Produksi Gambar / Shoting Film
1. Produksi Gambar / Shoting Film
Gambar 122. Mengejar angle yang baik
Proses dan teknik shoting pada program film tidak berbeda dengan shoting pada program televisi/video yang telah banyak dibicarakan pada Bab V. Yang penting di sini adalah managemen produksi. Bagaimana produser mengorgasisasikan dan mengkoordinasikan kegiatan produksi mulai langkah persiapan, pelaksanaan sampai pada langkah evaluasi. Kaberhasilan produksi akan sangat ditentukan oleh semua komponen yang terkait dalam melaksanakan tugas dan fungsinya serta kerjasama yang baik saling menguntungkan seluruh komponen dalam organisasi produksi mulai dari produser, sutradara, pemeran, crew sampai pada komponen driver sekalipun. Semua komponen penting dan sekecil apapun peran masing-masing akan ikut menentukan kualitas hasil produksi.
Hasil pengelolaan dan koordinasi akan terwujud adanya jadwal kegiatan dari program produksi lengkap dengan informasi tentang waktu, peralatan, bahan, orang yang terlibat dan sebagainya. Dengan demikian jadwal ini akan dapat digunakan bagi seluruh komponen untuk melaksanakan tugas masing-masing.
Jadwal harian merupakan operasionalisasi dari jadwal program tersebut. Biasanya akan banyak memuat kegiatan persiapan/petunjuk operasional pelaksanaan program. Misalnya dalam pelaksanaan pengambilan gambar/shoting, semua kegiatan Jadwal harian merupakan operasionalisasi dari jadwal program tersebut. Biasanya akan banyak memuat kegiatan persiapan/petunjuk operasional pelaksanaan program. Misalnya dalam pelaksanaan pengambilan gambar/shoting, semua kegiatan
Clapperboardman bertugas untuk menyiapkan shoting
harian, mengoperasikan clapperboard dan mencatat shoting.
Hal ini sangat penting untuk dapat mencari dengan mudah bagian- bagian hasil shoting untuk keperluan editing selanjutnya. Apalagi pengambilan gambar oleh camera diulang-ulang untuk mendapatkan gambar dengan angel/sudut serta kualitas yang sempurna. Pada waktu sutradara memberi perintah shot/record yang direkam oleh kamera adalah clapperboard dulu yang sudah terdapat tulisan shot 1, 2, 3 dan seterusnya. Seterusnya seorang pencatat shoting mencatat pada buku shoting informasi tentang lokasi, jam, nomor pada naskah, nomor urut shoting, ulangan 1,
2, 3 dan seterusnya serta nomer counter pada camera, kaset nomer berapa dan sebagainya. Kelengkapan informasi dari pencatat shoting akan sangat membantu editor dalam memilih dan memadukan gambar.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan gambar diantaranya adalah,
a. Angle pengambilan gambar. Angle kamera yang baik mampu membuat apresiasi yang sama bagi penonton film. Setiap kali kamera digerakkan yang berarti perubahan angle pengambilan, penonton dibawa ke titik pandang yang baru. Oleh karena penonton tidak mau digerakkan seenaknya, maka perubahan engle pengambilan gambar/kamera harus diperhitungkan secara cermat. Rangkaian shoot-shoot yang membentuk squence harus direkam dengan penataan yang progresive, impresive, pengkontrasan, pengulangan secara tersendiri atau dalam kombinasi. Jangan sampai membuat berbagai jenis shoot aneh dan campur aduk. Film harus membuat kejutan visual bagi penonton dengan cara menyajikan gambar visual yang selalu baru dan segar, jenis shoot yang berbeda-beda, ukuran gambar yang berubah-ubah, dan pola yang sulit diduga. Misalnya satu seri dari close up disusul oleh extrem long shoot atau sebaliknya. Gambar harus diperhitungkan skalanya dalam sebuah shoot dan dalam rangkaian shoot selanjutnya. Gerakan artis atau kamera harus selalu ditukarkan, dipindahkan, diputar-balik jangan sampai hanya mempertahankan ulangan pola yang itu-itu saja agar gambar menjadi dinamis dan tidak membosankan. Setting harus dapat dilihat dari segala sisi jangan monoton dari depan saja.Keanekaragaman gambar visual yang disajikan akan mampu membuat penonton terkekang dan tertarik dengan apa yang sedang dilihat dan yang akan dilihat berikutnya. Penonton harus a. Angle pengambilan gambar. Angle kamera yang baik mampu membuat apresiasi yang sama bagi penonton film. Setiap kali kamera digerakkan yang berarti perubahan angle pengambilan, penonton dibawa ke titik pandang yang baru. Oleh karena penonton tidak mau digerakkan seenaknya, maka perubahan engle pengambilan gambar/kamera harus diperhitungkan secara cermat. Rangkaian shoot-shoot yang membentuk squence harus direkam dengan penataan yang progresive, impresive, pengkontrasan, pengulangan secara tersendiri atau dalam kombinasi. Jangan sampai membuat berbagai jenis shoot aneh dan campur aduk. Film harus membuat kejutan visual bagi penonton dengan cara menyajikan gambar visual yang selalu baru dan segar, jenis shoot yang berbeda-beda, ukuran gambar yang berubah-ubah, dan pola yang sulit diduga. Misalnya satu seri dari close up disusul oleh extrem long shoot atau sebaliknya. Gambar harus diperhitungkan skalanya dalam sebuah shoot dan dalam rangkaian shoot selanjutnya. Gerakan artis atau kamera harus selalu ditukarkan, dipindahkan, diputar-balik jangan sampai hanya mempertahankan ulangan pola yang itu-itu saja agar gambar menjadi dinamis dan tidak membosankan. Setting harus dapat dilihat dari segala sisi jangan monoton dari depan saja.Keanekaragaman gambar visual yang disajikan akan mampu membuat penonton terkekang dan tertarik dengan apa yang sedang dilihat dan yang akan dilihat berikutnya. Penonton harus
Kamerawan film noncerita harus mempertimbangkan lebih banyak pengambilan angle kamera lewat bahu ( poi n of vi ew ), dalam rangka melibatkan penonton pada subyek. Secara berseling penonton harus dibawa kedalam gambar dan berdiri bersama pemain dan memandang pemain lainnya, menyaksikan dan action dari angel bagian dalam. Dengan demikian penonton akan lebih siap menyatukan dirinya pada pemain dalam film dan menjadi lebih terpikat pada pesan yang terkandung dalam film yang ditontonnya.
Juru kamera film dokumenter lebih beruntung karena boleh memiliki kebebasan dalam shoting atau pengambilan gambar. Bahkan memperbolehkan subyek/pemeran menatap langsung pada kamera. Subyek-subyek seperti seorang insinyur, pedagang, atau pimpinan perusahaan dapat ditampilkan dalam hubungan pemain-penonton dari mata-ke-mata sehingga penyampaian pesan film menjadi lebih kuat.
Angel kamera yang paling sulit yaitu pengambilan pada suatu seting/penataan yang subyektif dimana kamera harus menggantikan tempat seorang pelaku yang harus berhubungan dengan pelaku lainnya dalam gambar.
Penggunaan angle kamera yang dipikirkan dengan matang akan menambah keragaman dan kesan pada penuturan cerita. Harus dipilih angel kamera yang didisain untuk menangkap, menahan dan menunjukkan jalan pada lanjutan interest penonton.
Berbagai jenis angel dan gerakan kamera dapat dipelajari lagi pada Bab. V yaitu seperti ELS, LS, MS, Two Shoot, CU, Sum, Tilt, dolly, dan sebagainya.
b. Kontinuiti. Dalam pengambilan gambar/shoting harus memperhatikan kontinuiti arah di sepanjang sequence yng menggambarkan action yang bersinambungan, tanpa ada time lapse. Gerakan, posisi dan arah pandangan harus klop pada sisi shot yang akan bersinambung langsung. Semua pemain harus disajikan dengan baik dalam shoot-shoot cut in ataupun cut away dengan arah pandangan yang betul-betul klop. Poros action harus digambarkan ulang pada setiap akhir segala macam shoot dimana perubahan pemain dan kamera telah menyebabkan timbulnya perubahan poros asli. Hal penting yang perlu diingat bahwa gerakan atau pandangan pemain harus sama pada setiap sisi dari shoot yang akan bersambung klop. Oleh karena itu gerakan atau arah pandang pada awal dan akhir setiap shoot harus dicatat, dan poros baru digaris melalui pemain pada akhir shoot.
Segala sesuatu dapat berubah ketika shot sedang berlangsung. Padawaktu pemain action kamera boleh melakukan gerakan pan atau dolly kesegala arah mengikuti gerakan pemain. Tidak boleh ada perubahan antara shoot, yang akan disambung langsungkan secara klop.
c. Penyambungan dengan transisi. Terdapat beberapa teknik transisi sebagai penyambungan antara scene atau antar shoot yaitu transisi pictorial dan transisi suara. Transisi piktorial yang paling mudah adalah menggunakan title/caption yang menerangkan tempat dan waktu setting atau penjelasan dari scene atau shoot yang disajikan. Transisi ini untuk menjambatani perpindahan shoot dengan tujuan untuk menghindari scr een di r ect i on yang tidak pas/klop. Transisi pictorial dilakukan dengan cara optik yaitu mode Fade, Di ssol ve dan Wi pe . Mode transisi fade yaitu fade in dimana layar yang gelap lalu menjadi terang secara perlahan-lahan. Fade out , layar yang terang kemudian menjadi gelap perlahan-lahan. Fade i n digunakan untuk mengawali sebuah cerita atau sequence , sedangkan f ade out untuk mengakhirinya. Di ssol ve , yaitu membaurkan/ menumpangkan suatu scene pada scene lainnya. Atau f ade i n yang disuperifuse pada f ade out . Atau menghilangkan citra gambar pada scene pertama dan memunculkan citra gambar scene kedua secara perlahan dalam waktu yang bersamaan. Di ssol ve digunakan untuk menanggulangi penghilangan waktu ( t i me l apse ) atau untuk menghaluskan pergantian scene supaya tidak merasa mendadak atau mengejutkan. Wipe merupakan efek optikal yang membuat seolah-olah suatu scene didorong/dihapus oleh scene yang lain. Gerakan penghapusan bermacam-macam yaitu horisontal, vertikal, diagonal dan sebagainya. Proses transisi dapat dilakukan dengan kamera yang harus diseting sebelum kamera digunakan untuk merekam gambar.
d. Komposisi. Kerja kamera yang baik adalah mulai dari komposisi. Juru kamera bertugas membuat komposisi adegan/ scene , menata aneka unsur gambar ( garis, ruang, bidang, masa-masa dan gerakan) kedalam suatu gabungan yang serasi, sebelum menata pencahayaan, gerakan kamera/pemeran, br eakdown sequence shoot demi shoot dan menetapkan angl e kamera yang dibutuhkan untuk shoting suatu action. Juru kamera bisa memilih engl e dengan sudut pandang kamera yang terbaik sebagai konsekuensi penetapan komposisi yang terbaik/yang paling cocok. Untuk penataan komposisi setiap shoot juru kamera harus menjawab pertanyaan ” Apa yang bisa kulakukan agar subyek ini menunjang penuturan cerita?”. Action para pemain dan setting selalu membutuhkan penataan komposisi. Seorang juru kamera harus akrab dengan anekaragam karakteristik garis, d. Komposisi. Kerja kamera yang baik adalah mulai dari komposisi. Juru kamera bertugas membuat komposisi adegan/ scene , menata aneka unsur gambar ( garis, ruang, bidang, masa-masa dan gerakan) kedalam suatu gabungan yang serasi, sebelum menata pencahayaan, gerakan kamera/pemeran, br eakdown sequence shoot demi shoot dan menetapkan angl e kamera yang dibutuhkan untuk shoting suatu action. Juru kamera bisa memilih engl e dengan sudut pandang kamera yang terbaik sebagai konsekuensi penetapan komposisi yang terbaik/yang paling cocok. Untuk penataan komposisi setiap shoot juru kamera harus menjawab pertanyaan ” Apa yang bisa kulakukan agar subyek ini menunjang penuturan cerita?”. Action para pemain dan setting selalu membutuhkan penataan komposisi. Seorang juru kamera harus akrab dengan anekaragam karakteristik garis,
Disamping beberapa hal diatas tentunya masih terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan agar diperoleh kulitas gambar yang maksimal dan menarik bagi penonton diantaranya pencahayaan yang tepat. Pencahayaan juga dapat menciptakan pusat perhatian dengan cara membuat subyek utama mendapatkan cahaya yang paling terang. Pengaturan fokus sangat menentukan kualitas gambar. Gambar yang paling jelas/fokus menjadi pusat perhatian. Oleh karena itu juru kamera harus membidikkan kameranya selalu pada subyek utama pada setiap framenya dan mengatur untuk mendapatkan focus yang paling tepat.