orang tua angkat. Kecuali anak angkat tersebut nyata-nyata telah melakukan suatu perbuatan penghianatan, pembunuhan, percobaan pembunuhan
terhadap orang tua angkatnya.
C. PENGANGKATAN ANAK DALAM STAATSBLAD NOMOR 129 TAHUN 1917.
Pengangkatan anak merupakan suatu kebutuhan masyarakat dan dan menjadi bagian dari sistem hukum keluarga, karena menyangkut
kepentingan orang-perorang dalam keluarga. Lembaga pengangkatan anak yang telah ,enajdi bagian budaya masyarakat, akan mengikuti perkembangan
masyarakat itu sendiri. Fakta menunjukkan bahwa lembaga pengangkatan anak merupakan bagian dari hukum yang hidup dalam masyarakat, maka
pemerintah Hindia Belanda berusaha membuat suatu atauran yang tersendiri tentang pengangkatan anak ini, yaitu dengan dikeluarkannya Staatsbald
Nomor: 129 Tahun 1917, yang mengatur tentang pengangkatan anak. Khusus ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 15 mengatur pengangkatan
anak bagi golongan masyarakat Tionghoa. Sejak itulah Staatblad 1917 Nomor:129 menjadi ketentuan hukum tertulis yang mengatur pengangkatan
anak bagi kalangan masyarakat Tionghoa, dan tidak berlaku bagi masyarakat Indonesia Asli. Bagi masyarakat Indonesia asli berlaku hukum adat termasuk
di dalamnya adalah ketentuan hukum Islam.
70
1. Orang yang diperbolehkan mengangkat anak menurut Staatsblad Nomor: 129 Tahun 1917.
70
Opcit, Ahmad Kamil dan HM. Fauzan, hal.23.
Pasal 5 Staatsblad Nomor: 129 Tahun 1917 mengtur tentang siapa saja yang diperbolehkan mengangkat anak adalah sebagai berikut:
- Seoarng laki-laki beristri atau telah pernah beristri yang tidak mempunyai keturunan laki-laki, baik keturunan karena kelahiran
maupun keturunan karena pengangkatan anak, maka bolehlah ia mengangkat seoarng anak laki-laki sebagi anaknya. Ketentuan ini
hendak menyatakan bahwa pengangkatan anak hanya boleh dilakukan terhadap anak laki-laki, sedang pengangkatan anak
terhadap anak perempuan adalh tidak sah. Pada Ketentuan Pasal 5 ayat 2 Staatsblad 1917 Nomor: 129
disebutkan, pengangkatan anak yang demikian harus dilakukan oleh seorang laki-laki tersebut bersama-sama dengan istrinya atau
jika dilakukan setelah perkawinannya dibubarkan oleh dia sendiri.
- Ketentuan Pasal 5 ayat 3 Staatsblad 1917 Nomor: 129 menyatakan, apabila kepada seorang perempuan janda yang tidak
kawin lagi, oleh suaminya yang telah ,meninggal dunia, tidak ditinggalkan seorang keturunan sebagaimana termasuk ayat kesatu
pasal ini, maka bolehlah ia mengangkat seoarng laki-laki sebagai anak angkatnya. Sementara itu jika suami yang telah meninggal
dunia, dengan surat wasiat telah menyatakan tak menghendaki pengangkatan anak oleh iatrinya, maka pengangkatan itu tidak
boleh dilakukannya.
Dari ketentuan tersebut, maka yang boleh mngangkat anak adalah sepasang suami istri yang tidak memiliki anakanak laki-laki. Seorang janda
yang tidak mempunyai anak laki-laki ataupun seorang janda yang tidak mempunyai anak laki-laki, dengan catatan bahwa jand yang bersangkutan
tidak ditinggalkan berupa amanah, yaitu berupa surat wasiat adri suaminya yang menyatakan tidak mengehdaki pengangkatan anak. Dalam hal ini tidak
diatur secara konjret mengenai batasan usia dan apabila orang yang belum kawin melakukan perbuanatan pngangkatan anak.
2. Orang yang boleh diangkat menjadi anak angkat.