B. Analisis aspek hirarki nilai lahan Hirarki sebuah nilai lahan dalam dinamika ekonomi dapat dibagi menjadi
nilai pakai dan nilai tukar: • Nilai pakai
Sejauh ini status lahan di wilayah penelitian lebih besar dikuasai oleh perorangan yang biasanya dipergunakan untuk tempat untuk membangun
rumah sebagai hunian, tempat untuk berdagang, sebagai lahan untuk pertanian dan lain sebagainya. Bila dilihat dari kondisi yang ada
diKecamatan limboto masih berorientasi pada nilai pakai use value karena didorong oleh kebutuhan masyarakat terutama untuk hunian rumah.
• Nilai tukar Pendekatan ekonomi ini berfokus pada nilai investasi pada sebuah tempat.
Disadari atau tidak, pemilikan atas tanah oleh perorangan tadi yang kemudian pada saat tertentu beralih menjadi milik dari investor
pengembang yang digunakan untuk pembangunan perumahan dan permukiman dipandang sebagai nilai tukar lahan dimana motivasi investor
dalam pengadaan perumahan tersebut untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dari nilai beli. Artinya harga sebuah lahan dapat di tukar
dengan nilai yang dihasilkan oleh dibangunnya suatu kawasan perumahan yang pada suatu saat dapat memberikan keuntungan.
4.2.2 Analisis dinamika politik
Analisis dinamika politik ini dapat berupa kebijakan yang dilakukan oleh pihak pemerintah yang berfungsi sebagai pengendali dalam pembagunan.
Tinjauan terhadap peran aparatur serta sistim perizinan menjadi bagian dari analisis ini, sebab kedua hal tersebut sangat berpengaruh terhadap penataan ruang
khususnya pengendalian terhadap pertumbuhan perumahan dan permukiman.
A. Peran Pemerintah
Informasi mengenai penataan ruang kepada masyarakat menjadi tanggung jawab dari pihak pemerintah daerah. Dalam penelitian ini dilakukan
wawancara kepada instansi Bappeda Kabupaten Gorontalo yakni suatu badan yang berhubungan langsung dengan perencanaan pembangunan di daerah. Ini
dimaksudkan untuk menilai sejauhmana peran pemerintah dalam rangka pengendalian tata ruang di daerah. Beberapa hal yang terkait dengan tata ruang
khususnya mengenai sosialisasi penataan ruang, dalam sesi wawancara tersebut terungkap bahwa untuk pelaksanaan tata ruang di daerah semaksimal mungkin
telah dan sedang dilakukan, namun memang dirasa kurang optimal dalam hal penyebaran informasi kepada masyarakat ini lebih diakibatkan oleh kurang
intensif-nya pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat. Lebih lanjut dijelaskan oleh kepala bidang penataan ruang bahwa sosialisasi dilakukan hanya pada saat
dilakukan musrenbang. Hal ini jika berlangsung terus-menerus akan berdampak semakin semberautnya wilayah bukan saja di perkotaan namun diwilayah
perdesaan pula dapat merasakan akibatnya. Implikasi dari keterbatasan pemerintah dalam pengendalian tata ruang akan berpengaruh terhadap struktur
ruang kota.
B. Sistem perizinan
Dalam era otonomisasi saat ini, daerah Kabupaten Gororontalo membentuk sebuah kantor yang dinamakan Kantor Pelayanan Terpadu. Fungsi
dari kantor tersebut melayani semua jenis perizinan termasuk izin mendirikan bangunan serta izin lokasi. Namun tahapan prosedur pemberian izin belum
dilaksanakan secara maksimal khususnya terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian termasuk daerah rawa di kawasan danau Limboto yakni
dibangunnya perumahan. Hal ini diakui oleh pemerintah karena prosedur yang kurang berjalan dengan baik. Biasanya pengembang dalam melakukan
pembangunan perumahan selalu mengabaikan izin lokasi gambar IV.6, namun disinilah dilema dari pihak pemerintah disatu pihak ingin menegakkan aturan tata
guna lahan namun di lain pihak bahwa masyarakat pemilik lahan tersebut dalam situasi tertentu melakukan jual beli dengan pihak pengembang yang memang
tidak bisa di intervensi oleh pihak pemerintah. Di sisi lain bahwa pembangunan perumahan masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat khususnya masyarakat
berpenghasilah rendah di Kecamatan Limboto.
Sumber : Hasil observasi, 2009
GAMBAR 4.4 PETA LOKASI PERUMAHAN TERBANGUN
YANG MENGKONVERSI LAHAN PERTANIAN
4.2.3 Analisis Dinamika Budaya