Rumusan Perencanaan Anggaran Kesehatan di Pidie Jaya untuk Tahun Berikutnya
6.4 Rumusan Perencanaan Anggaran Kesehatan di Pidie Jaya untuk Tahun Berikutnya
Pembahasan terkait perencanaan anggaran kesehatan untuk tahun berikutnya pertama- tama dapat dilihat dari kemampuan fiskal kabupaten Pidie Jaya. Data tren positif kapasitas riil kemampuan keuangan kabupaten Pidie Jaya yang peningkatannya mencapai 7,99 milyar setiap tahunnya dapat dimanfaatkan untuk peningkatan pembiayaan program kesehatan di Pidie Jaya.
Rencana program dan anggaran kegiatan yang diusulkan oleh Dinas kesehatan selama ini yang masih berdasarkan historical budgeting adalah salah satu ketidak wajaran mengingat peraturan perundangan untuk perencanaan dan penganggaran keuangan publik tertera jelas haruslah sejalan dengan UU nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan dan pembangunan nasional dan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara. Sistem perencanaan dan penganggaran berdasarkan peraturan perundangan tersebut dimulai penyusunannya berdasarkan RPJP nasional yang dijabarkan dalam bentuk RPJM nasional selanjutnya dijabarkan lagi dalam bentuk RKP nasional. Penjabaran yang sama juga terjadi untuk daerah. Di tingkat Kabupaten/Kotaperencanaan dan penganggaran dimulai dari RPJP daerah dijabarkan menjadi RPJM daerah dan kemudian dijabarakan dalam RKP daerah. Ketiga hal tersebut merupakan pedoman penting dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran sementara (PPAs) sebagai acuan dasar penyusunan RKA SKPD.
Ada hal penting yang menjembatani setiap penjabaran tersebut yaitu proses Musrenbang. Musrenbang berperan dalam hal menserasikan keinginan masyarakat atau perencanaan dari bawah dengan kebijakan dari pusat pada saat Musrenbangnas.
Penulis melihat di sini, apabila perencanaan dan penganggaran kabupaten Pidie Jaya masih dalam bentuk historical budgeting, maka dapat dianalisa ada beberapa faktor penyebabnya antara lain kurangnya komitmen pemerintah terhadap pembiayaan kesehatan di Pidie Jaya, SDM perencanaan anggaran yang masih belum memahami tugas dan fungsinya serta anggaran yang teralokasikan untuk kesehatan yang memang masih belum memadai.
Hal ini diutarakan penulis melihat adanya informasi yang didapat terkait proses perencanaan yang masih sangat didominasi oleh kepentingan-kepentingan politik, dimana bisa dilihat bahwa meskipun pembiayaan kesehatan disebutkan dalam RPJMD-nya sebagai salah satu prioritas, namun visi dan misi kabupaten Pidie Jaya masih belum ada warna kesehatannya.
Dalam hal ini, bisa dilihat tidak selamanya pembiayaan untuk sector kesehatan rendah dikarenakan anggarannya yang memang rendah, tapi peran segenap stakeholder sangat diharapkan mengingat kesehatan adalah kebutuhan esensial untuk setiap orang.
Dari hasil penelitian di dapat juga bahwa pada tahun 2013, total APBD untuk kesehatan hanya mencapai 3,60% di luar gaji. Rendahnya anggaran kesehatan di luar gaji ini lah yang menyebabkan rendahnya pembiayaan untuk program-program Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Maka, kedepannya agar pembiayaan kesehatan dapat sejalan dengan amanah UU nomor 36 tahun 2009, peningkatan APBD tiap tahunnya ini bisa digunakan untuk peningkatan pembiayaan kesehatan. Di sisi lain, penambahan anggaran untuk program- program yang belum tercapai kinerjanya bisa diupayakan dengan memanfaatkan sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) rata-rata yang mencapai 2% setiap tahunnya. Pemanfaatan dana SiLPA kesehatan dapat diupayakan dengan memenuhi kriteria antara lain: (1) program kesehatan yang diusulkan tersebut disetujui oleh DPRD dalam perubahan APBD, (2) program yang diusulkan harus dapat dilaksanakan maksimal sampai batas akhir penyelesaian pembayaran tahun anggaran berjalan dan (3) merupakan kegiatan yang memiliki daya ungkit yang tinggi terhadap capaian visi dan misi kepala daerah. Dalam hal ini, SKPD kesehatan khususnya kepala Dinas kesehatan harus lebih mampu mengkaitkan esensialnya pembiayaan kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang secara tidak langsung akan berdampak terhadap produktivitas dan keberhasilan dari sektor-sektor pembangunan lainnya.
Dalam rangka memobilisasi dana untuk kesehatan kedepannya juga dapat diupayakan dengan cara berkoordinasi dengan lembaga atau SKPD lainnya terutama Dinas pendidikan untuk pembiayaan Upaya Kesehatan Sekolah yang masih sangat kurang kegiatannya di Pidie Jaya serta mengakses dana perdesaan tertinggal dari kementerian perecepatan daerah tertinggal.
Perencanaan anggaran kedepannya perlu mengoptimalkan peran masing-masing Dinas kesehatan dan RSUD sejalan dengan adanya perubahan strukturisasi penyelenggaran Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2014-2019. Dalam Restrukturisasi tersebut disebutkan bahwa Dinas kesehatan Kabupaten/Kotadibiayai oleh APBD memiliki tanggung jawab mutlak untuk menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) di daerahnya dengan memfokuskan pembiayaan yang cukup untuk UKM. Sedangkan untuk Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tanggung jawab pembiayaannya diserahkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial yang diselenggarakan oleh RSUD kabupaten/kota.
Sedangkan dari hasil analisis pembiayaan kesehatan berdasarkan program, maka perencanaan anggarannya dapat disarankan kedepannya:
1. Perlu adanya perubahan strukturisasi dalam hal pembiayaan kesehatan di Pidie Jaya. Pembiayaan program-program UKM yang masih berkisar antara 0,03 persen sampai 1,36 persen di Pidie Jaya dapat ditingkatkan lagi kedepannya, agar dalam beberapa kurun waktu ke depan total biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk Upaya Kesehatan Perorangan pun bisa mengalami penurunan mengingat Teori laba-laba (5 Dimensi) untuk UHC, yaitu salah satunya: access to public health sebagai alternatif dalam hal penurunan biaya kesehatan (cost reduction) di kabupaten/kota(Gani, 2010).
2. Pemerintah Pidie Jaya meningkatakan belanja kesehatan untuk UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat) guna mendorong partisipasi aktif masyarakat
dalam memelihara kesehatannya sendiri. Dari hasil analisis pembiayaan kesehatan berdasarkan mata angggaran, maka perencanaan anggaran, kedepannya disarankan untuk: (1) mengalokasikan anggaran yang cukup untuk mata anggaran pemeliharaan guna mengoptimalkan pemanfaatan sarana prasarana kesehatan yang ada, (2) meningkatkan belanja kesehatan untuk belanja operasional kegiatan langsung agar program-program untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat manfaatnya dapat ditingkatkan.
Dari hasil analisis pembiayaan kesehatan berdasarkan penerima manfaat, maka perencanaan anggaran kedepannya perlu untuk mengalokasikan anggaran yang cukup untuk kelompok umur bayi dan balita karena alokasi anggaran yang cukup untuk kedua kelompok umur tersebut merupakan salah satu upaya investasi dini yang sangat penting.
Dari hasil analisis pembiayaan kesehatan berdasarkan jenjang kegiatan, maka kedepannya perlu untuk mengalokasikan belanja kesehatan dalam jumlah yang cukup untuk Puskesmas mengingat Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di daerah dalam rangka merevitalisasi fungsi Puskesmas dengan mengupayakan proram-program kesehatan strategis di wilayahnya. Jenjang belanja kesehatan di tingkat kecamatan/Puskesmas dan masyarakat hendaknya perlu ditingkatkan lagi karena untuk perbaikan kinerja program pelaksanaan kegiatan ditentukan oleh itensitas pelayanan di tingkat Puskesmas dan masyarakat, begitu juga koordinasi dengaan pihak provinsi yang masih rendah perlu ditingkatkan lagi.
Dari hasil analisis belanja kesehatan di Dinas kesehatan, maka perencanaan anggaran kedepannya perlu mengimbangi total pembiayaan untuk kegiatan langsung yang lebih proporsional agar anggaran kesehatan di Dinas kesehatan bisa lebih efektif karena program/kegiatan langsung adalah jenis kegiatan kesehatan yang berbasis masyarakat dan dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat.
Di sisi lain, hasil analisis juga menuntut pemerintah Pidie Jaya agar dalam proses Pembangunan RSUD perlu memperhatikan akses masyarakat serta kualitas pelayanan yang lebih baik mencakup kualitas dari segi sarana dan prasarana maupun kualitas SDM kesehatannya. Hal ini dilakukan guna menekan jumlah pasien JKRA yang berobat keluar kabupaten Pidie Jaya. Sehingga, kedepan diharapkan dengan meningkatnya mutu Rumah Sakit Daerah akan berdampak terhadap penurunan jumlah pasien yang berobat ke luar daerah seiring adanya peningkatan status kesehatan masyarakat yang lebih baik ke depannya di Pidie Jaya.