diagnostik dan tujuan penelitian tertentu. Fungsi kelenjar saliva dapat dibedakan dengan teknik pengukuran tertentu. Laju aliran saliva dapat dihitung melalui kelenjar
saliva mayor, individual, atau melalui campuran cairan dalam rongga mulut yang disebut saliva murni.
26
Metode utama untuk mengukur saliva murni yaitu metode draining, spitting, suction, dan swab. Metode draining bersifat pasif dan membutuhkan pasien untuk
memungkinkan saliva mengalir dari mulut ke dalam tabung dalam suatu masa waktu. Metode suction menggunakan sebuah aspirator atau penghisap saliva untuk
mengeluarkan saliva dari mulut ke dalam tabung pada periode waktu yang telah ditentukan. Metode swab menggunakan gauze sponge yang diletakkan dalam mulut
pasien dalam waktu tertentu. Metode spitting dilakukan dengan membiarkan saliva untuk tergenang di dalam mulut dan meludah ke dalam suatu tabung setiap 60 detik
selama 2-5 menit.
26
Untuk mengukur saliva total, maka tidak diperkenankan makan dan minum dalam kurun waktu 90 menit sebelum dilakukan pengukuran laju aliran saliva. Laju
aliran saliva yang diukur adalah laju aliran saliva tanpa stimulasi dan terstimulasi. Laju aliran saliva tanpa stimulasi 0,1 mLmenit dan laju aliran saliva terstimulasi
1,0 mLmenit adalah merupakan indikasi xerostomia.
26
Riwayat kesehatan keseluruhan yang mencakup penggunaan obat diikuti dengan pemeriksaan klinis yang
diperlukan untuk menetapkan diagnosis. Selanjutnya tes seperti evaluasi serologi, pencitraan kelenjar ludah seperti sialografi, dan scintigraphy, dan evaluasi sialometrik
juga dapat diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan untuk menentukan kondisi sistemik mendasar.
25
2.3 Hubungan Pasien Penyakit Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis dengan Xerostomia
Menurunnya kesehatan gigi dan mulut sering dijumpai pada pasien hemodialisis. Beberapa penelitian menunjukkan pasien dengan konsentrasi ureum
yang tinggi di dalam darah memiliki resiko yang lebih besar memiliki lesi di mulut. Menurunnya kesehatan gigi dan mulut ini akan semakin parah pada pasien usia lanjut,
Universitas Sumatera Utara
penderita penyakit lain sepertti diabetes mellitus, konsumsi obat-obatan, dan penurunan fungsi imun yang mempermudah terjadinya infeksi dan inflamasi di
rongga mulut.
27
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat kondisi oral pada pasien hemodialisis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan banyaknya pasien hemodialisis
yang memiliki setidaknya satu atau lebih manifestasi di rongga mulut, seperti perdarahan pada gingiva, mukosa pucat, stomatitis uremia, ekimosis dan petekie,
sakit pada lidah atau mukosa, bau ureum, dan ulser di rongga mulut.
8
Xerostomia pada pasien hemodialisis disebabkan oleh: 1. Batasan asupan cairan
Batasan asupan cairan dilakukan untuk menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh pasien hemodialisis. Apabila asupan cairan tidak dibatasi, maka akan
mengakibatkan hipertensi, edema paru, dan manifestasi kardiovaskuler. Oleh karena itu, pasien hemodialisis sering merasa haus yang berlebihan dan memiliki keluhan
mulut kering.
9
2. Efek uremia Uremia adalah sindrom klinis yang ditemukan pada pasien penyakit ginjal
kronis karena adanya retensi urea dan zat-zat sisa metabolisme di dalam darah yang secara normal dapat diekskresikan melalui urin. Hal inilah yang dapat mempengaruhi
seluruh organ tubuh sehingga menyebabkan manifestasi penyakit ginjal kronis yang khas, dan salah satunya juga dapat mempengaruhi kelenjar saliva.
28
Penelitian yang dilakukan oleh Epstein menemukan bahwa terdapat konsentrasi urea yang tinggi pada
saliva pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.
29
Pada tahun 2002, Kaya melakukan penelitian yang menganalisis fungsi kelenjar saliva pada 23 pasien
hemodialisis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya penurunan fungsi parenkimatosa dan fungsi ekskretori kelenjar submandibula dan parotid pada pasien
penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. Apabila dibandingkan antara kedua kelenjar tersebut, penurunan fungsi kelenjar parotid lebih parah dibandingkan
dengan kelenjar submandibula. Hal ini disebabkan karena uremia zat toksik dalam darah menyebabkan rusaknya sel-sel kelenjar saliva, terutama sel serous asinar yang
Universitas Sumatera Utara
paling banyak terdapat pada kelenjar parotid. Hal inilah yang dapat menyebabkan penurunan produksi saliva sehingga muncul keluhan xerostomia pada pasien penyakit
ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.
28
3. Konsumsi obat-obatan Xerostomia pada pasien hemodialisis semakin diperparah apabila pasien
mengonsumsi obat-obatan, terutama obat anti hipertensi.
28
Hal ini disebabkan karena obat anti hipertensi dapat menyebabkan depresi saraf otonom. Saraf otonom pada
kelenjar saliva berfungsi untuk sekresi kelenjar saliva, tetapi karena adanya depresi saraf otonom menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Mekanisme yang lainnya juga
dapat terjadi apabila obat tersebut bereaksi secara langsung dalam proses seluler. Obat tersebut dapat langsung memberikan sinyal ke otak untuk menghambat kerja
saraf otonom dalam mengatur sekresi saliva sehingga dapat mengakibatkan penurunan laju aliran saliva.
30
4. Usia lanjut Pada pasien usia lanjut akan terjadi penurunan fungsi organ tubuh, termasuk
juga kelenjar saliva. Kelenjar saliva pada pasien usia lanjut akan mengalami atropi sehingga terdapat penurunan laju aliran saliva yang menyebabkan xerostomia.
28
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kerangka Teori