilengkapi dengan penghijauan dan perindangan. Area seluruh sekolah juga memiliki pagar yang aman dan indah, untuk menjamin keamanan dan
keselamatan siswa dan warga sekolah lainnya. Taman atau kebun sekolah selain berperan dalam penghijauan dan
perindangan juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran bagi siswa. Sekolah yang memiliki kebun sekolah atau kebun tanaman obat keluarga
TOGA ada 53,8 dan sebanyak 46,2 sekolah memanfaatkan fasilitas tersebut sebagai sarana belajar dengan pemberian label pada setiap tanaman.
Pemberian label ini berguna agar siswa mengetahui bentuk tanaman dan
fungsinya terutama bagi tanaman obat-obatan. Akan tetapi baru sebagian kecil sekolah 7,7 yang sudah lebih jauh memanfaatkan hasil dari kebun sekolah
tersebut dengan proses pengolahan pasca panen, yaitu dengan pembuatan berbagai macam makanan jajanan yang dijual di kantin sekolah.
Kantin sekolah juga merupakan bagian dari lingkungan sekolah. Keberadaan kantin sekolah atau penjual makanan di sekolah merupakan suatu
kebutuhan yang harus tersedia di lingkungan sekolah. Kantin sekolah bila dikelola dengan baik dapat menjadi salah satu upaya mengatasi masalah kurang
gizi pada siswa. Pengelolaannya harus memperhatikan kebersihan, keamanan, serta mempertimbangkan aspek gizi, ekonomi, dan kepraktisan pelaksanaannya.
Makanan yang ada di kantin sekolah harus dipersiapkan dengan memperhatikan kebersihan, kesehatan, keamanan makanan, cara pemasakan, penyajian dan
penanganan yang sesuai syarat kesehatan dan gizi. Keberadaan kantin sekolah sehat dapat menjadi sarana pembelajaran
dan praktek siswa untuk menerapkan pola makan sehat bagi dirinya dan lingkungannya. Kriteria penilaian kantin sekolah berdasarkan kriteria modifikasi
dapat ditampilkan pada tabel di bawah ini, Tabel 14 Sebaran sekolah dan kriteria penilaian keragaan lingkungan sekolah
sehat berdasarkan ketersediaan kantin sekolah setelah dimodifikasi dari kriteria strata Depkes 2007
No. Kriteria modifikasi n
1 Memiliki kantinwarung
sekolah 13
100,0 2
Pengawasan terhadap warungkantin sekolah 9
69,2 3
Adanya pengawasan kantinwarung sekolah secara rutin 3
23,1 4
Ada tempat cuci peralatan masakmakan dengan air yang mengalir, petugas kantinwarung sekolah bersih dan sehat
9 69,2 5
Ada menu gizi seimbang di kantinwarung sekolah dan petugas kantinwarung sekolah yang terlatih
1 7,7
Seluruh sekolah memiliki kantin sekolah dan hanya 69,2 yang melakukan pengawasan terhadap kantin sekolah. Pengawasan yang dilakukan
pihak sekolah berupa pengawasan terhadap jajanan yang dijual sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan dan terkait kebersihan, baik kantin maupun makanan
yang dijual. Pengawasan secara rutin terhadap kantin sekolah dilakukan oleh 23,1 sekolah. Makanan yang dijual di kantin sekolah umumnya makanan yang
siap saji atau makanan kemasan. Adapun penjajah makanan yang memasak makanannya di tempat disediakan fasilitas tempat mencuci peralatan masak dan
makan di 69,2 sekolah. Upaya penyediaan menu gizi seimbang di kantin sekolah baru dilaksanakan oleh 7,7 sekolah.
Ruang UKS dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan yang menunjang, khususnya dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Tabel 15
menunjukkan kelengkapan yang tersedia di ruang UKS, Tabel
15 Sebaran sekolah berdasarkan ketersediaan peralatan dan
perlengkapan di ruang UKS
Peralatanperlengkapan ruang UKS n
Tempat tidur 13
100,0 Timbangan BB
8 61,5
Alat ukur TB 8
61,5 Kotak P3K dan obat-obatan cairan antiseptik, oralit, parasetamol
12 92,3
Lemari obat 6
46,2 Buku rujukan
7 53,8
Poster-poster 9 69,2
Struktur organisasi 6
46,2 Jadwal piket
5 38,5
Tempat cuci tanganwastafel 3
23,1 Data angka kesakitan murid
4 30,8
Ruang UKS yang sederhana hanya dilengkapi tempat tidur, timbangan BB, alat ukur TB dan kotak P3K. Seluruh sekolah telah melengkapi ruang UKS
dengan tempat tidur. Sebagian besar juga memiliki alat ukur BB dan TB masing- masing 61,5 dan kotak P3K 92,3. Tempat cuci tangan di ruang UKS baru
tersedia di-23,1 sekolah. Data angka kesakitan murid telah dimiliki 30,8 sekolah. Kriteria tipe UKS ideal yang dilengkapi dengan peralatan peralatan gigi
atau unit gigi serta contoh model organ tubuh dan rangka belum dipenuhi oleh seluruh sekolah.
Masalah kesehatan pada anak usia sekolah lanjutan erat kaitannya dengan penyalahgunaan NAPZA Depkes 2007, yang umumnya diawali dengan
konsumsi rokok. Sehingga penciptaan lingkungan sekolah yang sehat tidak terlepas dari peran sekolah untuk membebaskan lingkungannya dari berbagai hal
yang mengarah pada penyalahgunaan tersebut. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan adanya berbagai poster tentang bahaya rokok dan narkoba.
Sebanyak masing-masing 69,2 dan 61,5 sekolah memiliki poster bahaya rokok dan narkoba atau anjuran untuk tidak menggunakannya.
Berdasarkan penilaian pembinaan lingkungan sekolah sehat dengan menggunakan kriteria modifikasi dari kriteria Depkes 2007 tersebut maka
keragaan pembinaan lingkungan sekolah sehat dapat dikategorikan menjadi tiga.
Tabel di bawah ini menunjukkan sebagian besar sekolah 61,5 telah melaksanakan pembinaan lingkungan sehat dengan baik.
Tabel 16 Statistik dan sebaran sekolah berdasarkan kriteria modifikasi
pembinaan lingkungan sekolah sehat melalui UKS
Kategori n Cukup Baik
2 15,4
Baik 8 61,5
Sangat Baik 3
23,1 Total 13
100,0 Rataan ± simpangan baku
82,2 ± 6,0
Sekolah 15,4 dengan kategori cukup baik, kurang dalam mengoptimalkan kebun sekolah dan kantin sekolah, terutama sebagai sarana
pembelajaran siswa. Sedangkan hal tersebut berusaha dilaksanakan oleh sekolah dengan kategori sangat baik. Selain itu tersedianya peralatan dan
perlengkapan di ruang UKS, seperti KMS remaja dan buku rujukan menjadikan beberapa sekolah 23,1 terkategori sangat baik.
Dilihat dari pelaksanaan TRIAS UKS tersebut dapat dikategorikan keragaan UKS seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut,
Tabel 17 Statistik dan sebaran sekolah berdasarkan keragaan UKS yang
meliputi TRIAS UKS
Kategori n Cukup Baik
7 53,8
Baik 3 23,1
Sangat Baik 3
23,1 Total 13
100,0 Rataan ± simpangan baku
83,9 ± 5,3
Data pada tabel di atas menunjukkan, pelaksanaan UKS di sebagian besar sekolah belum optimal. Sebagian besar sekolah 53,8 memiliki
keragaan UKS yang masih tergolong cukup baik. Besarnya potensi UKS sebagai penumbuh budaya hidup sehat siswa, memiliki tantangan tersendiri dalam
pelaksanaannya. Salah satunya, pelibatan berbagai pihak, yang sangat dibutuhkan untuk menyukseskan seluruh kegiatan yang dilaksanakan UKS.
Dalam penelitiannya Effendi 2001 menyimpulkan kegiatan program UKS belum dilaksanakan secara efektif, salah satunya disebabkan masih lemahnya
koordinasi lintas sektor. Penilaian keragaan UKS yang dilihat dari pelaksanaan TRIAS UKS
melibatkan ketiga program pokok. Akan tetapi dalam penerapannya, ketiga program tersebut cenderung dilaksanakan secara terpisah. Berdasarkan
pengamatan, program pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan sehat
lebih banyak dilaksanakan melalui UKS. Adapun proses pendidikan kesehatan belum dilakukan secara optimal, terutama melalui kegiatan ektrakurikuler.
Sekolah yang tergolong melaksanakan keragaan UKS dengan sangat baik, cenderung telah melaksanakan TRIAS UKS dengan sangat baik pula.
Persentase terbesar keragaan UKS yang tergolong baik dimiliki oleh sekolah yang juga telah melaksanakan pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan
sehat dengan sangat baik, masing-masing sebanyak 40 dan 33,3. Namun dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan masih tergolong baik 28,6.
Sedangkan persentase terbesar sekolah dengan keragaan UKS cukup baik cenderung melaksanakan TRIAS UKS dengan cukup baik pula, masing-masing
sebanyak 100. Hal tersebut seperti yang ditunjukkan pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran sekolah berdasarkan keragaan UKS, pendidikan kesehatan,
pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sehat
TRIAS UKS Keragaan UKS
Total Cukup baik
Baik Sangat baik
n n
n n
Keragaan pendidikan kesehatan
Cukup baik 1
100,0 0,0
0,0 1 100,0
Baik 5
71,4 2
28,6 0,0
7 100,0 Sangat baik
1 20,0
1 20,0
3 60,0 5 100,0
Keragaan pelayanan kesehatan
Cukup baik 4
100,0 0,0
0,0 4 100,0
Baik 3
75,0 1
25,0 0,0
4 100,0 Sangat baik
0,0 2
40,0 3
60,0 5 100,0
Keragaan pembinaan lingkungan sekolah sehat
Cukup baik 2
100,0 0,0
0,0 2 100,0
Baik 5
62,5 2
25,0 1
12,5 8 100,0 Sangat baik
0,0 1
33,3 2
66,7 3 100,0
Keragaan Penyelenggaraan Pendidikan Gizi di Sekolah
Pendidikan gizi melalui UKS merupakan bagian dari pendidikan kesehatan. Secara intrakurikuler, seperti halnya dalam program pendidikan
kesehatan, penyampaian materi gizi dilakukan melalui berbagai bidang pelajaran seperti Ilmu Pengetahuan Alam IPA khususnya Biologi, Agama, Penjaskes dan
bimbingan penyuluhan BP atau di beberapa sekolah dikenal dengan BK Depkes 2003. Adapun contoh materi terkait gizi yang disampaikan melalui
intrakurikuler di berbagai mata pelajaran tersebut, khususnya untuk siswa kelas 8 dapat ditunjukkan pada Tabel 19.
Tabel 19 Contoh materi gizi dalam mata pelajaran siswa kelas 8
No. Materi
Mata Pelajaran Sub bab
1 Konsep dasar gizi
Biologi Makanan dan kandungan zat yang
ada di dalamnya Fungsi makanan dan pentingnya
ASI bagi Bayi Pencernaan makanan
2 Hubungan gizi dan
penyakit Biologi
Kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan
3 Pemilihan makanan
Agama Adab makan dan minum
4 Kebiasaan makan
dan gaya hidup
Bimbingan Konseling
Pola hidup sehat Menjalani pola hidup sehat
Secara ekstrakurikuler, selain dilakukan pada organisasi ekstrakurikuler, seperti PMR dan PC, penyampaian materi gizi juga dilakukan dengan adanya
penyuluhan secara masal. Materi kesehatan terkait gizi yang disampaikan melalui UKS berupa pengetahuan gizi dasar yang meliputi ilmu gizi, fungsi
makanan, dan zat gizi. Selain itu Pedoman Umum Gizi Seimbang PUGS yang berisi 13 pesan dasar untuk mencapai gizi seimbang juga disampaikan.
Pengenalan tanda kurang gizi, seperti pada penyakit anemia gizi besi, dan pemantauan pertumbuhan menggunakan KMS juga merupakan bagian materi
pendidikan gizi melalui UKS. Kebun sekolah dan kantin sekolah juga dapat dijadikan sarana pendidikan gizi. Kantin sekolah, selain menjadi pelayanan
kesehatan melalui UKS juga dapat menjadi bagian pendidikan gizi, baik untuk siswa maupun warga sekolah lainnya, seperti penjajah makanan Tim Pembina
UKS 2004. Proses pendidikan yang dilakukan beragam berdasarkan pendidik,
metode dan teknik, serta sarana atau alat pendidikan yang digunakan. Dengan demikian dalam penilaian keragaan penyelenggaraan pendidikan gizi
menggunakan ketiga komponen belajar tersebut.
a. Pendidik Gizi