maka dia akan didudukkan dan diteriama dalam suatu posisi yang dipersamakan baik biologis maupun sosial yang sebelumnya tidak melekat
pada anak tersebut. Ter Haar, sebagaimana dikutip oleh Bushar Muhammad, menyatakan:
“.......bahwa dengan jalan suatu perbuatan hukum, dapatlah orang mempeengaruhi pergaulan-pergaulan yang berlaku sebagai ikatan
biologis, dan tertentu dalam kedudukan sosialnya, sebagai contoh dapat disebitkan : kawin ambil anak, atau “inlijfhuwelijk”. Kedudukan
yang dimaksud membawa dua kemugkinan, yaitu: a. Sebagai anak, sebagai anggota keluarga melanjutkan keturunan, sebagai ahli waris
yuridis; b. Sebagai anggota masyarakat sosial dan menuruttata cara adat, perbuatan pengangkatan anak itu pasti dilakukan dengan terang
dan tunai”.
53
Pendapat Ter Haar tersebut di atas secara jelas menyatakan bahwa seorang anak yang telah diangkat sebagai anak angkat, melahirkan hak-hak
yuridis dan sosial baik dalam aspek hukum kewarisan, kewajiban nafkah dan perlindungan anak, perkawinan, dan sosial kemasyarakatan. Dalam hukum
waris adat, anak angkat menerima hak-hak dan kewajiban sebagai ahli waris layaknya anak kandung baik materiil maupun immateriil. Benda materiil
misalnya: rumah, sawah, kebun, sapi atau ternak lainnya dan benda-benda lain. Termasuk hak immateriil, misalnya: gelar adat, kedudukan adat, dan
martabat keturunan. Da;lam bidang sosial kemasyrakatan, anak angkat mempunyai hak-hak sosial seperti mengahadiri upacara adat, cara
berpakaian tertentu pada upacara-upacara tertentu, menempati tempat- tempat adat tertentu seperti dikursi paling depan, dan lain-lain.
2. Prinsip hukum adat dalam perbuatan hukum pengangkatan anak.
53
Ter Haar, dalam Bushar Muhammad, Pokok-pokok Hukum Adat, pradnya Paramita, Jakarta, 1981, hal.29.
Prinsip hukum adat dalam suatu perbuatan hukum adalah terang dan tunai.
54
Terang adalah suatu prinsip legalitas, yang berarti bahwa perbuatan hu7kum itu dilakukan dihadapan dan diumumkan di depan orang banyak,
dengan resmi secara formal, dan telah dianggap semua orang mengetahuinya. Kata tunai, berarti berarti perbuatan itu akan selesai seketika
ketika pada saat itu juga, tidak mungkin ditarik kembali.
55
Sebagaimana dikutip oleh Bushar Muhammad, Ter Haar menyatakan:
Pertama-tama harus dikemukakan mengambil anak dari luar lingkungan keluarga kedalam lingkungan suatu klan atau kerabat
tertentu, maka akan dilepaskan dari lingkungan yang lama dengan serentak diberi imbalannya, pengggantinya berupa benda magis.
Setelah penggantian dan penukaran itu berlangsung, anak yang dipungut tersebut masuk ke dalam lingkungan kerabat yang
mengambilnya sebagai anak, inilah anak mengambil anak sebagai suatu perbutan tunai.
56
Surojo Wignjodipuro,
57
menyebutkan bahwa pengankatan anak dalam hal ini harus terang, artinya wajib dilakukan dengan upacara adat serta
dengan bantuan Kepala Adat. Kedudukan hukum anak yang diangkat demikian ini adalah sama dengan anak kandung dari pada suami istri yang
mengangkatnya, sedangkan hubungan kekeluargaan dengan orang tua sendiri secara adat menjadi putus, seperti terjadi didaerah Gayo, Nias dan
Lampung. Bushar Muhammad menjelaskan, memnurut tata cara adat, perbuatan
pengangkatan anak pasti dilakukan dengan terang dan tunai.
58
Terang artinya perbuatan hukum pengangkatan anak harus dilakukan di hadapan dan
diumumkan di depan orang banyak, dengan resmi formal, sehingga semua
54
Bushar Muhammad, Pokok-pokok Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1981, hal.29.
55
Ibid.
56
Ibid.
57
Op.cit, Muderis Zaini, hal.46.
58
Op.cit. Bushar Muhammad, hal.29.
orang di anggap telah mengetahui. Tuani berarti bahwa perabuatan pengangkatan anak itu akan selesai seketika itu juga pada saat terjadinya
acara pengangkatan anao secara terang tersebut.
3. Akibat hukum dalam pengangkatan anak menurut hukum adat.