2. Edukasi Masyarakat atau Nasabah Pengetahuan masyarakat masih dalam taraf pengetahuan minim, oleh
karenanya edukasi masyarakat tentang kegiatan operasional ataupun produk dan jasa bank sangat bermanfaat untuk menghindari munculnya informasi yang menyesatkan
dan merugikan pihak masyarakat sebagai nasabah. Pengetahuan dan pemahaman nasabah atas produk-produk perbankan, khususnya bagi mereka yang baru pertama
kali ke bank perlu ditingkatkan. Perlindungan hukum bagi masyarakat oleh Otoritas Jasa Keuangan pun di atur
di dalam Islam pada Al- Qur’an Surah An-Nisa Ayat 135, menjelaskan mengenai
perlakuan yang sama terhadap siapa pun dalam hal ini masyarakat dan perusahaan jasa keuangan pada posisi yang sejajar perlindungannya oleh Otoritas Jasa Keuangan:
يدلا لا أ مكسف أ لع ل ّ ءاد ش طسقلاب يما ق ا ك ا مآ يذلا ا يأ اي ا لت إ ا لدعت أ
لا ا عبتت اف ا ب ل أ ّاف اًريقف أ اًي غ كي إ يبرقأا اًريبخ ل عت ا ب اك َ إف ا ضرعت أ
١٣٥
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman Jadilah kamu penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia yang terdakwa kaya ataupun miskin, maka
Allah lebih tahu kemaslahatankebaikannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar
balikkan kata-kata atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.”
Dalam perspektif Islam, perlindungan hukum masyarakat didasarkan pada perilaku seorang pelaku bisnis yang hendaknya rasa takut kepada Allah SWT dalam
usaha menanggapi ridho-Nya, tidak dibenarkan didasarkan pada rasa takut pada negara atau pemerintah. Dengan begitu terciptanya keadilan bagi pelaku bisnis dan
masyarakat yang menggunakan jasa dan layanannya, lebih jauh lagi mendapatkan kebajikan dan keluhuran budi. Sebagaimana tuntutan muslim yang bertaqwa untuk
menjauhkan segala yang dilarang, apabila melakukan hal tersebut maka ia merasa tidak mendapat ketenangan bathin
21
.
21
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2001 h.7
32
BAB III FUNGSI DAN TUGAS OTORITAS JASA KEUANGAN TERKAIT
PENGHIMPUNAN DANA DALAM BENTUK INVESTASI A. Otoritas Jasa Keuangan
1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan
Pada Undang-undang No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pasal 1 angka 1 menyebutkan :
“Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang memiliki tugas, fungsi,
dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang ini”. Otoritas Jasa Keuangan adalah suatu bentuk unifikasi pengaturan dan
pengawasan sektor jasa keuangan
1
. Menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan. Lembaga yang independen yang berwenang untuk mengatur, mengawasi, memeriksa, dan melakukan investigasi terhadap sektor-sektor jasa
keuangan di Indonesia dengan tujuan utama mempromosikan dan mengatur sebuah sistem yang berisi berbagai aturan dan pengawasan secara terpadu
terhadap seluruh kegiatan yang terdapat pada sektor jasa keuangan
2
.
1
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, cet-12 Agustus 2014 h.269
2
Tri Hendro dan Conny Tjandra, Bank Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia Yogjakarta, UPP STIM YKPN, Cet-I Oktober 2014 h. 489
2. Lahirnya Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan OJK sebagai lembaga pengawas jasa sektor keuangan pembentukannya diatur di dalam UU No. 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan. Terdapat 3 tiga alasan khusus pendirian OJK di Indonesia, yaitu :
1. Perkembangan sistem keuangan karena adanya konglomerasi Bank
Indonesiasnis, produk komBank Indonesianasi hybrid product, dan regulatory arBank Indonesiatrage
2. Permasalahan di sektor keuangan karena adanya moral hazard,
perlindungan konsumen, dan koordinasi lintas sektoral 3.
UU No 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Pasal 34 yang mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan
3
. Lembaga ini didirikan atas dasar disyaratkan Undang-undang No. 3 Tahun
2004 tentang Bank Indonesia pada pasal 34 ayat 1 berbunyi “Tugas mengawasi
bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. Pada ayat 2 berbunyi
“Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010
”
4
. Penjelasan dari kedua ayat dalam pasal tersebut, pembentukan lembaga pengawas sektor keuangan yang
memiliki tugas salah satunya mengawasi bank akan dibentuk paling lambat 31
3
Tri Hendro dan Conny Tjandra, Bank Institusi Keuangan Non Bank Di Indonesia Yogjakarta, UPP STIM YKPN, Cet-I Oktober 2014 h. 488
4
Adler Haymans, Otoritas Jasa Keuangan: Pelindung Investor, Jakarta, PT Adler Manurung Press, Cet-I September 2013 h. 3
Desember 2010, serta akan beralihnya fungsi pengawasan bank oleh Bank Indonesia ke lembaga pengawas sektor keuangan yang disebut Otoritas Jasa
Keuangan. Keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia
juga muncul sebagai respons dari krisis Asia yang terjadi pada 1997-1998 yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia, khususnya sektor perbankan. Langkah
reformasi di Bank Indonesiadang hukum perbankan dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan menjadi obat penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan
penangkal dalam pemikiran permasalahan-permasalahan di masa depan, untuk itu terbentuklah ide awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan hasil
kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
5
Pada prinsipnya Otoritas Jasa Keuangan lahir untuk mengintegrasi dan koordinasi lebih mudah agar terciptanya regulasi jasa keuangan yang efektif, hal
ini karena sekarang kecendrungannya perusahaan jasa keuangan terlibat dalam berbagai traksaksi, misalnya di Pasar Modal dan Industri Asuransi. Sinergi antar
jasa keuangan yang tidak dapat dipungkiri dengan pesatnya perkembangan dunia jasa keuangan, kebutuhan menyatukan pengawasan lebih terkonsolidasi
merupakan jawaban terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan. Mengambil alih sebagian tugas kewenangan lembaga lain seperti Bank Indonesia, Pasar Modal,
Badan Pengawas Pasar Modal, dan institusi lembaga pemerintah lain yang
5
Andrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014 h. 37
awalnya memiliki pengawasan lembaga pengelola dana masyarakat. Intinya Otoritas Jasa Keuangan memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola dari
lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan, dengan kata lain dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan memberikan
pengelolaan lembaga secara baik dan benar
6
. Pembetukan Otoritas Jasa Keuangan dilihat dari runtutan sejarah dimunculkan
sejak di Undang-Undang No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa tugas pengawasan terhadap bank akan
dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang-undang.
Amanat pembentukan lembaga pengawas sektor keuangan pada akhirnya tertuang kembali pada pasal 34 Undang-undang No.3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia yang selambat-lambatnya dibentuk 31 Desember 2010. Pada tahap perencanaan awal disahakan pada rapat paripurna 17 Desember 2010 tidak
terlaksana, Pemerintah dan DPR tidak sepakat mengenai struktur dan tata cara pembentukan Dewan Komisioner OJK, pemerintah mengusulkan terdiri dari tujuh
anggota dan dua orang diantaranya ex-officio yang otomatis berasal dari Kementrian Keuangan dan Bank Indonesia
7
. Rancangan Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan kemudian disahkan pada 2011 dan disetujui oleh parlemen DPR
yang diketuai Priyo Budi Santoso dalam Rapat Paripurna pada Oktober 2011,
6
Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, Jakarta:PT.Rajagrafindo Persada, cet-12 Agustus 2014 h.269
7
OJK, Liputan Khusus OJK: Selamat Datang Wasit Baru Industri Keuangan di unduh 5 Juni 2014, Pukul 8.13, http:www.lipsus.kontan.co.id