Akibat hukum dalam pengangkatan anak menurut hukum adat.

orang di anggap telah mengetahui. Tuani berarti bahwa perabuatan pengangkatan anak itu akan selesai seketika itu juga pada saat terjadinya acara pengangkatan anao secara terang tersebut.

3. Akibat hukum dalam pengangkatan anak menurut hukum adat.

Dilihat dari aspek akibat hukum, pengangkatan anak menurut hukum adat tersebut, memilki segi persamaan dengan hukum adopsi yang dikenal dalam hukum barat, yaitu masuknya anak angkat kedalam keluarga orang tua yang mengangkatnya dan terputuslah hubungan keluarga dengan keluarga atau orang kandung dari anak angkat. Perbedaannya dalam hukum adat disyaratkan adanya suatu imbalan sebagai pengganti kepada orang tua kandung anak anak angkat. Pengganti tersebut biasanya berupa benda- benda yang dikeramatkan atu dipandang memiliki kekuatan magis. Dilihat dari segi motivasi pengangkatan anak, berbeda dengan motivasi pengangkatan anak yang terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yang menekankan bahwa perbuatan hukum pengangkatan anak harus didorong oleh motivasi semata-mata untuk kepentingan yang terbaik untuk anak yang akan diangkat. Dalam hukum adata, lebih ditekankan pada kekhawatiran calon orang tua angkat akan kepunahan, maka calon orang tua angkat keluarga yang tidak mempunyai anak mengambil dari lingkungan kekuasaan kekerabatannya yang dilakukan secara kekerabatan, maka anak yang diangkat itu kemudian memduduki seluruh kedudukan anak kandung ibu dan bapak yang mengangkatnya dan ia terlepas dari kekerabatan dari sanak asudaranya semula. Pengangkatan anak tersebut dilakukan dengan upacara-upacara dengan bantuan pemuka- pemuka rakyat atau penghulu-penghulu yang dilakukan secara terang karena dihadiri dan disaksikan oleh undangan dan khlayak ramai. 59 Bushar Muhammad, membagi pengangkatan anak dalam dua macam, yaitu: Adopsi langsung mengangkat anak, dan adopsi tidak langsung melalui perkawinan. 60 Nyentanayang adalah salah satu bentuk adopsi langsung mengangkat anak di Bali, yaitu pengangkatan anak yang dilakukan dengan cara mengambil anak dari lingkungan klan besa,r dari kaum keluarga, bahkan akhir-akhir ini sering terjadi diluar lingkungan keluarga. Apabila Istri tua tidak mempunyai anak, dan istri selir mempunyai anak, maka anak-anak tersebut diajdikan sebagai anak angkat darai istri tua. Apabila tidak ada anak laki-laki yang dapat diambil anak, dapat juga anak perempuan dipungut menjadi sentana, yang diankat menjadi fungsi rangkap, yaitu pertama dipisahkan dari kerabatnya sendiri dan dilepas dari ibu kandungnya sendiri dengan jalan dengan pembayaran adat, kemudian ia baru dihubungkan dengan kerabat yang mengangkat diperas. 61 Suami yang mengambil anak bertindak dengan persetujuan kerabatnya, lalu diumumkan dalam desa dan dari pihak kepala adat dikeluarkan ijin berupa akta yang disebut Surat Peras. Alasan pengangkatan semacam ini, didasarkan karena kekhawatiran akan kepunahan, malahan sesudah meninggalnya suami, istripun dapat mengangkat anak yang dengan mengangkat atas nama suami sebagai wakilnya. “Adopsi tidak langsung adalah apabila seseorang kawin, atau mengawinkan dan sesudah itu ia mengangkat seorang anak tirinya atau anak mantunya sebagai anak sendiri yang akan melanjutkan keturunan, kadang-kadang sebagai ahli waris sepenuhnya”. 62 59 Ibid, Bushar Muhammad, hal.30. 60 Ibid, Bushar Muhammad, hal.30. 61 Ibid, Bushar Muhammad, hal.30. 62 Ibid, Bushar muhammad, hal.33.

4. Orang yang diperbolehkan mengangkat anak dalam hukum adat.