Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
2.5.2 Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
Sistem Kesehatan Nasional, yang selanjutnya disingkat SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- tingginya.
Sistem Kesehatan di Indonesia dalam kurun waktu beberapa tahun telah mengalami perubahan mulai dari SKN 1982, SKN 2004 dan SKN 2012 (Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2012).
SKN 2012 yang saat ini menjadi acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan yang dimulai dari kegiatan perencanaan sampai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi. Komponen pengelolaan kesehatan yang disusun dalam Sistem Kesehatan Nasional 2012 tersebut terdiri dari beberapa subsistem, yaitu: (a) upaya kesehatan, (b) penelitian dan pengembangan kesehatan, (c) pembiayaan kesehatan, (d) sumber daya manusia kesehatan, (e) sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, (f) manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan dan (g) pemberdayaan masyarakat (RepublikIndonesia 2012).
2.5.2.1 Subsistem Pembiayaan Kesehatan
Menurut Perpres Nomor 72 tahun 2012, pembiayaan kesehatan adalah pengelolaan dari segala upaya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan (expenditure) dana kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Penyelenggaran pembiayaan kesehatan memiliki tujuan sebagai berikut: (a) tersedianya dana kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, (b) teralokasinya biaya kesehatan tersebut secara adil, merata, serta termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, dan (c) dapat tersalurkan sesuai peruntukannya yaitu guna menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Unsur-Unsur dari subsitem pembiayaan kesehatan sendiri terdiri dari 3 unsur utama berikut ini, yaitu: (1) dana untuk pembiayaan
Dana untuk pembiayaan kesehatan dapat bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah baik dari sektor kesehatan maupun sektor terkait lainnya, bahkan dan pembiayaan kesehatan dapat juga berasal dari masyarakat, swasta dan sumber lainnya yang tujuan pemnfaatannya untuk mendukung pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana tersebut hendaknya dapat tercukupi untuk pembiayaan kesehatan dan dapat dipertanggunggugatkan.
(2) sumber daya untuk pembiayaan Sumber daya untuk pembiayaan yang dibutuhkan di sini adalah sumber daya pengelola, sarana dan prasarana, standar, peraturan atau regulasi, dan kelembagaan yang dimanfaatkan secara berhasil dan berdaya guna untuk menggali, mengalokasi, dan membelanjakan dana tersebut untuk mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan. (3) pengelolaan dana kesehatan
Prosedur dalam hal mengelola dana kesehatan terdiri dari aturan yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian, pembelanjaan dana kesehatan, dan mekanisme pertanggungjawabannya.
Subsistem pembiayaan kesehatan haruslah memenuhi prinsip-prinsip berikut, yaitu: (a) tercukupi (memadai) Dalam Perpres nomor 72 tahun 2012 tentang sistem kesehatan nasional, jelas disebutkan bahwa pembiayaan kesehatan hendaknya dapat dilaksanakan bersama dan menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah Daerah, masyarakat, dan swasta.
Pengalokasian dana yang berasal dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk pengelolaan kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja, baik pusat maupun daerah, terus diupayakan peningkatan dan kecukupannya sesuai kebutuhan menuju besaran persentase sebagaimana ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Prinsip tercukupi akan pembiayaan kesehatan ini juga mencakup pembiayaan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu sebagai tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Sumber dana kesehatan baik yang diperoleh dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, maupun swasta penting untuk terus ditingkatkan guna menjamin kecukupan akan dana kesehatan di setiap daerah. (b) efektif dan efisien
Efektivitas dan efisiensi pembiayaan kesehatan dapat terjamin apabila dana kesehatan digunakan dengan berdasarkan kesesuaian antara perencanaan pembiayaan, penguatan kapasitas, manajemen perencanaan anggaran dan kompetensi dari pemberi pelayanan kesehatan.
(c) adil dan transparan Guna menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar kesehatan untuk masyarakat, maka prinsip dan transparan dari pembiayaan kesehatan harus dijalankan. Dana kesehatan yang digunakan dituntut pertanggug jawabannya sejalan dengan praturan perundangan pembiayaan kesehatan yang berlaku.
2.5.2.1.1 Analisis Pembiayaan Kesehatan
Seiring perkembangan isu-isu terkait pembiayaan dan penganggaran kesehatan, dengan mengacu kepada konsep yang telah pernah diterapkan oleh negara berkembang (OECD), WHO memperkenalkan penganalisaan pembiayaan kesehatan melalui konsep National Health Accounts (NHA) yang berisikan data informasi sistematis, komprehensif, konsisten guna memonitoring aliran dana kesehatan pada sistem kesehatan di suatu negara.
penerapan di tingkat Kabupaten/Kotadinamakan District Health Accounts (DHA). District Health Accounts atau DHA dilakukan guna meninjau kecukupan, keakuratan dari alokasi anggaran serta meninjau keefektifan pembiayaan kesehatan yang dilakukan daerah dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan 2011)..
National Health
Dalam Permenkes 971 Tahun 2009 (2009) juga disebutkan bahwa dalam rangka mengupayakan kemampuan dasar untuk menyusun perencanaan anggaran yang efektif dalam lingkungan Dinas kesehatan, Kepala Dinas kesehatan penting untuk memahami konsep akuntansi kesehatan atau Health Account. Health Accounts didefiniskan sebagai sebuah kemampuan berpikir secara analitis, konseptual dan tekhnikal yang dapat digunakan sebagai acuan dasar dalam merumuskan perencanaan strategis di sektor kesehatan.
DHA didesain dengan tujuan untuk meng-input seluruh informasi terkait aliran dana dan menggambarkan akan fungsi pendanaan kesehatan mulai dari fungsi mobilisasi, alokasi, pooling dan asuransi, penggunaan pelayanan kesehatan, dan pendistribusian manfaat. DHA memungkinkan para pemangku kepentingan (stakeholder) di Kabupaten/Kotauntuk mengidentifikasi kebijakan yang tepat dalam perencanaan anggaran (PEKEK FKM UI, 2011).
Trisnantoro (2006) menambahkan bahwa DHA dibutuhkan di era desentralisasi karena kebijakan desentralisasi telah berdampak dalah hal cara: (1) pengalokasian anggaran bersumber pemerintah (2) pembelanjaan anggaran untuk berbagai sektor oleh pemerintah Trisnantoro (2006) menambahkan bahwa DHA dibutuhkan di era desentralisasi karena kebijakan desentralisasi telah berdampak dalah hal cara: (1) pengalokasian anggaran bersumber pemerintah (2) pembelanjaan anggaran untuk berbagai sektor oleh pemerintah
Akhirani, dkk (2004) menyebutkan bahwa informasi terkait pembiayaan kesehatan bermanfaat dalam menunjang pengalokasian anggaran oleh pemerintah untuk segala bidang pemerintahannya, hal ini berkaitan dengan besarnya manfaat memiliki data anggaran kesehatan yang lengkap. Data anggaran yang lengkap ini sulit diperoleh apabila daerah tersebut tidak memiliki District Health Accounts (DHA). DHA juga mencakup data anggaran kesehatan yang tersebar di instansi atau depatemen lainnya di kabupaten/kota, sehingga ini akan sangat memudahkan dalam hal menganalisis pembiyaan kesehatannya.
Konsep dasar aliran dana kesehatan berdasarkan konsep District Health Accounts dapat dijelaskan sebagai berikut:
Sumber
Penglola dana
Bagaimana
Anggaran
(Financing agent)
Pemerintah sektor
Pusat
kesehatan, Dinkes,
RS, SPK, dll - Provinsi -
Line Item Swasta: OOP,
Kab/kota
Di luar PMD,
Diknas, Swasta,
Perusahaan, NGO
Asuransi, dll
Gambar 2.3 konsep dasar aliran dana kesehatan
Dalam Modul Pengembangan Provincial/Distric Health Account yang dikeluarkan oleh Biro keuangan dan Perlengkapan Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa alur pembiayaan dalam DHA dapat ditelusuri dengan menanyakan 4 pertanyaan berikut, yaitu: (1) siapa pihak-pihak yang membiayai penyelenggaraan pelayanan kesehatan? (2) berapakah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk peneyelenggaraan pelayanan kesehatan
tersebut? (3) kemana saja aliran dana kesehatan tersebut dialirkan? (4) siapa saja yang mendapat keuntungan dari hasil pembiayaan kesehatan tersebut?
Pada mulanya, aliran dana dimulai dari sumber darimana uang tersebut berasal (resource), selanjutnya aliran dana tersebut ditempatkan di instituisi-intisusi yang menampung dan mengelola dana (financing agent), setelah itu baru dana dialirkan ke unit- unit penyedia jasa layanan kesehatan serta untuk kegiatan lainnya sesuai dengan tujuan dari institusi pengelola (uses).
Poulir dan Hernadez dalam Thabrany (2005) menyebutkan bahwa agar aliran dana (where the money from, and where it goes, and how it is used) dapat diandalkan sebagai pijakan dasar membuat kebijakan dan perencanaan diperlukan enam kriteria penting didalamnya, yaitu policy sencitivity, comprehensiveness, concistency standardization, accuracy, dan timelines. Alur pendanaan kesehatan berdasarkan konsep DHA dapat dijabarkan lebih rinci sebagai berikut berikut:
a) sumber sumber dana adalah seluruh sumber keuangan sebagai dana awal yang diperuntukkan
untuk tujuan kesehatan, dapat ditelusuri dengan melihat pengeluaran 3 sektor berikut, yaitu: (1) sektor pemerintah; pemerintah pusat dan daerah, (2) sektor swasta dan rumah tangga; perusahaan swasta dan BUMN, (3) bantuan luar negeri; government dan non-government.
b) pengelola Pembiayaan pengelola pembiayaan adalah lembaga yang mengumpulkan, mengelola dan
menyalurkan dana dari sumber-sumber yang berperan dalam pembiayaan kesehatan ke tujuan akhir pembiayaan. Agen pembiayaan antara lain: (1) Pemerintah; departemen/kementerian kesehatan, departemen/institusi lain yang mengelola kesehatan, jaminan sosial kesehatan seperti Askeskin, Jamkesmas, dan JKN, (2) Swasta; perusahaan swasta/BUMN, asuransi swasta, dan rumah tangga.
c) penyedia pelayanan kesehatan Penyedia pelayanan kesehatan adalah institusi atau unit yang menerima dana kesehatan untuk dimanfaatkan dalam memproduksi barang dan jasa pelayanan
kesehatan. Provider atau Penyedia layanan kesehatan di sini termasuk di dalamnya RS milik pemerintah/pemerintah daerah, RS swasta, klinik swasta/BUMN, Puskesmas, Prakte dokter (swasta)
d) program Kesehatan Program kesehatan dalam DHA terdiri dari program Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM), Upaya Kesehatan Perorangan (UKP), dan penunjang (capacity building).
e) jenis Kegiatan Jenis kegiatan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penyelenggaran
kesehatan yang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu jenis kegiatan langsung dan jenis kegiatan tidak langsung.
f) mata anggaran Mata anggaran adalah jenis input yang dibeli oleh penyelenggara pelayanan/program
untuk melanksanakan kegiatan. Jenis input tersebut bisa berupa investasi barang modal, belanja operasional, dan belanja pemeliharaan.
g) jenjang kegiatan Jenjang kegiatan adalah jenjang administratif dimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Suatu kegiatan dapat pula dilakukan sekaligus di beebrpaa jenjang, misalnya untuk
program eliminasi malaria mencakup kegiatan penyemprotan di masyarakat, penemuan kasus dan pengibatan di Puskesmas, dan promosi kesehatan tentang malaria yang dilakukan di tingkat kabupaten.
h) penerima manfaat Penerima manfaat adalah sekelompok orang baik ibu, balita, anak sekolah, remaja maupun lansia yang menerima secara langsung atau tidak langsung manfaat dari suatu
kegiatan atau program kesehatan (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan 2011).
Tahap akhir dari analisis pembiayaan kesehatan dengan pendekatan District Health Accounts (DHA) kabupaten/kota yang tidak kalah pentingnya adalah merumuskan rekomendasi. Rekomendasi ini akan sangat berguna nantinya selain sebagai bahan untuk penyusunan National Health Accounts (NHA) juga sebagai bahan masukan untuk para pengambil kebijakan (policy maker) dalam hal perencanaan anggaran kesehatan di tahun berikutnya (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan 2011).
Hasil analisis data pembiayaan kesehatan dengan pendekatan DHA dapat dijadikan sebagai evidence based untuk bahan advokasi kepada para pemangku kebijakan seperti Kepala Dinas kesehatan, Bappeda atau Pemerintah Daerah dan Pihak DPRK.
Berdasarkan fakta yang ditemukan dalam penyusunan DHA di beberapa kabupaten/kota Indonesia, tim pelaksana DHA dari PKEK FKM UI merumuskan beberapa rekomendasi yang bisa dijadikan acuan dalam hal perumusan rekomendasi untuk perencanaan anggaran di kabupaten-Kabupaten/Kotalainnya.
Beberapa rekomendasi tersebut, anatara lain:
1) meningkatkan Alokasi untuk Sektor Kesehatan kesehatan di kabupaten/kota Dalam Undang-Undang Kesehatan nomor 36 Tahun 2009 ditetapkan bahwa jumlah
alokasi anggaran yang cukup untuk kesehatan di kabupaten/kota adalah sebanyak 10% dari total APBD di luar gaji. Oleh karena itu, bila didapatnya temuan dari hasil intepretasi data DHA yang anggaran kesehatan di kabupatennya di bawah 10% APBD, maka dapat disarankan bagi pihak eksekutif dan legislatif bahwa perlu adanya penambahan anggaran kesehatan untuk memenuhi nilai yang disyaraktkan oleh UU tersebut.
Di sisi lain, selain persentase untuk sektor kesehatan dari total APBD, hasil analisis data DHA juga dapat ditelaah belanja kesehatan per kapita. Nilai normatif yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO 2000) adalah sejumlah US$ 34/Kapita/tahun dari total semua sumber pembiayaan kesehatan.
2) melakukan perbaikan dalam hal pengalokasian untuk program prioritas Perlu dilakukan perhitungan total anggaran kesehatan yang digunakan untuk program-
program prioritas. Hal ini berguna untuk menjawab permasalahan terkait jumlah anggaran yang digunakan untuk program prioritas tersebut. Untuk itu, daftar program/kegiatan kesehatan yang dapat dijadikan acuan antara lain program kesehatan yang terdapat dalam Millenium Development Goals (MDGs), Rencana Strategis (Renstra) Dinkes dan SPM Bidang kesehatan, serta Permendagri nomor 57 Tahun 2007 dan Peraturan Perundangan program prioritas. Hal ini berguna untuk menjawab permasalahan terkait jumlah anggaran yang digunakan untuk program prioritas tersebut. Untuk itu, daftar program/kegiatan kesehatan yang dapat dijadikan acuan antara lain program kesehatan yang terdapat dalam Millenium Development Goals (MDGs), Rencana Strategis (Renstra) Dinkes dan SPM Bidang kesehatan, serta Permendagri nomor 57 Tahun 2007 dan Peraturan Perundangan
Dari hasil analisis data pembiayaan kesehatan dengan pendekatan DHA, bisa dilihat persentase anggaran kesehatan untuk program prioritas tersebut apakah lebih banyak dan telah mencukupi, jika sebaliknya maka perlu adanya rekomendasi terkait pendanaan program prioritas tersebut ke depan.
3) meningkatan kinerja program Peningkatan kinerja program dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah alokasi
anggaran operasional untuk kegiatan langsung, hal ini dapat memperbaiki indikator cakupan program.
Dari hasil analisis data DHA, maka persentase antara belanja investasi, operasional dan pemeliharan dapat dibandingkan. Kemudian dilihat apabila ternyata persentase untuk investasi lebih besar dari mata anggaran operasional dan pemeliharaan, maka dapat diarahkan rekomendasi kepada perencana anggaran agar anggaran untuk operasional ke depan bisa lebih besar agar kinerja program bisa ditingkatkan.
4) mencukupkan anggaran untuk program MDGs Tujuan MDGs untuk kesehatan terdiri dari: (1) gizi masyarakat, (2) kesehatan ibu dan
anak, (3) pemberantasan malarian (untuk daerah endemik), (4) pemeberantasan TB Paru, (5) penanggulangan HIV/AIDS, (6) ketersediaan air bersih.
Bila dari hasil analisis DHA, masih didapat bahwa alokasi untuk anggaran program MDGs ini masih kecil, maka dapat dirumuskan agar dapat melakukan peningkatan alokasi untuk program-program MDGs ini ke depannya.
5) mengembangkan sistem jaminan kesehatan Pengembangan Sistem Jaminan Kesehatan dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan
daerah, karakteristik kemampuan masyarakat membayar akan terlihat dari analisis data DHA melalui data Susenas (Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan 2011).