Analisis Kondisi Fiskal Pemerintah Pidie Jaya dan Belanja Kesehatannya
6.1 Analisis Kondisi Fiskal Pemerintah Pidie Jaya dan Belanja Kesehatannya
Ringkasan anggaran pendapatan dan belanja daerah Pidie Jaya yang telah dipaparkan di hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam rangka investasi, pemerintah Pidie Jaya melakukan transaksi keuangan pembiayaan daerah sejumlah Rp.1,000,000,000,- di tahun 2013. Hal ini sejalan dengan Permendagri nomor 13 tahun 2006 pasal 22 ayat 1 tentang pengelolaan keuangan daerah yang menyatakan bahwa pembiayaan keuangan berupa investasi adalah semua transaksi keuangan yang dilakukan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus (Permendagri 2006)
Menurut hasil laporan keuangan daerah kabupaten Pidie Jaya, dalam kurun waktu 5 tahun, mulai dari tahun 2008 sampai tahun 2013 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran rata-rata (SiLPA) Pidie Jaya mencapai 2% dari keseluruhan APBD Pidie Jaya setiap tahunnya (Bappeda 2013). Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Pidie Jaya masih belum mampu melaksanakan APBD-nya dengan baik. Adanya dana SiLPA mencapai 2% selama 5 tahun terakhir ini sangat berlawanan dengan kondisi pembiayaan untuk SKPD-SKPD di Pidie jaya, terutama SKPD Dinas kesehatan yang bahkan masih belum mapu mencukupi total anggaran yang dibutuhkan untuk pembiayaan program-program kesehatannya.
Hal ini terungkap dari hasil wawancara dengan informan dari pihak Dinas kesehatan yang menyebutkan bahwa pembiayaan untuk kesehatan masih belum mencukupi selama ini khususnya untuk pembiayaan indikator SPM masih minim anggarannya.
Padahal, dari hasil wawancara mendalam, penulis mendapati bahwa sisa anggaran rata-rata setiap tahun tersebut masih bisa dialokasikan ke SKPD-SKPD tertentu berdasarkan keputusan bersama dalam pembahasan perubahan APBD.
Selain itu, peraturan perundangan Pasal 161 ayat 2 Permendagri nomor 13 tahun 2006 juga mengharuskkan pemerintah daerah untuk menggunakan dana saldo anggaran lebih tahun sebelumnya. Penggunaan dana tersebut salah satunya untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang capaian target kinerjanya dapat ditingkatkan lagi dari yang telah ditetapkan semula dengan salah satu syarat kegiatan tersebut harus dapat diselesaikan sampai dengan batas akhir penyelesaian pembayaran tahun anggaran berjalan (Permendagri 2006).
Oleh karena itu, dari hasil analisis tersebut, maka Dinas kesehatan hendaknya dapat menyiasati kondisi fiskal pemerintah Pidie Jaya ini untuk mengupayakan dana sisa anggaran tahun sebelumnya tersebut untuk kegiatan kesehatan yang perlu ditingkatkan lagi kinerjanya.
Apabila selama ini pembiayaan untuk program-program khususnya untuk SPM dan MDGs masih kurang, maka untuk menyiasatinya dapat melakukan pendekatan teknokratik yang melakukan pendekatan dengan cara berpikir yang alamiah serta berdasarkan data yang mendukung.
Hasil penelitian menunjukkan total anggaran untuk kesehatan mencapai 10,58% layaknya persentase dari laporan PECAPP Aceh (2014), namun total belanja kesehatan di tahun 2013 tersebut tenyata lebih rendah dari rata-rata total belanja kesehatan kab/kota Aceh lainnya, seperti yang digambarkan dalam grafik berikut ini:
Grafik 6.1 Total Belanja kesehatan Pidie Jaya tahun 2008-2013
Dari hasil kajian penelitian, juga didapat bahwa setelah dikurangi gaji pegawai, pembiayaan kesehatan di Pidie Jaya hanya menghabiskan sekitar 3,60 persen dari total APBD-nya. Persentase ini masih kurang optimal mengingat jumlah persentase yang diamanahkan dalam Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan adalah setiap Dari hasil kajian penelitian, juga didapat bahwa setelah dikurangi gaji pegawai, pembiayaan kesehatan di Pidie Jaya hanya menghabiskan sekitar 3,60 persen dari total APBD-nya. Persentase ini masih kurang optimal mengingat jumlah persentase yang diamanahkan dalam Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan adalah setiap
Apabila ditelaah kembali RPJMD Pidie Jaya yang terbaru, jelasa disebutkan bahwa pembiayaan program/kegiatan yang menjadi prioritas paling utama Pidie Jaya tahun 2014- 2019 adalah alokasi anggaran untuk bidang pendidikan dan untuk kesehatan. Di sini, ditambahkan bahwa setiap program/kegiatan yang belanja pengeluaran dan pembiayaannya bersifat wajib dan mengikat adalah program/kegiatan yang berhubungan langsung dengan kepentingan publik, bersifat monumental, berskala besar, dan memiliki kepentingan dan nilai manfaat yang tinggi, serta memberikan dampak luas pada masyarakat dengan daya ungkit yang tinggi pada capaian visi dan misi kepala daerah. Oleh karena itu, penting untuk kepala Dinas kesehatan mensikronisasikan program/kegiatan kesehatan pilihan yang memenuhi persyaratan tersebut agar dapat memenangkan prioritas utama dalam pembiayaan di Pidie Jaya ini terutama dalam pemanfaatan sisa anggaran rata-rata setiap tahunnya ini.
Selain itu, dalam laporan keuangan daerah kabupaten Pidie Jaya disebutkan bahwa proyeksi kapasitas riil kemampuan keuangan kabupaten Pidie Jaya untuk 5 (lima) tahun ke depan akan mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini terutama dikarenakan peningkatan 2 sumber penerimaan daerah yang paling utama, yaitu: (1) dari transfer dana Otsus (Otonomi Khusus) pemerintah Provinsi Aceh, (2) dan dari penambahan dana perimbangan dari pemerintah pusat yang dilakukan setiap tahunnya. Pertambahan rata-rata kemampuan keuangan Pidie Jaya ini diproyeksikan akan mencapai 3,35% tiap tahunnya atau sekitar 7.99 Millyar Rupiah per tahun hingga akhir RPJMD 2014-2019 (Bappeda 2013).
Maka, sudah selayaknya hasil proyeksi riil ini dikaitkan dengan hasil penelitian tentang total alokasi APBD untuk belanja kesehatan menjadi fondasi penting untuk pertimbangan stakeholder kesehatan dalam perencanaan anggaran kesehatan ke depannya. Sehingga, dengan begitu diharapkan total belanja menurut amanah UU no 36 tahun 2009 ini dapat terpenuhi di tahun-tahun berikutnya.