Tinjauan tentang Sikap Anak

b. Pengertian Tentang Anak

Dalam hukum Islam tidak ada batasan khusus tentang definisi anak, dalam Surat an- Nisa ayat 9 disebutkan bahwa :

Artinya:"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meningggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan benar".

Dari ayat tersebut diketahui bahwa anak adalah seseorang yang masih lemah yang sangat membutuhkan pertolongna orang lain. Gambaran Dari ayat tersebut diketahui bahwa anak adalah seseorang yang masih lemah yang sangat membutuhkan pertolongna orang lain. Gambaran

1. Terangkat pertanggung jawaban seseorang dari tiga hal; orang yang tidur hinggga ia bangun; orang gila hingga ia sembuh; anak-anak hingga ia mimpi dan mengeluarkan air mani (ihtilam). (HR. Imam Empat)

2. Saya telah mengajukan diri kepada nabi SAW. Untuk ikut perang Uhud yang waktu itu saya berumur 14 tahun, beliau tidak mengizinkan aku. Dan aku mengajukan diri kepada beliau takkala perang khadaq, waktu itu umurku 15 tahun, dan beliau membolehkan aku (untuk mengikuti). (HR. Ibn' Umar)

3. Rasulullah SAW. Menikah dengan dia (Aisyah) dalam usia 6 tahun, dan beliau memboyongnya ketika berusia 9 tahun, dan beliau wafat pada waktu dia berusia 18 tahun (HR. Muslim)

Atas dasar Hadist tersebut, dalam kitab Kasyifah al Siya di jelaskan: "Tanda-tanda kedewasaan (baligh) seseorang itu ada 3 yaitu sempurnanya umur 15 tahun bagi pria dan wanita bermimpi (keluar mani) bagi laki-laki dan perempuan pada usia 9 tahun dan haid (menstruasi) bagi wanita usia 9 (sembilan) tahun".(Ahmad Rofiq, 2000: 82)

Berdasarkan pasal 45 KUHP menyatakan bahwa: "Anak adalah orang yang belum cukup umur", maksud belum cukup umur disini adalah mereka yang melakukan perbuatan sebelum umur 16 tahun, sedangkan pasal 91 ayat 4 menyebutkan "Anak dimaksudkan pula orang yang ada dibawah kekuasaan bapak" (Moeljatno, 1999: 37)

Menurut pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak merumuskan bahwa "Anak adalah seorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah kawin". Dalam penjelasan disebutkan pula batas usia 21 tahun ditetapkan oleh karena berdasarkan pertimbangan kematangan kepentingan usaha sosial, kematangan pribadi dan kematangan anak dicapai pada usia tersebut.

Sedangkan anak dalam Ilmu hukum adalah "Anak dimata hukum dianggap belum bisa mempertanggung jawabkan perbuatannya". (Agung Wahyono dan Siti Rahayu, 1993: 19)

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian anak adalah seorang yang belum mencapai usia 21 tahun yang masih berada di bawah kekuasaan orang tua, belum kawin dan belum dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya.

c. Perbedaaan antara Sikap Anak dalam Keluarga Utuh dengan Keluarga yang Bercerai

Keluarga merupakan bentuk interaksi sosial yang merupakan hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antar anggota keluarga. Keluarga merupakan kelompok sosial paling kecil, merupakan tempat anak mengadakan interaksi sosial yang pertama. Ayah, Ibu, saudara-saudara merupakan orang pertama yang mengajarkan kepada anak-anak cara dan sikap hidup dengan orang lain.

Keluarga yang dilandasi rasa kasih sayang, pengertian, saling menghormati, tolong menolong maka akan memberikan kemudahan bagi anak untuk bergaul di lingkungan yang lebih luas. Tetapi apabila dalam keluarga terdapat berbagai permasalahan seperti pertengkaran, perbedaan secara terus menerus, tidak ada perhatian dan toleransi maka akan menyulitkan anak dalam pergaulannya.

Dalam keluarga yang ideal maka hubungan ibu ayah dan anak- anaknya berdasarkan kasih sayang. Kasih sayang ini direalisasikan dalam bentuk memenuhi semua kebutuhan, baik secara rohani misalnya anak mendapatkan perlindungan, pelukan, belaian dan perhatian, sehingga hal ini akan menimbulkan sikap positif pada anak serta dalam pertumbuhan dan perkembangan mental mereka akan lebih baik karena mereka merasa mendapat perhatian dari orang tua.

Anak yang orang tuanya bercerai lebih cenderung untuk menunjukkan gangguan perkembangan dari pada anak yang dibesarkan dalam keluarga utuh. Namun sulit untuk membedakan apakah gangguan- .gangguan tersebut disebabkan oleh trauma yang dialami anak selama kemelut sebelum perceraian atau karena perceraian itu sendiri. Meskipun kecenderungan anak tersebut untuk mendapatkan gangguan di dalam Anak yang orang tuanya bercerai lebih cenderung untuk menunjukkan gangguan perkembangan dari pada anak yang dibesarkan dalam keluarga utuh. Namun sulit untuk membedakan apakah gangguan- .gangguan tersebut disebabkan oleh trauma yang dialami anak selama kemelut sebelum perceraian atau karena perceraian itu sendiri. Meskipun kecenderungan anak tersebut untuk mendapatkan gangguan di dalam

Bagi seorang anak perceraian baru menjadi nyata bila salah satu dari orang tua meninggalkannya. Untuk menerima kenyataan ini seringkali memakan waktu yang cukup lama. Hampir semua anak merasakan perceraian itu sebagai kejadian yang menyakitkan dan mengacaukan hidup mereka. Penderitaan yang mereka rasakan biasanya disebabkan oleh rasa takut, baik yang mendasar maupun yang tidak.

Menurut pendapat A.H.Markum (1999) yang di kutip dalam skripsi Juliarti, Triwik (2002: 19) anak-anak yang orang tuanya baru bercerai pada umumnya merasa:

" a) Sedih, karena harus berpisah dengan salah satu orang tuanya.

b) Khawatir, melihat orang tuanya dalam keadaan sedih.

c) Kesepian

d) Malu atas tingkah laku orang tuanya.

e) Bersalah, atas kenakalan yang pernah dilakukannya, yang dalam khayala mereka mungkin dianggap penyebab perceraian orang tuanya.

f) Takut dan malu bahwa mereka sekarang berbeda dengan kawan- kawannya".

Banyak ilmuwan sosial telah mendapat penemuan-penemuan serupa tentang masalah-masalah sikap dan tingkah laku di antara anak-anak dari perkawinan-perkawinan yang bermasalah, seperti yang diungkapkan oleh Gottman John (1999) yang di kutip dalam skipsi Julianti Triwik, (2002 : 19) “Penelitian itu membuktikan bahwa perceraian dan konflik perkawinan dapat

menempatkan anak-anak pada suatu lintasan yang menjurus pada masalah- masalah besar dikemudian hari. Kesulitan dapat dimulai pada masa awal kanak-kanak dengan ketrampilan-ketrampilan pergaulan yang buruk dan tingkah laku yang nakal, yang menjurus pada penolakan oleh rekan sebaya. Orang tua, karena terganggu oleh masalah-masalah mereka sendiri, kurang menempatkan anak-anak pada suatu lintasan yang menjurus pada masalah- masalah besar dikemudian hari. Kesulitan dapat dimulai pada masa awal kanak-kanak dengan ketrampilan-ketrampilan pergaulan yang buruk dan tingkah laku yang nakal, yang menjurus pada penolakan oleh rekan sebaya. Orang tua, karena terganggu oleh masalah-masalah mereka sendiri, kurang

Sebagian anak menunjukkan reaksi yang negatif yang tampak pada sikap dan perilaku mereka, seperti minat belajar yang menurun, nilai pelajaran yang menurun, sering membolos sekolah, adanya keresahan yang berlebihan, sering melamun, atau sebaliknya menjadi sangat nakal. Sebagian anak bisa lebih cepat menyesuaikan diri, akan tampak adanya kemajuan yang pesat dalam bidang pelajaran, aktif dalam organisasi didalam maupun di luar sekolah dan masyarakat. Hubungan orang tua dan anak pasca perceraian tidak berarti terputus. Yang terjadi adalah perubahan dalam pola hubungan tersebut. Demikian pula hubungan anak dengan kedua orang tua tidak terputus setelah perceraian. Sedangkan anak yang sudah memasuki pada pernikahan pertamanya akan mengalami ketidakstabilan karena diantara mereka tidak begitu bahagia dalam pernikahannya terlihat mereka lebih tegang dalam menjalin hubungan dengan pasangannya hal ini di karenakan trauma terhadap perceraian yang ada di dalam keluarganya.

Jadi dari uraian diatas mengungkapkan bagaimana perceraian orang tua mempengaruhi sikap anak dalam pergaulan, anak yang orang tuanya bercerai akan menghadapi lebih banyak stress, kurang puas dengan keluarga dan teman-temannya dalam pergaulan, mengalami lebih banyak kecemasan dan berkurangnya kemampuan untuk mengatasi masalah dalam kehidupannya. Sedangkan bagi anak yang sudah memasuki usia penikahan mereka cenderung kurang bahagia terjadi ketegangan dalam kehidupan perkawinannya dikarenakan rasa trauma terhadap putusnya perkawinan dalam keluarganya.