perkara jelas berbeda-beda meskipun secara garis besar sistematikanya hampir sama yakni mengenai ada atau tidaknya halangan perkawinan,
penolakan dari KUA dan perihal lamaran. Adanya keterangan para pihak inilah yang kemudian akan dikonstatir oleh hakim untuk memastikan
kebenaran dari peristiwa tersebut dengan sarana pembuktian. Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa keterangan yang
diberikan oleh para pihak di persidangan sangat penting untuk menentukan keputusan hakim yang akan diberikan nantinya. Hal ini
sesuai dengan pendapat M. Yahya Harahap 2008: 501 yang menjelaskan bahwa,
“hanya fakta-fakta yang diajukan di persidangan yang boleh dinilai dan diperhitungkan menentukan kebenaran dalam
mengambil putusan. Sehubungan itu, fakta yang boleh dinilai dan diperhitungkan hanya yang disampaikan para pihak kepada
hakim di persidangan. Hakim tidak dibenarkan menilai dan memperhitungkan fakta-fakta yan tidak diajukan pihak yang
berperkara.”
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa fakta-fakta yang boleh dinilai dan diperhitungkan oleh hakim untuk menentukan kebenaran dalam
mengambil putusan adalah fakta-fakta yang diajukan di persidangan yang dalam hal ini merupakan fakta-fakta yang di dengar hakim dari
keterangan para pihak.
c. Alat Bukti
Keterangan para pihak yang telah didengar oleh hakim di persidangan, selanjutnya hakim akan membenarkan peristiwa yang
terjadi sebenarnya dengan jalan pembuktian. Penbuktian dalam hukum
acara perdata adalah dengan alat bukti tertulis, pembuktian dengan saksi, persangkaan, pengakuan, sumpah, pemeriksaan setempat, dan
keterangan ahli Sudikno Mertokusumo, 2002: 119. Alat bukti menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan permohonan dispensasi di
bawah umur di Pengadilan Agama Wates karena hakim Pengadilan Agama
Wates selain
mendengar peristiwanya
juga harus
memastikannya lagi dengan alat bukti yang ada. Dalam wawancaranya pada tanggal 7 Oktober 2013, hakim Pengadilan Agama Wates
menjelaskan bahwa terdapat setidaknya lima hal yang dijadikan alat bukti dalam pengajuan permohonan dispensasi perkawinan di bawah
umur. Alat bukti tersebut adalah antara lain Surat keterangan Domisili yang diberi kode P1 atas nama Pemohon yakni fotokopi Kartu Tanda
Penduduk. Alat bukti KTP ini penting dijadikan sebagai pertimbangan mengingat
bahwa hakim
mempunyai kewenangan
mengadili berdasarkan wilayah yurisdiksi. Jika dalam Surat Keterangan Domisili
Pemohon tidak berada dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Wates, maka Majelis hakim tidak berwenang untuk mengadili.
Selanjutnya adalah Fotokopi Akta nikah yang menerangkan bahwa pemohon telah menikah dan dari pernikahan tersebut lahir anak
Pemohon yang dimintakan dispensasi untuk kemudian diberi kode P2. Alat bukti yang lain adalah Fotokopi kutipan Akta Kelahiran yang
menerangkan bahwa anak pemohon adalah benar-benar anak dari Pemohon yang kemudian diberi kode P3. Surat Bukti Penolakan Nikah
dari KUA setempat juga menjadi alat bukti yang diberi kode P4. Apabila alasan pengajuan permohonan dispensasi perkawinan adalah
karena hamil terlebih dahulu, maka alat bukti yang diberi kode P5 berupa Surat Keterangan Hamil juga wajib menjadi pertimbangan
hakim. Hal ini untuk memperkuat adanya fakta bahwa permohonan diajukan benar-benar karena alasan hamil terlebih dahulu.
Seperti halnya
dalam contoh
perkara Nomor
0021Pdt.P2013PA.Wt., beberapa alat bukti yang dipertimbangkan oleh hakim dalam keputusannya adalah sebagai berikut :
1 Alat bukti P1 yang membuktikan bahwa Pemohon berdomisili di Desa Ngargosari Kecamatan Samigaluh, sesuai dengan
kewenangan relatif Pengadilan Agama, oleh karena itu Pengadilan Agama Wates berwenang memeriksa, mengadili
dan menyelesaikan perkara ini
2 Alat bukti P2 yang membuktikan bahwa Pemohon dengan suaminya pernah terikat perkawinan dan memiliki seorang
anak bernama Diah Ayu Puspitasari 3 Alat bukti P3 yang membuktikan bahwa benar Pemohon adalah
ibu Kandung dari anak yang bernama Diah Ayu Puspitasari 4 Alat bukti P4 yakni Surat Penolakan Pernikahan dari Kantor
Urusan Agama Kecamatan Samigaluh yang membuktikan bahwa benar pemohon bermaksud menikahkan anaknya namun
ditolak oleh KUA karena belum berusia 16 tahun.
5 Alat bukti P5 berupa Surat Keterangan hamil yang dikeluarkan oleh Bidan Eka W.,A.Md.Keb tanggal 27 Februari 2013 yang
membuktikan bahwa Diah Ayu Puspitasari benar-benar dalam keadaan hamil
Sedangkan untuk permohonan yang diajukan bukan karena hamil, tentu saja tidak memerlukan bukti Surat keterangan hamil dari pihak
berwenang.
Dalam contoh
perkara yang
lain yakni
perkara nomor
0090Pdt.P2012PA.Wt., bukti-bukti yang diajukan oleh pemohon antara lain adalah :
1 Fotocopy Kartu Tanda Penduduk NIK : - atas nama Pemohon PEMOHON
yang dikeluarkan
oleh Kepala
Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Keluarga Berencana dan
Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Kulon Progo tanggal 15 Februari 2008, bermaterai cukup, telah dicocokkan dan
sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi kode P.1;
2 Fotocopy surat Kelahiran atas nama ANAK PEMOHON, Nomor : - yang
dikeluarkan oleh Kepala Desa Pengasih, Kecamatan -, Kabupaten Kulon Progo tanggal 17 Nopember 1994,
bermeterai cukup, telah dicocokkan dan telah sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi kode P.3;
3 Asli Surat Penolakan Pernikahan Nomor : - tanggal 10 Desember 2012 yang dikeluarkan dari Kantor Urusan Agama
Kecamatan -, Kabupaten Kulon Progo selanjutnya diberi kode P.4;
Pada contoh perkara nomor 0022Pdt.P2012PA.Wt., yang diajukan karena alasan bahwa calon mempelai sudah sering digropyok massa
ketika berbuat mesum dan keduanya telah melakukan hubungan layaknya suami istri selama 3 kali meskipun dari hubungan tersebut
calon mempelai perempuan tidak hamil. Hakim dalam kasus ini mempertimbangkan alat-alat bukti seperti hal-hal berikut :
1 Alat bukti P1, yakni fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama pemohon Parjiyem
2 Alat bukti P2, yakni fotokopi ktipan akta kelahiran atas nama Widiyantoro yang membuktikan bahwa yang bersangkutan
adalah benar anak pemohon 3 Alat bukti P3, yakni surat penolakan pernikahan dari Kantor
Urusan Agama Panjatan yang membuktikan bahwa pemohon telah mendaftarkan rencana pernikahan anaknya ke KUA
namun ditolak karena umurnya belum memenuhi persyaratan.
Bukti-bukti yang diajukan oleh pemohon pada perkara ini merupakan bukti-bukti yang umum diajukan oleh para Pemohon
dispensasi perkawinan di bawah umur. Sedangkan untuk bukti tentang telah terjadinya penggropyokan oleh massa tidak diajukan bukti.
Meskipun dalam keterangan pemohon di persidangan dijelaskan bahwa anak pemohon telah digropyok oleh massa dua kali ketika berbuat
mesum dengan pacarnya, namun tidak ada alat bukti yang dapat dijadikan kepastian oleh hakim. Hakim Pengadilan Agama Wates
dalam wawancaranya pada tanggal 7 Oktober 2013 menjelaskan bahwa untuk memastikan kebenaran dari peristiwa yang dijelaskan oleh
pemohon pada saat persidangan selain dari alat bukti juga dengan mendengar keterangan para pihak. Namun apabila bukti yang diajukan
ada yang tidak memperkuat alasan yang diajukan pemohon, maka hakim akan memastikannya melalui keterangan yang di dengar di
persidangan dengan catatan bahwa keterangan yang disampaikan oleh para pihak tidak bertentangan satu sama lain. Mengingat bahwa
dispensasi merupakan gugat permohonan yang sifatnya merupakan gugat secara sepihak.
Penjelasan mengenai alat bukti yang menjadi pertimbangan hakim di atas sesuai dengan pendapat Sudikno Mertokusumo 2002
:110 yang mengatakan bahwa, “hakim harus menggunakan sarana- sarana atau alat-alat untuk mendapatkan kepastian mengenai peristiwa
yang bersangkutan. Hakim harus melakukan pembuktian dengan alat-
alat tersebut untuk mendapatkan kepastian tentang peristiwa yang diajukan kepadanya.” Alat yang digunakan oleh hakim dalam
memastikan kebenaran dari sebuah peristiwa yang disampaikan kepadanya adalah adanya alat bukti. Hakim memastikan kebenaran
akan peristiwa yang diajukan oleh pemohon dengan alat-alat bukti yang diajukan oleh pemohon kepadanya.
Uraian diatas sesuai dengan pendapat M.Yahya Harahap 2008: 39-40 yang menyebutkan bahwa,
“prinsip ajaran dan sistem pembuktian, harus ditegakkan dan diterapkan sepenuhnya dalam proses pemeriksaan dan
penyelesaian permohonan. Mengabaikan penegakan dan penerapan ajaran dan sistem pembuktian dalam pemeriksaan
permohonan, dapat menimbulkan akibat yang sangat fatal. Tidak ada alasan untuk mengesampingkan prinsip dan sistem
pembuktian dalam penyelesaian permohonan”.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat kita lihat bahwa hakim pengadilan Agama
Wates dalam
pelaksanaannya tetap
menilai dan
mempertimbangkan alat bukti yang diajukan oleh pemohon. Namun, dalam beberapa permohonan ada pula yang tidak mengajukan alat bukti
yang relevan dengan fakta yang diungkap di persidangan. Selain bukti- bukti di atas, pemohon tidak lagi mengajukan bukti-bukti yang lain
untuk memperkuat keterangan yang telah di berikan dalam proses persidangan. Bukti-bukti tersebut diatas merupakan bukti-bukti umum
yang harus ada dalam setiap pengajuan permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur. Sedangkan bukti lain yang digunakan
untuk memperkuat keyakinan hakim tidak diajukan oleh pemohon, atau seperti keterangan saksi yang ada di tempat kejadiaan ketika terjadi
penggropyokan tidak dihadirkan. Kepastian kebenaran peristiwa hanya diperoleh hakim dari keterangan yang diberikan oleh para pihak di
persidangan yakni dari pihak yang mengajukan permohonan, sehingga kebenaran dari peristiwa maupun alasan yang diajukan oleh pemohon
dalam pemeriksaan di persidangan seringkali tidak diperkuat dengan bukti-bukti yang relevan.
2. Pertimbangan tentang Hukumnya