menangani kasus-kasus merek yang muncul, yang kemudian dikaitkan dengan kondisi pengaturan merek dalam UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek dan peran
aparat penegak hukum dalam sistim peradilan pidana criminal justice system.
1. Kasus Tindak Pidana Memperdagangkan Suku Cadang Mobil Merek Daihatsu Putusan MA Tahun 2006
Oyong Liza Huslin Oyong pemilik toko Kimberly Motor di Jakarta Barat memperdagangkan barang-barang berupa suku cadang spare part mobil merek
Daihatsu yang palsu. Sementara sebagai agen tunggal pemegang lisensi yang ditunjuk oleh Daihatsu Motor Co.Ltd adalah PT. Astra Daihatsu Motor ditunjuk sebagai agen
tunggal pemegang merek Daihatsu di Indonesia. PT. Astra Daihatsu Motor ditunjuk sebagai agen tunggal pemegang merek
Daihatsu di Indonesia sejak tahun 1992 yang dituangkan dalam bentuk Ditributorship Agreement tertanggal 2 November 1992 dan Component Part Sales Agreement
tertanggal 25 Desember 1992 yang isi dari Agreement tersebut antara lain adalah: pemberian hak dari Daihatsu Motor Co.Ltd kepada PT. Astra Daihatsu Motor untuk
memproduksi dan memasarkan kendaraan motor Daihatsu dan suku cadang kendaraan Daihatsu.
Tuntutan pidana JaksaPenuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Barat tanggal 6 Desember 2004 menyatakan: Oyong terbukti bersalah melakukan tindak
pidana dengan sengaja dan tanpa hak memperdagangkan barang yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang tersebut merupakan hasil pelanggaran yang dimaksud
Universitas Sumatera Utara
dalam Pasal 91 UU No.15 Tahun 2001 sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 94 UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek.
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor: 1198Pid.B2004PN.Jkt.Bar, tanggal 28 Desember 2004 memutuskan bahwa Oyong
telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Memperdagangkan suatu barang yang diketahui atau patut diketahui merupakan
hasil pelanggaran atas merek dagang”. Menjatuhkan pidana kepada Oyong dengan pidana penjara selama 10 sepuluh bulan. Menetapkan pidana yang dijatuhkan tidak
perlu dijalankan, kecuali Oyong dalam masa percobaan selama 1 satu tahun, terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap melakukan perbuatan pidana dalam
perkara lain. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor: 133PID2005PT.DKI, tanggal 14
September 2005 memutuskan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat tanggal 28 Desember 2004 Nomor: 1198Pid.B2004PN.Jkt.Bar, yang dimintakan
banding dengan memperbaiki sekedar pidana yang dijatuhkan yang amar selengkapnya menyatakan Oyong secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana “Memperdagangkan suatu barang yang diketahui atau patut diketahui merupakan hasil pelanggaran atas merek dagang”. Menjatuhkan pidana kepada
Oyong dengan pidana penjara selama 10 sepuluh bulan. Berdasarkan kedua putusan tersebut, Pengadilan Tinggi Jakarta dalam
putusannya mengubah jenis pemidanaan dari pidana bersyarat menjadi pidana penjara dengan alasan penjualan suku cadang palsu oleh Oyong akan menambah tingkat
Universitas Sumatera Utara
kecelakaan lalu lintas jalan. JPU membantah jika majelis hakim Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa digunakannya suku cadang palsu mengakibatkan kecelakaan lalu
lintas meningkat, maka pendapat tersebut harus didasarkan pada suatu survey ataupun data statistik yang mendukung pendapat tersebut. Akan tetapi ternyata dalam
pertimbangan hukumnya hanya sebagai asumsi, sama sekali tidak ditampilkan hasil survey maupun data statistik yang menunjukkan adanya korelasi positif hubungan
antara penggunaan suku cadang palsu dengan tingkat kecelakaan lalu lintas. Majelis Hakim Mahkamah Agung memutuskan dengan menyatakan
membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor: 133PID2005PT.DKI tanggal 14 September 2005 yang memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Barat Nomor: 1198Pid.B2004 PN.JKT.BAR, tanggal 28 Desember 2004. Menurut Mahkamah Agung bahwa keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengubah
jenis pemidanaan dari pidana bersyarat menjadi pidana penjara tidak dapat dibenarkan. Alasan Mahkamah Agung sama dengan alasan-alasan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat bahwa pertimbangan Pengadilan Tinggi Jakarta bersifat subyektif dengan menyatakan perbuatan Oyong akan menambah tingkat kecelakaan lalu lintas
jalan raya, padahal pertimbangan tersebut tidak didukung oleh hasil survey yang membenarkannya.
Penerapan delik aduan dalam kasus ini terkait dengan pasal dalam UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek yang dikenakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat sesuai dengan tuntutan pidana JaksaPenuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Barat adalah Pasal 91 UU No.15 Tahun 2001 sebagaimana diatur dan
Universitas Sumatera Utara
diancam pidana dalam Pasal 94 UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek. Berdasarkan Pasal 95 UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek kedua pasal ini Pasal 91 jo Pasal 94
adalah delik aduan. Pihak yang mengadukan atas tindakan pemalsuan merek suku cadang
Daihatsu adalah PT. Astra Daihatsu Motor sebagai agen tunggal pemegang merek Daihatsu di Indonesia sebagai penerima hak lisensi dari dari Daihatsu Motor Co.Ltd
untuk memproduksi dan memasarkan kendaraan motor Daihatsu dan suku cadang kendaraan Daihatsu di Indonesia.
Dalam hal penerapan pembuktian berdasarkan pembuktian di sidang pengadilan terbukti bahwa suku cadang merek Daihatsu yang dijual Oyong terdiri
dari jenis-jenis Valve, Seal, Piston, Gasket Kit, dan Timing Belt, dengan ciri-ciri yaitu:
a. Valve Seal: yang asli ada striker genius, ada hologram bertuliskan Daihatsu,
ada stiker terdapat logo dan tulisan Daihatsu dan ada berkode. Sedang yang diduga palsu tidak ada stiker genius, tidak ada hologram Daihatsu dan tidak
ada berkode. b.
Piston yang asli pada box ada stiker dengan logo, tulisan Daihatsu dan berkode, ada hologram Daihatsu pada Piston, ada grafir bulat pada bagian atas
piston, ada tulisan Izumi pada piston bagian dalam. Sedangkan yang diduga palsu tidak ada berkode, tidak ada hologram, tidak ada grafir, di dalam piston
terdapat tulisan SK dan ART.
Universitas Sumatera Utara
c. Gasket Kit: yang asli pada box ada stiker dengan logo, tulisan Daihatsu dan
berkode, box bagian dalam ada lobang, bagian-bagian dari gasket kit dimasukkan ke dalam satu plastik. Sedangkan yang diduga palsu tidak ada
berkode, box bagian dalam tidak ada lubang. d.
Timing Belt yang asli pada box ada stiker dengan logo dan tulisan Daihatsu ada berkode, ada hologram Daihatsu. Sedangkan yang diduga palsu tidak ada
berkode dan hologram. Sementara persamaannya dengan merek Daihatsu yang asli adalah sama-sama
menggunakan merek dan logo Daihatsu. Daihatsu sudah terdaftar di Direktorat Merek Ditjen HKI Dep. Hukum dan HAM RI atas nama:
a. Daihatsu Motor Co.Ltd berkedudukan di 1-1 Daihatsu Cho, Ikeda, Osaka,
Japan, Nomor 495197, tertanggal 5 Desember 2001, kelas 12 dan jenis barang mobil-mobil dan alat bagiannya.
b. Daihatsu Motor Co.Ltd berkedudukan di 1-1 Daihatsu Cho, Ikeda, Osaka,
Japan, Nomor 410851, tertanggal 10 Maret 1998, kelas 7 dan jenis bagian untuk motor dan mesin kendaraan darat.
c. Daihatsu Motor Co.Ltd berkedudukan di 1-1, Daihatsu Cho, Ikeda, Osaka,
Japan, Nomor 410852, tertanggal 10 Maret 1998 kelas 7 dan jenis barang bagian-bagian untuk motor dan mesin kendaraan darat.
Persamaan pada pokoknya menurut Pasal 6 ayat 1 huruf a UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang
menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain, yang dapat menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penetapan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam
merek-merek tersebut. Hasil pembuktian pada persidangan terbukti bahwa barang-barang suku
cadang merek Daihatsu yang diperdagangkan oleh Oyong di tokonya memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek Daihatsu yang asli milik PT. Astra Daihatsu
Motor. Terdapat kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol pada Valve, Seal, Piston, Gasket Kit, dan Timing Belt antara merek yang di jual
Oyong dengan merek yang asli milik PT. Astra Daihatsu Motor. Menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penetapan, cara penulisan atau
kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam kedua merek tersebut.
Mahkamah Agung menjatuhkan sanksi pidana kepada Oyong dengan pidana penjara selama 10 sepuluh bulan dan menetapkan sanksi pidana kurungan bersyarat
yang dijatuhkan tidak perlu dijalankan, kecuali Oyong dalam masa percobaan selama 1 satu tahun, terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap melakukan perbuatan
pidana dalam perkara lain. Sanksi denda sebagaimana pada Pasal 91 UU No.15 Tahun 2001 tentang
Merek paling banyak Rp. 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah atau sanksi denda sebagaimana pada Pasal 94 ayat 1 paling banyak Rp.200.000.000,00
dua ratus juta rupiah, tidak dikenakan kepada terpidana Oyong. Oleh karena Mahkamah Agung menjatuhkan pidana bersyarat kepada Oyong dengan pidana
Universitas Sumatera Utara
penjara selama 10 sepuluh bulan tidak perlu dijalankan, kecuali Oyong dalam masa percobaan selama 1 satu tahun, terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap
melakukan perbuatan pidana dalam perkara lain.
2. Kasus Tindak Pidana Pemalsuan Merek Lem Castol Putusan MA Tahun 2007