Bahasa dalam Puisi Citraan dalam Puisi
bahwa puisi merupakan bentuk pengucapan gagasan yang bersifat emosional dengan mempertimbangkan efek keindahan. Menurut Luxemburg 1986: 175,
teks puisi ialah teks-teks monolog yang isinya tidak pertama-tama sebuah alur. Teks puisi bercirikan penyajian tipografik tertentu.
Menurut Pradopo 2009: 8, puisi merupakan dunia dalam kata, yaitu dunia yang direkonstruksi oleh penciptanya, di mana dalam dunia itu selalu
mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan dan merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Hal ini disebabkan ada
hubungan yang erat antara citraan, kata yang konkret, dan penggunaan bahasa figuratif Waluyo, 1991: 81.
Menurut Hudson melalui Aminudin, 1991: 134, puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk
membuahkan ilusi dan imajinasi. Menurut Kleden 1998: 30, imajinasi adalah kemampuan menciptakan
imago
,
image
, atau citra, tetapi sekaligus juga kondisi ketergantungan manusia kepada citra. Imajinasi bukan sekadar suatu keunggulan
pikiran tetapi juga sarana berpikir untuk membantu memahami atau menyusun sebuah ide atau konsep. Dalam hal ini, proses mengolah daya imajinatif yang
membentuk gambaran dan bayangan untuk divisualkan dalam puisi diperlukan bahasa figuratif, metafor, dan simbol Maulana, 2012: 178.
Wellek dan Warren 235-236 mengemukakan citraan adalah topik yang termasuk dalam bidang psikologi dan studi sastra. Dalam hal ini, jenis-jenis
citraan berperan sebagai suatu perwujudan pengindraan. Peran lain dari citra adalah sebagai analogi dan perbandingan. Hal tersebut ditegaskan oleh Pound
dalam Wellek dan Warren, 1989: 236, bahwa citraan visual merupakan pengindraan atau persepsi, tetapi mewakili atau mengacu pada sesuatu yang tidak
tampak, yakni di dalam diri. Citraan yang dibangun melalui diksi dan bahasa puisi dapat menunjukkan gagasan dan pemikiran.
Puisi memiliki struktur dalam hubungannya dengan aspek puisi yang lain. Unsur-unsur yang termasuk dalam struktur fisik puisi menurut Waluyo 1995: 27
adalah diksi, pengimajian atau citraan, kata konkret, majas meliputi lambang dan kiasan, versifikasi meliputi rima, ritma, dan metrum, tipografi, dan sarana
retorika. Tarigan 1991: 28 menyatakan bahwa metode atau struktur di dalam puisi terdiri dari diksi, imaji
imagery
, kata nyata, majas, ritme dan rima. Hal ini sejalan dengan Sayuti 2002: 101, yang menyebutkan bahwa aspek pembangun
puisi meliputi bunyi dan aspek puitiknya, diksi, citraan, bahasa kias, sarana retorika, wujud visual, dan makna.
Alterbernd dalam Pradopo, 2007: 89 mengemukakan bahwa citraan adalah salah satu alat kepuitisan yang terutama dengan itu kesusastraan mencapai
sifat-sifat konkret, khusus, mengharukan dan menyaran. Citraan membuat pembaca memandang, merasakan, mendengar, bahkan mencium apa yang
disampaikan penyair melalui puisinya. Menurut Damono dalam Wachid BS, 2009: 131, kata-kata tidak sekedar berperan sebagai alat yang menghubungkan
pembaca dengan dunia intuisi penyair, namun yang utama ialah sebagai objek pendukung imaji atau citra. Hal ini berkaitan dengan kondisi atau keadaan alam
yang digambarkan oleh penyair untuk menimbulkan nuansa
sense
agar pembaca terlibat batinnya secara mendalam.
Puisi memanfaatkan kata-kata yang memberikan suasana yang khusus sehingga dapat mengajak imajinasi untuk menggambarkan objek yang dirujuk di